Anda di halaman 1dari 24

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Pariwisata


Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa wisata adalah : “Kegiatan perjalanan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat
tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan
daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara”. Jadi,
pengertian wisata megandung empat unsur, yaitu kegiatan perjalanan; dilakukan
secara sukarela; bersifat sementara; perjalanan itu seluruhnya atau sebagian
bertujuan untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.
Yoeti (1988) (dalam Warpani, 2007 : 5-6) mengutip berbagai pengertian
pariwisata menurut para ahli seperti di bawah ini, yaitu:
1. Wahab (1992) (dalam Warpani, 2007 : 6), memandangnya sebagai suatu
kegiatan kemanusiaan berupa hubungan antar orang baik dari negara
yang sama atau antarnegara atau hanya dari daerah geografis yang
terbatas. Di dalamnya termasuk tinggal untuk sementara waktu di daerah
lain atau negara lain atau benua lain untuk memenuhi berbagai
kebutuhan kecuali kegiatan untuk memperoleh penghasilan, meskipun
pada perkembangan selanjutnya batasan “memperoleh penghasilan”
menjadi kabur.
2. Hans Buchli (dalam Warpani, 2007 : 6), mendefinisikan bahwa
pariwisata adalah setiap peralihan tempat yang bersifat sementara dari
seseorang atau beberapa orang dengan maksud memperoleh pelayanan
yang diperuntukkan bagi kepariwisataan itu oleh lembaga-lembaga yang
digunakan untuk maksud tetentu.
3. Menurut Prof. Kurt Morgenroth (dalam Warpani, 2007 : 6), pariwisata
dalam arti sempit adalah lalu lintas orang-orang yang meninggalkan
tempat kediamannya untuk sementara waktu, untuk berpesiar di tempat
lain, semata-mata sebagai konsumen dari buah hasil perekonomian dan
kebudayaan, guna memenuhi kebutuhan hidup dan budayanya atau
keinginan yang beraneka ragam dari pribadinya.
4. Gluckmann (dalam Warpani, 2007 : 6), pariwisata diartikan keseluruhan
hubungan antara manusia yang hanya berada untuk sementara waktu
dalam suatu tempat kediaman dan berhubungan dengan manusia-
manusia yang tinggal di tempat itu.
5. Menurut Dr. Hubbert Gulden (dalam Yoeti, 1996 : 117), “Pariwisata
merupakan suatu seni dari lalu lintas dimana manusia berdiam di suatu
tempat asing untuk maksud tertentu, tetapi dengan kediamannya itu
tidak boleh tinggal atau menetap untuk melakukan pekerjaan selama-
lamanya atau meskipun sementara waktu, yang sifatnya masih
berhubungan dengan pekerjaan”.

Tabel 3.1
Kajian Pariwisata
No Teori Kata Kunci
1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang  Kegiatan perjalanan
Kepariwisataan Bab 1 Pasal 1  Tujuan Rekreasi
 Daya Tarik Wisata
2. Wahab (1992)  kegiatan kemanusiaan
 Hubungan kemanusiaan
 Daerah Geografis Yang Terbatas
3. Hans Buchli (dalam Warpani, 2007 : 6)  Peralihan Tempat
 Pelayanan Kepariwisataan
 Lembaga-Lembaga
4. Menurut Prof. Kurt Morgenroth (dalam  Lalu-lintas orang
Warpani, 2007 : 6)  Sementara Waktu
 Berpesiar
 Ekonomi Dan Budaya
 Kebutuhan Hidup
5. Gluckmann (dalam Warpani, 2007 : 6)  Hubungan kemanusiaan
 Tempat Kediaman
6. Menurut Dr. Hubbert Gulden (dalam Yoeti,  Seni Lalu-Lintas
1996 : 117)  Tempat Asing
Sumber : Hasil kajian peneliti 2020
Berdasarkan definisi yang diuraikan diatas menunjukkan beragam aspek
yang menjadi sudut pandangan masing-masing ahli dalam mendefinisikan
pengertian pariwisata. Kemudian ada kesamaan yang dapat ditangkap dari
definisi-definisi tersebut, yakni meninggalkan tempat kediamannya sehari-hari
pergi ke tempat lain untuk tinggal sementara waktu dan bukan mencari nafkah di
tempat yang dikunjungi. Selain itu pariwisata juga dapat dikatakan sebagai sebuah
industri jasa dalam bentuk pelayanan yang diberikan pada wisatawan sehingga
pariwisata dikenal dengan industri tanpa asap.

3.1.1. Jenis-Jenis Wisata


Seorang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan wisata biasanya
sekedar untuk refreshing dan untuk berjalan-jalan. Selain dari itu ada yang
melakukan perjalanan wisata dengan kegiatan berupa urusan bisnis ke suatu
daerah tertentu. Ada beberapa jenis pariwisata yang berdasarkan tujuan seseorang
atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan wisata. Menurut Ismayanti
dalam Pranata (2012:10) jenis wisata dibagi menjadi beberapa jenis yakni
sebagai berikut:
1. Wisata Kuliner
Wisata ini tidak semata-mata hanya untuk mengenyangkan dan
memanjakan perut dengan aneka ragam masakan khas dari daerah tujuan
wisata, tetapi juga mendapatkan pengalaman yang menarik juga menjadi
motivasinya.
2. Wisata Olahraga
Wisata ini memadukan kegiatan olahraga dengan kegiatan wisata.
Kegiatan dalam wisata ini dapat berupa kegiatan olahraga yang aktif
mengharuskan wisatawan melakukan gerakan olah tubuh secara langsung.
Kegiatan yang lain disebut kegiatan pasif. Dimana wisatawan tidak
melakukan gerak olah tubuh, tetapi menjadi penikmat dan menjadi pecinta
olahraga saja.
3. Wisata Komersial
Wisatawan yang melakukan perjalanan untuk mengunjungi pameran-
pameran dan pekan raya yang bersifat komersial seperti pameran industri,
pameran dagang dan sebagainya.
4. Wisata Bahari
Perjalanan yang banyak dikaitkan dengan dengan olahraga air seperti
danau, pantai, air laut.
5. Wisata industri
Perjalanan yang dilakukan oleh rombongan mahasiswa atau pelajar, orang-
orang awam ke suatu tempat perindustrian dengan maksud dan tujuan
untuk mengadakan penelitian.
6. Wisata Bulan Madu
Suatu perjalanan yang dilakukan bagi pasangan pengantin baru yang
sedang berbulan madu dengan fasilitas-fasilitas khusus dan tersendiri demi
kenikmatan perjalanan.
7. Wisata Cagar Alam
Jenis wisata yang banyak diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan
yang mengkhususkan usaha-usaha dengan mengatur wisata ke tempat atau
cagar alam, Taman lindung, pegunungan, hutan daerah dan sebagainya,
yang kelestariannya dilindungi oleh Undang-Undang.

Tabel 3.2
Kajian jenis-jenis Pariwisata
No Teori Kata Kunci
1. Ismayanti dalam Pranata a. Wisata Kuliner
(2012:10)  Masakan Khas (Kuliner)
 Daerah tujuan wisata
b. Wisata Olahraga
 Kegiatan olahraga
 Kegiatan wisata
 Olahraga aktif
 Gerakan Tubuh
c. Wisata Komersial
 Pameran
 Bersifat komersial
 Pameran indsutri
 Pameran dagang
d. Wisata Bahari
 Olahrga air
 Danau
 Pantai
e. Wisata Industri
 Pelajar
 Tempat industri
 Penelitian
f. Wisata Bulan Madu
 Perjalan
 Bulan madu
 Fasilitas khusus
g. Wisata Cagar Alam
 Biro perjalanan
 Cagar alam
 Taman lindung
 Pegunungan
 hutan
Sumber : Kajian peneliti 2020

Berdasarkan uraian beberpa pendapat para ahli diatas dapat diambil sebuah
kesimpulan jika beberapa jenis wisata tersebut dapat berkembang dikemudian hari
seiring dengan berubahnya ketertarikan dan keinginan dari pengunjung atau
wisatawan.

3.1.2. Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata


Objek Wisata atau “Tourist Atracction” adalah segala sesuatu yang menjadi
daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Dalam Ilmu
Kepariwisataan, Objek Wisata atau lazim disebut Atraksi merupakan segala
sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat. Menurut Undang-
Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 1 ayat 5, Objek Wisata
atau disebut Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan
hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran
wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Dalam kedudukannya yang sangat
menentukan tersebut maka, daya tarik wisata harus dirancang dan dibangun serta
dikelola secara profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang ke
obyek wisata (Suwantoro, 1997: 19).
Wardiyanta (2006: 52) memberikan penjelasan tentang yang dimaksud
dengan obyek wisata adalah sesuatu yang menjadi pusat daya tarik wisatawan dan
dapat memberikan kepuasaan pada wisatawan. Hal yang dimaksud berupa:
1. Berasal dari alam, misalnya pantai, pemandangan alam, pegunungan,
hutan, dan lain-lain.
2. Merupakan hasil budaya, misalnya museum, candi, dan galeri.
3. Merupakan kegiatan masyarakat keseharian, misalnya tarian, karnaval, dan
lain-lain.
Yoeti (1996: 177) memberikan penjelasan bahwa suatu obyek wisata atau
daya tarik wisata dapat menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan harus
memenuhi syarat-syarat untuk pengembangan daerahnya, syarat-syarat tersebut
adalah:
1. Something to see
Di tempat tersebut harus ada obyek wisata dan atraksi wisata, yang
berbeda dengan apa yang dimiliki oleh orang lain. Dengan perkataan lain,
daerah itu harus mempunyai daya tarik yang khusus, di samping itu ia
harus mempunyai pula atraksi wisata yang dapat dijadikan entertainments
bila orang datang ke sana.
2. Something to do
Di tempat tersebut setiap banyak yang dapat dilihat dan disaksikan,
harus pula disediakan fasilitas rekreasi atau amusement dan tempat atau
wahana yang bisa digunakan wisatawan untuk beraktivitas seperti olah
raga, kesenian maupun kegiatan lain yang dapat membuat mereka betah
tinggal lebih lama.
3. Something to buy
Di tempat tersebut harus tersedia fasilitas untuk berbelanja
(shopping), terutama barang-barang souvenir dan kerajinan rakyat sebagai
oleh-oleh untuk dibawa pulang ke tempat asal masing-masing. Fasilitas
untuk berbelanja ini tidak hanya menediakan barang-barang yang dapat
dibeli, tetapi harus pula tersedia sarana-sarana pembantu lain untuk lebih
memperlancar seperti money changer, bank, kantor pos, dan lain-lain.

Menurut Ridwan (2012:5) mengatakan bahwa pengertian objek wisata


merupakan sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Daya tarik wisata merupakan fokus utama penggerak pariwisata di sebuah
destinasi. Dalam arti, daya tarik wisata sebagai penggerak utama yang memotivasi
wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat. Misalnya dengan ditemukannya situs
sejarah purbakala, wisatawan yang tertarik akan datang mengunjungi dan
masyarakat setempat menyediakan berbagai fasilitas untuk kebutuhan wisatawan
selama berlibur, seperti akomodasi, fasilitas makan minum, dan transportasi.
(Ismayanti , 2010 : 147),
Suatu objek mempunyai potensi untuk menjadi daya tarik, tetapi daya tarik
tersebut baru terbentuk jika objek tersebut ditunjang oleh unsur-unsur lain seperti
aksesibilitas dan fasilitas penunjang. Disamping itu, daya tarik juga akan tercipta
jika lingkungan sekitar objek tersebut mendukung (dalam PA Ardiansyah dan
Rosmananto, 2004).

Tabel 3.3
Kajian Objek Wisata
No Teori Kata Kunci
1. Undang-undang nomor 10 tahun 2009  Daya Tarik Wisata
 Keunikan
 Keindahan
 Kekayaan alam
 Budaya
 Kunjungan wisatawan
2. Suwantoro, (1997: 19)  Potensi wisata
 Wisatwan
 Tujuan wisata
 Daya tarik wisata
 Objek wisata
3. Wardiyanta (2006: 52)  Daya tarik wisata
 Kepuasan wisatawan
 Pantai
 Pemandangan alam
 Pegunungan
 Hutan
 Budaya
 Museum
 Candi
 Galeri
 Tarian
 Karnval
4. Yoeti (1996) A. (Something to see)
 Objek wisata
 Atraksi wisata
 Daya tarik wisata
B. (Something to do)
 Fasilitas rekreasi
 Wahana
 Wisatwan
 Olahraga
 Kesenian
C. (Something to buy)
 Fasilitas berbelanja
 Souvernir
 Kerajinan tangan
 money changer
 Bank
 Kantor pos
5. Ridwan (2012:5)  Memiliki keunikan
 Keindahan
 Kekayaan alam
 Budaya
 Hasil buatan manusia
 Wisatawan
6. Ismayanti , 2010 : 147  Situs sejarah
 Fasilitas
 Akomodasi
 Transportasi
7. PA Ardiansyah dan Rosmananto, 2004  Potensi wisata
 Aksesibiltas
 Fasilitas penunjang
 Lingkungan
Sumber : Kajian Peneliti 2020
Dari keterangan di atas berdasarkan pengertian para ahli penulis
memberikan batasan objek wisata adalah sesuatu yang dapat dinikmati, dirasakan
dan dilihat oleh manusia sehingga menimbulkan perasaan puas dan kesenangan
jasmani maupun rohani sebagai suatu hiburan. Untuk itu dapat ditarik kesimpulan
bahwa objek wisata adalah segala sesuatu yang mempunyai daya tarik, keunikan
dan nilai yang tinggi, yang menjadi tujuan wisatawan datang ke suatu daerah
tertentu.

3.2. Wisatawan
Pada umumnya wisatawan adalah pengunjung yang tinggalnya sementara
sekurang-kurangnya 24 jam di daerah atau negara yang dikunjungi. Apabila
mereka tinggal didaerah atau negara yang dikunjungi dengan waktu kurang dari
24 jam maka disebut pelancong. Berikut beberapa pengertian wisatawan menurut
para ahli yaitu :
1. G.A.Schmoll dalam Yoeti (1996)
“ Wisatawan adalah individu atau kelompok individu yang
mempertimbangkan dan merencanakan daya beli yang dimilikinya
untuk perjalanan rekreasi dan berlibur, ketertarikan dan memiliki
motivasi tertentu atas perjalanan, pengalaman perjalanan,
keinginan untuk menambah wawasan, tertarik oleh pelayanan yang
diberikan suatu daerah tujuan wisata yang dapat menarik pengunjung di
masa yang akan datang”.

Berdasarkan sifat perjalanan dan ruang lingkup perjalanan wisatawan dapat


dikelompokkan sebagai berikut :
a. Wisatawan asing (Foreign Tourist).
Wisatawan asing adalah orang asing yang melakukan perjalanan
wisata, yang datang memasuki negara lain yang bukan merupakan
negara asalnya.
b. Wisatawan asing domestik (Foreign Domestic Tourist).
Wisatawan asing domestik adalah wisatawan asing yang berdiam di
suatu negara yang melakukan perjalanan perjalanan wisata di wilayah
negara dimana ia berdiam.
c. Wisatawan domestik (Domestic Tourist).
Wisatawan domestik adalah wisatawan dalam negeri, yaitu warga
suatu negara yang melakukan perjalanan wisata dalam batas wilayah
negaranya sendiri.
d. Wisatawan domestik asing (Indigenous Tourist).
Wisatawan domestik asing adalah warga suatu negara tertentu, yang
karena tugasnya di luar negeri, pulang ke negara asalnya dan
melakukan perjalanan wisata di wilayah negara asalnya.
e. Wisatawan transit (Transit Tourist).
Wisatawan transit wisatawan dalam perjalanan wisata ke suatu negara
tertentu yang terpaksa singgah di suatu negara bukan atas
kemampuannya sendiri.
f. Wisatawan bisnis (Business Tourist).
Wisatawan bisnis adalah orang (baik orang asing maupun warga
negara sendiri) yang melakukan perjalanan bukan dengan tujuan
sebagai wisata, tetapi perjalanan wisata akan dilakukan setelah tujuan
utama selesai.

2. P.W Ogilve
“Wisatwan adalah semua orang yang memenuhi dua syarat, pertama
bahwa mereka meninggalkan rumah kediamannya untuk jangka
waktu kurang dari satu tahun dan kedua bahwa sementara mereka
pergi, mereka mengeluarkan uang ditempat yang mereka kunjungi,
tidak dengan mencari nafkah ditempat tersebut”.
3. Sugiama (2012)
“Wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan wisata untuk
maksud beristirahat atau berlibur, berbisnis, atau untuk perjalanan
lainnya seperti berobat, kunjungan keagamaan dan untuk
perjalanan studi. Dengan mengadakan perjalanannya seorang
wisatawan memiliki maksud tujuan, seperti beristirahat, berbisnis atau
maksud lainnya dalam berwisata”.

Wisatawan merupakan unsur utama dalam pariwisata. Terlaksananya


kegiatan pariwisata tergantung pada adanya interaksi antara wisatawan dan
objek wisata, yang didukung dengan berbagai sarana prasarana pariwisata.
Sebuah objek wisata akan dikatakan menarik jika banyak dikunjungi wisatawan
(Kuntowijoyo, 2006 : 55).

Tabel 3.4
Kajian Wisatawan
No Teori Kata Kunci
1. G.A.Schmoll dalam Yoeti  Individu
(1996)  Kelompok individu
 Rekreasi
 Motivasi
 Perjalanan
 Pengalaman
 Pelayanan
 Tujuan wisata
2. P.W Ogilve  Wisatawan meninggalkan
kediamannya
 Jangka waktu kurang dari satu tahun
 Mengeluarkan biaya untuk
berkunjung
 Tidak mencari nafkah
3. Sugiama (2012)  Perjalanan wisata
 Berlibur
 Berbisnis
 Berobat
 Kunjungan keagaman
 Perjalanan Studi
4. Kuntowijoyo, 2006 : 55  Interaksi wisatwan
 Objek wisata
 Sarana pariwisata
 Prasarana pariwisata
Sumber : Kajian peneliti 2020
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa wisatawan adalah
seseorang yang melakukan suatu perjalanan wisata ketempat tujuan yang berada
diluar dari tempat tinggalnnya tetapi tidak untuk menetap. Adapun tujuan lain dari
perjalanannya disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginannya, seperti berlibur,
berbisnis, kunjungan keagamaan dan tujuan lainnya.

3.3. Desa Wisata


“Villagae Tourism, where small groups of tourist stay in or near traditional,
often remote villages and learn ablout village life and the local enviroment .”
Desa Wisata, adalah dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam atau
dekat dengan suasana tradisional, biasanya di desa-desa yang terpencil dan belajar
tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat” (Inskeep, 1991).
Maksud dari pengertian diatas adalah desa wisata adalah suatu tempat yang
memiliki ciri dan nilai tertentu yang dapat menjadi daya tarik khusus bagi
wisatawan dengan minat khusus terhadap kehidupan pedesaan. Hal ini
menunjukan bahwa daya tarik utama dari sebuah desa wisata adalah kehidupan
warga desa yang unik dan tidak dapat ditemukan di perkotaan.
Desa wisata dalam dekade terakhir ini telah menjadi wacana menarik dalam
mencari alternatif dari pengembangan pariwisata konvensional. Desa wisata yang
merupakan pengembangan dari rural tourism, farm tourism atau village tourism,
membawa visi dan misi yang jelas, sebagai perbaikan terhadap berbagai hambatan
yang ada selama ini. Di sisi lain, pengembangan desa wisata ini menjadi alternatif
sensitif, karena jika salah dalam perencanaan maupun pengelolaannya, dapat
menimbulkan dampak buruk terhadap keberadaan desa dimana desa wisata itu
dikembangkan (Pitana, 2005).
Menurut Priasukmana & Mulyadin (2001), Desa Wisata merupakan suatu
kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan
keaslian pedesaaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat
istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa
yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai
potensi untuk dikembangkanya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya
atraksi, akomodasi, makanan-minuman, cendera mata, dan kebutuhan wisata
lainnya.
Putra (2006) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan desa wisata adalah
suatu kawasan atau wilayah pedesaan yang bisa dimanfaatkan atas dasar
kemampuan beberapa unsur yang memiliki atribut produk wisata secara terpadu,
dimana desa tersebut menawarkan keseluruhan suasana dari pedesaan yang
memilikan tema keaslian pedesaan, baik dari tatanan segi kehidupan sosial budaya
dan ekonomi serta adat istiadat yang mempunyai ciri khas
Selain berbagai keunikan tersebut, kawasan desa wisata juga dipersyaratkan
memiliki berbagai fasilitas untuk menunjangnya sebagai kawasan tujuan wisata.
Berbagai fasilitas ini akan memudahkan para pengunjung desa wisata dalam
melakukan kegiatan wisata. Fasilitas-fasilitas yang seyogyanya ada disuatu
kawasan desa wisata antara lain : sarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan,
dan akomodasi. Khusus untuk sarana akomodasi, desa wisata dapat menyediakan
sarana penginapan berupa pondok-pondok wisata (Home Stay) sehingga para
pengunjung dapat merasakan suasana pedesaan yang masih asli.
Menurut Priasukmana dan Mulyadin (2001), penetapan suatu desa dijadikan
sebagai desa wisata harus memenuhi persyaratan-persyaratan, antara lain sebagai
berikut :
1. Aksesibilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan
menggunakan berbagai jenis alat transportasi.
2. Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya, legenda,
makanan lokal, dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai obyek
wisata.
3. Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan dukungan
yang tinggi terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang
kedesanya.
4. Keamanan di desa tersebut terjamin.
5. Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai.
6. Beriklim sejuk atau dingin
7. Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal oleh
masyarakat luas.

Desa wisata merupakan suatu wilayah perdesaan yang dapat dimanfaatkan


berdasarkan kemampuan unsur-unsur yang memiliki atribut produk wisata secara
terpadu, dimana desa tersebut menawarkan secara keseluruhaan suasana yang
memilikan tema dengan mencerminkan keaslian pedesaan, baik dari tatanan segi
kehidupan sosial budaya dan ekonomi serta adat istiadat keseharian yang
mempunyai ciri khas arsitektur dan tata ruang desa menjadi suatu rangkaian
aktivitas pariwisata (www.wikipedia.org,2010). Sedangkan Nuryanti (1993)
berpendapat bahwa desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi tantara atraksi,
akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan
masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.
Ditjenpar (1999) dalam Arlini (2003) mendefinisikan desa wisata sebagai
suatu wilayah perdesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang
mencerminkan keaslian pedesaan, arsitektur bangunan dan tata ruang desa, serta
mempunyai potensi untuk dikembangkan berbagai komponen kepariwisataan,
misalnya atraksi wisata makanan dan minuman, cinderamata, penginapan, dan
kebutuhan lainnya.

Tabel 3.5
Kajian Desa wisata
No Teori Kata Kunci
1. Inskeep, 1991  Wisatawan
 Suasana tradisional
 Desa terpencil
 Pedesaan
 Lingkungan
2. Pitana, 2005  Pengembangan desa wisata
 Perencanaan
 Pengelolaan
 Desa wisata
3. Priasukmana & Mulyadin (2001)  Kawasan pedesaan
 Suasana keaslian desa
 Sosial ekonomi
 Sosial budaya
 Adat istiadat
 Arsitektur bangunan
 Struktur ruang
 Komponen pariwisata
 Atraksi
 Akomodasi
 Kuliner
 Cenderamata
4. Putra (2006)  Wilayah pedesaan
 Produk wisata
 Suasana pedesaan
 Sosial
 Budaya
 Ekonomi
 Adat istiadat
5. www.wikipedia.org,2010  Produk wisata
 Suasana keaslian desa
 Sosial
 Budaya
 Ekonomi
 Arsitektur
 Tata ruang desa
 Aktivitas pariwisata
6. Nuryanti (1993)  Atraksi
 Akomodasi
 Fasilitas pendukung
 Masyarakat
 Tradisi
7. Ditjenpar (1999) dalam Arlini  Wilayah desa
(2003)  Suasana asli desa
 Arsitektur bangunan
 Tata ruang desa
 Komponen pariwisata
 Atraksi wisata
 Cendera mata
 Penginapan
Sumber : Kajian peneliti tahun 2020
Berdasarkan atas beberapa pendapat para ahli di atas, dapat dijelaskan
bahwa desa wisata merupakan suatu wilayah yang menjadi obyek wisata dimana
area tersebut memiliki ciri khas contohnya seperti keasrian dan keindahan
alamnya, seni budaya dan kebiasaan masyarakat sehari-hari yang mana para
wisatawan dapat ikut terjun langsung merasakan kehidupan masyarakat di desa
tersebut.

3.3.1. Syarat Menjadi Desa wisata


Suatu kawasan dikatakan dapat menjadi desa wisata harus memperhatikan
faktor-faktor sebagai berikut (Syamsu dalam Prakoso, 2008):
1. Faktor kelangkaan adalah sifat dari atraksi wisata yang tidak biasa
dijumpai atau langka di tempat lain.
2. Faktor kealamiahan adalah sifat atraksi wisata yang belum pernah
mengalami perubahan akibat campur tangan manusia.
3. Faktor keunikan, yakni sifat atraksi wisata yang memiliki keunggulan
komparatif dibanding objek wisata lain.
4. Faktor pemberdayaan masyarakat yang mampu menghimbau agar
masyarakat ikut serta dan diberdayakan dalam pengelolaan objek wisata
di daerahnya.
Desa wisata dilihat sebagai bentuk industri pariwisata yang berupa kegiatan
mengaktualisasikan perjalanan wisata identik meliputi sejumlah kegiatan yang
bersifat menghimbau, merayu, mendorong wisatawan sebagai konsumen agar
menggunakan produk dari desa wisata tersebut atau mengadakan perjalanan
wisata ke desa wisata tersebut atau disebut pemasaran desa wisata. Komponen
produk pariwisata itu sendiri terdiri atas angkutan wisata, atraksi wisata, dan
akomodasi pariwisata (Soekadijo, 2000).
Menurut Suswantoro (2007) pada hakekatnya pengertian produk wisata
adalah keseluruhan pelayanan yang diperoleh dan dirasakan atau dinikmati oleh
wisatawan semenjak ia meninggalkan tempat tinggalnya sampai ke daerah tujuan
wisata hingga kembali kerumah dimana ia berangkat semula. Sedangkan Bukart
dan Medlik (dalam Yoeti,1996:151) mendeskripsikan produk wisata sebagai
susunan produk yang terpadu, yang terdiri dari obyek wisata, atraksi wisata,
transportasi (jasa angkutan), akomodasi dan hiburan di mana tiap unsur
dipersiapkan oleh masing-masing perusahaan dan ditawarkan secara terpisah.
Tabel 3.6
Kajian Syarat Menjadi Desa Wisata
No Teori Kata kunci
1. Syamsu dalam Prakoso, 2008 A. Faktor Kelangkaan
 Atraksi wisata
 Langka
B. Faktor Kealamiahan
 Atraksi Wisata
 Campur tangan manusia
C. Keunikan
 Atraksi wisata
 Keunggulan komparatif
 Objek wisata
D. Faktor pemberdayaan masyarakat
 Masyarakat
 Pemberdayaan masyarakat
 Pengelolaan objek wisata
E. Soekadijo, 2000  Angkutan wisata
 Atraksi wisata
 Akomodasi pariwisata
F. Suswantoro (2007  Pelayanan
 Wisatawan
 Tujuan wisata
G. Bukart dan Medlik (dalam  Susunan produk terpadu
Yoeti,1996:151)  Objek wisata
 Atraksi wisata
 Transportasi
 komodasi
 Hiburan
Sumber : Kajian peneliti tahun 2020

3.3.2. Tipe Desa Wisata


Menurut pola, proses, dan tipe pengelolanya desa atau kampung wisata
terbagi dalam dua bentuk yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka (Wiendu,1993).
1. Tipe Terstruktur
Tipe terstruktur ditandai dengan karakter sebagai berikut:
a. Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik
untuk kawasan tersebut. Kelebihan tipe ini adalah dalam citra yang
ditumbuhkan mampu menembus pasar internasional.
b. Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat lokal sehingga dampak
negatif yang ditimbulkan diharapkan terkontrol dan pencemaran sosial
budaya akan terdeteksi sejak dini.
c. Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan
perencanaan yang integratif dan terkoordinir sehinga diharapkan
menjadi agen untuk mendapatkan dana internasional sebagai unsur
utama menangkap jasa dari hotel-hotel berbintang.
2. Tipe terbuka (Spontaneus)

3.4. Komponen Desa Wisata


Terdapat dua konsep utama dalam komponen desa wisata (Zebua, 2016).
Pertama yaitu akomodasi yang digunakan sebagai tempat tinggal wisatawan,
biasanya desa wisata memanfaatkan tempat tinggal masyarakat lokal setempat dan
ruang yang dikembangkan di area sekitar desa wisata. Kedua yaitu atraksi atau
daya tarik, daya tarik desa wisata berupa kehidupan keseharian penduduk
setempat beserta kondisi lingkungan khas pedesaan yang memungkinkan
wisatawan berpartisipasi aktif dalam kegiatan masyarakat lokal .
Selain akomodasi dan atraksi, komponen desa wisata dilihat dari keunikan
dan keaslian suatu desa wisata, letaknya yang berdekatan dengan keadaan alam
yang luar biasa, memiliki budaya yang unik yang dapat menari pengunjung, serta
memiliki potensi untuk dikembangkan baik dari sarana dan prasarana (Gumelar
dalam Zakaria 2014). Prasiasa dalam Zakaria (2014) berpendapat bahwa
komponen desa wisata terdiri dari empat komponen. Keempat komponen tersebut
adalah partisipasi masyarakat lokal, adanya sistem norma yang ada di desa
tersebut, adat dan budaya setempat yang masih asli. Desa wisata harus memiliki
potensi pariwisata, seni dan kebiasaan didaerah setempat, area desa masuk
kedalam lingkup kawasan pengembangan pariwisata atau setidaknya ada dalam
rute perjalanan (tour package) yang telah dijual, tersedianya tenaga pengelola,
pelatih, dan pelaku seni yang dapat mendukung keberlangsungan desa wisata
tersebut, aksesbilitas yang dapat mendukung program desa wisata serta
terjaminnya keamanan, ketertiban dan kebersihan (Putra dalam Zakaria, 2014).
3.4.1. Attraction (Atraksi)
Chaplin (dalam Nggie, 2008) mendefinisikan atraksi adalah sesuatu yang
mempunyai beberapa kualitas yang mampu mendatangkan dan menyebabkan
kecenderungan untuk mendekati sumber. Dalam pariwisata atraksi dapat diartikan
sebagai sesuatu yang menarikowisatawaniuntuk berkunjungppada daerah tujuan
wisata berupa Natural attraction, cultural attraction, social attraction, dan built
attraction (Yoeti, 2002). Attraction/daya tarik wisata adalah berbagai hal yang
memiliki keindahan, keunikan dan nilai budaya, alam, dan hasil buatan manusia
yang menjadi tujuan kunjungan wisatawan ( Dinas Pariwisata DIY, 2014). Secara
umum ada tiga jenis atraksi wisata yaitu :
1. Atraksi alam
2. Atraksi budaya
3. Atraksi minat khusus
Sedangkan Goeldner dan Ritchie (dalam Junaid, 2016) menambahkan jenis
attraksi yaitu acara (event), rekreasi dan atraksi hiburan. Dalam desa wisata
attraksi diartikan sebagai daya Tarik wisata yaitu berupa
kehidupanikesehariantpendudukjsetempathbeserta kondisi lokasi desa yang
memungkinkan wisatawan berpartisipasi aktif seperti: kursus tari, bahasa dan lain-
lain yang spesifik (Hadiwijoyo, 2012). Dengan begitu, keaslian kondisi desa,
kehidupan sosial, kesenian tradisional, menjadi daya tarik sebuah desa wisata, hal
tersebeut memungkinkan wisatawan melakukan hal-hal yang tidak biasa mereka
lakukan dalam kehidupan sehari-hari.

3.4.2. Amenity (Amenities)


Amenities adalah fasilitas penudukung yang dibutuhkan oleh wisatawan di
destinasi wisata. Amenities meliputi beragam fasilitas untuk memenuhi kebutuhan
akomodasi, penyediaan makanan dan minuman (food & beverage), tempat
hiburan, tempat perbelanjaan, bank, rumah sakit, keamanan dan asuransi (
Cooper dkk, 2000). Begitu pun menurut Sugiama (2011) amenities adalah
beragam layanan dalam memenuhi kebutuhan wisatawan seperti akomodasi,
makanan dan minuman, penyedia jasa akomodasi seperti hotel, motel, dan jasa
penginapan lainnya.
Akomodasi merupakan istilah yang menerangkan semua jenis sarana yang
menyediakan penginapan bagi seseorang yang sedang dalam perjalanan baik
wisata, bisnis, ataupun kepentingan lainnya (Sammeng, 2001). Akomodasi
mencangkup: hotel, motel, wisma, pondok wisata, villa, appartemen, caravan,
perkemahan pondok remaja ataupun homestay. Karena konsep desa wisata yang
melibatkan masyarakat setempat dalam pengembangannya, penginapan untuk
wisatawan disediakan dalam konsep homestay, dimana wisatawan menginap di
rumah-rumah warga yang masih asli dan hidup bersama selama menginap serta
menikmati kehidupan pedesaan yang masih tradisional (Soemarno, 2010)
Berbeda dengan Soemarno, Sammeng (2001) mendefinisikan fasilitas
sebagai kemudahan yang diberikan oleh suatu tempat/daerah/negara tujuan wisata.
Kemudahan yang dimaksud antara lain dalam hal; mendapatkan informasi,
mengurus dokumen perjalanan, membawa barang atau uang.

3.4.3. Acessbility (aksesbilitas)


Akses mencangkup fasilitas yang penting dalam komponen kegiatan
pariwisata. Aksesbilitas atau kelancaran atas perpindahan seseorangp dari suatu
tempat ke tempat lainnya (Sammeng, 2001). Menurut Sugiama (2011) aksesbilitas
adalah tingkat intensitas suatu daerah tujuan wisata atau destinasi yang dapat
dijangkau oleh wisatawan.
Aksesibilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana dan prasarana
transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan
ke Destinasi Pariwisata maupun pergerakan di dalam wilayah Destinasi Pariwisata
dalam kaitan dengan motivasi kunjungan wisata (PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 50 TAHUN 2011).
Mill (2000) menyatakan ”Accessibilities Of The Tourist Destination”,
sebagai semua yang dapat memberi kemudahan kepada wisatawan untuk datang
berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata (DTW). Bahkan menurut Oka A.
Yoeti (1997:172) jika suatu obyek tidak di dukung aksesibilitas yang memadai
maka obyek yang memiliki atraksi tersebut sangat susah untuk menjadi industri
pariwisata, aktivitas kepariwisataan banyak tergantung pada tranportasi dan
komunikasi karena faktor jarak dan waktu yang sangat mempengaruhi keinginan
seseorang untuk melakukan perjalanan wisata. Yang membuat suatu kawasan
lebih banyak di kunjungi adalah sarana akses seperti infrastruktur jalan, obyek
dekat dengan bandara dan ada transportasi untuk menuju DTW.
Oleh karena itu, tingkat kemudahan pencapaian ke daerah wisata tersebut
akan mempengaruhi perkembangan suatu daerah wisata. Kemudian Soekadijo
(2003;107-108), mengemukakan persyaratan aksesibilitas terdiri dari akses
informasi dimana fasilitas harus mudah ditemukan dan mudah dicapai, harus
memiliki akses kondisi jalan yang dapat dilalui dan sampai ke tempat objek wisata
serta harus ada akhir tempat suatu perjalanan.

3.5. Pengembangan Objek Wisata


Pada hakekatnya pengembangan adalah suatu proses untuk memperbaiki
dan meningkatkan sesuatu yang ada. Pengembangan objek wisata merupakan
kegiatan membangun, memelihara, dan melestarikan pertanaman, sarana dan
prasarana maupun fasilitas lainnya.
Fandeli (1995-24) mengemukakan bahwa pengembangan pariwisata pada
dasarnya adalah pengembangan masyarakat dan wilayah yang didasarkan pada :
a. Memajukan tingkat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas
dan tradisi lokal.
b. Meningkatkan pendapatan secara ekonomis sekaligus mendistribusikan
secara merata kepada penduduk lokal.
c. Berorientasi pada pengembangan wisata berskala kecil dan menengah
dengan daya serap tenaga kerja besar dan berorientasi pada teknologi
kooperatif.
d. Memanfaatkan pariwisata seoptimal mungkin sebagai agen penyumbang
tradisi budaya dengan dampak negatif yang seminimal mungkin.

Dalam Undang-Undang RI No. 10 Tahun 2009 Pasal 6 dan 7, tentang


pembangunan pariwisata haruslah memperhatikan keankeragaman, keunikan dan
kekhasan budaya dan alam serta kebutuhan manusia untuk pariwisata (Pasal 6).
Pembangunan pariwisata meliputi industri pariwisata, destinasi pariwisata,
pemasaran dan kelembagaan pariwisata (Pasal 7).
Pembangunan pariwisata itu sendiri mempunyai tujuan yaitu untuk
meningkatkan kesejahteraan banyak orang tanpa membedakan kelas sosial. Oleh
karena itu pengembangan pariwisata perlu memperhatikan kemungkinan
kerjasama antara pihak-pihak terkait dalam hal ini masyarakat, pemerintah dan
swasta yang diharapkan mampu mendukung kelanjutan pembangunan pariwisata
disuatu daerah.
Menurut beberapa pakar, seperti Cooper Fletcherm Gilbertm Stepherd and
Wanhill (1998) dalam Sunaryo (2013: 159) menjelaskan bahwa kerangka
pengembangan pariwisata paling tidak harus mencakup komponen-komponen
utama sebagai berikut :
a. Objek atau daya tarik (Atractions), yang mencakup daya tarik alam,
budaya maupun buatan (Artificial), seperti event yang sering disebut
sebagai minat khusus (Special Interest).
b. Aksesibilitas (Accessibility), yang mencakup dukungan sistem
transportasi yang meliputi rute atau jalur transportasi, fasilitas terminal,
bandara, pelabuhan dan moda transpotasi lain.
c. Amenitas (Amenity), yang mencakup fasilitas penunjang dan pendukung
wisata yang meliputi akomodasi, rumah makan (food and baverage),
retail, toko cinderamata, fasilitas penukaran uang, biro perjalanan, usat
infirmasi wisata, dan fasilitas kenyamanan lainnya.
d. Fasilitas pendukung (Ancillary Services) yaitu ketersediaan fasilitas
pendukung yang digunakan oleh wisatawan, seperti bank,
telekomunikasi, pos, rumah sakit, dan sebagainya.
e. Kelembagaan (Institusions) yaitu terkait dengan keberadaan dan peran
masing-masing unsur dalam mendukung terlaksananya kegiatan
pariwisata termasuk masyarakat setempat sebagai tuan rumah (host).
Pengembangan pariwisata memerlukan teknik perencanaan yang baik dan
tepat. Teknik perencanaan itu harus menggabungkan beberapa aspek penunjang
kesuksesan pariwisata. Aspek-aspek tersebut adalah aspek aksesbilitas
(transportasi dan saluran pemasaran), karakteristik infrastuktur pariwisata, tingkat
interaksi sosial, keterkaitan/ kompatibilitas dengan sektor lain, daya tahan akan
dampak pariwisata, tingkat resistensi komunitas lokal, dan seterusnya (Pitana,
2009: 134).
Menurut Carter dan Fabricus (2007) dalam Sunaryo (2013: 172), berbagai
elemen dasar yang harus diperhatikan dalam perencanaan pengembangan
pariwisata paling tidak mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
a. Pengembangan Atraksi dan Daya Tarik Wisata
Atraksi merupakan daya tarik yang akan melahirkan motivasi dan
keinginan bagi wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata.
b. Pengembangan Amenitas dan Akomodasi Wisata
Berbagai fasilitas wisata yang perlu dikembangkan dalam aspek
amenitas paling tidak terdiri dari akomodasi, rumah makan, pusat
informasi wisata, toko cinderamata, pusat kesehatan, pusat layanan
perbankan, sarana komunikasi, pos keamanan, Biro Perjalanan Wisata,
ketersediaan air bersih, listrik, dan lain sebagainya.
c. Pengembangan Aksesbilitas
Aksesbilitas tidak hanya menyangkut kemudahan transportasi bagi
wisatwan untuk mencapai sebuah tempat wisata, akan tetapi juga waktu
yang dibutuhkan, tanda penunjuk arah menuju lokasi wisata dan
perangkat terkait lainnya.
d. Pengembangan Image (Citra Wisata)
Pencitraan (image building) merupakan bagian dari positioning, yaitu
kegiatan untuk membangun citra atau image dibenak pasar (wisatawan)
melalui desain terpadu antara aspek kualitas produk, komunikasi
pemasaran, kebijakan harga, dan saluran pemasaran yang tepat dan
konsisten dengan citra atau image yang ingin dibangun serta ekspresi
yang tampak dari sebuah produk.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan Desa
Wisata tidak terlepas dari partisipasi masyarakat degan keberadaan Desa wisata
tersebut. Partisipasi masyarakat dapat terlibat secara langsung dalam kegiaatan
tersebut maupun secara tidak langsung. Partisipasi langsung misalnya dalam
penyediaan sarana dan prasarana wisata mulai dari atraksi sampai dengan layanan
jasa guide, penginapan dan memberikan informasi. Partisipasi tidak langsung
misalnya dengan ikut serta menjaga potensi yang ada di desa tersebut misalnya
menjaga kebersihan lingkungan, menjaga sikap ketika adanya wisatawan ketika
berkunjung (kesimpulan penulis).

Anda mungkin juga menyukai