Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan jasmani sebagai salah satu bidang pengajaran di sekolah, mengandung
dua kata, yaitu Pendidikan dan Jasmani. Kata Pendidikan mempunyai arti usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi
peranannya dimasa yang akan datang. Jasmani adalah tubuh atau badan manusia sebagai
organisme yang hidup dengan segala daya dan kemampuannya. Bila ditinjau dengan
seksama. Pendidikan Jasmani mengandung dua gagasan (ide) yaitu pertama, suatu usaha
Pendidikan melalui aktivitas jasmani demi tercapainya kualitas jasmani yang diinginkan.
Kedua suatu usaha Pendidikan dengan menggunakan aktivitas yang ditetapkan. Aplikasi
dari gagasan pertama terlihat dalam kegiatan untuk peningkatan kemampuan organ-organ
tubuh (kesehatan) dan kemampuan gerak (psikomotor). Kedua adalah manfaat gerak atau
aktivitas dalam Pendidikan Jasmani sebagai alat untuk mencapai tujuan Pendidikan.
Pendidikan jasmani pada hakikatnya yaitu sebuah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungan yang dikelola melalui aktivitas pendidikan jasmani secara sistematik
menuju penbentukan nilai-nilai dan moral manusia seutuhnya. Dengan kedudukan
sebagai integral dari pendidikan, dengan begitu maka pendidikan jasmani merupakan
suatu proses pendidikan, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat.
Pendidikan jasmani merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari dunia
pendidikan karena pendidikan jasmani menggunakan aktivitas jasmani sebagai pokok
dari proses pembelajaran. Secara psikologis pendidikan yang menggunakan fisik sangat
penting bagi pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan peserta didik dalam peroses
pembelajaran maupun kegiatan sehari-hari, dengan demikian belajar pendidikan jasmani
sangatlah penting. Menurut Bennet (1983) pendidikan jasmani merupakan bagian integral
dari pendidikan, dan melaksanakan kegiatan untuk menjamin seluruh perkembangan
kualitas fisik dan moral anak-anak di sekolah dalam menyiapkan kehidupannya, bekerja
dan mempertahankan negaranya. Secara lebih khusus pendidikan jasmani akan
meningkatkan kesehatan, perkembangan keterampilan fisik, potensi organ-organ tubuh,
keterampilan gerak fungsional dan menanamkan kualitas moral seperti patriotisme,
kerjasama, keberanian, ketekunan, dan keyakinan diri.
Dalam pendidikan jasmani juga ada banyak cabang olahraga, salah satunya
cabang olahraga senam lantai. Istilah senam berasal dari Bahasa Inggris “Gymnasic”
dalam bahasa aslinya merupakan kata sarapan dari bahasa Yunani “Gymnos” yang berarti
telanjang, sedangkan tujuan dari senam adalah meningkatkan daya tahan tubuh, kekuatan,
kelentukan, kelincahan, koordinasi, serta control tubuh (Mahendra, 2001: 9). Menurut
Imam Hidayat (1981: 2), ”senam ialah latihan tubuh yang dipilih dan diciptakan dengan
sengaja dan berencana, disusun secara sistematis dengan tujuan membentuk dan
mengembangkan pribadi secara harmonis”.
Senam lantai merupakan salah satu cabang olahraga permainan yang diajarkan
dalam pendidikan jasmani. Berdasarkan obsevasi yang dilakukan diperoleh temuan
bahwa pembelajaran senam lantai belum berjalan dengan maksimal sehingga berdampak
pada beberapa siswa kurang memenuhi kriteria maksimal. Didalam senam lantai terdapat
beberapa gerakan yang harus dipelajari oleh peserta didik dianatanya adalah sikap lilin,
roll depan, roll belakang, handstand, sikap kayang, tiger sprong, chartwheel, childs pose,
dan butterfly pose. Maka setiap siswa harus bisa melakukan gerakan-gerakan yang ada
dalam senam lantai. Karena gerakan tersebut merupakan rangkaian pada saat olahraga
senam lantai.
Pada saat melakukan observasi di SD NEGRI 2 Taringgul Tonggoh, diketahui
pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran yang disampaikan oleh
guru. Tetapi dalam proses pembelajaran permainan sepakbola tersebut, belum
menunjukan hasil yang diharapkan. Hasil belajar sepakbola meliputi passing, shooting,
dribbling, dan heading. Dari keempat teknik dasar sepakbola tersebut, hasil teknik dasar
dribbling yang paling kurang. Hal ini bisa dilihat pada saat melakukan dribbling siswa
masih banyak kesulitan. Kesulitan yang dihadapi para siswa pada saat melakukan
dribbling yaitu perkenaan kaki kurang tepat pada bola, sehingga bola bergulir terlalu
cepat dan jauh ke depan atau melebar kesamping sasaran. Dengan minimnya kemampuan
siswa dalam melakukan salah satu teknik dasar, sehingga berdampak terhadap hasil
pembelajaran permainan sepakbola.
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil pembelajaran siswa diantaranya
kemauan dari diri sendiri, giat belajar, dorongan dari orang-orang sekitar, sarana dan
prasarana yang ada disekolah, kreativitas guru dalam memodifikasi media pembelajaran
dan lain sebagainya. Sarana dan prasarana yang ada disetiap sekolah kebanyakan kurang
memadai dan bahkan ada beberapa yang kurang layak untuk dipergunakan dalam
pembelajaran. SD NEGERI 2 Taringgul Tonggoh memiliki sarana prasarana
pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang belum memadai.
Keterbatasan sarana prasarana bukan menjadi penghalang seorang guru untuk
memberikan materi. Tetapi dijadikan pemecut untuk mendorong guru agar kreatif dalam
memodifikasi media pembelajaran.
Menurut Ali (2005: 8) media pembelajaran memiliki beberapa karakteristik
sebagai berikut (1) Penekanan media pembelajaran terdapat pada visual dan audio,
sebagai alat bantu proses pembelajaran, (2) Dapat digunakan dalam rangka komunikasi
dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran, (3) Dapat digunakan secara
masal (misalnya radio, televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya film,
slide, vidio, OHP), atau perorangan (misalnya : modul, komputer, radio tape/kaset, video
recorder).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan serta hasil observasi diatas, maka
masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Masih banyak siswa yang kurang memahami tentang gerakan roll depan
2. Belum teridentifikasinya pengaruh pembelajaran cooveratif learning dalam melakukan roll
depan terhadap siswa kelas X di MA Darul Ulum.
3. Sarana dan prasarana masih terbatas
4. Kjfkd
5. Kjf
6. Kfk

C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pebatasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai
berikut :

1. Apa saja pengaruh pembelajaran cooveratif learning dalam melakukan roll depan terhadap
siswa kelas X di MA Darul Ulum.
2. Seberapa besar pengaruh pembelajaran cooveratif learning dalam melakukan roll depan
terhadap siswa kelas X di MA Darul Ulum.

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan beberapa masalah yang telah dikemukakan di atas, maka di dalam penelitian ini
terdapat du tujuan yang ingin di capai oleh peneliti, diantaranya yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa saja pengaruh pembelajaran cooveratif learning dalam melakukan roll
depan terhadap siswa kelas X di MA Darul Ulum.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pembelajaran cooveratif learning dalam
melakukan roll depan terhadap siswa kelas X di MA Darul Ulum.

F. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa manfaat yang ingin diraih oleh peneliti yaitu :

1. Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk penelitian
yang selanjutnya yang berkenaan dengan permasalahan yang diteliti.
2. Secara praktis diharapakan penilitian dafat memberi manfaat bagi sekolah untuk melakukan
upaya-upaya dalam melakukan olahraga.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Hakikat Pembelajaran
Pemebelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi,
dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri siswa. Istilah pembelajaran
merupakan terjemahan dari kata “instruction”. Menurut Gagne, Briggs, dan Wager
yang dikutip oleh Udin S. Winataputra (2008:19), “Pembelajaran adalah serangkaian
kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.”
Pendapat tersebut diperkuat dengan pernyataan yang terdapat dalam Pasal 1 butir 20
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu “Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.”
Jhonson (1967, p. 138) mendefinisikan pembelajaran sebagai interaksi antara
pengajar dengan satu atau lebih individu untuk belajar. Selanjutnya McDonald dan
Leeper (1965, p. 5-6) menguraikan bahwa yang termasuk kegiatan kurikulum adalah
memproduksi rencana kegiatan, sedangkan pembelajaran adalah kegiatan pelaksanaan
rencana tersebut. Jadi, perencanaan kurikulum mendahului proses pembelajaran
Dari pendapat para ahli diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tidak
berlangsung secara alami atau terjadi begitu saja, tetapi melalui proses menciptakan
lingkungan belajar berupa kegiatan merancang dan menyusun serangkaian peristiwa
untuk mempengaruhi dan mendukung proses belajar dalam diri siswa. Sebagai guru,
Andalah yang bertugas menciptakan lingkungan belajar agar terjadi proses belajar
dalam diri siswa. Dengan kata lain pembelajaran diciptakan oleh guru dengan tujuan
membantu siswa belajar.

2. Prinsip-prinsi Pembelajaran
Sesuai dengan hakikat pembelajaran yang telah Anda pelajari, ada sejumlah prinsip
yang harus Anda perhatikan ketika mengelola kegiatan pembelajaran, diantaranya:
a. Berpusat kepada Siswa Prinsip ini mengandung makna bahwa dalam proses
pembelajaran siswa menempati posisi sentral sebagai subjek belajar. Keberhasilan
proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana materi pelajaran telah
disampaikan guru akan tetapi sejauh mana siswa telah berhasil menguasai materi
pelajaran. Lebih baik lagi apabila materi pembelajaran dikuasai siswa dengan cara
beraktivitas mencari dan menemukan sendiri pengetahuan yang ingin
dikuasainya. Inilah makna pembelajaran yang menekankan pada proses (process
oriented).
b. Belajar dengan Melakukan Prinsip ini mengandung makna bahwa belajar adalah
berbuat (learning by doing) dan bukan hanya sekadar mendengarkan, mencatat
sambil duduk dibangku. Dengan kata lain belajar adalah proses beraktivitas.
Siswa bukan hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi dengan cara
menghafal, akan tetapi memperoleh informasi secara mandiri dan kreatif melalui
aktivitas mencari dan menemukan. Melalui cara inilah pengetahuan yang
diperoleh siswa lebih bermakna sebab didapatkan melalui proses pengalaman
belajar, bukan hasil pemberitahuan oleh orang lain.
c. Mengembangkan Kemampuan Sosial Manusia adalah makhluk sosial. Sejak lahir
sampai akhir hayat, manusia tidak mungkin dapat hidup sendiri. la membutuhkan
komunikasi dan bantuan orang lain. Berdasarkan kenyataan tersebut maka proses
pembelajaran bukan hanya mengembangkan kemampuan intelektual akan tetapi
kemampuan sosial. Perkembangan intelektual tidak akan sempurna apabila tidak
diimbangi dengan kemampuan sosial. Proses pembelajaran harus
mengembangkan dua sisi kemampuan ini secara seimbang.
d. Mengembangkan Keingintahuan, Imajinasi, dan Fitrah Siswa Rasa keingintahuan
adalah salah satu fitrah yang dimiliki manusia dan tidak dimiliki oleh makhluk
ciptaan Tuhan lainnya. Perkembangan kebudayaan manusia yang menakjubkan
seperti sekarang ini, didorong oleh fitrah. dan keingintahuan manusia. Oleh
karena itulah proses pembelajaran harus mampu melatih kepekaan dan
keingintahuan setiap individu terhadap segala sesuatu yang terjadi. Proses
pembelajaran yang dimulai dan didorong oleh rasa ingin tahu, akan lebih
bermakna dan bertenaga, dibandingkan dengan proses pembelajaran yang
berangkat dari keterpaksaan.
e. Mengembangkan Keterampilan Memecahkan Masalah Kehidupan manusia tidak
terlepas dari permasalahan yang harus diselesaikan. Oleh sebab itu pengetahuan
yang diperoleh siswa dari proses pembelajaran harus dapat dijadikan sebagai alat
untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Dalam pembelajaran
dengan konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), siswa diharapkan
menjadi manusia kritis yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya,
bukan sebagai siswa yang hanya menerima informasi begitu saja tanpa memahami
manfaat informasi yang diperolehnya.
f. Mengembangkan Kreativitas Siswa Salah satu tujuan KBK adalah membentuk
manusia yang kreatif dan inovatif. Selama ini kurikulum yang berlaku dianggap
kurang mengembangkan aspek kreativitas siswa. Kurikulum cenderung hanya
mengembangkan kemampuan sisi akademik, melalui proses pembelajaran yang
mendorong siswa hanya terfokus pada pengetahuan yang diajarkan. Sedangkan
KBK mengharapkan kemampuan penguasaan pengetahuan dapat dijadikan alat
untuk mendorong kreativitas siswa. Oleh sebab itu, penguasaan bahan ajar bukan
sebagai tujuan akhir dari proses pembelajaran, akan tetapi hanya sebagai tujuan
antara saja.
Semua prinsip yang telah diuraikan harus memayungi proses pembelajaran
sehingga proses tersebut sesuai dengan tujuan KBK. Sesuai dengan prinsip
tersebut, terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses
pembelajaran agar berlangsung secara efektif, yaitu sebagai berikut :
1. Proses pembelajaran harus memberikan peluang kepada siswa agar mereka
secara langsung dapat berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan
demikian guru harus bertindak sebagai pengelola proses belajar, bukan
bertindak sebagai sumber belajar.
2. Guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksi apa yang
telah dilakukannya. Dengan demikian pembelajaran bukan hanya mendorong
siswa untuk melakukan tindakan saja, akan tetapi menghayati berbagai
tindakan yang telah dilakukannya. Hal ini sangat penting baik untuk
pembentukan sikap, maupun untuk mencermati berbagai kelemahan dan
kekurangan atas segala tindakannya.
3. Proses pembelajaran harus mempertimbangkan perbedaan individual. Hal ini
didasarkan pada suatu asumsi bahwa tidak ada manusia yang sama baik dalam
minat, bakat maupun kemampuannya. Pembelajaran harus memberikan
kesempatan agar siswa dapat berkembang sesuai dengan bakat dan
kemampuannya. Dengan demikian siswa yang lambat tidak merasa tergusur
oleh siswa yang cepat; sebaliknya yang cepat tidak merasa terhambat oleh
yang lambat belajar.
4. Proses pembelajaran harus dapat memupuk kemandirian di samping kerja
sama. Artinya guru dituntut mampu menyediakan pengalaman belajar yang
memungkinkan siswa dapat mandiri dan bekerja sama dengan orang lain.
5. Proses pembelajaran harus terjadi dalam iklim yang kondusif, baik iklim
sosial maupun iklim psikologis. Siswa akan belajar dengan baik manakala
terbebas dari berbagai tekanan, baik tekanan sosial maupun.

3. Cooverative Learning
Model pembelajaran cooverative learning adalah suatu perencanaan atau suatu
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas.
Suryani dan Agung (2012) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah satu
kesatuan antara pendekatan, strategi, metode,teknik dan taktik pembelajaran, yang
pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai
akhir yang disajikan dengan khas oleh guru. Dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah gambaran dari rancangan pengorganisasian proses belajar yang
ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu dan memiliki fungsi penting sebagai
pegangan guru dalam merencanakan dan menerapkan proses pembelajaran.
Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran yang didalamnya menuntut kerjasama dan ditandai dengan struktur
tugas, tujuan, dan reward yang kooperatif. Siswa dalam situasi pembelajaran
kooperatif didorong serta dituntut untuk mengerjakan tugas yang sama secara
bersama-sama, dan juga harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan
tugas itu (Arends, 2008). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran cooperative learning adalah jenis pembelajaran berbasis kelompok
kecil, yaitu setiap peserta didik akan saling bergantung dan bekerjasama guna
mencapai tujuan pembelajaran melalui pemahaman mereka tentang materi
pembelajaran.
4. Senam Lantai
Istilah senam berasal dari Bahasa Inggris “Gymnasic” dalam bahasa aslinya
merupakan kata sarapan dari bahasa Yunani “Gymnos” yang berarti telanjang,
sedangkan tujuan dari senam adalah meningkatkan daya tahan tubuh, kekuatan,
kelentukan, kelincahan, koordinasi, serta control tubuh (Mahendra, 2001: 9). Menurut
Imam Hidayat (1981: 2), ”senam ialah latihan tubuh yang dipilih dan diciptakan
dengan sengaja dan berencana, disusun secara sistematis dengan tujuan membentuk
dan mengembangkan pribadi secara harmonis”.
Senam lantai merupakan salah satu cabang olahraga permainan yang diajarkan
dalam pendidikan jasmani. Berdasarkan obsevasi yang dilakukan diperoleh temuan
bahwa pembelajaran senam lantai belum berjalan dengan maksimal sehingga
berdampak pada beberapa siswa kurang memenuhi kriteria maksimal. Didalam senam
lantai terdapat beberapa gerakan yang harus dipelajari oleh peserta didik dianatanya
adalah sikap lilin, roll depan, roll belakang, handstand, sikap kayang, tiger sprong,
chartwheel, childs pose, dan butterfly pose. Maka setiap siswa harus bisa melakukan
gerakan-gerakan yang ada dalam senam lantai. Karena gerakan tersebut merupakan
rangkaian pada saat olahraga senam lantai.

B. Kajian Penelitian Yang Relavan


Penelitian yang dilakukan oleh Risnawati (2019) yang berjudul “Meningkatkan
Pembelajaran Roll Depan Dengan Alat Bantu Karpet pada Siswa MTs. Muhammadiyah
Kabupaten Sorong” Untuk meningkatkan pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran guna memperbaiki kemampuan peserta didik dalam pembelajaran penjas
terutama bagian timur letaknya dikabupaten sorong, karena masih banyak terdapat
sekolah yang masih kurang dari sarana dan prasarana yang terdapat disekolah seingga
guru harus dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru dan guru dituntuk
lebih kreatif dan aktif dalam proses belajar mengajar disekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh Rosidi (2020) “Penerapan metode kombinasi pada
mata pelajaran pendidikan jasmani materi senam lantai" Materi ajar yang terkandung
dalam mata pelajaran jasmani sangat beragam dengan lokasi waktu yang sangat terbatas,
menuntut kemampuan seorang guru Penjaskes untuk dapat memilih dan menentukan
pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan siswa yang dihadapinya. Hal ini berdampak
pada pencapaian hasil yang dicapai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. penelitian
tindakan kelas adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau
sekelompok sasaran, dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang
bersangkutan ciri atau karakteristik utama (Arikunto, 2006). Penelitian tindakan kelas
dilakukan oleh seorang guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan
tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi
meningkat (Wardani, 2007) .Dalam penelitian tindakan kelas adalah adanya partisipasi
dan kaboborasi antara penulis dengan metode kelompok sasaran. Penulis tindakan adalah
suatu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk
proses pembangunan inovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi pemecahan
masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat
mendukung satu sama lain. Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk
penelitian kaloboratif dengan guru mata serumpun. Tujuan utama dari penelitian tindakan
kelas ini adalah meningkatkan kemampuan dan hasil pembelajaran di kelas dimana
penelitia secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan,
pengamatan dan refleksi.
C. Kerangka Berfikir
Pada bagian awal telah dibahas secara rinci dengan kajian teoritis mengenai
pengaruh pembelajaran cooveratif learning dalam melakukan roll depan terhadap siswa yang
dijadikan topic utama dalam penelitian ini. Penelitian ini pada dasarnya dititik beratkan pada
pembahasan tentang pengaruh pembelajaran cooveratif learning dalam melakukan roll depan
terhadap siswa kelas X di MA Darul Ulum.

Anda mungkin juga menyukai