A. Rendahnya Implementasi Pancasila Masyarakat Indonesia di Media Sosial Pancasila adalah dasar negara dan ideologi yang menjadi landasan dalam pembangunan dan kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila mengandung lima sila atau prinsip dasar yang menjadi pijakan bangsa Indonesia. Pancasila menjadi acuan bagi pemerintah, pembangunan social, hukum, dan kehidupan masyarakat Indonesia secara umum. Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi yang pesat dan membawa perubahan besar pada masyarakat. Hampir setiap kalangan usia masyarakat di Indonesia merupakan pengguna media sosial. Media sosial dijadikan wadah hiburan dan sarana mengekspresikan eksistensi diri. Segala kemudahan, kebebasan, dan hiburan bisa diperoleh melalui media sosial. Maka tidak heran jika penduduk Indonesia sangat aktif dalam berinteraksi di media sosial. Namun sayangnya, kebebasan yang diperoleh di media sosial ini seringkali membuat lupa penggunanya bahwa penggunaan media sosial juga perlu kesadaran etika dan moral. Sebagai pandangan hidup bernegara sudah seharusnya masyarakat Indonesia mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari tidak terkecuali di media sosial. Penerapan nilai-nilai Pancasila harus dilaksakan dalam berbagai aktivitas termasuk bersosial media. Pancasila mengandung berbagai nilai moral dan etika seperti sopan santun, toleransi, dan kejujuran. Jika nilai-nilai tersebut tidak diterapkan saat bersosial media maka dampaknya tidak kalah besar dengan di dunia nyata. Sosial media sejatinya memberikan kebebasan bagi para penggunanya. Berakar dari kebebasan ini menumbuhkan perilaku- perilaku negative yang ditimbulkan secara sadar maupun tidak sadar oleh penggunanya. Sayangnya, seringkali kita melihat sikap netizen Indonesia yang tidak mencerminkan nilai- nilai pancasila. Implementasi Pancasila sepertinya tidak semudah itu diterapkan dalam dunia maya yang bebas dan luas. Hal tersebut bisa kita lihat melalui hasil survei yang dilakukan Microsoft pada Digital Civily Index (DCI) bulan April-Mei 2020 yang baru dipublikasikan pada Februari 2021. melalui survei tersebut, Microsoft melibatkan lebih dari 16 ribu responden dari 32 negara. Sebanyak 503 responden diantaranya berasal dari Indonesia. Masing-masing responden diberikan 21 resiko online dalam 4 kategori: perilaku, reputasi, seksual, dan pribadi. Survei ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana etika pengguna media sosial suatu negara. Survei ini dilakukan dengan pembagian beberapa indikator seperti penyebaran hoax/penipuan, ujaran kebencian, dan diskriminasi. Dalam hasil survei tersebut ditunjukkan bahwa Indonesia menduduki posisi paling buruk diantara negara Asia Tenggara lainnya, posisi 29 dari 32 negara. Tingkat kesopanan netizen Indonesia juga mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Penyebaran hoaks, penipuan, ujaran kebencian, serta diskriminasi merupakan bukti rendahnya implementasi Pancasila masyarakat Indonesia di dunia maya. Sikap sopan santun sebagai manusia yang beradab yang tertera pada sila kedua seharusnya dapat dicerminkan dalam setiap aspek kehidupan bernegara. Tidak sedikit netizen Indonesia yang melontarkan ujaran kebecian antar agama atau suku bahkan berkomentar dengan kalimat menyakitkan pada seseorang yang dikenal atau tidak kenal. Perilaku tersebut melunturkan rasa persatuan, tidak mencerminkan manusia yang beradab, dan mencoreng nama bangsa Indonesia. Permasalahan hoax dan penipuan di Indonesia bahkan semakin meningkat. Hoax merupakan berita palsu atau fakta yang telah direkayasa dengan tujuan sebagai lelucon hingga serius. Hoax dapat menggiring opini buruk masyarakat pada suatu hal tanpa mengetahui kebenarannya. Hoax yang banyak sekali tersebar di media sosial sebagai bentuk kurangnya implementasi nilai-nilai Panncasila masyarakat Indonesia sebagai pengguna sosial media. Misalnya, jika terdapat hoax yang berhubungan dengan suatu agama, maka dapat memunculkan kesalahpahaman bahkan kebencian pada agama tertentu. Tak hanya sampai disitu, dari survei tersebut Indonesia akhirnya dijuluki sebagai negara paling tidak sopan di Asia Tenggara. Tentu saja para netizen Indonesia juga mengetahui hal tersebut. Namun bukannya memperbaiki diri, netizen Indonesia membanjiri kolom komentar media sosial Instagram milik Microsoft dengan ujaran-ujaran kebencian. Bahkan Microsoft sampai mengambil Tindakan dengan mematikan kolom komentar. Hal ini semakin menunjukkan bahwa hasil survei tersebut terbukti kebenarannya. Ujaran ujaran kebencian yang tersebar tentu bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang memuat etika berkomunikasi dan bersosialisasi tidak terkecuali di dunia maya. Akibat perilaku netizen Indonesia tersebut, tidak sedikit warga asing yang mempertanyakan julukan Indonesia sebagai negara yang ramah. B. Pentingnya Implementasi Nilai-Nilai Pancasila di Media Sosial Nilai Pancasila merupakan sarana peningkatan kemanusiaan dalam berbagai aspek. Nilai-nilai Pancasila yang terkandung adalah hasil dari harkat dan martabat seseorang sebagai manusia yang berbudaya tidak terkecuali di media sosial. Dari berbagai peristiwa negatif yang semakin marak di kalangan pengguna media sosial merupakan kewajiban masyarakat Indonesia untuk mengembangkan norma-norma dan etika yang sesuai Pancasila dalam bersosial media. Seluruh warga Indonesia perlu menyadari, bahwa Pancasila bukan hanya dihafal, melainkan dijadikan sebagai pedoman kehidupan yang berkemanusiaan sebagai warga negara Indonesia. Penerapan nilai-nilai Pancaila dalam berinteraksi di sosial media wajib dilakukan agar persatuan bangsa dapat selalu terjaga. Dengan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila, penyebaran hoax, ujaran kebencian, dan diskriminasi di media soasial dapat diminimalisir. Seperti yang selama ini kita tahu bahwa fenomena tersebut dapat mengancam integrasi dan persatuan bangsa. Setiap orang bisa dengan mudah menyebarkan informasi, berkomentar terhadap suatu hal, dan mengungkapkan pendapatnya baik dalam hal yang postif maupun negatif, semuanya dapat tertuang begitu mudahnya di sosial media. Oleh karena itu, melaui implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pedoman kita sebagai generasi milenial akan berpikir baik-baik pada hal yang dituangkan dan dampak yang ditimbulkan di media sosial. Nilai-nilai Pancasila sebagai kearifan luhur secara alamiah dan bentuk warisan untuk generasi seterusnya. Etika dan moral adalah pusat dari nilai-nilai Pancasila yang memberikan ceriman kebijakan yang luhur. Pengamalan nilai-nilai Pancasila tidak hanya berpengaruh pada masyarakat Indonesia, tetapi juga negara-negara lain di dunia. Hal tersebut bisa terwujud karena media sosial merupakan ruang lingkup publik yang tidak terbatas sehingga siapapun, dimanapun, dan kapanpun dapat dengan mudah mengakses media sosial. Maka dari itu, kita sebagai generasi penerus bangsa harus bisa menunjukkan jati diri yang berbudi luhur sebagai bangsa yang berbudaya yakni ramah, santun, saling menghargai, dan memiliki tanggung jawab sebagai masyarakat yang beradab. Hal ini bisa diwujudkan dengan penerapan nilai-nilai Pancasila saat beraktivitas di media sosial sehingga pandangan negara-negara lain di dunia menjadi lebih positif terhadap bangsa Indonesia. Dengan begitu, pengamalan nilai-nilai Pancasila juga dapat mengharumkan nama bangsa Indonesia di mata dunia. UPAYA PEMECAHAN MASALAH A. Meningkatkan Implementasi Pancasila Masyarakat Indonesia di Media Sosial Kesadaran dalam pengamalan nilai-nilai pancasila saat berselancar di media sosial sangat dibutuhkan. Salah satu upaya yang diterapkan melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang sebenarnya telah didapatkan sejak sekolah dasar. Pendidikan ini bukan hanya untuk menanamkan pengetahuan pancasila, tetapi juga memberi penanaman kesadaran sehingga melahirkan karakter yang berpedoman pada pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Rasa nasionalisme yang tingga seharusnya dimiliki oleh generasi milenial di Indonesia sehingga dengan sukarela akan selalu menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupannya. Kesadaran seseorang akan pentingnya persatuan bangsa dapat menjaga persatuan dan perdamaian bangsanya, misalnya dengan tidak menyebarkan hoax, dan menjaga kesantunan dalam berkomentar. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 sebanyak 33,76% remaja usia 19-21 tahun telah menikah. Bahkan beberapa dari mereka telah memiliki anak. Penerapan pola asuh selanjutnya berarti akan bergaya milenial sesuai perkembangan teknologi. Tidak heran saat ini anak-anak sudah banyak yang mahir menggunakan ponsel dan memiliki sosial media. Kondisi ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi generasi bangsa untuk menanamkan nilai pancasila pada anaknya. Media sosial dapat menjadi wadah untuk mengedukasi nilai-nilai pancasila pada anak dan generasi seterusnya. Generasi milenial sangat akrab dengan canggihnya teknologi saat ini, sehingga menanamkan nilai-nilai pancasia sangat efektif dilakukan di media sosial misalnya dengan membuat video atau sebuah lagu. Selain itu, literasi digital juga perlu dibudayakan untuk memberantas hoax. Dengan beragam informasi, diperlukan adanya kecakapan khusus yang ditunjang dengan literasi digital. Dengan adanya kecakapan tersebut, individu akan memiliki kontrol lebih pada interpretasi pesan sehingga dapat menyeleksi informasi dengan baik. Tujuan memiliki kemampuan literasi digital untuk memberikan kontrol lebih dalam memaknai pesan yang berlalu-lalang di media sosial. Perbedaan tingkat literasi tentunya akan berdampak dalam perbedaan kontrol individu pada proses interpretasi informasi yang diterima. Individu dengan dengan literasi yang rendah akan mudah menerima pesan oleh media. Dengan struktur pengetahuan yang kecil, dangkal, dan kurang terorganisir, ia tidak akan sulit mengidentifikasi keakuratan informasi. Sebaliknya, individu dengan tingkat literasi yang tinggi, akan mengetahui bagaimana menyeleksi makna pesan dan memiliki kontrol lebih untuk memilih salah satu paling akurat dari beberapa sudut pandang. Di sisi lain pula, kebijakan pemerintah terhadap media sosial dapat mendorong partisipasi publik dalam implementasi pancasila. Berbagai permasalahan muncul sehingga perlu adanya kebijakan aparat pemerintahan Indonesia mengenai media sosial yaitu Undang-Undang Informasi dan transaksi elektronik. Keberadaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak bertujuan sebagai pembatasan hak. Sumber hak sendiri berdasar pada Hak Asasi Manusia (HAM), karena penggunaan teknologi harus menjaga dan memperkukuh persatuan bangsa Indonesia. Kesadaran hukum di masyarakat juga sangat penting dalam berlakunya suatu huku. Apabila kesadaran masyarakat tinggi dalam pelaksanaan ketentuan hukum maka hukum tersebut efektif berlakunya, tetapi jika hukum tersebut diabaikan oleh masyarakat maka hukum tersebut tidak efektif berlakunya.