1. Bahasa Indonesia
Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal ini merupakan fungsi
dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status bahasa tidak dapat ditinggalkan.
Bahasa mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, karena
dengan menggunakan bahasa seseorang juga dapat mengekspresikan dirinya, fungsi bahasa sangat
beragam. Bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi, selain itu bahasa juga digunakan sebagai
alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu dan
sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa memang sangat penting digunakan. Karena bahasa
merupakan simbol yang di hasilkan menjadi alat ucap yang biasa digunakan oleh sesama masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari hampir semua aktifitas kita menggunakan bahasa. Baik menggunakan
bahasa secara lisan maupun secara tulisan dan bahasa tubuh. Bahkan saat kita tidur pun tanpa sadar
kita menggunakan bahasa.
2. Sastra Indonesia
Sastra Indonesia adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra yang berda di
Indonesia. Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang di buat di wilayah kepulauan
Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk pada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan bahasa Melayu
(dimana Bahasa Indonesia adalah turunannya).
Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-
ciri tertentu. Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan periode
yang lain. Dalam periodisasi sastra Indonesia di bagi menjadi dua bagian besar, yaitu lisan dan tulisan.
Secara urutan waktu terbagi atas angkatan Pujangga Lama, angakatan Balai Pustaka, angkatan Pujangga
Baru, angkatan 1945, angkatan 1950-1960-an, angkatan 1966-1970-an, angkatan 1980-1990-an,
angkatan Reformasi, angkatan 2000-an.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra yang
mempelajari pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa, misalnya sejarah sastra Indonesia,
sejarah sastra Jawa dan sejarah sastra Inggris.
Dalam jangka waktu yang relatif panjang tercatat munculnya secara besar jumlah persoalan sastra yang
erat kaitannya dengan perubahan zaman dan gejolak sosial politik yang secara teoritis dipercaya besar
pengaruhnya terhadap warna kehidupan sastra. Masalah itu biasanya terkait dengan teori periodisasi
atau pembabakan waktu sejarah sastra.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal ini merupakan fungsi
dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status bahasa tidak dapat ditinggalkan.
Sampai dengan abad XXI ini perkembangan ilmu dan teknologi menunjukkan bahwa bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional sangat berperan
sebagai sarana komunikasi. Dalam bidang akademik bahasa Indonesia telah menunjukkan
peranannya dalam berbagai disiplin ilmu melalui bentuk-bentuk tulisan ilmiah seperti makalah dan
skripsi.
Pada dasarnya interaksi dan macam kegiatan akademik tidak akan sempurna atau berjalan dengan
baik dan benar. Begitu pentingnya bahasa sebagai sebagai sarana komunikasi batasan atau
pengertian BAHASA adalah sarana komunikasi antar anggota masyarakat dalam menyampaikan ide
dan perasaan secara lisan atau tulis.
Konsepsi bahasa tersebut menunjukkan bahwa sistem lambang bunyi ujaran dan lambang tulisan
digunakan untuk berkomunikasi dalam masyarakat dan lingkungan akademik. Bahasa yang baik
dikembangkan oleh pemakainya berdasarkan kaidah-kaidahnya yang tertata dalam suatu sistem. Kaidah
bahasa dalam sistem tersebut mencakup beberapa hal berikut.
a. Sistem lambang yang bermakna dapat dipahami dengan baik oleh masyarakatnya.
c. Lambang sebagai huruf (fonemis) bersifat manasuka atau kesepakatan pemakainya (arbitrer).
d. Sistem lambang yang terbatas itu (A—Z: 26 huruf) mampu menghasilkan kata, bentukan kata,
frasa, klausa, dan kalimat yan tidak terbatas dan sangat produktif. Sistem lambang itu (fonemis) tidak
sama dengan sistem lambang
e. Bahasa lain seperti sistem lambang bahasa Jepang (Lambang hirakana atau silabis) Sistem lambang
bahasa itu dibentuk berdasarkan aturan yang bersifat universal sehingga dapat sana dengan
sistemlambang bahasa lain. Unsur dalam sistem lambang tersebut menunjukkan bahwa bahasa itu
bersifat unik, khas, dan dapat dipahami masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) arti kata sastra adalah sastra adalah jenis karangan karya
tulis yang unggul dalam segi originalitas, nilai artistic, dan keindahan isi dan pengungkapannya. Sastra
sendiri berasal dari kata kesusastraan atau susastra. Su artinya indah dan sastra artinya lukisan atau
karangan. Jadi bila digabungkan arti dari susastra adalah karangan yang indah. Kesusastraan ialah segala
jenis tulisan ataupun karangan yang memiliki nilai kebaikan dengan penulisan menggunakan bahasa
yang indah dan artisitik. Sastra didefinisikan oleh beberapa ahli, berikut adalah beberapa ahli yang
mendifinisikan sastra:
1. Menurut Semi, sastra ialah suatu karangan yang berasal dari aktivitas seni kreatif yang dikerjakan
manusia dengan menggunakan bahasa sebagai medianya.
2. Menurut Panuti Sujiman, mendefinisikan sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki ciri
berupa keindahan, artistic, dan keaslian pada bagian isinya.
4. Menurut Plato, menjelaskan bahwa sastra ialah hasil dari tiruan serta gambaran dari hal-hal yang
bersifat nyata. semua karya sastra harus berwujud teladan yang berasal dari alam semesta.
6. Menurut Robert Scholes, Sastra harus merupakan sebuah kata, dan tidak mungkin sebuah benda.
7. Menurut Wellek dan Warren (1989), sastra adalah sebuah karya seni yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
c. Bersifat otonom.
Sastra dapat memberikan kesenangan atau kenikmatan kepada pembacanya. Seringkali dengan
membaca sastra muncul ketegangan-ketegangan (suspense). Dalam ketegangan itulah diperoleh
kenikmatan estetis yang aktif. Adakalanya dengan membaca sastra kita terlibat secara total dengan apa
yang dikisahkan. Dalam keterlibatan itulah kemungkinan besar muncul kenikmatan estetis. Menurut
Luxemburg dkk (1989) sastra juga bermanfaat secara rohaniah. Dengan membaca sastra, kita
memperoleh wawasan yang dalam tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual dengan cara
yang khusus.
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sastra adalah hasil cipta manusia dengan
menggunakan media bahasa tertulis maupun lisan, bersifat imajinatif, disampaikan secara khas, dan
mengandung pesan yang bersifat relatif.
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok
Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah
Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia
merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan
kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945
karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa
Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu
yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di
Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu
ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo
berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang
Brahi berangka tahun 688 M (Jambi).
Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya
dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka
tahun 832M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942M yang juga menggunakan bahasa
Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran
agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan
sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang
digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain,
menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-
Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel,
1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen
adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam,
baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun
1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja
Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di
wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa
perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa
Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah
kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam
pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari
berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa
Eropa. Bahasa Melayu dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa
persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa
itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan
pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa
persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan
kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa
Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan
fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh
berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.
2. Sejarah Sastra Indonesia
Sejarah sastra adalah ilmu yang memperlihatkan perkembangan karya sastra dari waktu ke waktu.
Sejarah sastra bagian dari ilmu sastra yaitu ilmu yang mempelajari tentang sastra dengan berbagai
permasalahannya. Di dalamnya tercakup teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra, dimana ketiga hal
tersebut saling berkaitan.Selanjutnya (Todorov; 1985: 61) mengatakan bahwa tugas sejarah sastra
adalah:
b) Meneliti jenis karya sastra baik secara diakronis, maupun secara sinkronis.
c) Menentukan kaidah keragaman peralihan sastra dari satu masa ke masa berikutnya.
Ada beberapa pendapat tentang periodisasi sastra Indonesia, antara lain sebagi berikut :
Sastra Melayu Klasik tidak dapat digolongkan berdasarkan jangka waktu tertentu karena hasil karyanya
tidak memperlihatkan waktu. Semua karya berupa milik bersama. Karena itu, penggolongan biasanya
berdasarkan atas : bentuk, isi, dan pengaruh asing.
Kesusastraan rakyat/ Kesusastraan melayu asli, hidup ditengah-tengah masyarakat. Cerita itu diturunkan
dari orang tua kapada anaknya, dari nenek mamak kepada cucunya, dari pencerita kepada pendengar.
Penceritaan ii dikenal sebagai sastra lisan (oral literature). Kesusastraan yang tumbuh tidak terlepas dari
kebudayaan yang ada pada waktu itu. Pada masa Purba (sebelum kedatangan agama Hindu, Budha dan
Islam) kepercayan yang dianut masyarakat adalah animisme dan dinamisme. Karena itu, cerita mereka
berhubungan dengan kepercayaan kepada roh-roh halus dan kekuatan gaib yang dimilikinya. Misalnya :
Cerita asal-usul
Cerita binatang
Cerita Jenaka
Contoh :
Gegap gempita
membiasakan aku.
Pengaruh Hindu Budha di Nusantara sudah sejak lama. Menurut J.C. Leur (Yock Fang : 1991:50) yang
menyebarkan agama Hindu di Melayu adalah para Brahmana. Mereka diundang oleh raja untuk
meresmikan yang menjadi ksatria. Kemudian dengan munculnya agama Budha di India maka pengaruh
India terhadap bangsa Melayu semakin besar. Apalagi agama Budha tidak mengenal kasta, sehingga
mudah beradaptasi dengan masyarakat Melayu. Epos India dalam kesusastraan Melayu
Ramayana : cerita Ramayana sudah dikenal lama di Nusantara. Pada zaman pemerintahan Raja Daksa
(910-919) cerita rama diperlihatkan di relief-relief Candi Loro Jonggrang. Pada tahun 925 seorang
penyair telah menyalin cerita Rama ke dalam bentuk puisi Jawa yaitu Kakawin Ramayana. Lima ratus
tahun kemudian cerita Rama dipahat lagi sebagai relief Candi Penataran. Dalam bahasa melayu cerita
Rama dikenal dengan nama Hikayat Sri Rama yang terdiri atas 2 versi : 1) Roorda van Eysinga (1843) dan
W.G. Shelabear.
Mahabarata : Bukan hanya sekedar epos tetapi sudah menjadi kitab suci agama Hindu. Dalam sastra
melayu Mahabarata dikenal dengan nama Hikayat Pandawa. Dalam sastra jawa pengaruh Mahabarata
paling tampak dari cerita wayang.
Sastra zaman peralihan adalah sastra yang lahir dari pertemuan sastra yang berunsur Hindu dengan
sastra yang berunsur Islam di dalamnya. Contoh karya-karya sastra yang masuk dalam masa ini adalah ;
Hikayat Puspa raja, Hikayat Parung Punting, Hikayat Lang-lang Buana, dsb. Sastra pengaruh Islam adalah
karya sastra yang isinya tentang ajaran agama Islam yang harus dilakukan oleh penganut agama Islam.
Contoh karya : Hikayat Nur Muhammad, Hikayat Bulan Berbelah, Hikayat Iskandar Zulkarnaen dsb.
Perkembangan agama Islam yang pesat di Nusantara sebenarnya bertalian dengan perkembangan Islam
di dunia. Pada tahun 1198 M. Gujarat ditaklukkan oleh Islam. Melalui Perdagangan oleh bangsa Gujarat,
Islam berkembang jauh sampai ke wilayah Nusantara. Pada permulaan abad ke-13 Islam berkembang
pesat di Nusantara.
Pada abad ke-16 dan ke-17 kerajaan-kerajaan di Nusantara satu persatu menjadi wilayah jajahan
bangsa-bangsa Eropa yang pada mulanya datang ke Nusantara karena mau memiliki rempah-rempah.
Pada masa ini perkembangan antara kesusastraan Melayu Klasik dan kesusastraan Melayu Modern
peralihannya dilihat dari sudut isi dan bahasa yang digunakan oleh pengarangnya. Dua orang tokoh yang
dikenal dalam masa peralihan ini adalah Raja Ali Haji dari pulau Penyengat, Kepulauan Riau, dan
Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dari Malaka. Contoh karya Abdullah : Hikayat Abdullah, Syair Singapura
dimakan Api, ia juga menerjemahkan Injil ke dalam bahasa melayu. Contoh Gurindam Raja Ali Haji
Jika menggunakan analogi ¨Sastra ada setelah bahasa ada¨ maka kesusastraan Indonesia baru ada mulai
tahun 1928. Karena nama ¨bahasa Indonesia¨ secara politis baru ada setelah bahasa Melayu di
diikrarkan sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928 yang dikenal dengan Sumpah
Pemuda.
Namun menurut Ayip Rosidi dan A. Teeuw, Kesusastraan Indonesia Modern ditandai dengan rasa
kebangsaan pada karya sastra. Contohnya seperti : Moh. Yamin, Sanusi Pane, Muh. Hatta yang
mengumumkan sajak-sajak mereka pada majalah Yong Sumatera sebelum tahun 1928.
Bahasa, Bangsa
….
1922
Penamaan periode ini di dasarkan pada munculnya majalah ¨Pujangga Baru¨ yang dikelola oleh S.T.
Alisyahbana, Armin Pane dan Amir Hamzah.
Chairil Anwar pelopor angkatan 45, nama lain pada masa ini seperti Idrus, Mochtar Lubis dan Pramoedya
A T.
Dimasa ini ada Nugroho Notosusanto pengarang Hujan Kepagian, AA Navis pengarang Robohnya Surau
Kami, Trisnoyuwono pengarang laki-laki dan mesiu, penyair Toto Sudarto Bachtiar, WS Rendra (juga ada
yang menggolongkan ke angkatan 70)
3. Angkatan 66
Pada tanggal 6-9 Mei 1966 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia bersama dengan KAMI dan KAPPI
menyelenggarakan simposium berjudul : ¨Kebangkitan semangat 1966 : Menjelajah Tracee Baru Lekra
dan Neolekranisme¨. Dominasi kebudayaan oleh politik, tegas-tegas ditolak. Inilah mulai dinamakannya
angkatan 66. Dari kelompok ini, majalah bulanan baru, Horison, segera terbit sebagai suara sastranya.
4. Angkatan 70
Tahun 1970-1990 ada beberapa sastrawan yang terkenal misalnya : Sutardji Calzoum Bachri, Abdul Hadi
W.M., Putu Wijaya.
1. Fungsi bahasa Indonesia
Fungsi bahasa yang utama dan pertama sudah terlihat dalam konsepsi bahasa di atas, yaitu fungsi
komunikasi dalam bahasa berlaku bagi semua bahasa apapun dan dimanapun. Dalam berbagai
literatur bahasa, ahli bahasa (linguis) bersepakat dengan fungsi-fungsi bahasa berikut.
a. Fungsi ekspresi
Fungsi pertama ini, pernyataan ekspresi diri, menyatakan sesuatu yang akan disampaikan oleh
penulis atau pembicara sebagai eksistensi diri dengan maksud :
Menunjukkan keberanian (convidence) penyampaikan ide. Fungsi ekspresi diri itu saling terkait
dalam aktifitas dan interaktif keseharian individu, prosesnya berkembang dari masa anak-anak,
remaja, mahasiswa, dan dewasa.
b. Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi merupakan fungsi bahasa yang kedua setelah fungsi ekspresi diri. Maksudnya,
komunikasi tidak akan terwujud tanpa dimulai dengan ekspresi diri. Komunikasi merupakan akibat yang
lebih jauh dari ekspresi, yaitu komunikasi tidak akan sempurna jika ekspresi diri tidak diterima oleh
orang lain. Oleh karena itu,komunikasi tercapai dengan baik bila ekspresi berterima, dengan kata
lain, komunikasi berprasyarat pada ekspresi diri.
Fungsi peningkatan (integrasi) dan penyesuaian (adaptasi) diri dalam suatu lingkungan merupakan
kekhususan dalam bersosialisasi baik dalam lingkungan sendiri maupun dalam lingkungan baru.
Hal itu menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan sebagai sarana mampu menyatakan hidup bersama
dalam suatu ikatan (masyarakat).
Dengan demikian, bahasa itu merupakan suatu kekuatan yang berkorelasi dengan kekuatan orang
lain dalam integritas sosial. Korelasi melalui bahasa itu memanfaatkan aturan-aturan bahasa yang
disepakati sehingga manusia berhasil membaurkan diri dan menyesuaikan diri sebagai anggota
suatu masyarakat.
d. Fungsi kontrol sosial
Kontrol sosial sebagai fungsi bahasa bermaksud memengaruhi perilaku dan tindakan orang dalam
masyarakat, sehingga seseorang itu terlibat dalam komunikasi dan dapat saling memahami.Perilaku dan
tindakan itu berkembang ke arah positif dalam masyarakat. Hal positif itu terlihat melalui kontribusi
dan masukan yang positif. Bahkan, kritikan yang tajam dapat berterima dengan hati yang lapang jika
kata-kata dan sikap baik memberikan kesan yang tulus tanpa prasangka.
Dengan kontrol sosial, bahasa mempunyai relasi dengan proses sosial suatu masyarakat seperti
keahlian bicara, penerus tradisi atau kebudayaan, pengindentifikasi diri, dan penanam rasa
keterlibatan (sense of belonging) pada masyarakat bahasanya.
Manusia adalah makhluk sosial yang tak terlepas dari hubungan komunikasi dengan makhluk sosialnya.
Komunikasi yang berlangsung dapat menggunakan bahasa formal dan non formal.
Bahasa yang dapat dipakai untuk mengungkapkan perasaan melalui media seni, seperti syair, puisi,
prosa dll. Terkadang bahasa yang digunakan yang memiliki makna denotasi atau makna yang tersirat.
Dalam hal ini, diperlukan pemahaman yang mendalam agar bisa mengetahui makna yang ingin
disampaikan.
Dengan mempelajari bahasa kuno, akan dapat mengetahui peristiwa atau kejadian dimasa lampau.
Untuk mengantisipasi kejadian yang mungkin atau dapat terjadi kembali dimasa yang akan datang, atau
hanya sekedar memenuhi rasa keingintahuan tentang latar belakang dari suatu hal. Misalnya untuk
mengetahui asal dari suatu budaya yang dapat ditelusuri melalui naskah kuno atau penemuan prasasti-
prasasti.
d. Mengeksploitasi IPTEK.
Dengan jiwa dan sifat keingintahuan yang dimiliki manusia, serta akal dan pikiran yang sudah diberikan
Tuhan kepada manusia, maka manusia akan selalu mengembangkan berbagai hal untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia akan selalu didokumentasikan
supaya manusia lainnya juga dapat mempergunakannya dan melestarikannya demi kebaikan manusia
itu sendiri.
Dalam kehidupan masyarakat, sastra juga memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai berikut :
a. Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi penikmat atau
pembacanya
b. Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya karena nilai-nilai
kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
c. Fungsi estetis, yatiu sastra mampu memberikan keindahan penikmat/pembacanya karena sifat
keindahannya.
e. Fungsi religius, yaitu sastra pun menghadirkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang
dapat diteladani para penikmat/pembaca sastra.
D. Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum didalam :
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “ Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
2. Undang- Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan lambing Negara, serta Lagu
Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Kedudukan Bahasa Indonesia diidentifikasikan menjadi bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa
negara, dan bahasa standar. Keempat posisi bahasa Indonesia itu mempunyai fungsi masing-
masing seperti berikut:
a. Bahasa Persatuan
Bahasa persatuan adalah pemersatu suku bangsa, yaitu pemersatu suku, agama, rasa dan antar
golongan (SARA) bagi suku bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Fungsi pemersatu ini
(heterogenitas/kebhinekaan) sudah dicanangkan dalam Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928.
b. Bahasa Nasional
Bahasa Nasional adalah fungsi jati diri Bangsa Indonesia bila berkomunikasi pada dunia luar
Indonesia. Fungsi bahasa nasional ini dirinci atas bagian berikut:
c. Bahasa Negara
Bahasa negara adalah bahasa yang digunakan dalam administrasi negara untuk berbagai aktivitas
dengan rincian berikut:
1. Fungsi bahasa sebagai pengantar resmi belajar di sekolah dan perguruan tinggi,
2. Fungsi bahasa sebagai perencanaan dan pelaksanaan pembangunan bagai negara Indonesi
sebagai negara berkembang
3. Fungsi bahsa sebagai bahasa resmi berkebudayaan dan ilmu teknologi (ILTEK).
d. Bahasa Baku
Bahasa baku (bahasa standar) merupakan bahasa yang digunakan dalam pertemuan sangat resmi.
Fungsi bahasa baku itu berfungsi sebagai berikut:
Dengan keempat posisi itu, bahasa Indonesia sangat dikenal di mata dunia, khususnya tingkat regional
ASEAN, dengan mengedepankan posisi dan fungsi bahaasa Indonesia, eksistensi bahasa Indonesia
diperkuat dengan latar belakang sejarah yang runtut dan argumentatif.
Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur yang dimaksud adalah
unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari
dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti: tema, tokoh dan penokohan, alur dan
pengaluran, latar dan pelataran, dan pusat pengisahan. Sedangkan unsur ekstrisik ialah unsur yang
menyusun sebuah karya sastra dari luarnya, menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain.
1. Unsur Intrinsik
Tema adalah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah teman
yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol.
Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat
biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan. Makna
niatan adalah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna
muatan ialah makna yang termuat dalam karya sastra tersebut.
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun
biasanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil
peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat
(round character).
Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalnya baik saja atau buruk saja. Sejak
awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat ialah tokoh yang menunjukkan
berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada
tokoh ini. dari segi kejiwaan dikenal tokoh introvert dan ekstrovert.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-caranya menampilkan tokoh. Ada beberapa cara
menampilkan tokoh, yaitu 1). Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian
pengarang. Jadi, pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. 2). Cara dramatik ialah
cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan
komentar atau penilaian pelaku atau tokoh lain dalam suatu cerita.
Monolog ialah bentuk cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi.
Solilokui, ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi
satu kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian berikut:
e) Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan alur mulai terungkap.
d. Pengaluran
Teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibeakan menjadi alur erat
dan alur longgar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur
longgar adalah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kuantitasnya,
pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu
dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra.
Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan menjadi alur lurus dan alur tak lurus. Alur lurus adalah
alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah
alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak
balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campuran keduanya.
2. Unsur Ekstrinsik
Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom. Karya sastra ini selalu berhubungan secara
ekstrinsik dengan luar sastra. Dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan
lingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur
ekstrinsik adalah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan
pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan-bantuan ilmu kerabat seperti sosiologi,
psikologi, dan lain-lain.
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
sebuah karya sastra. Latar atau setting ini dibedakan menjadi latar material dan sosial. Latar
material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan dimana tokoh tersebut berada. Latar
sosial ialah lukisan tata krama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan perlataran ialah
teknik atau cara-cara menampilkan latar.
b. Pusat Pengisahan
Ialah sudut pandang suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita disini adalah pribadi yang
diciptakan pengarang untuk menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu
pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama pencerita
duduk dan terlihat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang
ketiga, pencerita tidak terlihat dalam cerita tersebut, ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang
yang serba tahu.