Anda di halaman 1dari 12

PPL : Pondok Pustaka Lontara

Perpustakaan Budaya sebagai Wadah Peningkatan Literasi Lontara pada Kalangan


Remaja di Kecamatan Mattiro Bulu

Ardian1, Asmirinda Resa2, Ghaiby Pusparindah3, Gunawan4, Harni5, Marthen6, Muhammad


Ihsan Nur7, Nur Hidayah8
1235
Pendidikan Guru Sekolah Dasar FIP, 46Ilmu Keolahragaan FIK, 7Pendidikann IPS FIS,
8
Pendidikan Fisika FMIPA
Universitas Negeri Makassar
kkn.mattirobulu.pinrang@gmail.com

ABSTRAK.

Salah satu warisan budaya yang menjadi ciri khas masyarakat suku bugis adalah Lontara, merupakan
aksara tradisional masyarakat bugis yang awal mulanya dari kegiatan penyair-penyair bugis yang
menuangkan fikiran dan isi hatinya. Berdasarkan kondisi yang ditemukan saat ini, tampak mulai
berkurangnya generasi muda yang fasih berbahasa bugis, mulai hilangnya minat untuk menggali
makna yang terdapat pada Lontara yang memiliki nilai wejangan yang besar maknanya terkait
kehidupan, serta kurangnya kegiatan maupun sarana pembangkit minat masyarakat untuk mempelajari
Lontara, menjadi faktor utama yang menyebabkan hampir punahnya aksara Lontara di berbagai
daerah yang masih merupakan bagian suku bugis. Saat ini pembelajaran Aksara Lontara diajarkan
pada Pendidikan Formal sejak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, Namun, kurangnya
minat belajar siswa untuk mempelajari aksara Lontara hingga memahami makna dari tulisan itu
sendiri yang menjadi penghambat terbesar dalam upaya melestarikan budaya daerah. Adapun metode
dan tahapan kegiatan berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh remaja di Kecamatan Mattiro
Bulu yaitu Kajian Ruang Lingkup dan objek kegiatan, analysis lokasi kegiatan, Bentuk dan Tahapan
Kegiatan. Dengan adanya perpustakaan di kampung Lontara diharapkan dapat menumbuhkan minat
generasi muda terhadap aksara lontara dan berbagai muatan kearifan local yang ada di dalamnya.

Kata kunci: Lontara, Mattiro Bulu, Literasi

ABSTRACT
One of the Cultural heritages that characterizes the Bugis community is Lontara, which is a
traditional script of the Bugis community which originated from the activities of Bugis poets who
poured their thoughts and heart's content. Based on the conditions found at this time, it appears that
there is a decrease in the young generation who are fluent in Bugis, starting to lose interest in
exploring the meaning contained in Lontara which has a large educational value related to life, as
well as the lack of activities and means of generating public interest in learning Lontara, became the
main factor that led to the extinction of the Lontara script in various regions which are still part of the
Bugis tribe. Currently learning Lontara script is taught in formal education from elementary school to
high school, however, the lack of student interest from learning Lontara script to understanding the
meaning of writing itself is the biggest obstacle in the efforts to preserve regional culture. The
methods and stages of activities are based on the problems faced by adolescents in Mattiro Bulu
District, namely Activity Environment Scope and Objects Study, Analysis of Activity Locations,
Activity Forms and Stages. With the existence of a library in Lontara village, it is hoped that it can
foster the interest of the younger generation in Lontara script and the various contents of local
wisdom contained in it.
Keywords: Lontara, Mattiro Bulu, Literasi
PENDAHULUAN
Tradisi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari konteks kebudayaan. Setiap daerah
tentunya memiliki warisan budaya turun temurun dari nenek moyangnya. Budaya lokal itu sendiri
mengandung nilai-nilai sejarah yang terbentuk secara alami melalui proses belajar dari waktu ke
waktu, dan dapat berupa seni, tradisi, pola pikir, dan hukum adat.
Kebudayaan yang sudah melekat dalam masyarakat dan sudah turun temurun sejak dulu, akan
semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-
hal yang berhubungan dengan sebuah keyakinan sehingga sulit untuk dihilangkan. Kebudayaan
merupakan suatu yang bersifat superorganic, karena kebudayaan bersifat turun temurun dari generasi
ke generasi berikutnya, walaupun manusia yang ada di dalam masyarakat senantiasa silih berganti
disebabkan oleh kelahiran dan kematian.
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan memiliki beribuh-ribuh warisan budaya yang
tersebar di seluruh penjuru nusantara. Diantara banyaknya warisan budaya tersebut adalah
karakter atau tulisan asli berbagai daerah yang termasuk di dalam kategori Aksara Nusantara.
Salah satu Aksara Nusantara yaitu Aksara Lontara yang terletak di Provinsi Sulawesi yang digunakan
oleh dua suku yaitu suku Bugis dan suku Makassar.
Salah satu warisan budaya yang menjadi ciri khas masyarakat suku bugis adalah Lontara,
merupakan aksara tradisional masyarakat bugis yang awal mulanya dari kegiatan penyair-penyair
bugis menuangkan fikiran dan isi hatinya di atas daun lontar dan dihiasi dengan huruf-huruf yang
begitu cantik sehingga tersusun kata yang apik diatas daun lontar. Aksara adalah suatu sistem simbol
visual yang tertera pada kertas maupun media lainnya (batu, kayu, kain, dan lain - lain) untuk
mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa. Istilah lain untuk menyebut aksara
adalah sistem tulisan.Alfabet dan abjad merupakan istilah yang berbeda karena merupakan tipe aksara
berdasarkan klasifikasi fungsional. Unsur-unsur yang lebih kecil yang terkandung dalam suatu aksara
antara lain grafem, huruf, diakritik, tanda baca, dan sebagainya.
Lontara merupakan karya asli masyarakat Bugis. Bagi masyarakat Bugis, lontara dapat
berfungsi sebagai; (1) lambang jati diri, (2) lambing kebanggaan, dan (3) sarana pendukung budaya
daerah. Lontara tersebut dinyatakan sebagai lambang jati diri karena memuat berbagai nilai budaya
yang menjadi ciri khas masyarakat Bugis; Lontara dinyatakan sebagai lambang kebanggaan
karena sikap yang mendorong sekelompok orang menjadikan Lontara sebagai lambang identitasnya,
dan sekaligus dapat membedakannya dengan kelompok orang lain; dan Lontara dinyatakan
sebagai sarana pendukung budaya daerah karena mengandung informasi kultural untuk membangun
tatanan sosial dalam rangka memperkukuh budaya nasional. Karena pentingnya fungsi yang diemban
tersebut, Lontara tetap dipelihara dan dilestarikan oleh masyarakat Bugis.
Naskah Lontara sebagai dokumen tentang peristiwa yang berkaitan dengan orang Bugis pada
masa lalu. Oleh karena itu, naskah Lontara dapatdipandang sebagai sumber informasi mengenai
sejarah, sosial, dan budaya, serta peranserta suku Bugis dalam kehidupan masyarakat di daerah
Sulawesi. Dalam kaitan ini, naskah lontara dapat dipandang sebagai produk budaya suku Bugis. Di
samping itu, Lontara dapat dipandang sebagai realitas penggunaan bahasa yang mencerminkan
perilaku dan pandangan hidup masyarakatnya. Lontara tersebut digunakan untuk mengungkapkan
berbagai macam bentuk ritual, doa, dan ceritra. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa naskah
Lontara dipandang sebagai bahasa dari indeks budaya dan dipersepsikan sebagai pengungkapan cara
berpikir, penataan pengalaman penulisnya, dan simbol budaya yang menunjukkan identitas budaya
etnis
Penggunaan aksara Lontara digunakan oleh suku Bugis yang secara geografis tersebar di hampir
seluruh penjuru Sulawesi Selatan. Dalam masyarakat tradisional di Sulawesi Selatan adat istiadat Suku
Bugis-Makassar sangat mendominasi sehingga Aksara Lontara digunakan dalam penulisan dokumen
aturan pemerintahan, kemasyarakatan, dan hingga beberapa masa kedepan turut menjadi bagian dari
kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Penggunaan bahasa BugisMakassar mulai berkurang digunakan
oleh masyarakat Kota Makassar. Aksara Lontara tidak lagi digunakan sehari-hari, dan hanya
digunakan pada beberapa media tertentu seperti penanda jalan, atau di tempat wisata saja.
Lontara merupakan karya asli masyarakat Bugis (Sidin, 2016) Lontara adalah aksara
tradisional masyarakat Bugis-Makassar. Bagi masyarakat Bugis, Lontara dapat berfungsi sebagai
lambang jati diri, lambang kebanggaan, dan sarana pendukung budaya daerah. Lontara dinyatakan
sebagai sarana pendukung budaya daerah karena mengandung informasi kultural untuk membangun
tatanan sosial dalam rangka memperkukuh budaya nasional.
Berdasarkan Kondisi yang ditemukan saat ini, tampak mulai berkurangnya generasi muda yang
fasih berbahasa bugis, mulai hilangnya minat untuk menggali makna yang terdapat pada Lontara yang
memiliki nilai wejangan yang besar maknanya terkait kehidupan, serta kurangnya kegiatan maupun
sarana pembangkit minat masyarakat untuk mempelajari Lontara, menjadi faktor utama yang
menyebabkan hampir punahnya aksara Lontara di berbagai daerah yang masih merupakan bagian
suku bugis.
Saat ini pembelajaran Aksara Lontara diajarkan pada Pendidikan Formal sejak Sekolah Dasar
hingga Sekolah Menengah Atas, Namun, kurangnya minat belajar siswa untuk mempelajari aksara
Lontara hingga memahami makna dari tulisan itu sendiri yang menjadi penghambat terbesar dalam
upaya melestarikan budaya daerah. Bukan hanya mempelajari huruf-hurufnya melainkan mengetahui
maksud, makna dan arti dari tulisan Lontara merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya. Apabila
seseorang mampu membacanya namun tidak mengetahui arti dari Lontara tersebut sama halnya jika ia
tidak mempelajarinya, karena sisi yang paling utama dari tulisan Lontara ialah terletak pada
maknanya. Sudah ada keraguan terhadap nilai budaya sendiri, sebagai akibat ketidakmampuan kita
menghormati dan mengembangkan budaya daerah termasuk Lontara La Galigo.
Kebanyakan masyarakat suku Bugis sangat menjunjung tinggi rasa kecintaan dan rasa memiliki
kebudayaan mereka. Banyak masyarakat suku Bugis yang ingin melestarikan budaya mereka yang
salah satunya adalah aksara lontara. Program pemerintah sudah cukup baik, hanya saja masyarakat
banyak yang tidak mengetahui tentang upaya dari pemerintah. (Yusuf, 2012) mengemukakan bahwa
sebagian masyarakat Bugis di Sulawesi saat ini, kurang berminat lagi membaca dan menulis tentang
budaya lokal. Mereka lebih cenderung memiliki kebiasaan menonton dan mendengar media
elektronik. Kemajuan teknologi transformasi dan informatika telah menggiring kecenderungan
manusia ke satu dunia yang cenderung sama, dunia modern yang global (Baso, 2018). Suatu budaya
jika tidak lagi dipraktikkan atau diwacanakan oleh masyarakat pendukungnya, maka sangat
dikhawatirkan lambat laun akan hilang dan punah, dikhawatirkan pula jika suatu saat nanti generasi
penerus tidak lagi mengenal aksara Lontara sebagai mana mestinya (Ahmad, 2014).
Lontara harus dipelihara dan dilestarikan oleh masyarakat Bugis. Upaya pelestarian yang
diminati generasi muda dan bersumber dari masyarakat dapat dijadikan langkah dalam upaya
pelestarian Lontara, sebab generasi muda yang nantinya akan menjadi agen pelestari sehingga perlu
upaya yang dapat menggerakkan generasi muda untuk mendukung eksistensi Lontara.
Maka dari itu penulis yang merupakan kelompok mahasiswa KKN Kecamatan Mattiro Bulu
Kabupaten Pinrang, mengambil langkah mengusung program pembuatan Perpustakaan Lontara di
salah satu Kawasan Kampung literasi Lontara yaitu suatu kawasan yang dirancang dengan konsep
Eduwisata (Edukasi dan Wisata), didalamnya memiliki unsur tradisional sebagai kawasan yang
bernuansa Lontara, memiliki sisi edukasi dengan menghadirkan metode pembelajaran Lontara yang
dipadukan dengan permainan tradisional, terdapat kegiatan reduksi makna Lontara, hingga tersedianya
pustaka Lontara sebagai wadah edukasi.
Perpustakaan merupakan sistem informasi yang di dalamnya terdapat aktivitaspengumpulan,
pengolahan, pengawetan, pelestarian dan penyajian serta penyebaran informasi. Perpustakaan
sebagaimana yang ada dan berkembang sekarang telah dipergunakan sebagai salah satu pusat
informasi, sumber ilmu pengetahuan, penelitian, rekreasi, pelestarian khasanah budaya bangsa, serta
memberikan berbagai layanan jasa lainnya. Selain itu menurut perpustakaan adalah sebuah ruangan,
bagian sebuah gedung, ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan
terbitan lainnya menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual.
Perpustakaan sebagai pusat sumber ilmu, karena di perpustakaan guru dan siswa serta masyarakat
dapat mencari berbagai ilmu dan pengetahuan yang diperlukan, baik untuk kebutuhan kini maupun
untuk yang akan datang. Perpustakaan dimana saja berada dapat turut berperan dalam rangka
meningkatkan minat baca diharapkan masyarakat Indonesia makin cerdas dan terampil dalam
mengantisipasi tantangan jaman.
Sasaran dalam kegiatan tersebut merupakan masyarakat sekitar Kampung literasi Lontara yang
merupakan perkumpulan masyarakat yang memiliki potensi dalam pelestarian budaya suku Bugis dan
hingga saat ini masih berupaya dalam pelestarian Lontara melalui tulisan dan ilmu yang dimilikinya.
Pelestarian terhadap Aksara Lontara terus dilakukan dengan melibatkan budayawan, lembaga
pemerintahan, ahli bahasa daerah, dan masyaraka itu sendiri. Salah satu upaya pelestarian aksara
Lontara adalah pembuatan wadah untuk mempelajari aksara Lontara seperti perpustakaan.
Lokasi Perpustakaan Lontara terletak di Desa Pananrang Kecamatan Mattirobulu Kabupaten
Pinrang, desa yang dihuni 4.000 jiwa, sebuah desa dengan potensi masyarakat yang masih kental akan
budaya, mayoritas masyarakat masih menggunakan bahasa bugis dalam kesehariannya. Melalui
potensi tersebut, penulis berupaya dalam pembangunan perpustakaan yang nantinya akan menjadi
salah satu titik edukasi di desa tersebut.
Apabila melihat perjalanan sejarahnya, sudah sangat banyak aksara tradisional Sulawesi Selatan
yang semakin ditinggalkan, terabaikan, dan tidak dilestarikan lagi saat ini seperti aksara Serang, aksara
Jangang-jangang, dan aksara Bilang-bilang. Sebagai aksara yang menjadi tradisi tulisan dari bahasa
Makassar yang digunakan oleh seluruh penjuru Sulawesi Selatan, aksara Lontara harus dapat
dipertahankan dengan cara mengajarkan, dan meningkatkan peminatannya kepada generasi muda.
Aksara tradisional ini adalah warisan budaya yang menjadi identitas masyarakat Bugis-
Makassar. Meski pada praktiknya budaya baca tulis masyarakat kota Makassar sering menyisihkan
aksara Lontara dengan huruf Latin bukan berarti aksara ini dapat ditinggalkan begitu saja, sehingga
perlu adanya edukasi yang sesuai untuk generasi muda. Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis
akan merancang media pembelajaran kreatif untuk aksara Lontara dengan penerapannya pada media
permainan.

METODE KEGIATAN
Dalam pelaksanaan program kerja ini, kelompok KKN Kecamatan Mattiro Bulu telah
melakukan penyusunan rencana metode yang akan dilakukan selama proses pembuatan perpustakaan
di Pondok Pustaka Lontara. Adapun tahapan kegiatan berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh
remaja di Kecamatan Mattiro Bulu, maka tim KKN merumuskan beberapa tahapan kegiatan sebagai
berikut :

1. Kajian Ruang Lingkup dan Objek Kegiatan


Budaya bukan sekedar meniru/menerima saja informasi tapi juga menciptakan makna. Pemahaman
dan arti dari informasi yang diperolehnya. Budaya menjadi sebuah metode untuk
mentransformasikan hasil observasi mereka dalam bentuk dan prinsip yang kreatif tentang bidang
ilmu. Konsep budaya dalam suatu pembelajaran dapat dinilai dari berbagai perwujudan dan dapat
diekspresikan dalam beragam bentuk
Suku bugis ini mempunyai bahasa yang dinamakan Bahasa Ugi. Menurut Razak seorang
Budayawan Bugis orang – orang dari Suku bugis itu adalah orang – orang yang tak pernah habis
akalnya dan pemberani.Mereka juga memiliki watak yang pantang menyerah dan sering merantau,
hal inilah yang membuat beberapa kesamaan kebudayaan dalam hal ini adalah aksara lontara yang
mirip dengan aksara suku Batak.
Apabila melihat perjalanan sejarahnya, sudah sangat banyak aksara tradisional Sulawesi
Selatan yang semakin ditinggalkan, terabaikan, dan tidak dilestarikan lagi saat ini seperti aksara
Serang, aksara Jangang-jangang, dan aksara Bilang-bilang. Sebagai aksara yang menjadi tradisi
tulisan dari bahasa Makassar yang digunakan oleh seluruh penjuru Sulawesi Selatan, aksara
Lontara harus dapat dipertahankan dengan cara mengajarkan, dan meningkatkan peminatannya
kepada generasi muda.
Aksara tradisional ini adalah warisan budaya yang menjadi identitas masyarakat Bugis-
Makassar. Meski pada praktiknya budaya baca tulis masyarakat sering menyisihkan aksara Lontara
dengan huruf Latin bukan berarti aksara ini dapat ditinggalkan begitu saja, sehingga perlu adanya
edukasi yang sesuai untuk generasi muda.
Berdasarkan ruang lingkup pada lokasi pembuatan perpustakaan Lontara dapat dilihat
berdasarkan Potensi wilayah yang memiliki peran cukup besar dalam masyarakat yakni
masyarakatnya yang masih kental akan bahasa daerah (bugis) dan masih menjunjung tinggi adat
meskipun proses akulturasi semakin berkembang, disertai adanya potensi dari segi fisik, yakni:
a. Terdapat Komunitas yang bergerak dalam bidang literasi Lontara yaitu Komunitas Kampung
Literasi Lontara yang juga menjadi lokasi pembangunan Perpustakaan.
b. Terdapat tokoh yang mengenal dan mengetahui seluk beluk Lontara yang dapat memberikan
informasi untuk diperkenalkan dengan masyarakat luas.
c. Mayoritas masyarakat masih menggunakan bahasa bugis dalam kesehariannya.
2. Tempat Pelaksanaan Kegiatan,
Lokasi pelaksanaan program Kampung Literasi Lontara di Desa Pananrang Kecamatan
Mattiro Bulu Kabupaten Pinrang, desa yang letaknya 12 km dari kota pinrang dan 23 km dari kota
Parepare dengan penduduk 4.000 jiwa yang terdiri atas 1.152 kepala keluarga. Mayoritas
masyarakatnya bekerja di sektor perkebunan dan pertanian.

Gambar 1. Lokasi Kampung Lontara

Oleh sebab itu hal yang dirasa perlu adalah adanya sebuah kampanye sosial tentang aksara
suku Bugis. Kampanye sosial adalah suatu kegiatan berkampanye yang mengkomunikasikan
pesan-pesan yang berisi tentang masalah-masalah sosial kemasyarakatan dan juga bersifat
komersil. Kampanye sosial ini bertujuan untuk menyampaikan sebuah pesan dan merubah
perilaku target audience yang dalam hal ini masyarakat suku Bugis dalam jangka waktu tertentu
melalui strategi media yang akan dilakukan seperti dengan pembuatan perpustakaan.

3. Bentuk dan Tahapan Kegiatan


Bentuk dan tahapan pelaksanaan yang akan dikembangkan disusun secara sistematis melalui
beberapa tahapan. Bahan baku diperoleh dari swadaya masyarakat sekitar dan anggaran dana dari
mahasiswa KKN Kecamatan Mattirobulu Kabupaten Pinrang.
a) Pembangunan perpustakaan
Berikut adalah gambaran alur pembangunan Perpustakaan:

Penyediaan Tahap
bahan baku Pembangunan Finishing
bangunan perpustakaan

Peresmian

Bagan. 1 Alur pembuatan perpustakaan Lontara

b) Penyediaan bahan baku bangunan.

Gambar 1. Foto kegiatan pemilihan bahan baku bangunan perpustakaan


Bahan baku bangunan yang digunakan untuk membuat perpustakaan berupa: Balok, bamboo,
papan, paku, cat, rak buku, dan lain-lain.

Adapun tahapan pembangunan :


1. Pembuatan kerangka ruang perpustakaan.

Gambar 2. Foto kegiatan pembuatan kerangka ruang perpustakaan

Dalam awal pembangunan perpustakaan tahap pertama yang dilakukan adalah membuat
kerangka ruang berupa dinding perpustakaan. Proses pembuatan dinding dilakukan
dengan merangkai balok hingga menjadi kerangka ruang yang menjadi tempat peletakkan
dinding nantinya dengan waktu pembuatan mencapai 3 minggu proses pengerjaan. Dalam
proses pembuatan perpus, mahasiswa KKN dibantu oleh masyarakat sekitar yang berada
di Kecamatan Mattiro Bulu.

2. Pemasangan dinding perpustakaan.

Gambar 3. Foto kegiatan pemasangan dinding perpustakaan

Dinding perpustakaan menggunakan “cecca awo” (bambu yang dipecahkan), pemilihan


bambu sebagai dinding perpustakaan merupakan hasil pertimbangan dari mahasiswa KKN
berdasar pada ketersediaan bahan baku dan unsur tradisional yang tampak. Dalam proses
pemasangannya, terdapat aturan budaya yang berlaku yakni tulang bambu tidak boleh
mengarah ke bawah atau dalam Bahasa masyarakat daerah disebut “Sisellang”. Posisi
bambu yang seperti ini memiliki makna yang kurang baik (pamali) sehingga menjadi hal
yang menarik sekaligus menambah pengetahuan baru bagi mahasiswa KKN.

3. Pengecatan dinding perpustakaan.

Gambar 4. Foto kegiatan pengecatan dinding perpustakaan

Pengecatan dinding perpustakaan ini menggunakan cat jenis pernis kayu yang
dimaksudkan memberi kesan tradisional pada dinding bambu perpustakaan.
c) Tahap finishing
Tahap finishing merupakan tahap dimana proses pembuatan perpus sudah mencapai 95%
dimana semua proses pembuatan sudah hamper selesai, adapun tahapan finishing :

1. Kelengkapan dekorasi bangunan perpustakaan

Gambar 5. Foto kegiatan kelengkapan dekorasi bangunan perpustakaan

Dekorasi bagian dalam perpustakaan menggunakan kertas semen sebagai lapisan


dinding bagian dalam, sedangkan bagian luar dilakukan penataan taman beserta variasi
dinding bagian luar.

2. Penambahan kelengkapan fasilitas perpustakaan

Gambar 5. Foto kegiatan kelengkapan fasilitas perpustakaan

Pengadaan rak buku, meja dan kursi perpustakaan. Pengadaan ini menggunakan
anggaran dari mahasiswa KKN dan pihak Komunitas Kampung Literasi Lontara.

d) Peresmian
Peresmian perpustakaan Lontara ini dilaksanakan tempat perpustakaan itu sendiri yaitu di
Desa Pananrang Kecamatan Mattiro Bulu Kabupaten Pinrang. Peresmian perpustakaan sendiri
dihadiri oleh pihak pemerintah Kecamatan Mattiro Bulu, pemerintah desa, tokoh masyarakat,
masyarakat setempat dan mahasiswa KKN Universitas Negeri Makassar.

HASIL & PEMBAHASAN


Pembuatan perpustakaan literasi Lontara di Kecamatan Mattiro Bulu tidak terlepas dari peran
pemerintah, masyarakat, dan Mahasiswa KKN UNM. Dalam pengembangan budaya literasi Lontara
pengadaan pepustakaan memiliki peranan penting yaitu sebagai wadah atau media untuk mempelajari
Aksara Bugis di Kecamatan Mattiro Bulu Kabupaten Pinrang.

a. Pondok Pustaka Lontara


Perpustakaan diartikan sebuah ruangan atau gedung yang digunakan untuk menyimpan buku
dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu yang digunakan
pembaca bukan untuk dijual. Ada dua unsur utama dalam perpustakaan, yaitu buku dan ruangan.
Namun, di zaman sekarang, koleksi sebuah perpustakaan tidak hanya terbatas berupa buku-buku,
tetapi bisa berupa film, slide, atau lainnya, yang dapat diterima di perpustakaan sebagai sumber
informasi.
Kemudian semua sumber informasi itu diorganisir, disusun teratur, sehingga ketika kita
membutuhkan suatu informasi, kita dengan mudah dapat menemukannya. Dengan memperhatikan
keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan adalah suatu unit kerja yang berupa
tempat menyimpan koleksi bahan pustaka yang diatur secara sistematis dan dapat digunakan oleh
pemakainya sebagai sumber informasi. Perpustakaan sebagai lembaga pendidikan dan lembaga
penyedia informasi akan memiliki kinerja yang baik apabila didukung dengan manajemen yang
memadai, sehingga seluruh aktivitas lembaga akan mengarah para upaya pencapaian tujuan yang
telah dicanangkan.
Menurut (Suwarno, 2016) Perpustakaan merupakan salah satu pusat informasi. Perpustakaan
menghimpun, mengelola, menyimpan, melestarikan, menyajikan, serta memberdayakan informasi.
Agar informasi yang dikelola mempunyai nilai manfaat yang produktif, informasi tersebut harus
memenuhi kriteria: benar, tepat, cepat, dikemas dengan menarik, dan siap saji.
Perpustakaan merupakan salah satu pusat informasi. Perpustakaan menghimpun, mengelola,
menyimpan, melestarikan, menyajikan, serta memberdayakan informasi. Agar informasi yang
dikelola mempunyai nilai manfaat yang produktif, informasi tersebut harus memenuhi kriteria:
benar, tepat, cepat, dikemas dengan menarik, dan siap saji.
Dapat disimpulkan perpustakaan merupakan salah satu pusat informasi atau tempat
mengumpulkan, menyimpan dan memelihara koleksi pustaka baik buku – buku atau bacaan
lainnya, yang digunakan untuk sumber informasi sekaligus sebagai sarana belajar yang
menyenangkan. Jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar di sekolah, perpustakaan sekolah
memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam upaya meningkatkan aktivitas siswa serta
meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran.
Pembuatan perpustakaan di Kampung Lontara tidak terlepas dari kerja sama masyarakat
sekitar yang merupakan perkumpulan masyarakat yang memiliki potensi dalam pelestarian
budaya suku Bugis dan hingga saat ini masih berupaya dalam pelestarian Lontara melalui
tulisan dan ilmu yang dimilikinya. Saat ini masalah yang dihadapi remaja di Kecamatan
MAttiro Bulu adalah sulitnya melibatkan generasi muda dalam melestarikan bahasa daerah
utamanya dalam membaca dan menulis lontara serta mampu mereduksi makna yang
terkandung dalam tulisan Lontara yang dalam bahasa bugis disebut Pappaseng. Lokasi
pondok Pustaka Lontara terletak di Desa Pananrang Kecamatan Mattirobulu Kabupaten
Pinrang, desa yang dihuni 4.000 jiwa, sebuah desa dengan potensi masyarakat yang masih
kental akan budaya, mayoritas masyarakat masih menggunakan bahasa bugis dalam
kesehariannya, terdapat disertai adanya potensi dari segi fisik, yakni ditemukannya buku
Lontara yang di dalamnya berisi wejangan pepatah bugis disertai sejarah perjuangan
bangsa dimasa penjajahan khususnya di wilayah suku bugis hingga prosedur adat budaya
suku bugis. Dalam buku Lontara tersebut terdapat unsur-unsur yang bisa diangkat dan
diperkenalkan ke masyarakat khususnya generasi muda. .

b. Peran Perputakaan dalam Upaya Meningkatakan Tradisi Kebudayaan


Anak muda sekarang adalah tongkat estafet kepemimpinan dimasa yang akan dating. Peran
perpustakaan dalam melestarikan kebudayaan dapat dilakukan dengan mendokumentasikan
berbagai penerjemahan dan penyaduran naskah-naskah kuno dari bahasa aslinya ke dalam bahasa-
bahasa yang digunakan oleh masyarakat modern. Hal ini telah banyak dilakukan oleh para ahli
dari dalam maupun luar negeri. Sumbangan dan peran para ahli dalam menerjemahkan dan
mengartikan naskah naskah kuno yang berkaitan dengan nilainilai kebudayaan sangat besar
terutama dalam upaya mencari dan menghidupkan kembali spirit kejayaan masa lalu. Sejarah masa
lalu menjadi aspek penting dalam kehidupan manusia karena masa lalu adalah sumber inspirasi
yang berfungsi sebagai bekal bagi perjalanan dan pijakan manusia menuju masa depan.
Didalam lingkup kebudayaan, bentuk kesadaran masyarakat pada masa sekarang terhadap
nilai manfaat perpustakaan hendaknya dapat ditujukan untuk mengembangkan kembali nilai-nilai
budaya yang menjadi pedoman bagi kehidupan. Bentuk nilai-nilai budaya yang dapat diambil serta
digali lebih dalam dari tradisi masa lalu tidak hanya berbentuk nilai-nilai yang bermanfaat untuk
mengasah budi pekerti tetapi juga bentuk nilai-nilai yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan
masa depan seperti sifat bersungguh-sungguh, disiplin, gotong royong, dan kerja keras. Bentuk
upaya tersebut hanya dapat terwujud apabila perpustakaan juga bisa difungsikan sebagai pusat
penelitian dan pengkajian budaya dan disiplin ilmu-ilmu yang mendukung. Bentuk kegiatan
penelitian serta pengkajian akan membawa dampak dalam mempengaruhi pengembangan ilmu
pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat
Sesuai dengan justifikasi persoalan program kerja KKN Kecamatan Mattiro Bulu, hasil yang
diharapkan dari pengadaan Perpustakaan Lontara yaitu:
(1) Tersedianya fasilitas Ruang Perpustakaan di kampung Lontara
(2) Membantu dan memberikan jaringan kepada komunitas Kampung Literasi Lontara untuk
melengkapi buku bacaannya baik berupa peminjaman, pemberian atau pembelian
(3) Menjalin kerjasama dengan pihak komunitas dan pemerintah desa sesuai tujuan mahasiswa
KKN yang mengarah pada pengabdian masyarakat.
Melalui solusi permasalahan tersebut diharapkan mampu menghasilkan ketercapaian spesifik
masing-masing:
(1) Tersedianya wadah literasi untuk menambah wawasan Bahasa bugis dikalangan remaja yang
ada di Kecamatan Mattiro Bulu Literasi Lontara
(2) Terlengkapinya koleksi buku baca terkait tradisi lontara yang tersedia untuk umum
(3) Terciptanya ruang diskusi khususnya budaya Lontara dengan adanya perpustakaan sebagai
titik akses bagi masyarakat masyarakat sekitar untuk menambah wawan literasi Lontara.
Atas gambaran ini dapat dilihat arah dari tersedianya perpustakaan di kampung Lontara yakni
erat dalam menumbuhkembangkan kesadaran terhadap tradisi Lontara. Kegiatan awal Pustaka
Lontara untuk memberikan pendekatan tekstual dan visual dalam mengenalkan aksara lontara
kepada generasi muda, tercermin keseriusan pihak Kampung Lontara guna membuat tradisi lontara
kembali diberdayakan secara persuasif dan intensif. (Yusuf, 2012) mengemukakan bahwa sebagian
masyarakat Bugis di Sulawesi saat ini, kurang berminat lagi membaca dan menulis tentang budaya
lokal. Mereka lebih cenderung memiliki kebiasaan menonton dan mendengar media elektronik.
Kemajuan teknologi transformasi dan informatika telah menggiring kecenderungan manusia ke satu
dunia yang cenderung sama, dunia modern yang global (Baso, 2018).
Suatu budaya jika tidak lagi dipraktikkan atau diwacanakan oleh masyarakat pendukungnya,
maka sangat dikhawatirkan lambat laun akan hilang dan punah, dikhawatirkan pula jika suatu saat
nanti generasi penerus tidak lagi mengenal aksara Lontara sebagai mana mestinya (Ahmad,
2014).Pendekatan tekstual dan visual tersebut begitu berpengaruh pada indra sehingga mampu
memberikan dampak kuat terhadap persepsi menjadi jalan masuk bagi pihak kampung Lontara
nantinya untuk menumbuhkan minat generasi muda terhadap aksara lontara dan berbagai muatan
kearifan lokal di dalamnya. Kearifan lokal yang dimaksud bukan hanya dari segi pengetahuan dan
keilmuannya, melainkan juga dari segi tata krama dan keterampilan atau kreativitas dalam
merespons lingkungan. Lebih lanjut, pembuatan perpustakaan Kampung Lontara berpotensi
menjadi ruang kumpul dan diskusi bagi para remaja atau masyarakat umum untuk lebih mendalami
tradisi lontara. Upaya-upaya ini merupakan target tersendiri bagi pihak kampung lontara yang
dirancang ke dalam kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan secara kolaboratif bersama
komunitas-komunitas sekitar.

c. Peran Perpustakaan Melestarikan Kembali Nilai-Nilai Budaya Indonesia


Hal terpenting dalam upaya pelestarian khasanah budaya bangsa adalah pelestarian nilai-nilai
luhur budaya yang menjadi petunjuk sikap dan tingkah laku dalam kehidupan sosial budaya.
Pelestarian budaya yang hanya ditujukan pada perawatan fisik bendabendan peninggalan
purbakala tidak akan memberikan pengaruh besar pada upaya bangsa Indonesia dalam mencapai
kemajuan. Bangsa Indonesia membutuhkan identitas atau jati diri sebagai sebuah bangsa dan hal itu
hanya dapat dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran akan pemahaman terhadap kenyataan
sejarah dan budaya. Masyarakat membutuhkan perpustakaan umum sebagai sarana untuk
menemukan kembali hal-hal yang berhubungan dengan kebudayaan di masa lalu. Pengembangan
peran perpustakaan dalam pelestarian khasanah budaya bangsa akan menemukan muara yang tepat
jika upaya pelestarian tersebut tidak hanya dilakukan dalam bentuk fisiknya saja. Akan tetapi
perpustakaan memiliki peran yang lebih penting yaitu melestarikan nilai-nilai moral yang
melingkupi warisan budaya tersebut. Melihat faktanya sekarang menunjukkan bukti terdapat
keterkaitan antara kemerosotan nilai moral masyarakat serta lunturnya pengaruh nilai-nilai luhur
budaya bangsa memasuki suatu masa di era globalisasi. Didalam lingkup kebudayaan, bentuk
kesadaran masyarakat pada masa sekarang terhadap nilai manfaat perpustakaan hendaknya dapat
ditujukan untuk mengembangkan kembali nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman bagi
kehidupan. Bentuk nilai-nilai budaya yang dapat diambil serta digali lebih dalam dari tradisi masa
lalu tidak hanya berbentuk nilai-nilai yang bermanfaat untuk mengasah budi pekerti tetapi juga
bentuk nilai-nilai yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan seperti sifat
bersungguh-sungguh, disiplin, gotong royong, dan kerja keras. Bentuk upaya tersebut hanya dapat
terwujud apabila perpustakaan juga bisa difungsikan sebagai pusat penelitian dan pengkajian
budaya dan disiplin ilmu-ilmu yang mendukung. Bentuk kegiatan penelitian serta pengkajian akan
membawa dampak dalam mempengaruhi pengembangan ilmu pengetahuan yang berguna dan
bermanfaat bagi masyarakat

d. Analisis Jangka Panjang


Perpustakaan Lontara sebagai wadah generasi muda dalam mempelajari aksara Bugis sangat
berperan penting bagi kelangsungan aksara bugis dimasa depan Eksistensi kondisi perpustakaan
dari masa ke masa tak terlepas dari perkembangan budaya umat manusia. Usaha penyimpanan
dokumen dan naskah-naskah kuno oleh perpustakaan memungkinkan terpeliharanya budaya masa
lalu tetap eksis dan mendapatkan tempatnya didalam tatanan sosial budaya masyarakat sekarang
dan yang akan datang. Dengan adanya peranan perpustakaan sebagai wadah budaya
memungkinkan adanya sebuah mata rantai yang menghubungkan sejarah masa lalu dengan masa
kini dan pelajaran yang berarti bagi kehidupan masa yang akan datang, maka jelas peranan
perpustakaan tak dapat diabaikan
Perpustakaan merupakan salah satu pusat informasi atau tempat mengumpulkan, menyimpan
dan memelihara koleksi pustaka baik buku-buku atau bacaan lainnya, yang digunakan untuk
sumber informasi sekaligus sebagai sarana belajar yang menyenangkan. Jika dikaitkan dengan
proses pelestarian budaya maka perpustakaan Lontara memberikan sumbangan yang sangat
berharga dalam upaya melstarikan kebudayaan dengan media Pustaka serta meningkatkan kualitas
pendidikan dan pengajaran. Perpustakaan mempunyai beberapa fungsi, yang diantaranya adalah;
Fungsi penelitian, Fungsi pendidikan, Fungsi rekreasi, Fungsi informasi. Perpustakaan memiliki
manfaat untuk memelihara dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses belajar-mengajar.
Perpustakaan yang terorganisir secara baik dan sisitematis, secara langsung atau pun tidak
langsung dapat memberikan kemudahan bagi proses belajar di tempat perpustakaan tersebut
berada.
Berdasarkan tujuan perpustakaan maka dapat dirumuskan beberapa fungsi perpustakaan, sebagai
berikut :
1. Fungsi Edukatif. Yang dimaksud dengan fungsi edukatif adalah perpustkaan menyediakan
bahan pustaka yang sesuai dengan kurikulum yang mampu membangkitkan minat baca
para siswa, mengembangkan daya ekspresi, mengembangkan kecakapan berbahasa,
mengembangkan gaya pikir yang rasional dan kritis serta mampu membimbing dan
membina para siswa dalam hal cara menggunakan dan memelihara bahan pustaka dengan
baik.
2. Fungsi Informatif. Yang dimaksud dengan fungsi informatif adalah perpustakaan
menyediakan bahan pustaka yang memuat informasi tentang berbagai cabang ilmu
pengetahuan yang bermutu dan uptodate yang disusun secara teratur dan sistematis,
sehingga dapat memudahkan para petugas dan pemakai dalam mencari informasi yang
diperlukannya.
3. Fungsi Administratif Yang dimaksudkan dengan fungsi administratif ialah perpustakaan
harus mengerjakan pencatatan, penyelesaian dan pemrosesan bahan-bahan pustaka serta
menyelenggarakan sirkulasi yang praktis, efektif, dan efisien.
4. Fungsi Rekreatif. Yang dimaksudkan dengan fungsi rekreatif ialah perpustakaan disamping
menyediakan buku-buku pengetahuan juga perlu menyediakan buku-buku yang bersifat
rekreatif (hiburan) dan bermutu, sehingga dapat digunakan para pembaca untuk mengisi
waktu senggang, baik oleh siswa maupun oleh guru.
5. Fungsi Penelitian Yang dimaksudkan dengan fungsi penelitian ialah perpustakaan
menyediakan bacaan yang dapat dijadikan sebagai sumber / obyek penelitian sederhana
dalam berbagai bidang studi.
Setiap perpustakaan dapat mempertahankan eksistensinya apabila dapat menjalankan peranannya.
Secara umum peran – peran yang dapat dilakukan adalah :
1. Sebagai Pusat Informasi
Perpustakaan merupakan salah satu tempat yang memiliki peranan penting dalam
memberikan suatu informasi. Hal ini dikarenakan sebuah perpustakaan pastinya
mempunyai koleksi buku tidak hanya satu,bisa ratusan atau bahkan berpuluh-puluh ribu.
Yang di dalamnya terdapat berbagai macam jenis buku, seperti karya umum, filsafat,
ensiklopedi dan lain-lain. Tidak hanya buku, perpustakaan sekarang juga dilengkapi
dengan adanya koleksi majalah, koran ataupun artikel yang dapat dijadikan sebagai sumber
informasi dan juga ilmu.
2. Sebagai Pusat Inovasi
Perpustakaan sebagai tempat tersimpannya berbagai informasi yang dulu hanya sebagai
tempat penyimpanan buku semata,kini juga sebagai tempat untuk tumbuhnya ide-ide yang
kreatif. Dari ide-ide kreatif itulah dapat tercipta suatu karya yang apat bermanfaat bagi
orang lain. Dan dari karya para pengguna perpustakaan inilah nantinya dapat pila muncul
suatu wacana atau pun gagasan yang dapat dibaca dan digunakan oleh orang lain.

Upaya dan usaha untuk mengembalikan kebanggaan masyarakat di tanah air terhadap
khasanah budaya bangsa yang berupa naskahnaskah kuno memang sulit untuk diwujudkan.
Munculnya nilai kebanggaan terhadap berbagai cagar budaya yang telah diakui dunia seperti
Borobudur serta warisan non-bendawi seperti lagu, tari maupun benda seperti batik, wayang,
pakaian adat, serta alat musik pun ternyata masih sedikit. Pengaruh globalisasi telah berdampak
pada masyarakat Indonesia. Bisa dilihat bahwa saat ini masyarakat Indonesia lebih mengagumi
budaya asing yang datang dari luar yang ternyata justru banyak ketidaksesuaian dengan nilai,
norma serta adat ketimuran yang berlaku di Indonesia. Masyarakat sekarang lebih senang dengan
budaya yang bersifat permisif dari barat daripada budaya yang tumbuh dan berkembang di negeri
sendiri. Kecenderungan ini semakin diperparah dengan lunturnya nilai-nilai moral, makin
menipisnya solidaritas sosial, serta menjamurnya praktik politik kotor, dan memburuknya kondisi
perekonomian. Berbagai macam perbuatan serta tindakan-tindakan yang tidak terpuji tersebut
menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia dewasa ini selain kurang dalam memberikan apresiasi
terhadap budaya leluhur juga kurang memiliki etos kebudayaan. Padahal, etos kebudayaan itu
sendiri bersumber dari nilainilai luhur bangsa yang terangkum dalam tradisi masa lampau.

KESIMPULAN & SARAN

1. Kesimpulan
Salah satu warisan budaya yang menjadi ciri khas masyarakat suku bugis adalah
Lontara, merupakan aksara tradisional masyarakat bugis yang awal mulanya dari kegiatan
penyair-penyair bugis menuangkan fikiran dan isi hatinya di atas daun lontar dan dihiasi
dengan huruf-huruf yang begitu cantik sehingga tersusun kata yang apik diatas daun lontar.
Penggunaan aksara ini digunakan oleh suku Bugis yang secara geografis tersebar di hampir
seluruh penjuru Sulawesi Selatan. Dalam masyarakat tradisional di Sulawesi Selatan adat
istiadat Suku Bugis-Makassar sangat mendominasi sehingga Aksara Lontara digunakan
dalam penulisan dokumen aturan pemerintahan, kemasyarakatan, dan hingga beberapa
masa kedepan turut menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Penggunaan
bahasa BugisMakassar mulai berkurang digunakan oleh masyarakat Kota Makassar.
Aksara Lontara tidak lagi digunakan sehari-hari, dan hanya digunakan pada beberapa
media tertentu seperti penanda jalan, atau di tempat wisata saja. Perpustakaan merupakan
salah satu pusat informasi atau tempat mengumpulkan, menyimpan dan memelihara koleksi
pustaka baik buku-buku atau bacaan lainnya, yang digunakan untuk sumber informasi sekaligus
sebagai sarana belajar yang menyenangkan. Jika dikaitkan dengan proses pelestarian budaya maka
perpustakaan Lontara memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam upaya melstarikan
kebudayaan dengan media Pustaka serta meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran.
Perpustakaan mempunyai beberapa fungsi, yang diantaranya adalah; Fungsi penelitian, Fungsi
pendidikan, Fungsi rekreasi, Fungsi informasi

2. Saran
Lontara harus dipelihara dan dilestarikan oleh masyarakat Bugis. Upaya pelestarian yang
diminati generasi muda dan bersumber dari masyarakat dapat dijadikan langkah dalam
upaya pelestarian Lontara, sebab generasi muda yang nantinya akan menjadi agen pelestari
sehingga perlu upaya yang dapat menggerakkan generasi muda untuk mendukung
eksistensi Lontara.Maka dari itu penulis yang merupakan kelompok mahasiswa KKN
Kecamatan Mattiro Bulu Kabupaten Pinrang, mengambil langkah mengusung program
pembuatan Perpustakaan Lontara di salah satu Kawasan Kampung literasi Lontara yaitu
suatu kawasan yang dirancang dengan konsep Eduwisata (Edukasi dan Wisata),
didalamnya memiliki unsur tradisional sebagai kawasan yang bernuansa Lontara, memiliki
sisi edukasi dengan menghadirkan metode pembelajaran Lontara yang dipadukan dengan
permainan tradisional, terdapat kegiatan reduksi makna Lontara, hingga tersedianya
pustaka Lontara sebagai wadah edukasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. A. (2014). Melestarikan Budaya Tulis Nusantara: Kajian tentang Aksara Lontara. Jurnal
Budaya Nusantara, 1 (2), 148-153

Baso, Y. S. (2018). Model Aplikasi Aksara Lontara Berbasis Html Sebagai Salah Satu Solusi
Pemertahanan Bahasa Daerah. Jurnal Kata:Penelitian tentang Ilmu Bahasa dan Sastra, 2(1), 1-
12.

Sidin, U. S. (2016). Media Edukasi Pengenalan Huruf Lontara Makassar Berbasis Html5. semanTIK,
2(2).

Suwarno, W. (2016). Mengembangkan Sdm Perpustakaan Dalam Rangka Menuju World Class
University. Libraria: Jurnal Perpustakaan, 4(1), 105-126

Yusuf, M. (2012). Bahasa Bugis dan Penulisan Tafsir di Sulawesi Selatan. Al-Ulum, 12(1),77-96.

Anda mungkin juga menyukai