Anda di halaman 1dari 36

Reaksi Anafilaksis

MATERI SGL FK-UMI


dr. Sri Julyani
• Kompetensi ; 4A
• Kode penyakit ;
No. ICPC II: A92 Allergy/allergic reaction NOS
No. ICD X: T78.2 Anaphylactic shock,
unspecified
Defenisi ;
Anafilaksis merupakan reaksi alergi sistemik
yang berat, dapat menyebabkan kematian,
terjadi secara tiba-tiba setelah terpapar oleh
alergen atau faktor pencetus lainnya

Suatu reaksi hipersensitivitas yang bersifat


sistemik, berat dan bersifat fatal
Mekanisme & Pencetus Anafilaksis

Anafilaksis (melalui IgE), dapat timbul karena beberapa pencetus


seperti;

 Antibiotik (penisilin, sefalosporin)


 Ekstrak alergen (bisa tawon, polen)
 Obat (analgetik, anestesi, suksinilkolin, NSAID )
 Enzim (kemopapain, tripsin)
 Serum heterolog (antitoksin tetanus, globulin antilimfosit)
 Protein manusia (insulin, vasopresin, serum)
 Produk darah / komponen darah, zat kontras
 Makanan, Zat pewarna, zat pengawet,
Patomekanisme

Human anaphylaxis

Immunologic Non-Immunologic
Idiopathic

IgE, FcεRI Other Physical Other


foods, venoms, blood products, exercise, cold drugs
latex, drugs immune aggregates,
drugs
Anaphylaxis

Allergic anaphylaxis Non-allergic anaphylaxis

IgE-mediated anaphylaxis Non-IgE-mediated allergic anaphylaxis


Reaksi Anafilaktik
Respons klinis terhadap reaksi imunologik tipe I
yang terjadi antara antigen dengan antibodi (IgE)

Reaksi Anafilaktoid
Bila terjadi reaksi serupa tetapi tidak melalui
jalur interaksi antigen antibodi
Contoh : reaksi akibat radiografi kontras
Reaksi hipersensitivitas
tipe I akibat obat
Anafilaktoid (tidak melalui IgE)

Dapat dicetuskan oleh beberapa faktor,

1. Zat penglepas histamin secara langsung :


Obat (opiat, vankomisin, kurare)
Cairan hipertonik (media radiokontras, manitol)
Obat lain (dekstran, fluoresens)

2. Aktivasi komplemen
Protein manusia (imunoglobulin, & produk darah)
Bahan dialisis

3. Modulasi metabolisme asam arakidonat


Asam asetilsalisilat
Antiinflamasi nonsteroid
Zat – zat yang biasanya terlibat pada reaksi anafilaktik dan anafilatoid

Antibiotik Penisilin dan analog penisilin.


Sefalosporin, tetrasiklin, eritromisin, streptomisin
Zat anti inflamasi nonsteroid Salisilat, aminopirine
Narkotik analgesik Morfin, kodein, meprobamat, Protamine,
klorpropamid besi, iodides parenteral diuretika, tiazid

Analgesik lokal Prokain, lidokain, kokain


Anestetik umum Tiopental
Tambahan anestetik Suksinilkolin, tubokurarine
Produk darah dan antiserum Sel merah, sel putih, transfusi trombosit, gama globulin,
rabies, tetanus, antitoksin difteria, anti bisa ular, laba2

Zat diagnostik Zat radiokontras


Makanan Telur, susu, kacang, ikan, kerang
Bisa Tawon, ular, laba – laba, ubur – ubur
Hormon Insulin, ACTH, Ekstrak pituitaria
Enzim dan biologis Asetilsistein, tambahan enzim / pankreas
Ekstrak alergen Tepung sari, makanan, bisa
Gejala Reaksi Anafilaktik
Terbagi atas 2 kelompok, berdasarkan sifatnya;

1. Reaksi lokal
- Urtikaria & angioedema.
- Jarang menimbulkan kematian

2. Reaksi sistemik
- Melibatkan berbagai organ.
- Biasanya terjadi dalam 30 menit setelah paparan.
- Dapat fatal
Berdasarkan derajatnya, terbagi atas :

1. Reaksi sistemik ringan / lokal


• Rasa gatal, hangat sering disertai rasa penuh di
mulut dan tenggorokan
• Hidung tersumbat, bersin-bersin
• Edema di sekitar mata serta berair
• Kulit gatal
• Onset biasanya terjadi 2 jam setelah paparan antigen
2. Reaksi sistemik sedang
• Serupa reaksi sistemik ringan disertai spasme
bronkus &/atau edema saluran napas
• Sesak, batuk, dan mengi
• Angioedema, urtikaria menyeluruh, mual, dan muntah
• Gatal, badan terasa hangat, serta gelisah
3. Reaksi sistemik berat
• Spasme bronkus, edema laring, serak,
stridor, sesak, sianosis, henti napas
• Sakit menelan, kejang perut, diare, muntah
• Hipotensi, aritmia, syok, koma
• Kejang
• Terjadi mendadak

 Syok anafilaktik merupakan bagian dari reaksi


sistemik berat
Grade rekasi anafilaksis berdasarkan organ

Grade Dermal Abdominal Respiratory Cardiovascular


I Pruritus
Flush
Urticaria
Angiodema
II Pruritus Nausea Rhinorrhoea Tachycardia (> 20 bpm)
Flush Cramping Hoarseness Blood pressure change (>
Urticaria Dyspnoea 20 mmHg systolic)
Angiodema (not Arrhytmia
mandatory)
III Pruritus Vomiting Laryngeal oedema Shock
Flush Defecation Bronchospasm
Urticaria Diarroea Cyanosis
Angiodema (not
mandatory)
IV Pruritus Vomiting Respiratory arrest Cardiac arrest
Flush Defecation
Urticaria Diarrhoea
Angiodema (not
mandatory)
Bpm = beats perminute
Derajat Reaksi Hipersensitivitas
Derajat Gambaran klinik
Ringan (hanya kulit dan jaringan Eritema luas,edema periorbita,atau
submukosa)* angioedema
Sedang (keterlibatan Sesak, stridor, mengi, mual, muntah,
pernapasan,kardiovaskuler,atau pusing, presinkop diaforesis, rasa
gastrointestinal tertekan di dada atau tenggorok atau
sakit perut
Berat (hipoksia,hipotensi,atau Sianosis, atau SpO2 < 92% pada tiap
defisit neurologik) tingkat, hipotensi (tek sistolik < 90 mm
Hg pd dewasa), bingung kolaps, hilang
kesadaran atau inkontinens

* Reaksi ringan dapat dibagi lagi, disertai atau tidak ada angiodema
DIAGNOSIS
Kriteria klinik diagnosis anafilaksis

1. Terjadinya gejala penyakit segera (beberapa menit - jam),


yang melibatkan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya
(urtikaria yang merata, pruritus,atau kemerahan, edema
bibir-lidah-uvula), paling sedikit satu dari gejala berikut :
a. Gangguan pernapasan (sesak, mengi, bronkospasme,
stridor, penurunan arus puncak ekspirasi (APE),
hipoksemia.
b. Penurunan tekanan darah atau berhubungan dengan
disfungsi organ (hipotonia atau kolaps, pingsan,
inkontinens)
2. Dua atau lebih dari petanda berikut ini yang terjadi segera
setelah terpapar alergen (beberapa menit – jam) :
a. Keterlibatan kulit-jaringan mukosa (urtikaria yang merata,
pruritus-kemerahan, edema pada bibir-lidah-uvula)
b. Gangguan pernapasan (sesak, mengi, bronkospasme,
stidor, penurunan APE, hipoksemia)
c. Penurunan tekanan darah atau gejala yang berhubungan
(hipotonia-kolaps, pingsan, inkontinens)
d. Gejala gastrointestinal yang menetap (kram perut, sakit,
muntah)
3. Penurunan tekanan darah segera setelah terpapar alergen
(beberapa menit sampai jam)
a. Bayi dan anak : TD sistolik rendah (tgt umur), atau
penurunan lebih dari 30% TD sistolik.
b. Dewasa : TD sistolik < 90 mm Hg atau penurunan lebih
dari 30% nilai basal pasi

TD sistolik rendah untuk anak :


•< 70 mm Hg (1 bulan – 1 tahun),
•< (70 mm Hg [2x umur]) untuk 1 – 10 tahun,
•< 90 mm Hg dari 11 – 17 tahun.
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan
a. Emergensi  waktu untuk diagnosis sangat
pendek
b. Tujuan utama terapi  Ventilasi dan sirkulasi
adekuat
c. Penatalaksanaan terbagi 3 tahap:
1. segera
2. supportif
3. lanjut
1. Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua
tungkai diangkat  menaikkan venous return 
tekanan darah ikut meningkat.
2. Pemberian Oksigen 3–5 ltr/menit.
 pada keadaan darurat trakeostomi atau
krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
3. Infus ; plasma expander (Dextran) adalah pilihan
utama untuk mengisi volume intravaskuler.
Cairan pengganti ; RL atau NaCl fisiologis.
Pemberian cairan infus dipertahankan sampai
tekanan darah kembali optimal dan stabil.
4. Adrenalin 0,3 – 0,5 ml dari larutan 1 : 1000
intramuskuler, dapat diulangi 5–10 menit. Jika im
kurang efektif kurang efektif, berikan intravenous
0,1 – 0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam 10 ml NaCl
fisiologis.
5. Aminofilin; 250 mg diberikan perlahan-lahan dalam 10
menit intravena, bila bronkospasme belum hilang
dengan pemberian adrenalin. Bila dianggap perlu,
lanjutkan 250 mg ; drips infus.
6. Antihistamin dan kortikosteroid, pilihan kedua setelah
adrenalin. Dapat diberikan setelah gejala klinik
membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya
(serum sickness atau prolonged effect).
 Difenhidramin HCl 5 – 20 mg IV dan Deksametason
5 – 10 mg IV atau hidrokortison 100 – 250 mg IV.
7. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP).
Pada henti jantung (cardiac arrest) : RKP harus segera
dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya.
Pertimbangkan hal-hal berikut
· Hipotensi
o Ulangi infus NaCl 10-20 ml/kg (max.50 ml/kg dalam 30’).
o i.v. atropine 0.02 mg/kg ; bila bradikardi berat (dosis min.
0.1 mg)
o i.v vasopresor untuk mengatasi vasodilatasi.
o Pada henti jantung adrenalin : 3-5 mg setiap 2-3 menit
o i.v. glucagons pada pasien yang memakai obat penyekat
beta. Dosis orang dewasa 1-5 mg diikuti 5-15 ug/mnt
· Bronkospasme
o Inhalasi salbutamol secara kontinyu
o i.v. hidrokortison 5mg/kg diikuti prednisone 1mg/kg (maks.
50 mg) selama 4 hari
· Obstruksi saluran napas bagian atas
o Adrenalin inhalasi (5 mg atau 5 ml sediaan adrenalin
1;1000)
o Persiapkan tindakan bedah.
Observasi dan tindak lanjut
Observasi paling tidak 4 jam setelah semua gejala dan
tanda menghilang.
· Bila memungkinkan periksa kadar triptase serum saat
datang, 1 jam setelahnya, dan sebelum pulang.
· Pada kasus berat pasien dirawat semalam, terutama
pasien dgn riwayat reaksi yang berat atau asma yang
tidak terkontrol dan pasien yang datang pada malam
hari.
· Sebelum pulang  edukasi tentang alergen dan upaya
penghindarannya
 Rujuk ke ahli alergi  kasus yang sedang – berat, dan
yang ringan karena alergi makanan yang disertai asma.
 Di negara maju  EpiPen yaitu adrenalin 0.3 atau 0.15
mg yang siap pakai
Terapi Reaksi Anafilaktik dan Anafilaktoid
Jamin jalan napas bebas
SE BE
Lokasikan tempat yang kena racun
DA RA
Pasang ikatan proksimal bila tempat tsb suatu ekstremitas
RINGAN NG T
Adrenalin 0,3 – 0,5 ml lar 1 : 1000 lokal ke dalam tempat tsb

Tambahkan oksigen

Adrenalin 0,3 – 0,5 ml lar 1 : 1000 subkutan (ringan) atau intravena (berat)

Aminofilin 5 – 6 mg / kg iv dosis pertama, kemudian :


0,4 – 0,9 mg/kg jam iv (untuk bronkospasme yang menetap) . Pertahankan kadar serum
pada 10-20 mcg/kg

Cairan (gunakan derajat hemokonsentrasi sebagai penutntun)

Pemantauan hemodinamik (tekanan arterial dan pengisian jantung, curah jantung)

Cairan

Pengobatan inotropik positif menurut variabel hemodinamik

Zat vasoaktif
Obat – obat yang bermanfaat dalam terapi anafilaksis

Obat Kerja farmakolog Kerja Dosis Indikasi


pada anafilaksis Selular (dewasa)
Adrenalin Vasokonstriksi di Meninggikan 0,3 ml 1:1000 IM Terapi segera
alfaagonis kulit, mukosa dan cAMP dan awal pada
Splankhnikus semua bentuk
anafilaksis

Betagonis Dilatasi bronkus dan


kontriksi arteriole
otot
Isoproterenol Dilatasi bronkus & Meninggikan 1,0 mg dalam Dapat dipakai
Betaagonis stimulasi jantung cAMP 1000 ml 5% pada hipotensi
HCL inotropik dekstrosa normovolemik
dalam air lewat (perlu
tetesan IV + pantauan
Jantung

Noradrenalin Dilatasi bronkus & Menurunkan 4,0 ml lar 0,2% Hipotensi


alfaagonis stimulasi jantung cAMP dalam 1000 ml berat
inotropik 5% dekstrosa
dalam air lewat
tetesan IV
Obat Kerja farmakolog Kerja Dosis Indikasi
pada anafilaksis Selular (dewasa)

Metaraminol Meninggikan ta- 100 mg dalam Hipotensi


alfaagonis hanan vaskular 1000 ml 5%
bitartrat periferi dekstrosa dalam
air lewat tetesan
IV
Efedrin Sama dengan 25 mg per oral Reaksiberkepanjangan
alfaagonis adrenalin tiap 6 jam yang memerlukan
sulfat pemakaian kontinyu
betaagonis

Aminofilin Dilatasi bronkus Meninggikan 250 mg IV Bronkospasme yang


cAMP selama 10 menit tak dapat diatasi
dengan adrenalin

Difenhidramin Inhibitor kompetitif 50 mg tiap 6 jam Semua bentuk


HCl histamin pada sel IV atau per oral anafilaksis kecuali
sasaran bron-kospasme yg
menetap
Hidrokortison Tidak diketahui 100 mg tiap 6 Bronkospasme yang
jam IV menetap
Hipotensi lama
Garis Besar Terapi Anafilaksis
Reaksi Terapi segera Terapi supportif
Ringan Berat
Konyungtivitis Adrenalin HCl Difenhidramin HCl
Rinitis, Urtikaria 0,3 ml 1:1000 SC, tiap 6 jam
Pruritus , IM
Eritema Difenhidramin HCl
50 mg / oral
Sembab laring Adrenalin HCl Difenhidramin HCl Oksigen , Pantau gas darah
0,3 ml 1:1000 IM 50 mg tiap 6 jam Trakeostomi
Difenhidramin HCl Efedrin sulfat 25 Difenhidramin HCl, 50 mg tiap 6 jam
50 mg IV mg tiap 6 jam Efedrin Sulfat 25 mg tiap 6 jam
Hidrokortison
Bronkospase Adrenalin HCl Adrenalin HCl Oksigen, Pantau gas darah
0,3 ml 1:1000 IM 0,3 ml 1:1000 IM Aminofilin 500 mg IV tiap 6 jam
Difenhidramin HCl Aminofilin 250 mg Cairan IV, Hidrokortison
50 mg IV IV selama 10 menit Awasi terhadap gagal napas

Hipotensi Adrenalin HCl Metaraminol Oksigen, Metaraminol bitartrat atau


0,3 ml 1:1000 IM bitartrat 100 mg noradrenalin IV. Pantau EKG
Difenhidramin HCl dalam 1000 ml 5% Pantau volume darah, Cairan IV
50 mg IV dekstrosa dalam Isoproterenol HCL dalam hipotensi
air normovolemik dengan curah jantung
rendah
Aritmia Terapi manifestasi primer dengan O2,
vasopresor.
Terapi aritmia dengan obat antiaritmik
PENCEGAHAN
 Anafilaksis dapat berulang
 Pemicu perlu di ketahui
 Pencegahan jangka panjang harus dilakukan
 Pendidikan terhadap anafilaksis

 Individual and their families


 Caregivers
 Health case professional (doctors, nurses)
 First responden
 Emergency medical services
 Teachers coaches, child care providers
 Food industries, restaurant, law makers
Sebelum Memberikan Obat

Perhatikan !!
1. Adakah indikasi memberikan obat
2. Adakah riwayat alergi obat sebelumnya
3. Apakah pasien mempunyai risiko alergi obat
4. Apakah obat tsb perlu diuji kulit dulu
5. Adakah pengobatan pencegahan untuk mengurangi
reaksi alergi
Langkah-langkah Pencegahan
• Riwayat alergi obat secara terperinci
• Obat sebaiknya diberikan peroral
• Observasi pasien selama 30 menit setelah pemberian
• Periksa label obat
• Tanyakan riwayat obat secara teliti jika ada faktor
predisposisi
• Ajarkan pasien cara menyuntik adrenalin
• Penggunaan preparat human antiserum
• Lakukan uji kulit jika mungkin
• Pemberian obat pencegahan reaksi alergi
Obat dan alat yang perlu dipersiapkan untuk
penanganan emergensi ;

Adrenalin
Antihistamin
Kortikosteroid injeksi
Aminofilin, inhalasi beta2 / nebulizer
Infus set
Cairan infus
Oksigen
Tensimeter
Alat bedah minor
Nomor telepon ambulans gawat darurat
Surat Keterangan

Penting untuk pencegahan berulang


Cantumkan daftar obat / alergen yang dicurigai
Beritahu pasien untuk selalu memperlihatkan pada dokter

waktu berobat
Tuliskan di status di tempat yang mudah dilihat
Laporkan pada tim monitoring efek samping obat
Referensi
1. Raveinal, Division of Allergy and Clinical Immunology
Department of Internal Medicine, FKUA/RS M. Jamil
Padang
2. Johansson SGO, et al. Allergy, 2001;56 : 813-824
3. Ring J, Brockow K & Behrendt. History and
classification of anaphylaxis. In Anaphylaxis. Novartis
Foundation 2004 : 12
4. Simon FER. J Allergy Clinical Immunology, 2006; 117 :
367-77
5. Ikatan Dokter Indonesia, Panduan Praktis Bagi dokter
Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, edisi I, 2013,
75 – 80

Anda mungkin juga menyukai