Anda di halaman 1dari 5

NAMA : ANANDA FITRI MAHFIROH

NIM : 21508020111100

KELAS : 7HH

FAKULTAS : PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Soal Ujian:

1. Jelaskan sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa Indonesia!

2. Dalam membuat karya ilmiah, sering terjadi kesalahan dalam penggunaan bahasa

Indonesia ragam ilmiah, buatlah contohnya baik dalam ranah ejaan, kalimat, atau

paragraf!

3. Ciri-ciri kalimat keilmuan salah satunya adalah (a) objektif, (b) logis, (c) hemat, dan (d)

tidak ambigu. Terangkan masing-masing maksud dari hal tersebut beserta contohnya!

4. Sebutkan prinsip-prinsip dalam membuat kutipan ilmiah. Sertakan pula contoh jenis-jenis

teknik pengutipan yang benar!

5. Tuliskan daftar pustaka dari buku dan jurnal berikut:

(1) Judul : The Mirror and the Lamp: Romantic Theory and the Critical Tradition.

Nama : M. H. Abrams

Kota : New York:

Penerbit : Oxford University.

Tahun : 1971.

(2) Artikel ditulis oleh S. Akbar; R. Winarni dan Andayani yang diterbitkan dalam junal

Jurnal Wacana Bahasa dan Sastra volume 11 Nomor 1 halaman 93–102 pada tahun

2013. Judul artikel tersebut adalah Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan

dalam Novel Tuan Guru karya Salman Faris.

(3) Buku terbitan Gramedia Pustaka di Jakarta dengan judul Teori Kesusastraan, ditulis

oleh R. Wellek dan A. Warren pada tahun 2014. Buku tersebut merupakan buku

terjemahan yang diterjemahkan oleh Melani Budianta.

JAWABAN UTS BAHASA INDONESIA


1. Pada Kongres Pemuda I tanggal 2 Mei 1926, para peserta memandang perlunya
bahasa persatuan untuk mengikat jiwa dan persaudaraan pemuda Indonesia. Sebagai
penggagas, Muhammad Yamin mengusulkan “Bahasa Melayu” sebagai nama bahasa
persatuan dan diterima sebagai cikal bakal bahasa persatuan meskipun bukan
mayoritas penduduk wilayah ini, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Akan tetapi,
Tabrani Soerjowitjitro menyatakan bahwa bahasa bangsa Indonesia haruslah bahasa
Indonesia, bukan bahasa Melayu. Tanggal 28 Oktober 1928 saat Kongres Pemuda II
adalah saat diterimanya “Bahasa Indonesia” sebagai bahasa persatuan bangsa
Indonesia. Meski sudah ada gagasan tentang bahasa persatuan, pada saat Kongres
Pemuda ke-2, sebagian pembicara masih menggunakan bahasa Belanda dan bahasa
daerah. Sebagai pimpinan sidang, Soegondo, berusaha menggunakan bahasa
Indonesia meskipun masih terlihat kesulitan. Bahkan salah satu pembicara, Siti
Sundari, juga masih menggunakan bahasa Belanda. Faktanya, ikrar Sumpah Pemuda
menjadi janji suci generasi muda untuk mempertahankan dan merenggut tiap jengkal
bumi pertiwi. Dilihat dari pembentukannya, secara linguistik, bahasa Indonesia
sebenarnya merupakan ragam bahasa Melayu, karena induk bahasa Indonesia adalah
bahasa Melayu Riau Pasaran. Akan tetapi, semangat untuk memiliki bahasa
persatuan, bangsa Indonesia berusaha mengembangkan dan menyempurnakan bahasa
Indonesia sampai saat ini. Berbagai kata baru dikembangkan, baik melalui proses
penciptaan maupun penyerapan. Proses tersebut menghasilkan bahasa Indonesia
berbeda dengan bahasa Melayu yang dipakai di Riau maupun di Semenanjung
Malaya. Bahasa Indonesia dikatakan berbeda dengan bahasa Melayu karena bahasa
Indonesia mempunyai ciri yang berbeda dengan bahasa Melayu.
B. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia Fungsi bahasa Indonesia sudah
tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan. Fungsinya untuk
(a) memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia; (b) menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia; dan (c) menciptakan ketertiban, kepastian, dan
standarisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.

Sedangkan kedudukan Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting,
yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, fungsi bahasa
Indonesia di antaranya adalah untuk mempererat hubungan antar suku di Indonesia. Fungsi
ini sebelumnya sudah ditegaskan di dalam butir ketiga ikrar Sumpah Pemuda 1928 yang
berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Kata ‘menjunjung’ dalam KBBI antara lain berarti ‘memuliakan’, ‘menghargai’, dan ‘menaat
Kata ‘menjunjung’ dalam KBBI antara lain berarti ‘memuliakan’, ‘menghargai’, dan
‘menaati’ (nasihat, perintah, dan sebaginya.). Ikrar ketiga dalam Sumpah Pemuda tersebut
menegaskan bahwa para pemuda bertekad untuk memuliakan bahasa persatuan, yaitu bahasa
Indonesia.

2. - Ejaan :
1. Pemateri seminar itu adalah ibu Vidia Selvi Cahyani M,

2. Ibu membeli beras dipasar.

- Kalimat :

1. Banyak buku saya telah baca, tetapi saya tidak temukan petunjuk penggunaan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar,

2. Mereka bekerja demi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, Meskipun demam, namun
Anas tetap pergi kuliah.

- Paragraf :

1. Faktor risiko lain yang menjadi penyebab kejadian asma adalah allergen (serbuk
bunga,tungau,serpihan atau kotoran binatang dan jamur),

2. perubahan perubahan cuaca dan suhu udara, polusi udara, asap rokok,infeksi saluran
pernapasan, stres, dan olahraga yang berlebihan. (Paragraf tersebut hanya terdiri dari satu
kalimat, sehingga tidak bisa disebutparagraf hanya kalimat pernyataan)

3.-kalimat objektif adalah kalimat yang mengandung fakta atau dapat dibuktikan
kebenarannya.

Contohnya :indonesia merupakan bekas jajahan Belanda dan Jepang

- Kalimat yang Logis adalah kalimat yang dapat diterima oleh akal sehat. Artinya, jalan
pikiran atau gagasan yang dikemukakan dinyatakan dalam kalimat yang kebenarannya
dapat diterima akal sehat.

Contohnya :kepada Bapak Nur,kami persilahkan.

- Hemat : Komunikasi dalam karya ilmiah adalah komunikasi yang lugas danjelas. Hal
ini berimplikasi pada penyusunan kalimatnya juga haruslugas dan jelas. Oleh karena
itu, kalimat-kalimat yang disusun harus hemat, yaitu tidak menggunakan kata-kata
yang berlebihan ataumemiliki makna yang sama.

Contohnya : seorang pemuka agama yang hobinya membenarkan tindakan terorisme


tidaklah pantas disebut sebagian pemuka agama

- TIDAK AMBIGU: Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa kalimat dalam
karya ilmiahharus lugas dan jelas. Itulah sebabnya, kalimat dalam karya ilmiah tidak
boleh menggunakan kosakata yang metaforis atau yang bermakna konotatif. Artinya,
kosakata yang digunakan dalam kalimat adalah kosakata yang lugas.

Contohnya : pernyataan salah satu pemimpin DPR yang mengatakan bahwa aksi
terorisme biasanya terjadi dinegara yang pemimpinnya lemah,sangat mencoreng rasa
perikeadilan.
4.- Pengutipan dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung

- Kutipan dianggap benar jika pengutip menunjukkan sumber atau asal kutipan

- Sumber rujukan anonim tidak dianjurkan

- Mengutip hendaknya diambil seperlunya saja

- Menghilangkan bagian kutipan diperkenankan dengan syarat penghilangan bagian itu tidak

menyebabkan perubahan makna

- Hendaknya mengutip secara bervariasi

- Kutipan dapat berasal dari tuturan lisan asalkan mendapat pengesahan dari penuturnya

Jenis-jenis teknik pengutipan yang benar dan contohnya:

a. Kutipan di depan

Pengertian sosiologi sastra menurut Endraswara (2011: 8–9) adalah penelitian sastra yang
dilihat dari sisi ilmu sosial dan humaniora. Definisi tersebut berdasarkan pada beberapa
pertimbangan redefinisi sosiologi sastra yang menjadi latar belakang dalam rangka
menemukan objektivitas hubungan antara karya sastra dengan masyarakat.

b. Kutipan di tengah kalimat

Meskipun komunikasi formal sangat penting bagi organisasi besar, seperti dilaporkan oleh
Purwanto (2006:14), bagi sudut pandang individual maupun perusahaan dirasa kurang
menguntungkan.

c. Kutipan di akhir kalimat

Sosiologi pengarang berisi karya sastra yang bersifat sosial dan dampak sastra terhadap
masyarakat. Karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai
makhluk sosial. Hal yang dibahas di sini adalah pertama, apakah latar sosial tertentu
menentukan keterikatan pengarang pada ideologi tertentu. Ideologi sosial akan mengarah
pada sosiologi pengarang sebagai tipe, atau sebagai suatu tipe pada waktu dan tempat
tertentu. Kedua, bagaimana posisi sastrawan dalam masrayakat. Dalam hal ini sosiologi sastra
bertugas menelusuri status kelas sosial, ketergantungannya kepada kelas penguasa, serta
mempelajari sumber ekonomi dan prestisnya dalam masyarakat. Ketiga, peralihan dukungan
keuangan terhadap sastrawan. Studi dasar ekonomi sastra dan status sosial pengarang mau tak
mau harus memperhitungkan pembaca yang menjadi sasaran pengarang dan menjadi sumber
rezekinya (Wellek dan Warren, 2014: 101–104).

d. Kutipan dalam kutipan


Watt (dalam Faruk, 2012: 5) mengemukakan tiga macam pendekatan dalam sosiologi sastra.
Ketiga pendekatan tersebut adalah pertama, konteks sosial pengarang. Hal ini berhubungan
dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca.
Pokok pendekatan ini termasuk pula faktor-faktor sosial

yang bisa memengaruhi pengarang sebagai perorangan di samping memengaruhi isi karya
sastranya. Hal utama yang harus diteliti dalam pendekatan ini adalah: (a) bagaimana
pengarang mendapatkan mata pencariannya, (b) sejauh mana pengarang menganggap
pekerjaannya sebagai suatu profesi, dan (c) masyarakat apa yang dituju ole pengarang.
Kedua, sastra sebagai cermin masyarakat.

e. Kutipan kurang dari 40 kata

Soebroto (1990:123) menyimpulkan “Ada hubungan yang erat antara faktor sosial ekonomi
dengan kemajuan belajar”.

5. a) Abrams, M. H. 1971. The Mirror and The Lamp: Romantic Theory and the Critical.
New York: Oxford University.

b) Akbar, S., Winarni, R., dan Andayani. 2013. “Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai
Pendidikan dalam Novel Tuan Guru karya Salman Faris”. Jurnal Wacana Bahasa dan Sastra.
vol. 11(1). p. 93-102.

c) Wellek, R., dan Warren, A. 2014. Teori Kesusastraan. Diterjemahkan oleh Melani
Budianta. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai