Anda di halaman 1dari 55

NAMA : LISA MAWARNI

NIM : 21045010

MATAKULIAH : GEOGRAFI PARIWISATA

SESI : 202310450026

TUGAS 1

Carilah konsep pariwisata menurut beberapa ahli minimal

Pengertian Pariwisata Menurut Parah Ahli

No Nama Ahli Definisi


1. R.G Soekadijo Segala kegiatan dalam masyarakat yang
berhubungan dengan wisatawan
2. A.J Burkat dan S. Medik Perpindahan orang untuk sementara (dan)
dalam jangkauan waktu pendek ke
tujuan– tujuan di luar tempat mereka
biasa hidup dan bekerja, dan kegiatan-
kegiatan mereka selama di tempat tujuan
itu.
3. Prof. Hans Buchli Perpindahan tempat untuk sementara
waktu dan mereka yang melakukan
perjalanan tersebut memperoleh
pelayanan dari perusahaan-perusahaan
yang bergerak dalam industri pariwisata.
4. Dr. Hubert Gulden Suatu seni dari lalu lintas masyarakat, di
mana orang-orang berdiam di suatu
tempat asing untuk maksud tertentu,
tetapi keberadaannya tidak dimaksudkan
untuk tinggal menetap
5. Prof. Kurt Morgenroth Pariwisata dalam arti sempit adalah lalu
lintas orang-orang yang meninggalkan
tempat tinggalnya untuk sementara waktu
dan berpesiar di tempat lain, semata-mata
sebagai konsumen dari peradaban budaya
dan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan budayanya atau keinginan yang
beraneka ragam.
6. Dr. R. Gluckman Keseluruhan hubungan antar manusia
yang hanya berada sementara waktu
dalam suatu tempat dan berhubungan
dengan orang-orang yang tinggal di
tempat tersebut.
7. Pendit (1994) Pariwisata adalah kegiatan orang-orang
sementara dalam jangka waktu pendek,
ke tempat-tempat tujuan di luar tempat
tinggalnya dan tempat bekerjanya, serta
di luar kegiatan-kagiatan mereka, dan
selama di tempat tujuan mempunyai
berbagai maksud, termasuk kunjungan
wisata.
8. Pitana dan Gyatri (2005) Pariwisata adalah kegiatan perpindahan
orang untuk sementara waktu ke destinasi
di luar tempat tinggal dan tempat
bekerjanya dan melaksanakan kegiatan
selama di destinasi dan juga penyiapan-
penyiapan fasilitas untuk memenuhi
kebutuhan mereka.
9. UU Republik Indonesia No. 9 Th.1990 Pariwisata adalah segala sesuatu yang
Tentang Kepariwisataan berhubungan dengan kegiatan perjalanan
yang dilakukan secara sukarela dan
bersifat sementara untuk menikmati objek
dan daya tarik wisata, termasuk
pengusahaan objek dan daya tarik wisata,
serta usaha-usaha yang terkait di bidang
tersebut.
10. Sutrisno (2008) Pariwisata adalah istilah yang diberikan
apabila seseorang wisatawan melakukan
perjalanan itu sendiri, atau dengan kata
lain aktivitas dan kejadian yang terjadi
ketika seseorang pengunjung melakukan
perjalanan.
11. Soekadijo (2000) Pariwisata dapat dirumuskan sebagai
kegiatan dalam masyarakat yang
berhubungan dengan wisatawan.
12. Karyono (1997) Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
untuk mengatur, mengurus dan melayani
kebutuhan wisatawan.
13. Muljadi Menyebutkan bahwa pariwisata
merupakan aktivitas perubahan tempat
tinggal sementara dari seseorang, diluat
tempat tinggal sehari-hari dengan suatu.
14. Anonymous (1986) Pariwisata adalah kegiatan seseorang dari
tempat tinggalnya untuk berkunjung ke
tempat lain.
15. Margenroth dalam Yoeti (1996) Pariwisata adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang atau kelompok
orang yang melakukan perjalanan dari
suatu tempat ke tempat lain untuk tujuan
rekreasi, bisnis, atau kepentingan lainnya.
16. Krippendorf (1987) Pariwisata adalah kegiatan manusia yang
melibatkan perpindahan dari satu tempat
ke tempat lain, dengan tujuan untuk
mengalami perbedaan yang ada di tempat
yang dikunjungi
17. Murphy (1985) Pariwisata adalah kegiatan manusia yang
melibatkan perpindahan dari satu tempat
ke tempat lain, dengan tujuan untuk
mengalami perbedaan yang ada di tempat
yang dikunjungi.
18. Gunn (1988) Pariwisata adalah kegiatan manusia yang
melibatkan perpindahan dari satu tempat
ke tempat lain, dengan tujuan untuk
mengalami perbedaan yang ada di tempat
yang lain.
19. Menurut Menurut WTO (1999) Pariwisata adalah kegiatan manusia yang
melakukan perjalanan ke dan tinggal di
daerah tujuan di luar lingkungan
kesehariannya.
20. Mathieson dan Wall (1982) Pariwisata adalah serangkaian aktivitas
yang berupa aktivitas perpindahan orang
untuk sementara waktu ke suatu tujuan di
luar tempat tinggal maupun tempat
kerjanya, aktivitas yang dilakukannya
selama tinggal di tempat tujuan tersebut
dan kemudahan-kemudahan yang
disediakan untuk memenuhi
kebutuhannya baik selama dalam
perjalanan maupun di lokasi tujuannya.

21. Youti (1991) Pariwisata berasal dari dua kata, yaitu


"pari" dan "wisata". "Pari" dapat diartikan
sebagai banyak, berkali-kali,berputar-
putar atau lengkap. Sedangkan "wisata"
dapat diartikan sebagai perjalanan atau
bepergian yang dalam hal ini sinonim
dengan kata "travel" dalam bahasa
Inggris.
22. Kusdianto (1996) Pariwisata adalah suatu susunan
organisasi, baik pemerintah maupun
swasta yang terkait dalam
pengembangan, produksi dan pemasaran
produk suatu layanan yang memenuhi
kebutuhan dari orang yang
sedang bepergian.
23. Menurut Koen Meyers (2009) Pariwisata adalah aktivitas perjalanan
yang dilakukan oleh semntara waktu dari
tempat tinggal semula ke daerah tujuan
dengan alasan bukan untuk menetap atau
mencari nafkah melainkan hanya untuk
memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan
waktu senggang atau libur serta tujuan-
tujuan lainnya.

24. Menurut Franklin (2003) Tourism becomes absolutely everyting


associable with acts of tourist,or put into
it’s proper tantological form “tourism is
touri”.
25. Menurut Richardson and fluker (2004) Tourism comprises the activities or
persons,travelling to and staying in place
outside their usual environment for not
more than one consecutive year for
leisure,bussines and other purpose
26. Menurut Suyitno (2001) Bersifat sementara, bahwa dalam jangka
waktu pendek pelaku wisata akan kembali
ke tempat asalnya.
Melibatkan beberapa komponen wisata,
misalnya sarana transportasi, akomodasi,
restoran, obyek wisata, souvenir dan lain-
lain.
Memiliki tujuan tertentu yang intinya
untuk mendapatkan kesenanga.
Tidak untuk mencari nafkah di tempat
tujuan, bahkan keberadaannya dapat
memberikan kontribusi pendapatan bagi
masyarakat atau daerah yang dikunjungi,
karena uang yang di belanjakannya
dibawa dari tempat asal.

Sumber Bacan
Pitanatri, P. D. S. (2020). Sejarah perkembangan pariwisata dan definisi pariwisata.

https://www.bola.com/ragam/read/5081289/pengertian-pariwisata-menurut-para-ahli-pahami-
tujuan-dan-manfaatnya

https://www.dosenpendidikan.co.id/pengertian-pariwisata-menurut-para-ahli/

https://www.merdeka.com/jabar/mengenal-pengertian-pariwisata-menurut-para-ahli-berikut-
penjelasannya-kln.html

https://www.hestanto.web.id/konsep-pariwisata-menurut-para-ahli/

https://dprd.talaudkab.go.id/baca-berita-180-konsep-pengembangan-pariwisata.html

https://www.seputarpengetahuan.co.id/2021/12/pengertian-pariwisata.html
ANOTASI
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Kompilasi
dengan Undang-Undang Perubahan, Peraturan Pelaksana, dan Putusan
Mahkamah Konstitusi

Hak Cipta Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang

Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI

All rights reserved

PENGARAH

Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum.

PENANGGUNG JAWAB

Dra. Tanti Sumartini, M.Si.

KOORDINATOR:

Hariyanto, S.H

TIM PENYUSUN

Trisuharto Clinton, S.H.

Rum Irbah Tsabita, S.H.

“We Believe Accurate Research Can Support Parliament’s Scrutiny Function”

|i
SAMBUTAN KEPALA
BADAN KEAHLIAN DPR RI

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang


Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya sehingga buku "Anotasi
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, Kompilasi dengan Undang-Undang
Perubahan, Peraturan Pelaksana, dan Putusan Mahkamah
Konstitusi” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Badan Keahlian DPR RI merupakan sistem pendukung
(supporting system) dalam pelaksanaan fungsi DPR RI,
sebagaimana diatur dalam Pasal 413 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019. Dukungan keahlian
diberikan oleh Badan Keahlian meliputi pelaksanaan tiga fungsi DPR RI, yakni fungsi
legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Dukungan tersebut dilaksanakan oleh
lima Pusat sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Tata Tertib. Dalam rangka mendukung fungsi pengawasan DPR RI khususnya dalam
pengawasan pelaksanaan undang-undang dan pemantauan dan peninjauan undang-
undang, Badan Keahlian melalui Pusat Pemantauan Pelaksanan Undang-Undang telah
menyusun anotasi perubahan pasal/ayat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan yang mengalami perubahan norma melalui pengundangan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berikut informasi terkait
sudah dilaksanakan atau belum amanat pembentukan peraturan pelaksananya oleh
Pemerintah.
Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pembacanya,
khususnya bagi Anggota DPR RI dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Akhir kata,
kami sampaikan terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya.

Kepala Badan Keahlian


Sekretariat Jenderal DPR RI,

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | ii


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
KATA PENGANTAR

DPR RI memiliki 3 (tiga) fungsi utama sebagaimana amanat


Pasal 20A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yaitu fungsi legislasi,
fungsi anggaran dan fungsi pengawasan sebagai representasi
rakyat dan juga untuk mendukung upaya Pemerintah dalam
melaksanakan politik luar negeri. Salah satu fungsi pengawasan
yang dilakukan DPR RI adalah melakukan pemantauan dan
peninjauan terhadap undang-undang.
Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang di Badan
Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI memberikan dukungan
keahlian kepada DPR RI dalam menjalankan fungsi pengawasan tersebut dengan
memantau dan menginventarisir peraturan-peraturan pelaksana yang diamanatkan,
baik yang sudah diterbitkan maupun yang belum diterbitkan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (UU
Kepariwisataan) menjadi landasan hukum atas kebebasan melakukan perjalanan dan
memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata yang merupakan bagian dari hak
asasi manusia. Selain itu, kepariwisataan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu,
berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan
terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu
lingkungan hidup, serta kepentingan nasional. Oleh karena itu kepariwisataan
diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh
manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global.
Dokumen ini merupakan kompilasi dari UU Kepariwisataan beserta undang-
undang perubahannya yang terdiri dari pembukaan undang-undang, batang tubuh
undang-undang, daftar peraturan pelaksana undang-undang, dan lampiran penjelasan
undang-undang.
Harapan kami dengan adanya dokumen ini dapat memberikan masukan untuk
pembahasan dalam Program Legislasi Nasional kepada anggota DPR RI pada khususnya,
serta dapat memberikan informasi hukum kepada masyarakat pada umumnya.

Kepala Pusat
Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang,

Dra. Tanti Sumartini, M.Si.


NIP.196310011988032001

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | iii


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
DAFTAR ISI

SAMBUTAN KEPALA BADAN KEAHLIAN DPR RI ............................................................................... ii

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................................iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................................ iv

DAFTAR PERATURAN PELAKSANA ......................................................................................................... 1

BAB I KETENTUAN UMUM .......................................................................................................................... 2

BAB II ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN ........................................................................................................ 3

BAB III PRINSIP PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN .......................................................... 4

BAB IV PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN ...................................................................................... 4

BAB V KAWASAN STRATEGIS .................................................................................................................... 6

BAB VI USAHA PARIWISATA ...................................................................................................................... 7

BAB VII HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN ....................................................................................... 8

BAB VIII KEWENANGAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH .................................. 11

BAB IX KOORDINASI ................................................................................................................................... 14

BAB X BADAN PROMOSI PARIWISATA ............................................................................................... 15

BAB XI GABUNGAN INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA............................................................ 19

BAB XII PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA, STANDARISASI, SERTIFIKASI, DAN


TENAGA KERJA ............................................................................................................................. 20

BAB XIII PENDANAAN ................................................................................................................................ 22

BAB XIV SANKSI ADMINISTRATIF ......................................................................................................... 22

BAB XV KETENTUAN PIDANA ................................................................................................................. 23

BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN ....................................................................................................... 23

BAB XVII KETENTUAN PENUTUP .......................................................................................................... 24

PENJELASAN ................................................................................................................................................... 26

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | iv


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
DAFTAR PERATURAN PELAKSANA
PENDAHULUAN
Pasca Putusan Mahkmah Kostitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November
2021 (Putusan MK 91/2020), Pembuat Undang-Undang (ddressat DPR RI dan
Pemerintah) diamanatkan untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dalam waktu 2 tahun
sejak putusan tersebut diucapkan. Adapun amar Putusan MK 91/2020, sebagai berikut:
“Dalam Provisi:
1. Menyatakan Permohonan Provisi Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat
diterima;
2. Menolak Permohonan Provisi Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan
Pemohon VI.
Dalam Pokok Permohonan:
1. Menyatakan permohonn Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima;
2. Mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI
untuk sebagian;
3. Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai
“tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini
diucapkan”;
4. Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) masih tetap berlaku sampai
dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu
sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;
5. Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan
apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573) menjadi inkonstitusional secara permanen;
6. Menyatakan apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-
undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) maka
undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah
dicabut atau diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) dinyatakan berlaku kembali;
7. Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat
strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan
pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

|1
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
8. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya;
9. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.”
Selanjutnya, apabila dalam jangka waktu yang dimantkan oleh putusan tersebut amar
putusan tidak dilakukan oleh Pembuat undang-undang maka undang-undang atau pasal
undang-undang yang dicabut oleh UU Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali, Selain itu
setelah putusan MK 91/2020 diucapkan, peraturan pelaksanaan baru terkait UU Cipta
Kerja tidak dibenarkan untuk diterbitkan.
Putusan MK 91/2020 tidak membatalkan UU Cipta Kerja sehingga peraturan
pelaksanaan baru yang telah terbit sebelum putusan tersebut diucapkan masih berlaku.
Pasca Putusan MK 91/2020 tersebut, dikarenakan tidak dibenarkan peraturan
pelaksanaan baru UU Cipta Kerja di terbitkan, sehingga peraturan pelaksanaan undang-
undang asal yang telah ada dan belum dicabut masih berlaku juga. Berdasarkan latar
belakang tersebut untuk memudahkan penelusuran data peraturan pelaksanaan
undang-undang khususnya bidang Kepariwisataan dibuatlah anotasi ini. diharapkan
anotasi ini dapat menyediakan data peraturan pelaksanaan Undang-Undang
Kepariwisataan secara komprehensif, baik peraturan pelaksanaan baru UU Cipta Kerja
yang telah terbit sebelum Putusan MK 91/2020 dan Peraturan Pelaksanaan undang-
undang asal yang masih berlaku akibat Putusan MK 91/2020 sebagai berikut.

No. Pasal Peraturan Pelaksana Catatan


1. Pasal 9 ayat (1) PP No. 50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional Tahun
2010-2025
2. Pasal 9 ayat (2) Perda Prov No. 1 Tahun 2012 tentang
Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2012-2025
3. Pasal 9 ayat (3) Perda Kab/Kota No. 11 Tahun 2015
tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah Tahun 2015-
2025
4. Pasal 14 ayat (2) Belum ditetapkan
5. Pasal 15 ayat (2) PP 5 Tahun 2021 tentang Sebelum diubah melalui cipta
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha kerja ketentuan ini diatur
Berbasis Resiko melalui Permen No. Peraturan
Menteri Pariwisata Nomor 18
Tahun 2016 tentang
Pendaftaran Usaha Pariwisata.
Substansi Pasal 15 ayat (2)
ditindak lanjuti melalui Pasal
142 ayat (4) PP 5/2021 dengan
Permen Parekraf No 4 Tahun
2021 tentang Standar Kegiatan
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG |2
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Usaha Pada Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko Sektor Pariwisata.
6. Pasal 23 ayat (2) PP No. 63 Tahun 2014 tentang
Pengawasan dan Pengendalian
Kepariwisataan
7. Pasal 26 ayat (2) PP No. 5 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Resiko.
8. Pasal 31 ayat (4) PP No. 50 Tahun 2016 tentang
Pemberian Penghargaan
Kepariwisataan
9. Pasal 35 ayat - PP No. 64 Tahun 2014 tentang
Koordinasi Starategis Lintas Sektor
Penyelenggaraan Kepariwisataan
sebagaimana telah diubah terakhir
dengan PP No. 14 Tahun 2018
tentang Perubahan Kedua atas PP No
64 Tahun 2014
10. Pasal 36 ayat (3) Keputusan Presiden No. 22 Tahun
2011 tentang Badan Promosi
Pariwisata Indonesia
11. Pasal 38 ayat (4) Permen Pariwisata No. 2 Tahun 2016
tentang Tata Kerja, Persyaratan, Serta
Tata Cara Pengangkatan dan
Pemberhentian Unsur Penentu
Kebijakan Badan Promosi Pariwisata
Indonesia
12. Pasal 40 ayat (4) Peraturan Badan Promosi Pariwisata
Indonesia Belum di tetapkan
13. Pasal 45 ayat (4) Peraturan Bupati No. 59 Tahun 2016
tentang Promosi Pariwisata
Kabupaten Sidoarjo
14. Pasal 47 ayat (4) Peraturan Badan Promosi Pariwisata
Indonesia Belum di tetapkan
15. Pasal 54 ayat (3) PP No. 5 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Resiko.
16. Pasal 55 ayat - PP No. 52 Tahun 2012 tentang
Sertifikasi Kompetensi Dan Sertifikasi
Usaha Di Bidang Pariwisata
17. Pasal 60 Belum diterbitkan

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG |3


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2009
TENTANG
KEPARIWISATAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa,
serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni, dan budaya yang dimiliki
bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan
kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik;

b. bahwa kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam


wujud berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia;

c. bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional


yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan
bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai
agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan
hidup, serta kepentingan nasional;

d. bahwa pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan


kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi
tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global;

e. bahwa Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan tidak


sesuai lagi dengan tuntutan dan perkembangan kepariwisataan sehingga perlu
diganti;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf


b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang
Kepariwisataan.

Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


1945.
Dengan persetujuan bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEPARIWISATAAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang -Undang ini yang dimaksud dengan:


1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan
pribadi,atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka
waktu sementara.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan
bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan
setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat,
sesame wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan
bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan
setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat,
sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
5. Daya Tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan
nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan
manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
6. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah
kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di
dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata,
aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan.
7. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi
pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
8. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan
kegiatan usaha pariwisata.

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG |2


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
9. Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam
rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan
dalam penyelenggaraan pariwisata.
10. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama
pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai
pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial
dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta
pertahanan dan keamanan.
11. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk
mengembangkan profesionalitas kerja.
12. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata
untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan
pengelolaan kepariwisataan.
13. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
14. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
15. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kepariwisataan.

BAB II
ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN

Pasal 2
Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas:
a. manfaat;
b. kekeluargaan;
c. adil dan merata;
d. keseimbangan;
e. kemandirian;
f. kelestarian;
g. partisipatif;
h. berkelanjutan;
i. demokratis;
j. kesetaraan; dan
k. kesatuan.

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG |3


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Pasal 3
Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap
wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara
untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Pasal 4
Kepariwisataan bertujuan untuk:
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c. menghapuskan kemiskinan;
d. mengatasi pengangguran;
e. melestarika alam, lingkungan, dan sumber daya;
f. memajukan kebudayaan;
g. mengangkat citra bangsa;
h. memupuk rasa cinta tanah air;
i. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
j. mempererat persahabatan antarbangsa.

BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN

Pasal 5
Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip:
a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari
konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha
Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia
dan lingkungan;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan
proporsionalitas;
d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
e. memberdayakan masyarakat setempat;
f. menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang
merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta
keterpaduan antarpemangku kepentingan;
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam
bidang pariwisata; dan
h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB IV
PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG |4


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Pasal 6
Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagimana dimaksud
dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan
kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan
budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.
Pasal 7
Pembangunan kepariwisataan meliputi:
a. industri pariwisata;
b. destinasi pariwisata;
c. pemasaran; dan
d. kelembagaan kepariwisataan.

Pasal 8
(1) Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk
pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan
kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi,
dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota.
(2) Pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang nasional.

Pasal 9
(1) Rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.1
(2) Rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah provinsi.2
(3) Rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah
kabupaten/kota.3
(4) Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan.
(5) Rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) meliputi perencanaan pembangunan industri pariwisata, destinasi pariwisata,

1 PP No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-
2025.
2 Perda Provinsi No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah

Istimewa Yogyakarta Tahun 2012-2025.


3 Perada Kabupaten/Kota No. 11 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

Daerah Tahun 2015-2025.


PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG |5
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
pemasaran, dan kelembagaan kepariwisataan.

Pasal 10
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing di bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana induk
pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

Pasal 11
Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan
penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan
kepariwisataan

BAB V
KAWASAN STRATEGIS

Pasal 12
(1) Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan memperhatikan aspek:
a. sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik
pariwisata;
b. potensi pasar;
c. lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan
wilayah;
d. perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam
menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;
e. lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan
pemanfaatan aset budaya;
f. kesiapan dan dukungan masyarakat; dan
g. kekhususan dari wilayah.
(2) Kawasan strategis pariwisata dikembangkan untuk berpartisipasi dalam
terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(3) Kawasan strategis pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan
agama masyarakat setempat.

Pasal 13
(1) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan
ayat (2) terdiri atas kawasan strategis pariwisata nasional, kawasan strategis
pariwisata provinsi, dan kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota.
(2) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
bagian integral dari rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang
wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG |6
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
(3) Kawasan strategis pariwisata nasional ditetapkan oleh Pemerintah, kawasan
strategis pariwisata provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Daerah provinsi, dan
kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah kabupaten/kota.
(4) Kawasan pariwisata khusus ditetapkan dengan Undang-Undang.

BAB VI
USAHA PARIWISATA

Pasal 14

UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja


Pasal 14 Pasal 14
(1) Usaha pariwisata meliputi, antara lain: (1) Usaha pariwisata meliputi, antara lain:
a. daya tarik wisata; a. daya tarik wisata;
b. kawasan pariwisata; b. kawasan pariwisata;
c. jasa transportasi wisata; c. jasa transportasi wisata;
d. jasa perjalanan wisata; d. jasa perjalanan wisata;
e. jasa makanan dan minuman; e. jasa makanan dan minuman;
f. penyediaan akomodasi; f. penyediaan akomodasi;
g. penyelenggaraan kegiatan hiburan g. penyelenggaraan kegiatan hiburan
dan rekreasi; dan rekreasi;
h. penyelenggaraan pertemuan, h. penyelenggaraan pertemuan,
perjalanan insentif, konferensi, dan perjalanan insentif, konferensi, dan
pameran; pameran;
i. jasa informasi pariwisata; i. jasa informasi pariwisata;
j. jasa konsultan pariwisata; j. jasa konsultan pariwisata;
k. jasa pramuwisata; k. jasa pramuwisata;
l. wisata tirta; dan l. wisata tirta; dan
m. spa. m. spa.
(2) Usaha pariwisata selain sebagaimana (2) Usaha pariwisata selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Peraturan Menteri.4

Pasal 15

UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja


Pasal 15 Pasal 15
(1) Untuk dapat menyelenggarakan usaha (1) Untuk dapat menyelenggarakan usaha
pariwisata sebagaimana dimaksud pariwisata sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14, pengusaha pariwisata dalam Pasal 14, pengusaha pariwisata
wajib mendaftarkan usahanya terlebih wajib memenuhi Perizinan Berusaha
dahulu kepada Pemerintah atau dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Pemerintah Daerah. Daerah sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan norma, standar, prosedur,
dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai

4 PP No 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko


PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG |7
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
cara pendaftaran sebagaimana Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.
Catatan:
• Sebelum diubah melalui UU Cipta Kerja amanat Pasal 15 ayat (2) diatur melalui
Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Usaha
Pariwisata.
• Setelah diubah melalui UU Cipta Kerja Pasal 15 ayat (2) mengamanatkan PP No 5
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko.

Pasal 16

UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja


Pasal 16 Pasal 16
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat Dihapus.
menunda atau meninjau kembali
pendaftaran usaha pariwisata apabila tidak
sesuai dengan ketentuan tata cara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

Pasal 17
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara:
a. membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi;
b. memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menegah, dan koperasi
dengan usaha skala besar.

BAB VII
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN

Bagian Kesatu
Hak
Pasal 18
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengatur dan mengelola urusan
kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19
(1) Setiap orang berhak:
a. memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata;
b. melakukan usaha pariwisata;
c. menjadi pekerja/ buruh wisata; dan/atau
d. berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan.
(1) Setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG |8


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
mempunyai hak prioritas:
a. menjadi pekerja/buruh;
b. konsinyasi; dan/atau
c. pengelolaan.
Pasal 20
Setiap wisatawan berhak memperleh:
a. informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata;
b. pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar;
c. perlindungan hukum dan keamanan;
d. pelayanan kesehatan;
e. perlindungan hak pribadi; dan
f. perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi.

Pasal 21
Wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak, dan lanjut usia berhak
mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan kebutuhannya.

Pasal 22
Setiap pengusaha pariwisata berhak:
a. mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang
kepariwisataan;
b. membentuk dan menjadi anggota asosiasi kepariwisataan;
c. mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha; dan
d. mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 23
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban:
a. mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang
kepariwisataan;
b. membentuk dan menjadi anggota asosiasi kepariwisataan;
c. mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha; dan
d. mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan pengendalian kepariwisataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG |9


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Presiden.5

Pasal 24
Setiap orang berkewajiban:
a. menjaga dan melestarikan daya tarik wisata; dan
b. membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berprilaku santun, dan
menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.

Pasal 25
Setiap wisatawan berkewajiban:
a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat setempat;
b. memelihara dan melestarikan lingkungan;
c. turut serta menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan; dan
d. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan
kegiatan yang melanggar hukum.

Pasal 26
UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja
Pasal 26 Pasal 26
(1) Setiap pengusaha pariwisata (1) Setiap pengusaha pariwisata wajib:
berkewajiban: a. menjaga dan menghormati norma
a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan
agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
masyarakat setempat; b. memberikan informasi yang akurat
b. memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab;
dan bertanggung jawab; c. memberikan pelayanan yang tidak
c. memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif;
diskriminatif; d. memberikan kenyamanan,
d. memberikan kenyamanan, keramahan, pelindungan keamanan,
keramahan, perlindungan dan keselamatan wisatawan;
keamanan, dan keselamatan e. memberikan pelindungan asuransi
wisatawan; pada usaha pariwisata dengan
e. memberikan perlindungan asuransi kegiatan yang berisiko tinggi;
pada usaha pariwisata dengan f. mengembangkan kemitraan dengan
kegiatan yang berisiko tinggi; usaha mikro, kecil, dan koperasi
f. mengembangkan kemitraan dengan setempat yang saling memerlukan,
usaha mikro, kecil, dan koperasi memperkuat, dan menguntungkan;
setempat yang saling memerlukan, g. mengutamakan penggunaan produk
memperkuat, dan menguntungkan; masyarakat setempat, produk dalam
g. mengutamakan penggunaan produk negeri, dan memberikan kesempatan
masyarakat setempat, produk dalam kepada tenaga kerja lokal;
negeri, dan memberikan kesempatan h. meningkatkan kompetensi tenaga
kepada tenaga kerja lokal; kerja melalui pelatihan dan

5 PP No. 63 Tahun 2014 tentang Pengawasan dan Pengendalian Kepariwisataan.


PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 10
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
h. meningkatkan kompetensi tenaga pendidikan;
kerja melalui pelatihan dan i. berperan aktif dalam upaya
pendidikan; pengembangan prasarana dan
i. berperan aktif dalam upaya program pemberdayaan
pengembangan prasarana dan masyarakat;
program pemberdayaan j. turut serta mencegah segala bentuk
masyarakat; perbuatan yang melanggar
j. turut serta mencegah segala bentuk kesusilaan dan kegiatan yang
perbuatan yang melanggar melanggar hukum di lingkungan
kesusilaan dan kegiatan yang tempat usahanya;
melanggar hukum di lingkungan k. memelihara lingkungan yang sehat,
tempat usahanya; bersih, dan asri;
k. memelihara lingkungan yang sehat, l. memelihara kelestarian lingkungan
bersih, dan asri; alam dan budaya;
l. memelihara kelestarian lingkungan m. menjaga citra negara dan bangsa
alam dan budaya; Indonesia melalui kegiatan usaha
m. menjaga citra negara dan bangsa kepariwisataan secara bertanggung
Indonesia melalui kegiatan usaha jawab; dan
kepariwisataan secara bertanggung n. memenuhi Perizinan Berusaha dari
jawab; dan Pemerintah Pusat.
n. menerapkan standar usaha dan
standar kompetensi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf n diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 27
(1) setiap orang dilarang merusak Sebagian atau seluruh fisik daya Tarik wisata.
(2) Merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
melakukan perbuatan mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan
spesies tertentu, mencemarkan lingkungan, memindahkan, mengambil,
menghancuerkan, atau memusnahkan daya tarik wisata sehingga berakibat
berkurang atau hilanghnya keunikan, keindahan, dan nilai autentik suatu daya
tarik wisata yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

BAB VIII
KEWENANGAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH

Pasal 28
Pemerintah berwenang:
a. menyusun dan menetakan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional;

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 11


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
b. mengoordinasikan pembangunan kepariwisataan lintas sector dan lintas provinsi;
c. menyelenggarakan Kerjasama internasional di bidang kepariwisataan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undang;
d. menetapkan daya tarik wsata nasional;
e. menetapkan destinasi pariwisata nasional;
f. menetapkan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria, dan sistem pengawasan
dalam penyelenggaraan kepariwisataan;
g. mengembangkan kebijakan pengembangan sumber daya manusia di bidang
kepariwisataan;
h. memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya
tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali;
i. melakukan dan memfasilitasi promosi pariwisata nasional;
j. memberikan kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan;
k. memberikan informasi dan/atau peringatan dini yang berhubungan dengan
keamanan dan keselamatan wisatawan;
l. meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki
masyarakat;
m. mengawasi, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan kepariwisataan; dan
n. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.

Pasal 29

UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja


Pasal 29 Pasal 29
Pemerintah provinsi berwenang: (1) Pemerintah provinsi berwenang:
a. menyusun dan menetapkan rencana a. menyusun dan menetapkan rencana
induk pembangunan kepariwisataan induk pembangunan kepariwisataan
provinsi; provinsi;
b. mengoordinasikan penyelenggaraan b. mengoordinasikan penyelenggaraan
kepariwisataan di wilayahnya; kepariwisataan di wilayahnya;
c. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, c. menerbitkan Perizinan Berusaha;
dan pendataan pendaftaran usaha d. menetapkan destinasi pariwisata
pariwisata; provinsi;
d. menetapkan destinasi pariwisata e. menetapkan daya tarik wisata
provinsi; provinsi;
e. menetapkan daya tarik wisata provinsi; f. memfasilitasi promosi destinasi
f. memfasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata
pariwisata dan produk pariwisata yang yang berada di wilayahnya;
berada di wilayahnya; g. memelihara aset provinsi yang
g. memelihara aset provinsi yang menjadi menjadi daya tarik wisata provinsi;
daya tarik wisata provinsi; dan dan
h. mengalokasikan anggaran h. mengalokasikan anggaran
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 12
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
kepariwisataan. kepariwisataan.
(2) Penerbitan Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dilakukan sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Pasal 30

UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja


Pasal 30 Pasal 30
Pemerintah kabupaten/kota berwenang: (1) Pemerintah kabupaten/kota berwenang:
a. menyusun dan menetapkan rencana a. menyusun dan menetapkan rencana
induk pembangunan kepariwisataan induk pembangunan kepariwisataan
kabupaten/kota; kabupaten/ kota;
b. menetapkan destinasi pariwisata b. menetapkan destinasi pariwisata
kabupaten/kota; kabupaten/kota;
c. menetapkan daya tarik wisata c. menetapkan daya tarik wisata
kabupaten/kota; kabupaten/kota;
d. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, d. menerbitkan Perizinan Berusaha;
dan pendataan pendaftaran usaha e. mengatur penyelenggaraan dan
pariwisata; pengelolaan kepariwisataan di
e. mengatur penyelenggaraan dan wilayahnya;
pengelolaan kepariwisataan di f. memfasilitasi dan melakukan
wilayahnya; promosi destinasi pariwisata dan
f. memfasilitasi dan melakukan promosi produk pariwisata yang berada di
destinasi pariwisata dan produk wilayahnya;
pariwisata yang berada di wilayahnya; g. memfasilitasi pengembangan daya
g. memfasilitasi pengembangan daya tarik tarik wisata baru;
wisata baru; h. menyelenggarakan pelatihan dan
h. menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan dalam
penelitian kepariwisataan dalam lingkup lingkup kabupaten I kota;
kabupaten/kota; i. memelihara dan melestarikan daya
i. memelihara dan melestarikan daya tarik tarik wisata yang berada di
wisata yang berada di wilayahnya; wilayahnya;
j. menyelenggarakan bimbingan j. menyelenggarakan bimbingan
masyarakat sadar wisata; dan masyarakat sadar wisata; dan
k. mengalokasikan anggaran k. mengalokasikan anggaran
kepariwisataan. kepariwisataan.
(2) Penerbitan Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d dilakukan sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Pasal 31
(1) Setiap perseorangan, organisasi pariwisata, lembaga pemerintah, serta badan
usaha yang berprestasi luar biasa atau berjasa besar dalam partisipasinya
meningkatkan pembangunan, kepeloporan, dan pengabdian di bidang
kepariwisataan yang dapat dibuktikan dengan fakta yang konkret diberi

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 13


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
penghargaan.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah
atau lembaga lain yang tepercaya.
(3) Penghargaan dapat berbentuk pemberian piagam, uang, atau bentuk penghargaan
lain yang bermanfaat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan, bentuk penghargaan,
dan pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.6

Pasal 32
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan dan penyebarluasan
informasi kepada masyarakat untuk kepentingan pengembangan kepariwisataan.
(2) Dalam menyediakan dan menyebarluaskan informasi, Pemerintah
mengembangkan sistem informasi kepariwisataan nasional.
(3) Pemerintah Daerah dapat mengembangkan dan mengelola sistem informasi
kepariwisataan sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerah

BAB IX
KOORDINASI

Pasal 33
(1) Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan kepariwisataan Pemerintah
melakukan koordinasi strategis lintas sektor pada tataran kebijakan, program, dan
kegiatan kepariwisataan.
(2) Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bidang pelayanan kepabeanan, keimigrasian, dan karantina;
b. bidang keamanan dan ketertiban;
c. bidang prasarana umum yang mencakupi jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi,
dan kesehatan lingkungan;
d. bidang transportasi darat, laut, dan udara; dan
e. bidang promosi pariwisata dan kerja sama luar negeri.

Pasal 34
Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1)
dipimpin oleh Presiden atau Wakil Presiden.

6 PP No. 50 Tahun 2016 tentang Pemberian Penghargaan Kepariwisataan.


PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 14
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, mekanisme, dan hubungan koordinasi
strategis lintas sector sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 diatur
dengan Peraturan Presiden.7

BAB X
BADAN PROMOSI PARIWISATA

Bagian Kesatu
Badan Promosi Pariwisata Indonesia
Pasal 36
(1) Pemerintah memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia
yang berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri.
(3) Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.8

Pasal 37
Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Indonesia terdiri atas 2 (dua) unsur,
yaitu unsur penentu kebijakan dan unsur pelaksana.

Pasal 38
(1) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 berjumlah 9 (sembilan) orang anggota terdiri atas:
a. wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang;
b. wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang;
c. wakil asosiasi penerbangan 1 (satu) orang; dan
d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.
(2) Keanggotaan unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia
diusulkan oleh Menteri kepada Presiden untuk masa tugas paling lama 4 (empat)
tahun.

7 PP No. 64 Tahun 2014 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Kepariwisataan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP No. 14 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PP No.
64 Tahun 2014.
8 Keputusan Presiden No. 22 Tahun 2011 tentang Badan Promosi Pariwisata Indonesia.

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 15


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
(3) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia dipimpin oleh
seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dibantu oleh seorang sekretaris yang
dipilih dari dan oleh anggota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tata cara
pengangkatan dan pemberhentian unsur penentu kebijakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.9

Pasal 39
Unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 membentuk unsur
pelaksana untuk menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Indonesia.

Pasal 40
(1) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Indonesia dipimpin oleh seorang
direktur eksekutif dengan dibantu oleh beberapa direktur sesuai dengan
kebutuhan.
(2) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Indonesia wajib menyusun tata kerja
dan rencana kerja.
(3) Masa kerja unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Indonesia paling lama 3
(tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa kerja berikutnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tata cara
pengangkatan dan pemberhentian unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan Promosi
Pariwisata Indonesia.

Pasal 41
(1) Badan Promosi Pariwisata Indonesia mempunyai tugas:
a. meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia;
b. meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa;
c. meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan;
d. menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. melakukan riset dalam rangka pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
(2) Badan Promosi Pariwisata Indonesia mempunyai fungsi sebagai:

9 Belum ditetapkan Peraturan Badan Promosi Pariwisata Daerah.


PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 16
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
a. koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat dan
daerah; dan
b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Pasal 42
(1) Sumber pembiayaan Badan Promosi Pariwisata Indonesia berasal dari:
a. pemangku kepentingan; dan
b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersifat hibah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pengelolaan dana yang bersumber dari non-Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan non Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah wajib diaudit oleh
akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.

Bagian Kedua
Badan Promosi Pariwisata Daerah
Pasal 43
(1) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata
Daerah yang berkedudukan di ibu kota provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri.
(3) Badan Promosi Pariwisata Daerah dalam melaksanakan kegiatannya wajib
berkoordinasi dengan Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
(4) Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.10

Pasal 44
Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Daerah terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu
unsur penentu kebijakan dan unsur pelaksana.

Pasal 45
(1) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana

10 Peraturan Bupati No. 59/2016 tentang Badan Promosi Pariwisata Kabupaten Sidoarjo.
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 17
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
dimaksud dalam Pasal 44 berjumlah 9 (sembilan) orang anggota terdiri atas:
a. wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang;
b. wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang;
c. wakil asosiasi penerbangan 1 (satu) orang; dan
d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.
(2) Keanggotaan unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Daerah
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota untuk masa tugas
paling lama 4 (empat) tahun.
(3) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Daerah dipimpin oleh
seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dibantu oleh seorang sekretaris yang
dipilih dari dan oleh anggota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tata cara
pengangkatan dan pemberhentian unsur penentu kebijakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota.

Pasal 46
Unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 membentuk unsur
pelaksana untuk menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Daerah.

Pasal 47
(1) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah dipimpin oleh seorang
direktur eksekutif dengan dibantu oleh beberapa direktur sesuai dengan
kebutuhan.
(2) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah wajib menyusun tata kerja
dan rencana kerja.
(3) Masa kerja unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah paling lama 3 (tiga)
tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa kerja berikutnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tata cara
pengangkatan dan pemberhentian unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan Promosi
Pariwisata Daerah.11

Pasal 48
(1) Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai tugas:

11 Belum ditetapkan Peraturan Badan Promosi Pariwisata Daerah.


PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 18
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
a. meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia;
b. meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa;
c. meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan;
d. menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan; dan
e. melakukan riset dalam rangka pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
(2) Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai fungsi sebagai:
a. koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat dan
daerah; dan
b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Pasal 49
(1) Sumber pembiayaan Badan Promosi Pariwisata Daerah berasal dari:
a. pemangku kepentingan; dan
b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan.
(2) Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersifat hibah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pengelolaan dana yang bersumber dari non-Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan non Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah wajib diaudit oleh
akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.

BAB XI
GABUNGAN INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA

Pasal 50
(1) Untuk mendukung pengembangan dunia usaha pariwisata yang kompetitif,
dibentuk satu wadah yang dinamakan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia.
(2) Keanggotaan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia terdiri atas:
a. pengusaha pariwisata;
b. asosiasi usaha pariwisata;
c. asosiasi profesi; dan
d. asosiasi lain yang terkait langsung dengan pariwisata.

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 19


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
(3) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta wadah
komunikasi dan konsultasi para anggotanya dalam penyelenggaraan dan
pembangunan kepariwisataan.
(4) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia bersifat mandiri dan dalam melakukan
kegiatannya bersifat nirlaba.
(5) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia melakukan kegiatan, antara lain:
a. menetapkan dan menegakkan Kode Etik Gabungan Industri Pariwisata
Indonesia;
b. menyalurkan aspirasi serta memelihara kerukunan dan kepentingan anggota
dalam rangka keikutsertaannya dalam pembangunan bidang kepariwisataan;
c. meningkatkan hubungan dan kerja sama antara pengusaha pariwisata
Indonesia dan pengusaha pariwisata luar negeri untuk kepentingan
pembangunan kepariwisataan;
d. mencegah persaingan usaha yang tidak sehat di bidang pariwisata; dan
e. menyelenggarakan pusat informasi usaha dan menyebarluaskan kebijakan
Pemerintah di bidang kepariwisataan.

Pasal 51
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, keanggotaan, susunan kepengurusan, dan
kegiatan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50 diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

BAB XII
PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA, STANDARISASI, SERTIFIKASI, DAN TENAGA
KERJA

Bagian Kesatu
Pelatihan Sumber Daya Manusia
Pasal 52
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan pelatihan sumber daya manusia
pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Standarisasi dan Sertifikasi
Pasal 53
(1) Tenaga kerja di bidang kepariwisataan memiliki standar kompetensi.
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 20
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
(2) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
sertifikasi kompetensi.
(3) Sertifikasi kompetensi dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah
mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 54

UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja


Pasal 54 Pasal 54
(1) Produk, pelayanan, dan pengelolaan (1) Produk, pelayanan, dan pengelolaan
usaha pariwisata memiliki standar usaha pariwisata memiliki standar
usaha. usaha.
(2) Standar usaha sebagaimana dimaksud (2) Standar usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui pada ayat (1) dilakukan dengan
sertifikasi usaha. memenuhi ketentuan Perizinan
Berusaha.
(3) Sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar
pada ayat (2) dilakukan oleh lembaga usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
mandiri yang berwenang sesuai dengan (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan
ketentuan peraturan perundang- Pemerintah.
undangan.

Pasal 55
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 53 dan sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.12

Bagian Ketiga
Tenaga Kerja Ahli Warga Negara Asing
Pasal 56

UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja


Pasal 56 Pasal 56
(1) Pengusaha pariwisata dapat Dihapus.
mempekerjakan tenaga kerja ahli warga
negara asing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Tenaga kerja ahli warga negara asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terlebih dahulu mendapat rekomendasi
dari organisasi asosiasi pekerja
profesional kepariwisataan.

12 PP No. 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi Dan Sertifikasi Usaha Di Bidang Pariwisata.
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 21
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
BAB XIII
PENDANAAN

Pasal 57
Pendanaan pariwisata menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah, pengusaha, dan masyarakat.

Pasal 58
Pengelolaan dana kepariwisataan dilakukan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi,
transparansi, dan akuntabilitas publik.

Pasal 59
Pemerintah Daerah mengalokasikan sebagian dari pendapatan yang diperoleh dari
penyelenggaraan pariwisata untuk kepentingan pelestarian alam dan budaya.

Pasal 60
Pendanaan oleh pengusaha dan/atau masyarakat dalam pembangunan pariwisata di
pulau kecil diberikan insentif yang diatur dengan Peraturan Presiden.13

Pasal 61
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan peluang pendanaan bagi usaha mikro
dan kecil di bidang kepariwisataan.

BAB XIV
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 62
(1) Setiap wisatawan yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 dikenai sanksi berupa teguran lisan disertai dengan pemberitahuan
mengenai hal yang harus dipenuhi.
(2) Apabila wisatawan telah diberi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
tidak diindahkannya, wisatawan yang bersangkutan dapat diusir dari lokasi
perbuatan dilakukan.

13 Belum ditetapkan PP.


PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 22
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Pasal 63
(1) Setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 dan/atau Pasal 26 dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha; dan
c. pembekuan sementara kegiatan usaha
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenakan kepada
pengusaha paling banyak 3 (tiga) kali.
(4) Sanksi pembatasan kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak
mematuhi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Sanksi pembekuan sementara kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).

BAB XV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 64
UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja
Pasal 64 Pasal 64
(1) Setiap orang yang dengan sengaja dan Dihapus.
melawan hukum merusak fisik daya
tarik wisata sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan
denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
(2) Setiap orang yang karena kelalaiannya
dan melawan hukum, merusak fisik, atau
mengurangi nilai daya tarik wisata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).

BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 65

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 23


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1)
harus telah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini
diundangkan.
Pasal 66
(1) Pembentukan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 untuk pertama kalinya difasilitasi oleh Pemerintah.
(2) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus telah dibentuk dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah Undang-
Undang ini diundangkan.

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 67
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan dalam waktu paling
lambat 2 (dua) tahun sejak Undang- Undang ini diundangkan.

Pasal 68
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990
tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3427) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 69
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua peraturan perundang-undangan
yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990
tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 72,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 3427), dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini.
Pasal 70
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2009

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 24


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 11
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Kepala Biro Peraturan Perundang-Undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

WISNU SETIAWAN

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 25


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
PENJELASAN

ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2009
TENTANG
KEPARIWISATAAN

I. UMUM
Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan yang
tidak ternilai harganya. Kekayaan berupa letak geografis yang strategis,
keanekaragaman bahasa dan suku bangsa, keadaan alam, flora, dan fauna,
peninggalan purbakala, serta peninggalan sejarah, seni, dan budaya merupakan
sumber daya dan modal untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa
Indonesia sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan dicita-citakan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sumber daya dan modal tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal melalui
penyelenggaraan kepariwisataan yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan
nasional, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja,
mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan daya tarik
wisata dan destinasi di Indonesia, serta memupuk rasa cinta tanah air dan
mempererat persahabatan antarbangsa.
Kecenderungan perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun
menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal itu disebabkan, antara lain, oleh
perubahan struktur sosial ekonomi negara di dunia dan semakin banyak orang yang
memiliki pendapatan lebih yang semakin tinggi. Selain itu, kepariwisataan telah
berkembang menjadi suatu fenomena global, menjadi kebutuhan dasar, serta menjadi
bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi. Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, dunia usaha pariwisata, dan masyarakat berkewajiban untuk
dapat menjamin agar berwisata sebagai hak setiap orang dapat ditegakkan sehingga
mendukung tercapainya peningkatan harkat dan martabat manusia, peningkatan
kesejahteraan, serta persahabatan antarbangsa dalam rangka mewujudkan
perdamaian dunia.
Dalam menghadapi perubahan global dan penguatan hak pribadi masyarakat
untuk menikmati waktu luang dengan berwisata, perlu dilakukan pembangunan
kepariwisataan yang bertumpu pada keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan
bangsa dengan tetap menempatkan kebhinekaan sebagai suatu yang hakiki dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, pembangunan kepariwisataan harus tetap memperhatikan jumlah
penduduk. Jumlah penduduk akan menjadi salah satu modal utama dalam
pembangunan kepariwisataan pada masa sekarang dan yang akan datang karena
memiliki fungsi ganda, di samping sebagai aset sumber daya manusia, juga berfungsi
sebagai sumber potensi wisatawan nusantara.

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 26


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Dengan demikian, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk
menciptakan kesadaran akan identitas nasional dan kebersamaan dalam keragaman.
Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang
berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat
memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti sumber daya
manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas
sektor, kerja sama antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab
dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan kepariwisataan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan masih
menitikberatkan pada usaha pariwisata. Oleh karena itu, sebagai salah satu syarat
untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pembangunan kepariwisataan yang
bersifat menyeluruh dalam rangka menjawab tuntutan zaman akibat perubahan
lingkungan strategis, baik eksternal maupun internal, perlu mengganti Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 1990 dengan undang-undang yang baru.
Menteri yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi, antara lain hak dan
kewajiban masyarakat, wisatawan, pelaku usaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
pembangunan kepariwisataan yang komprehensif dan berkelanjutan, koordinasi
lintas sektor, pengaturan kawasan stategis, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan
menengah di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata usaha, dan kompetensi pekerja
pariwisata, serta pemberdayaan pekerja wisata melalui pelatihan sumber daya
manusia.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup Jelas

Pasal 2
Cukup Jelas

Pasal 3
Cukup Jelas

Pasal 4
Cukup Jelas

Pasal 5
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan “lingkungan hidup” adalah kesatuan ruang dengan
semua benda daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 27


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “masyarakat setempat” adalah masyarakat yang
bertempat tinggal dalam wilayah destinasi pariwisata dan diprioritaskan untuk
mendapatkan manfaat dari pemyelenggaraan kegiatan pariwisata di tempat
tersebut.

Huruf f
Cukup Jelas.

Huruf g
Yang dimaksud dengan “kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan
internasional” adalah kode etik dan kesepakatan internasional dalam
penyelenggaraan kepariwisataan yang telah diratifikasi.
Huruf h
Cukup Jelas.

Pasal 6
Cukup Jelas

Pasal 7
Huruf a
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan industri pariwisata,
antara lain pembangunan struktur (fungsi, hierarki, dan hubungan) industri
pariwisata, daya saing produk pariwisata, kemitraan usaha pariwisata,
kredibilitas bisnis, serta tanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial
budaya.

Huruf b
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan destinsi pariwisata,
antara lain pemberdayaan masyarakat, pembangunan daya Tarik wisata,
pembangunan prasarana, penyediaan fasilitas umum, serta pembangunan
fasilitas pariwisata secara terpadu dan berkesinambungan.

Huruf c
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan pemasaran, antara
lain pemasaran pariwisata Bersama, terpadu, dan berkesinambungan dengan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan serta pemasaran yang bertanggung
jawab dalam membangun citra Indonesia sebagai destinasi pariwisata yang
berdaya saing.

Huruf d
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan kelembagaan
kepariwisataan, antara lain pengembangan organisasi Pemerintah, Pemerintah
Daerah, swasta, dan masyarakat, pengembangan sumber daya manusia, regulasi,
serta mekanisme operasional di bidang kepariwisataan.

Pasal 8
Cukup Jelas

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 28


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pemangku kepentingan” adalah Pemeritah, Pemerintah
Daerah, dunia usaha, dan masyarakat.
Ayat (5)
Cukup Jelas

Pasal 10
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing yang dilakukan melalui, antara lain pemberian insentif
fisikal dan nonfisikal, kemudahan, promosi penanaman modal, dan pemberian
informasi peluang penanaman modal.

Pasal 11
Cukup Jelas

Pasal 12
Cukup Jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Kawasan strategis yang memiliki kekhususan wilayah menjadi kawasan
pariwisata khusus ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 14
UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja
Pasal 14 Pasal 14
Ayat (1) huruf a Ayat (1) huruf a
Yang dimaksud dengan “usaha daya tarik Yang dimaksud dengan usaha "daya tarik
wisata” adalah usaha yang kegiatannya wisata" adalah usaha yang kegiatannya
mengelola daya tarik wisata alam, daya tarik mengelola daya tarik wisata alam, daya tarik
wisata budaya, dan daya tarik wisata wisata budaya, dan daya tarik wisata
buatan/binaan manusia. buatan/ binaan manusia.
Ayat (1) huruf b Ayat (1) huruf b
Yang dimaksud dengan “usaha kawasan Yang dimaksud dengan usaha "kawasan
pariwisata” adalah usaha yang kegiatannya pariwisata" adalah usaha yang kegiatannya
membangun dan/atau mengelola kawasan membangun dan/ atau mengelola kawasan
dengan luas tertentu untuk memenuhi dengan luas tertentu untuk memenuhi
kebutuhan pariwisata. kebutuhan pariwisata.
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 29
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Ayat (1) huruf c Ayat (1) huruf c
Yang dimaksud dengan “usaha jasa Yang dimaksud dengan usaha "jasa
transportasi wisata” adalah usaha khusus transportasi wisata" adalah usaha khusus
yang menyediakan angkutan untuk yang menyediakan angkutan untuk
kebutuhan dan kegiatan pariwisata, bukan kebutuhan dan kegiatan pariwisata, bukan
angkutan transportasi reguler/umum. angkutan transportasi reguler/umum.
Ayat (1) huruf d Ayat (1) huruf d
Yang dimaksud dengan “usaha jasa Yang dimaksud dengan usaha "jasa
perjalanan wisata” adalah usaha biro perjalanan wisata" adalah usaha biro
perjalanan wisata dan usaha agen perjalanan wisata dan usaha agen
perjalanan wisata. Usaha biro perjalanan perjalanan wisata. Usaha biro perjalanan
wisata meliputi usaha penyediaan jasa wisata meliputi usaha penyediaan jasa
perencanaan perjalanan dan/atau jasa perencanaan perjalanan dan/atau jasa
pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata, pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata,
termasuk penyelenggaraan perjalanan termasuk penyelenggaraan perjalanan
ibadah. Usaha agen perjalanan wisata ibadah. Usaha agen perjalanan wisata
meliputi usaha jasa pemesanan sarana, meliputi usaha jasa pemesanan sarana,
seperti pemesanan tiket dan pemesanan seperti pemesanan tiket dan pemesanan
akomodasi serta pengurusan dokumen akomodasi serta pengurusan dokumen
perjalanan. perjalanan.
Ayat (1) huruf e Ayat (1) huruf e
Yang dimaksud dengan “usaha jasa makanan Yang dimaksud dengan usaha "jasa makanan
dan minuman” adalah usaha jasa dan minuman" adalah usaha jasa
penyediaan makanan dan minuman yang penyediaan makanan dan minuman yang
dilengkapi dengan peralatan dan dilengkapi dengan peralatan dan
perlengkapan untuk proses pembuatan perlengkapan untuk proses pembuatan
dapat berupa restoran, kafe, jasa boga, dan dapat berupa restoran, kafe, jasa boga, dan
bar/kedai minum. bar I kedai minum.
Ayat (1) huruf f Ayat (1) huruf f
Yang dimaksud dengan “usaha penyediaan Yang dimaksud dengan usaha "penyediaan
akomodasi” adalah usaha yang menyediakan akomodasi" adalah usaha yang menyediakan
pelayanan penginapan yang dapat pelayanan penginapan yang dapat
dilengkapi dengan pelayanan pariwisata dilengkapi dengan pelayanan pariwisata
lainnya. Usaha penyediaan akomodasi dapat lainnya. Usaha penyediaan akomodasi dapat
berupa hotel, vila, pondok wisata, bumi berupa hotel, vila, pondok wisata, bumi
perkemahan, persinggahan karavan, dan perkemahan, persinggahan karavan, dan
akomodasi lainnya yang digunakan untuk akomodasi lainnya yang digunakan untuk
tujuan pariwisata. tujuan pariwisata.
Ayat (1) huruf g Ayat (1) huruf g
Yang dimaksud dengan “usaha Yang dimaksud dengan usaha
penyelenggaraan kegiatan hiburan dan "penyelenggaraan kegiatan hiburan dan
rekreasi” merupakan usaha yang ruang rekreasi" merupakan usaha yang ruang
lingkup kegiatannya berupa usaha seni lingkup kegiatannya berupa usaha seni
pertunjukan, arena permainan, karaoke, pertunjukan, arena permainan, karaoke,
bioskop, serta kegiatan hiburan dan rekreasi bioskop, serta kegiatan hiburan dan rekreasi
lainnya yang bertujuan untuk pariwisata. lainnya yang bertujuan untuk pariwisata.
Ayat (1) huruf h Ayat (1) huruf h
Yang dimaksud dengan “usaha Yang dimaksud dengan usaha
penyelenggaraan pertemuan, perjalanan "penyelenggaraan pertemuan, perjalanan
insentif, konferensi, dan pameran” adalah insentif, konferensi, dan pameran" adalah
usaha yang memberikan jasa bagi suatu usaha yang memberikan jasa bagi suatu
pertemuan sekelompok orang, pertemuan sekelompok orang,
menyelenggarakan perjalanan bagi menyelenggarakan perjalanan bagi
karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 30


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
atas prestasinya, serta menyelenggarakan atas prestasinya, serta menyelenggarakan
pameran dalam rangka menyebarluaskan pameran dalam rangka menyebarluaskan
informasi dan promosi suatu barang dan informasi dan promosi suatu barang dan
jasa yang berskala nasional, regional, dan jasa yang berskala nasional, regional, dan
internasional. internasional.
Ayat (1) huruf i Ayat (1) huruf i
Yang dimaksud dengan “usaha jasa Yang dimaksud dengan usaha "jasa
informasi pariwisata” adalah usaha yang informasi pariwisata" adalah usaha yang
menyediakan data, berita, feature, foto, menyediakan data, berita, feature, foto,
video, dan hasil penelitian mengenai video, dan hasil penelitian mengenai
kepariwisataan yang disebarkan dalam kepariwisataan yang disebarkan dalam
bentuk bahan cetak dan/atau elektronik. bentuk bahan cetak dan/atau elektronik.
Ayat (1) huruf j Ayat (1) huruf j
Yang dimaksud dengan “usaha jasa Yang dimaksud dengan usaha 'Jasa
konsultan pariwisata” adalah usaha yang konsultan pariwisata" adalah usaha yang
menyediakan saran dan rekomendasi menyediakan saran dan rekomendasi
mengenai studi kelayakan, perencanaan, mengenai studi kelayakan, perencanaan,
pengelolaan usaha, penelitian, dan pengelolaan usaha, penelitian, dan
pemasaran di bidang kepariwisataan. pemasaran di bidang kepariwisataan.
Ayat (1) huruf k Ayat (1) huruf k
Yang dimaksud dengan “usaha jasa Cukup jelas.
pramuwisata” adalah usaha yang
menyediakan dan/atau mengoordinasikan
tenaga pemandu wisata untuk memenuhi
kebutuhan wisatawan dan/atau kebutuhan
biro perjalanan wisata.
Ayat (1) huruf l Ayat (1) huruf l
Yang dimaksud dengan “usaha wisata tirta” Yang dimaksud dengan "usaha wisata tirta"
merupakan usaha yang menyelenggarakan merupakan usaha yang menyelenggarakan
wisata dan olahraga air, termasuk wisata dan olahraga anr, termasuk
penyediaan sarana dan prasarana serta jasa penyediaan sarana dan prasarana serta jasa
lainnya yang dikelola secara komersial di lainnya yang dikelola secara komersial di
perairan laut, pantai, sungai, danau, dan perairan laut, pantai, sungai, danau, dan
waduk. waduk.
Ayat (1) huruf m Ayat (1) huruf m
Yang dimaksud dengan “usaha spa” adalah Yang dimaksud dengan "usaha spa" adalah
usaha perawatan yang memberikan layanan usaha perawatan yang memberikan layanan
dengan metode kombinasi terapi air, terapi dengan metode kombinasi terapi air, terapi
aroma, pijat, rempah-rempah, layanan aroma, prjat, rempah-rempah, layanan
makanan/minuman sehat, dan olah aktivitas makanan/minuman sehat, dan olah aktivitas
fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa
dan raga dengan tetap memperhatikan dan raga dengan tetap memperhatikan
tradisi dan budaya bangsa Indonesia. tradisi dan budaya bangsa Indonesia.
Ayat (2) Ayat (2)
Cukup jelas. Cukup jelas.

Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tata cara pendaftaran yang diatur dalam Peraturan Menteri bersifat teknis dan
administrative yang memenuhi prinsip dalam penyelenggaraan pelayanan

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 31


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
public yang transparan meliputi, antara lain prosedur pelayanan yang
sederhana, persyaratan teknis dan administrative yang mudah, waktu
penyelesaian yang cepat, lokasi pelayanan yang mudah dijangkau, standar
pelayanan yang jelas, dan informasi pelayanan yang terbuka. Penyelenggaraan
pelayanan public harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada public
maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah
(akuntabel).

Pasal 16
UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja
Pasal 16 Pasal 16
Cukup jelas. Dihapus.
Pasal 17
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kebijakan pencadangan usaha pariwisata” adalah
memberikan perlindungan dan kesempatan berusaha untuk usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Huruf b
Cukup Jelas.

Pasal 18
Yang dimaksud dengan “mengelola” adalah merencanakan, mengorganisasikan, dan
mengendalikan semua urusan kepariwisataan.

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “konsinyasi” adalah hak setiap orang atau masyarakat
untuk menempatkan komoditas untuk dijual melalui usaha pariwisata yang
pembayarannya dilakukan kemudian.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pengelolaan’ adalah hak setiap orang atau masyarakat
untuk mengusahakan suber daya yang dimilikinya dalam menunjang kegiatan
usaja pariwisata, misalnya penyediaan angkutan di sekitar destinasi untuk
menunjang pergerakan wistawan.

Pasal 20
Huruf a
Cukup Jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pelayanan kepariwisataan sesuai dengan
standar” adalah pelayanan yang diberikan kepadaa wisatawan

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 32


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
berdasarkan standar kualifikasi usaha dan standar kompetensi sumber
daya manusia.
Huruf c
Cukup Jelas.
Huruf d
Cukup Jelas.
Huruf e
Cukup Jelas.
Huruf f
Cukup Jelas.
Pasal 21
Cukup Jelas.

Pasal 22
Cukup Jelas.

Pasal 23
Cukup Jelas.

Pasal 24
Cukup Jelas.

Pasal 25
Cukup Jelas.

Pasal 26

UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja


Pasal 26 Pasal 26
Ayat (1) huruf a Ayat (1) huruf a
Cukup jelas. Cukup jelas.
Ayat (1) huruf b Ayat (1) huruf b
Cukup jelas. Cukup jelas.
Ayat (1) huruf c Ayat (1) huruf c
Cukup jelas. Cukup jelas.
Ayat (1) huruf d Ayat (1) huruf d
Cukup jelas. Cukup jelas.
Ayat (1) huruf e Ayat (1) huruf e
Yang dimaksud dengan “usaha pariwisata Yang dimaksud dengan "usaha pariwisata
dengan kegiatan yang berisiko tinggi” dengan kegiatan yang berisiko tinggi"
meliputi, antara lain wisata selam, arung meliputi, antara lain wisata selam, arung
jeram, panjat tebing, permainan jet coaster, jeram, panjat tebing, permainan jet coaster,
dan mengunjungi objek wisata tertentu, dan mengunjungi objek wisata tertentu,
seperti melihat satwa liar di alam bebas. seperti melihat satwa liar di alam bebas.
Ayat (1) huruf f Ayat (1) huruf f
Cukup jelas. Cukup jelas.
Ayat (1) huruf g Ayat (1) huruf g
Cukup jelas. Cukup jelas.
Ayat (1) huruf h Ayat (1) huruf h
Cukup jelas. Cukup jelas.
Ayat (1) huruf i Ayat (1) huruf i
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 33
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Cukup jelas. Cukup jelas.
Ayat (1) huruf j Ayat (1) huruf j
Cukup jelas. Cukup jelas.
Ayat (1) huruf k Ayat (1) huruf k
Cukup jelas. Cukup jelas.
Ayat (1) huruf l Ayat (1) huruf l
Cukup jelas. Cukup jelas.
Ayat (1) huruf m Ayat (1) huruf m
Cukup jelas. Cukup jelas.
Ayat (1) huruf n Ayat (1) huruf n
Cukup jelas. Cukup jelas.

Pasal 27
Ayat (1)
Cukup Jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “spesies tertentu” adalah kelompok flora dan fauna
yang dilindungi.

Yang dimaksud dengan “keunikan” adalah suatu keadaan atau hal yang
memiliki kekhususan/keistimewaan yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjangan wisatawan, seperti relief candi, pantung, dan rumah adat.

Yang dimaksud dengan “nilai autentik” adalah nilai keaslian yang menjadi
sasaran atau tunjangan kunjungan wisatawan, seperti benda cagar budaya.

Pasal 28
Cukup Jelas.

Pasal 29
UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja
Pasal 29 Pasal 29
Cukup jelas. Cukup jelas.

Pasal 30
UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja
Pasal 30 Pasal 30
Cukup jelas. Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup Jelas.

Pasal 32
Cukup Jelas.

Pasal 33
Ayat (1)
Cukup Jelas.

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 34


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Ayat (2)
Huruf a
Ketentuan mengenai koordinasi strategis di bidang pelayanan kepabeanan
dilakukan dengan instansi pemerintah yang mengurusi bidang bea cukai dalam
hal mempermudah masuk dan keluarnya baranng untuk keperluan berbagai
kegiatan pariwisata, antara lain untuk keperluan pertemuan, perjalanan insentif,
konferensi, dan pameran; untuk promosi pariwisata internasional; dan untuk
kegiatan pariwisata internasional lainnya.
Ketentuan mengenai koordinasi startegis di bidang pelayanan keimigrasian
dilakukan dengan instansi pemerintah yang mengurusi keimigrasian dalam hal
mempermudah:

a. pemberian bebas visa kunjungan singkat (BVKS) atau visa free dan visa
kunjungan saat kedatangan (VKSK) atau visa on arrival (VOA); dan

b. pemberian visa kepada peserta pertemuan, perjalanan insentif, konfrensi, dan


pameran dari negara di luar yang mendapatkan fasiitas BVKS dan VKSK.

Ketentuan mengenai koordinasi sartegis di bidang pelayanan karantina


dilakukan dengan instansi pemerintah yang mengurusi karantina dan Kesehatan
dengan prosedur yang jelas dan tegas dalam hal:

a. masuk dan ke luarnya hewan dan tumbuhan yang terkait dengan kegiatan
pariwisata/pertemuan, perjalanan insentif, konfrensi, dan pameran; dan

b. masuk dan ke luarnya bahan/barang untuk wisatawan.

Huruf b
Ketentuan mengenai koordinasi stategis bidang keamanan dan ketrtiban
dilakukan dengan Instansi Pemerintah di bidang pemerintahan dalam negeri,
Kepolisian Republik Indonesia, dan Tentara Negara Indonesia dalam hal:

a. kebijakan dan pelayanan pengamanan di lingkungan objek vital parwsata


nasional dan daerah;
b. penetapan standar keamanan dan ketertiban serta pengawas perjalanan
wisatawan sejak kedatangan, selama perjalanan, dan sampai kepulangan; dan

pemberian informasi mengenai kondisi destinasi pariwisata yang kondusif dan


aman untuk di kunjungi dengan memberikan pringatan dini terhadap adanya
suatu bencana.

Huruf c
Ketentuan mengenai koordinasi strategis bidang prasarana umum dilakukan
dengan instansi pemerintah dalam hal ketersediaan dan keterpeliharaan:
a. prasarana jalan menuju dan di lingkungan destinasi pariwisata;
b. air bersih untuk fasilitaas umum dan fasilitas pariwisata di destinasi
pariwisata;
c. listrik untuk fasilitas umum dan fasilitas pariwisata di destinasi pariwisata;
d. sarana telekomunikasi untuk fasilitas umum dan fasilitas pariwisata di
destinasi pariwisata;; dan
e. sistem pembuangan air kotor, sampah, dan sanitasi.
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 35
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Huruf d
Ketentuan mengenai koordinasi stategis bidang transportasi darat, laut, dan
udara dilakukan dengan instansi pemerintah di bidang perhubungan dalam hal:
Peningkatan jalur dan frekuensi penerbangan maskapai asing dan maskapai
nasional dari sumber utama pasar wisatawan mancanegara;
Peningkatan kualitas sarana bandara, terminal bus, stasiun kereta api, dan
Pelabuhan laut yang memenuhi Internasional Ship and Port Security Code (ISPS
Code);
Peningkatan kenyamanan sarana transportasi;
Keterpaduan moda transportasi;
Ketersediaan pelayanan transportasi perintis; dan
Ketersediaan rambu/petunjuk perjalanan mennuju daya tarik wisata dan
destinasi pariwisata.

Huruf e
Ketentuan mengenai koordinasi strategis bidang promosi pariwisata dilakukan
dengan instansi Pemerintah, perdagangan, penanaman modal, dan Pemerintah
Daerah dalam hal promosi terpadu di bidang pariwisata, perdagangan, industri,
dan penanaman modal dalam promosi bersama di bidang parwisata dengan
melibatkan pemerintah daerah, perusahaan penerbangan, dan industri
pariwisata.

Pasal 34
Cukup Jelas.

Pasal 35
Cukup Jelas.

Pasal 36
Cukup Jelas.

Pasal 37
Yang dimaksud dengan “unsur penentu kebijakan” adalah penentu yang
merumuskan dan menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas Badan
Promosi Pariwisata Indonesia.

Yang dimaksud dengan “unsur pelaksana” adalah pelaksana kebijakan yang


menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Indonesia.

Pasal 38
Cukup Jelas.

Pasal 39
Cukup Jelas.

Pasal 40
Cukup Jelas,

Pasal 41
Cukup Jelas.
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 36
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Pasal 42
Cukup Jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup Jelas.

Pasal 45
Cukup Jelas.

Pasal 46
Cukup Jelas.

Pasal 47
Cukup Jelas.

Pasal 48
Cukup Jelas.

Pasal 49
Cukup Jelas.

Pasal 50
Cukup Jelas.

Pasal 51
Cukup Jelas.

Pasal 52
Cukup Jelas.

Pasal 53
Cukup Jelas.

Pasal 54
UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja
Pasal 54 Pasal 54
Cukup jelas. Cukup jelas.

Pasal 55
Sertifikasi kompetensi diberikan oleh Lembaga sertifikasi profesi yang
mendapatkan lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Sertifikat diberikan
setelah lulus uji komptensi yang dilakukan berdasarkan standar kompetensi
yang disusun bersama-sama oleh instansi pemerintah di bidang pariwisara,
asosiasi pariwisata, pengusaha, dan akademisi.

Pasal 56
UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja
Pasal 56 Pasal 56
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 37
BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Ayat (1) Dihapus.
Ketentuan mengenai tenaga kerja ahli warga
negara asing bidang pariwisata dibutuhkan
sepanjang keahliannya belum dapat
dipenuhi atau belum tersedia tenaga kerja
Indonesia selama tidak bertentangan
dengan kesepakatan internasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 57
Cukup Jelas.

Pasal 58
Cukup Jelas.

Pasal 59
Cukup Jelas.

Pasal 60
Cukup Jelas.

Pasal 61
Cukup Jelas.

Pasal 62
Cukup Jelas.

Pasal 63
Cukup Jelas.

Pasal 64
UU Kepariwisataan UU Cipta Kerja
Pasal 64 Pasal 64
Cukup jelas. Dihapus.

Pasal 65
Cukup Jelas.

Pasal 66
Cukup Jelas.

Pasal 67
Cukup Jelas.

Pasal 68
Cukup Jelas.

Pasal 69
Cukup Jelas.

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 38


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
Pasal 70
Cukup Jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4966

PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG | 39


BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI

Anda mungkin juga menyukai