Anda di halaman 1dari 7

ANAFILAKSIS

Anafilaksis adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang bersifat sistemik, berat, serta
mengancam jiwa.1-6 Reaksi ini berlangsung dalam beberapa menit setelah paparan
dengan alergen terjadi dan dapat bertahan hingga dua jam atau lebih.7,8

A. Manifestasi Klinis9
 Sebagian besar diawali dengan adanya gejala pada kulit atau saluran pernapasan.
Gejala bervariasi, tergantung organ yang terkena.
 Karakteristik yang khas: onset yang terjadi segera setelah paparan dengan alergen,
interval waktu antara beberapa detik hingga 1-2 jam, tergantung kepada rute
pemberian (intravena biasanya lebih cepat) dan derajat dari sensitisasi.1
 Dapat terjadi manifestasi yang tidak biasa misalnya syncope tanpa disertai adanya
gejala yang lain.

Gejala awal yang umum terjadi pada reaksi anafilaksis1


 Urtikaria, angioedema
 Sesak, mengi
 Kemerahan pada wajah (Flush)
 Edema saluran nafas atas
 Vertigo, pingsan, hipotensi
 Mual, muntah, diare, nyeri abdomen
 Hilang kesadaran
 Rhinitis
 Nyeri kepala
 Nyeri substernal
 Gatal pada kulit

1
B. Diagnosis
1. Anamnesis
 Waktu terjadinya onset,
 Terapi yang telah diberikan
 Lama terjadinya serangan.
 Obat-obatan dalam 6 jam terakhir
 Riwayat sengatan binatang
 Riwayat atopi pasien

2. Pemeriksaan Fisis

Tabel 2. Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada reaksi anafilaksis


Organ Tanda dan gejala klinis
Kulit dan mukosa Pruritus, kemerahan, urtikaria, parestesia, dan
angioedema
Sistem respirasi Bagian atas (rhinitis, bersin, stridor, suara serak) dan
bagian bawah (batuk, wheezing, sesak) dapat terjadi
juga sianosis, asfiksia dan henti napas
Sistem kardiovaskuler Vasodilatasi, palpitasi, takikardi, bradikardi (relatif
atau absolut), aritmia, hipotensi, syok, infark miokard
dan henti jantung
Gastrointestinal Bengkak, dan gatal pada bibir dan lidah, mual, muntah,
nyeri perut diare
Reproduksi Nyeri pelvis (seperti kontraksi uterus), terlambat
menstruasi
Neurologis Gelisah, nyeri kepala, pening, inkotinensia, kejang, dan
tidak sadar
Sumber: Ring dkk1, Walker dkk12, www.medindia.net.14

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada anafilaksis adalah
elektrokardiografi, ronsen torak, pemeriksaan urea dan elektrolit darah, analisa gas
darah, atau pemeriksaan lainnya sesuai dengan gejala yang timbul.15
Anafilaksis dapat ditegakkan apabila salah satu dari tiga kriteria dibawah ini dapat
dipenuhi. 12

Tabel 1. Kriteria diagnostik anafilaksis


1. Onset penyakit yang bersifat akut (beberapa menit hingga beberapa jam) dengan

2
keterlibatan kulit, mukosa, atau keduanya (contohnya urtikaria generalisata, pruritus atau
kemerahan, pembengkakan pada bibir-lidah-uvula) dan paling tidak ditemukan salah satu
dari:
a. Gangguan sistem respirasi (dyspneu, wheezing, bronkospasme, stridor, hipoksemia,
penurunan peak expiratory flow)
b. Penurunan tekanan darah atau ditemukan adanya gejala gagal organ (hipotonia, sinkop,
inkontinensia)

2. Terdapat dua atau lebih gejala dibawah ini yang terjadi segera (beberapa menit hingga
beberapa jam) setelah adanya paparan dengan alergen:
a. Keterlibatan dari kulit dan mukosa (urtikaria generalisata, pruritus atau kemerahan,
pembengkakan pada bibir-lidah-uvula)
b. Gangguan sistem respirasi (dyspnea, wheezing, bronkospasme, stridor, hipoksemia,
penurunan peak expiratory flow)
c. Penurunan tekanan darah atau ditemukan adanya gejala gagal organ (hipotonia, sinkop,
inkontinensia)
d. Gejala gastrointestinal yang bersifat persisten (nyeri abdomen, muntah)
3. Terdapat penurunan tekanan darah setelah terpapar dengan alergen tertentu (beberapa menit
hingga beberapa jam) dengan kriteria:
a. Bayi dan anak, apabila ditemukan tekanan darah sistolik yang rendah (sesuai dengan
umur) atau terdapat penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 30% *
b. Dewasa, apabila ditemukan tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau terdapat
penurunan lebih dari 30% dari baseline
*Keadaan hipotensi pada anak dibedakan berdasarkan usia, pada usia neonatus (0-28 hari) apabila
tekanan darah sistolik <60 mmHg, usia 1-12 bulan <70 mmHg, usia 1-10 tahun <70 + (2 x usia dalam
tahun) mmHg, lebih dari 10 tahun <90 mmHg.13
*Sumber : Second symposium on the definition and management of anaphylaxis1. Sampson dkk.

C. Klasifikasi
Tabel 3. Klasifikasi anafilaksis
Tahapan Temuan klinis
Kulit Saluran cerna Saluran napas Kardiovaskuler
I Pruritus, - - -
kemerahan,
urtikaria,
angioedema
II Pruritus Mual, kram Rhinorrhea, Takikardi,
kemerahan, hoarseness, perubahan
urtikaria, dyspnea tekanan darah,
angioedema* aritmia
III Pruritus Muntah, Edema laring, Syok
kemerahan, defekasi, diare bronkospasme,
urtikaria, sianosis
angioedema*
IV Pruritus Muntah, Henti napas Henti jantung
kemerahan, defekasi, diare
urtikaria,
angioedema*
Keterangan : * tidak selalu harus didapatkan
Sumber: History and classification of anaphylaxis1. Ring dkk.

D. Terapi

3
Reaksi anafilaksis

Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure

Diagnosis dapat ditegakkan dengan

Onset penyakit yang akut Terdapat kondisi yang Perubahan pada kulit
mengancam jiwa

Resusitasi

Baringkan pasien Naikkan kaki


pasien

Adrenalin**

Jika didapatkan sarana dan prasarana yang memadai

Stabilkan jalan napas

Oksigen

Cairan infus***

Chlorpheniramine ****

Hydrocortisone *****

Monitor :
saturasi, EKG, tensi

Keterangan:
* Kondisi yang mengancam jiwa:
 Airway : Bengkak, suara serak, stridor
 Breathing :Takipnea, wheezing, fatigue, sianosis, SpO2 < 92%, confusion
 Circulation : Pucat, telapak tangan lembab (clammy), tekanan darah yang rendah, pingsan, koma

4
** Adrenalin i.m. diencerkan 1:1000 (dapat diulangi setiap 5 – 15 menit jika tidak ada perbaikan), tempat penyuntikan
terbaik pada daerah anterolateral paha 1/3 tengah. Dosis diberikan berdasarkan berat badan :
Dosis 0,01 mg/kg larutan epinefrin 1:1000 (1mg/ml), maksimal 0,5 mg (dewasa) atau 0,3 mg (anak-anak). Pada
umumnya pasien berespon pada 1 atau 2 dosis pemberian.
*** Cairan infus diberikan kristaloid 20 mL/kgBB. Koloid tidak boleh diberikan karena dapat menjadi penyebab
terjadinya reaksi anafilaksis.
**** Chlorpheniramine i.m. atau i.v. lambat dengan dosis: 1 – 2 mg/kg/kali maksimum 50 mg IV atau PO (sirup)
***** Hydrocortisone i.m. atau i.v. lambat dengan dosis: 4 mg/kgbb/kali maksimal 100 mg iv, atau prednisone 1 mg/kg
dosis maksimal 60 – 80 mg PO atau methylprednisolone dengan dosis 1 mg/kg dengan dosis maksimal 60 – 80 mg
IV

Gambar 1. Algoritma tatalaksana reaksi anafilaksis akut


Sumber: Working group of the resuscitation council UK15, Tse dkk. Management of Anaphylaxis in Children. Liberman danTeach18,

E. Prognosis
Baik apabila penanganannya tepat
Kematian dapat terjadi pada kasus berat

DAFTAR PUSTAKA

5
1. Ring J, Behrendt H, Weck A. History and classification of anaphylaxis. Chem
Immunol Allergy. 2010;95:1-11.

2. Lieberman PL. Anaphylaxis. Dalam: Adkinson NF, dkk, penyunting. Middleton’s


allergy principles and practice. Edisi ke-7. Mosby-elsevier;2009.h.1027-49.

3. Hogan MB. Progress towards an understanding of idiopathic anaphylaxis. Annals


Allergy Asthma Immunol. 2008;85:332-3.

4. Johansson SGO, dkk. A revised nomenclature for allergy. Allergy. 2001;56:813-24.

5. Johansson SGO, dkk. Revised nomenclature for allergy for global use: report of the
nomenclature review committee of the world allergy organization, October 2003. J
Allergy Clin Immunol. 2004;113(5):832-36.

6. Johansson SGO. New nomenclature and clinical aspects of allergic disease.


Springer. 2009:31-42.
7. Guidelines for children’s services NSW. Anaphylaxis. 2007.

8. Sampson HA, dkk. Second symposium on the definition and management of


anaphylaxis: summary report - second national institute of allergy and infectious
disease/ food allergy and anaphylaxis network symposium. Ann Emerg Med.
2006;47:373-80.

9. Lieberman P, dkk. The diagnosis and management of anaphylaxis practice


parameter: 2010 update. J Allergy Clin Immunol. 2010;126(3):477-80.e42.

10. Simons FER, dkk. World allergy organization anaphylaxis guidelines: summary. J
Allergy Clin Immunol. 2011;127(3):587-93.e22.

11. Sampson HA, dkk. Symposium on the definition and management of anaphylaxis:
summary report. J Allergy Clin Immunol. 2005;115:584-91.

12. Walker S, Sheikh A. Managing anaphylaxis: effective emergency and long-term


care are necessary. Clin Exp Allergy. 2003;33:1015-18.

13. Lieberman P, dkk. The diagnosis and management of anaphylaxis: an updated


practice parameter. J Allergy Clin Immunol. 2005;115(3):S483-523.

14. Allergy (diakses: 30 Januari 2012). Tersedia dari: www.medindia.net.

15. Working group of the resuscitation council UK. Emergency treatment of


anaphylactic reactions – guidellines for healthcare providers. 2008.

16. Tse Y, Rylance G. Emergency management of anaphylaxis in children and young


people: new guidance from the resuscitation council UK. Arch Dis Child Educ Pract
Ed. 2009;94:97-101.

6
17. Mullins RJ. Anaphylaxis: risk factors for recurrence. Clin Exp Allergy.
2003;33:1033-40.

18. Liberman DB, Teach SJ. Management of Anaphylaxis in Children. Pediatric Emergency
Care. 2008;24(12):861-9.

Anda mungkin juga menyukai