Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

Pada bab ini memuat berbagai teori-teori yang berkaitan dengan topik
penelitian dan dapat mendukung berlangsungnya kegiatan penelitian. Teori-teori
tersebut seperti pariwisata, wisata alam, pariwisata sebagai sistem, penawaran dan
permintaan dalam pariwisata, komponen-komponen dalam pariwisata, dan
kesesuaian penawaran dan permintaan dalam pariwisata. Selain itu dijelaskan juga
mengenai sintesa literatur serta sintesa variabel yang digunakan dalam penelitian
ini.

2.1 Pariwisata
Pariwisata merupakan kegiatan seseorang yang melakukan perjalanan ke
atau tinggal di suatu tempat di luar dari lingkungannya yang biasa dilakukan dalam
jangka waktu yang bersifat sementara yang kurang dari satu tahun dan memiliki
tujuan untuk melakukan suatu kegiatan di tempat yang dikunjungi (World Tourism
Organization WTO, 1991). Sedangkan, menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, pariwisata merupakan
berbagai macam kegiatan wisata yang ada di suatu daerah, dan didukung dengan
berbagai faisilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan
pemerintah daerah tersebut. Meyers (2009) mendefinisikan bahwa pariwisata
merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu
yang bersifat sementara dari tempat tinggal asalnya ke daerah tujuan yang bertujuan
bukan untuk menetap di tempat tersebut atau mencari nafkah melainkan hanya
untuk menikmati waktu dengan cara bersenang-senang, menghabiskan waktu luang
maupun menikmati waktu libur. Pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan
dalam jangka waktu sementara ke suatu tempat tujuan yang bukan berada dalam
rumah dan selama melakukan kegiatan tersebut mempunyai tujuan untuk
memanfaatkan fasilitas yang tersedia dan berguna untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan yang melakukan kegiatan berwisata (Matheison dan Wall, 2005).
Selain itu, pariwisata juga didefinisikan menurut Spillane (1987:20)
merupakan sebagai suatu kegiatan perjalanan dari suatu tempat asal ke tempat lain
yang bersifat sementara dan dapat dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok
yang bertujuan untuk mencari kebahagiaan dengan lingkungan hidup pada dae rah
tersebut dalam dimensi sosial dan budaya. Dalam pariwisata terbagi atas beberapa
jenis pariwisata yang di sebutkan juga oleh Spillane (1987) sebagai berikut:
a. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism)
Pada kegiatan jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang
meninggalkan tempat tinggal aslinya dengan bermaksud untuk melakukan
kegiatan diwaktu libur seperti mencari udara segar, untuk memenuhi rasa
keinginan tahuannya, untuk merelaksasi, untuk menyegarkan tubuh dan
pikiran akibat padatnya jadwal kegiatan, untuk menikmati keindahan
alam, dan bertujuan untuk hal lainnya yang bertempat bukan di daerah
asalnya.
b. Pariwisata untuk rekreasi (Recreation Tourism)
Pada kegiatan jenis pariwisata ini dapat dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki maksud untuk menikmati waktu luangnya dengan tujuan untuk
memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohaninya dan yang dapat
menghilangkan rasa lelahnya.
c. Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism)
Pada kegiatan ini orang-orang memiliki maksud untuk memenuhi rasa
keingin tahuannya dan mempelajari tentang kebudayaan yang berasal dari
daerah selain daerah asalnya yang dapat mengunjungi ke suatu daerah
tujuan seperti momen bersejarah, peninggalan peradaban masa lalu, pusat
kesenian dan keagamaan ataupun yang ikut serta dalam kegiatan festival
seni (musik, teater, tarian rakyat, dan lain-lain).

Dalam menjelaskan pengertian dari pariwisata pada intinya terdapat


beberapa faktor yang harus ada dalam pengertian tersebut. berikut merupakan
penjabaran dari faktor-faktor yang harus ada tersebut (Yoeti, 1996 dalam
Firmansyah, 2010):
a. Perjalanan tersebut dilakakukan dalam jangka waktu yang bersifat
sementara.
b. Perjalanan tersebut dilakukan pergerakan dari satu tempat ke tempat
lainnya.
c. Perjalanan tersebut harus selalu berkaitan dengan kegiatan bertamasya
maupun berekreasi apapun bentuknya.
d. Orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak memiliki tujuan untuk
mencari nafkah di daerah tujuannya dan semata-mata hanya berperan
sebagai konsumen di tempat tersebut.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2019 tentang


kepariwisataan, yang dapat dijadikan sebagai objek atau daya tarik wisata yang
memiliki keunikan, keindahan, dan nilai dalam bentuk hasil buatan manusia, yang
berasal dari keanekaragaman kekayaan alam, dan budaya. Manurut Helmut, 2000
(dalam Firmansyah, 2010) mengemukakan bahwa objek wisata merupakan suatu
tempat yang menjadi daerah tujuan yang dikunjungi wisatawan karena di tempat
tersebut mempunyai sumber alami maupun buatan manusia (keindahan alam atau
pegunungan, pantai, flora dan fauna, kebun binatang, bangunan kuno bersejarah,
monument-monumen, candi-candi, tari-tarian, atraksi dan kebudayaan khas
lainnya). Kemudian, terdapat pula perbedaan antara objek wisata dengan daya tarik
wisata yang dikemukakan oleh Firmansyah (2010), bahwa paa suatu objek wisata
sudah terdapat daya tarik didalamnya yang dijadikan alasan pada daerah tersebut
dijadkan sebagai salah satu tujuan wisata, sedangkan daya tarik wisata belum tentu
dapat dikatakan sebagai objek wisata namun daripada itu keberadaan daya tarik
wisata dalam kepariwisataan menjadi hal yang sangat disukai oleh wisatawan.

2.2 Wisata Alam

Suyitno (2001) menjelaskan bahwa pada umumnya orang memberi


pandangan kata wisata dengan “rekreasi”, maka wisata adalah suatu perjalanan,
namun tidak semua perjalanan dapat dikatakan wisata.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2010
dijelaskan bahwa pariwisata alam merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan
wisata alam yang terdapat pengusahaan objek dan daya tarik dan juga usaha yang
berkaitan dengan wisata alam. Selanjutnya, masih tercantum dalam PP Republik
Indonesia No. 36 Tahun 2010 dijelaskan bahwa wisata alam merupakan suatu
kegiatan perjalanan atau yang merupakan bagian dari kegiatan perjalanan tersebut
yang dilakukan secara sukarela dalam jangka waktu yang bersifat sementara dengan
tujuan untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan suaka
margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Sedangkan
wisata alam menurut Suwerna dan Widyatmaja (2017) adalah suatu destinasi wisata
yang dikembangkan melalui banyak sumber potensi keindahan dan keunikan alam
yang dimiliki daerah tujuan tersebut.
Soekadijo (2006) mengemukakan terdapat pengelompokkan jenis
pariwisata aktif maupun pasif selain dijadikan sebagai objek penelitian ataupun
objek studi (widia-wisata) yang ditawarkan alamnya, yang terbagi atas lima
golongan dengan penjabaran sebagai berikut:
a. Melakukan berbagai kegiatan di alam terbuka, seperti: berjemur di pantai,
menyelam, berburu, dan panjat tebing.
b. Menikmati suasana alam yang tersedia pada daerah tersebut, seperti:
menikmati keindahan alamnya, menikmati iklim pegunungan yang segar,
dan merasakan suasana tenangnya alam perdesaan.
c. Dengan tersedianya alam, orang mengunjungi daerah tersebut demi
mencari ketenangan, melepaskan diri dari kesibukan rutin sehari-hari,
menghilangkan penat, dan beristirahat.
d. Yang bertujuan untuk menikmati alam sebagai “rumah kedua”, menikmati
tempat tertentu, tinggal di persinggahan seperti bungalo atau vila milik
pribadi ataupin milik sewaan, juga dapat berupa mendirikan tenda, atau
menggunakan caravan.
e. Melakukan widia-wisata dalam artian alam dijadikan sebagai objek studi,
mempelajari dlora dan fauna tertentu.

Menurut Firmansyah (2010) dalam pariwisata harus adanya timbal balik


antara pengembangan pariwisata dengan rencana tata ruang wilayah pada daerah
tersebut. Dengan adanya kegiatan pariwisata pada wisata alam pun dapat
membahayakan potensi sumber daya alamnya, tentunya hal tersebut dapat
merugikan bagi objek wisata tersebut karena akan menyebabkan kerusakan sumber
daya alam yang tak terpulihkan bahkan apabila dapat dipulihkan membutuhkan
waktu yang sangat lama. Pariwisata alam yang memanfaatkan potensi kekayaan
sumber daya alam yang dijadikan sebagai objek pariwisata apabila mengalami
kerusakan secara langsung akan menurunkan nilai jual objeknya, maka dari itu
diperlukannya untuk tetap menjaga dan melestarikan keutuhan objek (sumber daya
alam) dari kegiatan pariwisata tersebut. Selanjutnya, masih dari penjelasan dari
Firmansyah (2010), bahwa dalam pengembangan pariwisata alam dalam
pengelolaan nya dapat dilakukan secara tepat dan cermat agar tidak hanya
melakukan pengelolaan demi keuntungan ekonomi dalam jangka waktu yang
pendek melainkan harus melakukan pengembangan secara berkelanjutan yang
sumber daya alamnya dapat dinikmati dimasa waktu yang akan datang. Maka dari
itu, berikut merupakan kebijakan yang hendaknya sebagai landasan bagi
pengembangan pariwisata alam (Firmansyah, 2010):
a. Dengan adanya kegiatan pariwisata dapat menyelamatkan
lingkungan itu sendiri sebagai sumber potensi kepariwisataan agar
daya tariknya tidak menurun.
b. Dalam melakukan pengembangan produk wisata lainnya seperti
sarana dan prasarana harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar
tetap menjaga keseimbangan ekologi lingkungan mikro yang
menjadi suatu ancaman bagi kelestarian lingkungannya.
c. Melakukan pengelolaan dengan menghindari penetrasi guna lahan
agar tetap terjaganya kelestarian alam yang tersedia, tetap terjaga
keutuhan daya tarik wisatanya dengan tujuan agar menjadikan
kegiatan pariwisata tersebut memiliki fungsi yang berkelanjutan.

2.3 Tipologi Ekowisata


Menurut Langka (1993) dalam Nelson (1994), ekowisata didefinisikan
sebagai suatu program wisata yang berorientasi pada alam dan tergantung pada
sumber daya alam dan arkeologi yang mencakup budaya asli maupun lokal sebagai
sumber daya alamnya. Ekowisata merupakan salah satu bagian dari wisata alam
yang didalamnya terdapat stakeholders yang saling bekerja sama untuk
melestarikan kualitas ketersediaan sumber daya alam untuk mendukug kegiatan
pariwisata. Ekowisata diterapkan dengan difokuskan pada peningkatan serta
pemeliharaan sumber daya alam melalui dikembangkannya pariwisata, dalam hal
ini merupakan strategi pada masa ini dangat penting untuk peningkatan kualitas
serta pemeliharaan ekosistem yang sehat. Ekowisata sebagai salah satu program
kepariwisataan yang dijadikan sebagai strategi baru dengan menyeimbangkan
antara pembangunan dan keuntungan ekonomi menjadi suatu keunggulan baru yang
dapat menguntungkan alam dan destinasi yang sedang berkembang (Nelson, 1994).
Untuk memahami terkait ekowisata, perlu untuk mengetahui jenis-jenis
perjalanan yang dilakukan oleh wisatawan yang bergantung pada alam. Berikut
merupakan penjabaran dari jenis-jenis perjalanan yang dilakukan wisatawan
(Lindberg, 1991):
a) Wisatawan alam hard-core, wisatawan yang melakukan penelitian atau
sebagai anggota ilmiah wisata yang dilakukan untuk menunjang
pendidikan.
b) Wisatawan alam yang berdedikasi, merupakan orang yang melakukan
perjalanan khusus untuk melihat kawasan lindung dengan memahami
sejarah alam dan budaya setempatnya.
c) Wisatawan alam utama, orang yang mengunjungi tempat alam seperti
Amazon, taman gorilla Rwanda, atau tujuan lainnya yang bertujuan untuk
melakukan perjalanan yang anti-mainstream atau yang tidak biasa.
d) Wisatawan alam yang bersantai, orang yang mengambil bagian dari alam
secara kebetulan sebagai bagian dari perjalanan yang lebih bermanfaat.

2.4 Pariwisata Sebagai Suatu Sistem


Gunn (1994) mengemukakan bahwa pariwisata tidak hanya sebatas
industri melainkan sebuah sistem yang terdiri dari komponen-komponen utama
yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Pada model sistem kepariwisataan
Gunn lebih berkaitan terhadap aspek ekonomi yang mencakup penawaran (supply)
dan permintaan (demand) dalam kepariwisataan serta faktor-faktor pendukung
lainnya yang dapat mempengaruhi pariwisata tersebut. Selain itu, Gunn (2002) juga
menambahkan bahwa untuk dapat memuaskan permintaan (demand) pasar dalam
sebuah negara, wilayah atau masyarakat harus menyediakan berbagai macam jenis
pembangunan dan pelayanan (supply), dan keselerasan antara supply dan demand
juga merupakan kunci dari keberhasilan pengembangan pariwisata yang baik.
Dijelaskan oleh Leiper (2004), bahwa dalam suatu sistem pariwisata
terdapat perjalanan dan akomodasi dilakukan yang bersifat sementara bagi
pengunjung yang berwisata selama dalam waktu semalam ataupun lebih (kecuali
tujuan dari perjalanan tersebut untuk mendapatkan upah dari daerah tujuan
perjalanan). Leiper (2004) menjelaskan sistem pariwisata secara menyeluruh
(whole tourism system) yang diawali dengan pendeskripsian perjalanan dari seorang
wisatawan. Unsur dalam sistem pariwisata itu terdapat lima elemen yang tersusun
dalam hubungan suatu kespasialan dan fungsional, berikut merupakan penjelasan
dari lima elemen tersebut:
a. Wisatawan (Tourist) merupakan orang yang melakukan kegiatan
perjalanan untuk tujuan berwisata, terjadinya pariwisata disebabkan oleh
adanya hanya satu orang wisatawan.
b. Daerah Asal Wisatawan (Traveller-Generating Regions) berupa suatu
elemen bentuk geografi yang merupakan daerah wisatawan saat awal
melakukan perjalanan dan saat akhir melakukan perjalanan, terjadinya
pariwisata disebabkan oleh kegiatan memulai perjalanan dari satu daerah
asal.
c. Jalur Pengangkutan (Transit Route) berupa suatu elemen bentuk geografi
yang merupakan jalur perjalanan wisata berlangsung menuju daerah tujuan
wisata, terjadinya pariwisata disebabkan oleh melalui rute tertentu ke rute
yang ditentukan.
d. Daerah Tujuan Wisata (Tourist Destination Region) berupa suatu elemen
geografi yang merupakan tempat tujuan utama yang dikunjungi oleh
wisatawan, terjadinya pariwisata disebabkan oleh kegiatan perjalanan ke
suatu daerah tujuan wisata.
e. Industri Pariwisata (Tourist Industry) merupakan suatu kumpulan dari
organisasai di bidang kepariwisataan, organisasi yang bekerjasama dalam
pemasaran kepariwisataan yang menyediakan barang, jasa serta fasilitas
pariwisata. terjadinya pariwisata disebabkan oleh dimana wisatawan dapat
menggunakan dan mengkonsumsi jasa industry pariwisata.
Mill dan Morisson (1985) mengembangkan sistem pariwisata dengan
mencerminkan konektivitas yang saling ketergantungan antara empat bagian dan
empat komponen pembentuk sistem kepariwisataan sebagai berikut:
a. Perjalanan Wisata (Travel), terfokus pada pergerakan (wisatawan, moda
transportasi, dan segmen pasar)
b. Pasar Wisata (Market), terfokuskan pada strategi yang dilakukan oleh
pengelola objek wisata dalam merencanakan, mempromosikan dan
mendistribusikan barang dan jasa kepada wisatawan.
c. Tujuan Wisata (Destination), mencakup proses dan prosedur yang
dilakukan oleh objek wisata dalam pengembangan dan mempertahankan
keberlanjutan pariwisata tersebut.
d. Pemasaran Wisata (Marketing), mencakup faktor-faktor yang
mempengaruhi pasar dengan penekanan pada perilaku pasar. Faktor-
daktor berupa internal dan eksternal yang mempengaruhi perjalanan
wisata dan progress dalam pengambilan keputusan dalam berwisata.

Mathieson dan Wall (1982) juga menjelaskan bahwa dalam suatu sistem
pariwisata terdapat tiga elemen yaitu:
a. A Dynamic Element
Melakukan kegiatan Travel ke suatu daerah tujuan wisata
b. A Statistic Element
Melakukan kegiatan bersinggah yang dalam arti dalam kurun waktu
tertentu di daerah tujuan wisata
c. A Conseguential Element
Merupakan elemen dampak yang ditimbulkan dari kegiatan dua elemen di
atas (melakukan travel ke daerah tujuan wisata dan bersinggah di daerah
tujuan wisata) terhadap masyarakat lokal (yang mencakup ekonomi,
sosial, dan fisik) dari adanya interaksi masyarakat dengan wisatawan
tersebut.
2.5 Komponen-Komponen Pariwisata
Komponen pariwisata merupakan suatu komponen dalam kepariwisataan
yang harus dimiliki oleh suatu objek daya tarik wisata. Dijelaskan oleh Hadiwijoyo
(2012) bahwa objek daya tarik wisata merupakan suatu organisasi objek dan
fasilitas yang saling berkaitan dn dijadikan sebagai maksud wisatawan untuk
berkunjung ke daerah tujuan. Objek daya tarik wisata itu dapat dibedakan menjadi
tiga jenis yaitu: objek wisata alam atau lingkungan (ekowisata), objek wisata sosial
budaya, dan objek wisata minat khusus (Special Interest). Terdapat didalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dijelaskan bahwa
suatu Daerah Tujuan Wisata (DTW) harus terdapat suatu kegiatan kepariwisataan
yang dilengkapi dengan adanya ketersediaan Daya Tarik Wisata, fasilitas umum,
fasilitas pariwisata, aksesibilitas dan masyarkat yang terlibat.
Menurut Sugiama (2013) komponen penunjang dalam wisata yaitu
merupakan komponen kepariwisataan yang harus ada demi menunjang kegiatan
pariwisata dalam destinasi wisata tersebut. Terdapat berbagai penjelasan terkait
komponen-komponen sebagai penunjang kepariwisataan diantaranya yakni,
menurut Hadiwijoyo (2012) komponen yang harus ada dalam kepariwisataan yaitu
komponen 2A yaitu Attraction dan Accomodation. Kemudian Stange dan Brown
(2013) juga berpendapat bahwa komponen tersebut yaitu 3A yang meliputi
Attraction, Activity, dan Accessibility. Sedangkan menurut Buhalis dan Costa
(2006) mengemukakan bahwa komponen pariwisata terdiri atas 6A yang meliputi
Attraction, Amenities, Ancillary, Activity, Accessibility, dan Available Package.
Cooper dkk (2008) mengemukakan teori yang berbeda bahwa komponen dalam
kepariwisataan terdiridari 4A yang diantaranya yaitu Attraction, Accessibility,
Amenity, dan Ancillary. Pada penelitian ini penulis menggunakan teori komponen
4A menurut Cooper, dengan pertimbangan dan alasan bahwa teori menurut Cooper
ini sudah mencakup dan mewakilkan dari komponen-komponen kepariwisataan
secara jelas dan lebih efektif. Berikut merupakan penjabaran dari keempat
komponen tersebut.
2.5.1 Attraction (Atraksi)
Atraksi dalam pariwisata merupakan suatu bagian dari keseluruhan yang
signifikan, untuk menarik wisatawan yang akan berdatangan. Selain itu, atraksi
dalam pariwisata biasa disebut juga sebagai objek dan daya tarik wisata yang
diminati oleh wisatawan. Karyono (1997) menjelaskan bahwa atraksi atau daya
tarik dalam kepariwisataan masih berhubungan dengan apa yang dilihat atau what
to see dan apa yang dilakukan atau what to do. Kemudian, Suwena (2010)
menambahkan bahwa pada suatu kawasan atau tempt yang dijadikan sebagai
destinasi wisata harus dapat dikembangkan apabila kondisi di suatu destinasi
tersebut masih belum dapat terpenuhi, serta harus mempunyai atraksi wisata yang
menarik karena hal ini yang nantinya akan menjadi sumber kepariwisataan atau
biasa disebut dengan Tourism Resources.
Dalam komponen atraksi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
a) Objek wisata (Site Attraction) yang terdiri dari: objek wisata ciptaan
Tuhan (Natural Site-Attraction) dan objek wisata karya manusia (Man-
Made Site-Attraction)
b) Atraksi wisata (Event Attraction) yang terdiri dari atraksi asli (Real) dan
atraksi pentas (Staged).
Keberadaan atraksi wisata menjadi sebuah alasan dan juga sebuah
motivasi kepada wisatawan untuk dapat mengunjungi ke suatu daerah tujuan wisata
(Suwena, 2010). Selanjutnya, Suwena (2010) menjelaskan bahwa dalam
kepariwisataan, modal untuk menemukan potensi dalam suatu daerah harus
mengikuti dengan apa yang sedang dicari oleh wisatawan untuk dikunjungi, yang
terbagi menjadi tiga yaitu:
a) Daya tarik wisata alam (Natural Resources)
Daya tarik wisata yang dikembangkan berasal dari alam dan berbasis pada
anugerah keindahan dan keunikan yang disediakan oleh alam tersebut yang
dijadikan sebagai atraksi wisata.
b) Daya tarik wisata budaya
Daya tarik wisata yang dikembangkan berasal dari peninggalan budaya
ataupun kearifan lokal budaya lain maupun daya tarik wisata hasil karya dan
tercipta oleh manusida yang berasal dari suatu nilai budaya yang masih
hidup dalam kehidupan masyarakat.
c) Daya tarik wisata minat khusus (Special Interest)
Daya tarik wisata yang dikembangkan untuk pemenuhan yang wisatawan
inginkan secara spesifik yang berbasis pada kegiatan yang terkait dengan
hobi atau kegemaran yang diminati oleh wisatawan.

2.5.2 Accessibility (Aksesibilitas)


Aksesibilitas yang dimaksud berupa sarana dan infrastruktur yang
terseddia dengan memberikan kemudahan kepada wisatawan untuk dapat
berpindah ke daerah tujuan. Menurut Sunaryo (2013) aksesibilitas penting dalam
kepariwisataan yaitu berupa jalan masuk atau pintu masuk utama menuju ke daerah
tujuan wisata (pelabuha, bandara, terminal, dan semua jenis jasa transportasi
lainnya yang dapat menjadi akses penting dalam kepariwisataan). Dalam hal ini
aksesibilitas biasa disebutkan sebagai transferability atau kemudahan pergerakan
kegiatan pariwisata dari suatu daerah ke daerah yang lainnya, apabila tidak adanya
kemudahan transferability maka tidak aka nada pariwisata (Yoeti, 1985).

2.5.3 Amenity (Amenitas)


Sugiama (2011) menjelaskan Amenitas atau fasilitas merupakan semua
jenis baik sarana maupun prasarana pendukung kegiatan pariwisata yang dapat
dinikmati wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata (kebutuhan akomodasi,
rumah makan, transportasi, gedung pertunjukan, tempat hiburan, dan tempat
perbelanjaan). Prasarana dalam kegiatan pariwisata dapat berjalan dengan lancar
sehingga dapat memudahkan setiap orang yang terlibat memiliki tujuan untuk
berwisata. Prasarana pariwisata dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
a) Prasarana umum
Prasarana fasilitas umum yang harus dimiliki setiap daerah tujuan wiasta
yaitu: pembangkit tenaga listrik, penyediaan air bersih, jaringan jalan raya,
dan fasilitas komunikasi.
b) Prasarana kebutuhan masyarakat banyak
Untuk mendukung kegiatan pariwisata, diperlukannya prasarana fasilitas
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak yaitu: rumah sakit, apotek,
kantor pos, bank, dan pom bensin.
Sarana dalam kepariwisataan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu
sebagai berikut:
a) Sarana pokok pariwisata (Main tourism suprastructure)
Berbagai usaha yang dibangun serta kehidupannya sangat tergantung
dengan adanya aktivitas perjalanan wisatawan yang datang, dan fungsinya
sebagai penyedia fasilitas untuk memberikan pelayanan kepada wisatawan
yang berupa Biro Perjalanan Wisata (BPW), travel agent, angkutan wisata,
serta restoran.
b) Sarana pelengkap pariwisata (Complementary tourism suprastructure)
Sarana pelengkap dalam kepariwisataan guna untuk membuat wisatawan
dapat tinggal lebih lama di daerah tujuan wisata yang dikungjungi karena
terdapat pendukung berupa sarana olahraga dan sarana rekreasi.
c) Sarana penunjang pariwisata (Supporting tourism suprastructure)
Sarana penunjang dalam kepariwisataan merupakan fasilitas sebagai
penunjang sarana pokok dan sarana pelengkap dalam pariwisata dengan
tujuan agar wisatawan lebih banyak menghabiskan uangnya di destinasi
yang dikunjungi. Contoh dari sarana penunjang dalam pariwisata adalah
toko cinderamata, gedung bioskop, kasino, pertunjukan, tempat mandi uap
dan panti pijat.

2.5.4 Ancillary Services (Pelayanan Tambahan)


Sugiama (2011) berpendapat bahwa pada komponen ancillary atau
pelayanan tambahan ini berupa lembaga kepariwisataan yang terlibat yang
memberikan rasa aman dan terlindungi bagi wisatawan atau biasa disebut dengan
Protection of Tourism. Pada komponen ini mencakup keberadaan dari berbagai
organisasi kepariwisataan yang memfasilitasi pengembangan juga melakukan
pemasaran dari suatu destinasi wisata tersebut. Kelembagaan ini merupakan
pelengkap yang harus disediakan oleh pemerintah daerah untuk mendukung
kegiatan pariwisata yang dapat dinikmati oleh wisatawan maupun para pelaku
pariwisata lainnya. Pelayanan yang diberikan dapat berupa seperti pemasaran,
pebangunan fisik, (jalan raya, rel kereta, air minum, listrik, telepon, dan pelayanan
lainnya) dan melakukan koordinasi segala kegiatan dengan acuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk di objek wisata.

2.6 Permintaan Dalam Pariwisata


Menurut Wahab (1996) permintaan wisata dapat digambarkan dengan
adanya kelompok orang-orang yang memiliki motivasi kemudian berusaha untuk
berpergian. Motivasi tersebut terdapat rasa keinginan, kebutuhan, cita rasa,
kesukaan yang tinggi pada diri seseorang yaitu wisatawan untuk melakukan
perjalanan ke daerah tujuan. Permintaan wisata pada dasarnya adalah kelompok
orang-orang yang memiliki motivasi untuk melakukan perjalanan wisata.
Permintaan wisata terbagi dari tiga jenis yaitu sebagai berikut (Mathieson dan Wall,
1982):
a. Permintaan efektif atau permintaan aktual (actual demand) dari wisatawan
yang sedang melakukan kegiatan berwisata dengan menikmati
ketersediaan fasilitas pariwisata pada daerah tujuan wisata tertentu (Yoeti,
2008).
b. Permintaan tertahan atau suppressed demand dalam artian masih terdapat
keseluruhan atau sebagian masyarakat yang tidak melakukan perjalanan
atau kegiatan berwisata dikarenakan adanya alasan tertentu. Terdapat dua
alasan yang mengakibatkan permintaan wisata tertahan yaitu:
1. Permintaan potensial (potential demand). Alasan pada permintaan
potensial ini dikarenakan wisatawan yang ingin berwisata tetapi tidak
dilakukan, dikarenakan pada saat itu belum mempunyai kemampuan.
Apabila wisatawan tersebut nantinya sudah menghasilkan peningkatan
pendapatan maka permintaan potensial tersebut akan berubah menjadi
permintaan efektif. Menurut Yoeti (2008) maksud dari permintaan
potensial ini yaitu terdapat sekumpulan orang-orang yang mampu untuk
melakukan perjalanan wisata dikarenakan memiliki waktu luang dan
memiliki tabungan yang dapat dikatakan cukup.
2. Permintaan tertunda. Alasan pada permintaan tertunda ini kepada
wisatawan yang mampu untuk membayar dalam berwisata, namun
karena wisatawan mempunyai alasan tertentu maka terjadi menunda
perjalanan ke daaerah tujuan wisata tersebut. Apabila tidak adanya
alasan wisatawan untuk meunda kegiatan berwisata, maka permintaan
tertunda tersebut aka berubah menjadi permintaan efektif.
c. Tidak adanya permintaan atau no demand dari wisatawan yang tidak
memiliki keinginan juga motivasi untuk melakikan perjalanan atau
berwisata.

Menurut Suwantoro (1997) bahwa seorang wisatawan yang melakukan


perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata, harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Kebutuhan terhadap moda transportasi (angkutan umum, bis dan kereta
api)
b. Kebutuhan terhadap penginapan seperti hotel
c. Kebutuhan terhadap tempat makan dan minum seperti restoran atau rumah
makan
d. Kebutuhan terhadap hiburan dan kegiatan rekreasi
e. Kebutuhan akan pelayanan jasa perjalanan seperti pemandu wisata
f. Kebutuhan akan toko souvenir yang menyediakan barang-barang hasil
karya masyarakat setempat
g. Kebutuhan akan pusat perbelanjaan yang menjual barang konsumsi
keperluan pribadi.

Permintaan wisata ditandai dengan adanya cirri-ciri khas tertentu, menurut


Wahab (1975) dan Yoeti (1996) terdapat beberapa karakteristik dari permintaan
dalam pariwisata. Berikut merupakan penjabaran karakteristik permintaan wisata:
1. Kekenyalan (elasticity)
Pada karakteristik kekenyalan dalam permintaan wisata, wisatawan akan
melakukan perjalanan wisata apabila kebutuhan rumah tangga mereka
sudah terpenuhi tanpa mengganggu tabungan rumah tangga yang dimiliki.
Dalam hal ini memiliki arti bahwa dalam permintaan dari wisatawan
menunjukkan elastisitas secaralangsung terhadap besarnya pendapatan
(income) pada satu pihak dan perjalanan di pihak lain.
2. Kepekaan (sensitivity)
Pada karakteristik kepekaan dalam permintaan wisata, wisatawan sebagai
orang-orang yang melakukan perjalanan dengan tujuan untuk mencari
kesenangan.
3. Musim (seasonality)
Pada karakteristik musim dalam permintaan wisata, wisatawan melakukan
perjalanan wisata hanya pada musim-musim tertentu seperti musim ramai
(peak season) atau musim sepi (off-season). Pada musim ramai biasanya
terjadi di hari-hari libur (weekend atau long-weekend), biasanya pada
musim ramai ini permintaan akan perjalanan wisata akan meningkat
apabila dibandingkan dengan hari biasa. Selain permintaan dapat
dipengaruhi oleh ketentuan hari, juga dipengaruhi oleh kondisi iklim yang
sedang terjadi di lokasi daerah tujuan tersebut.
4. Perluasan (expansion)
Pada karakteristik perluasan ini dalam artian terjadinya fenomena
peningkatan permintaan wisata terhadap perjalanan wisata dari tahun ke
tahun merkipun terdapat hambatan akibat ketidak seimbangnya antara
penyediaan dan permintaan. Perluasan ini terjadi disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu:
a. Kemajuan teknologi transportasi terutama teknologi penerbangan
b. Kemajuan teknologi seperti informasi dan komunikasi
c. Meningkatnya kegiatan ekonomi di negara-negara asal wisatawan
d. Bertambahnya waktu luang (leave time) atau waktu kerja (working
hours)
e. Meningkatnya kesadaran masyarakat negara-negara industry terhadap
lingkungan
f. Semakin padatnya penduduk di kota-kota metropolitan
g. Meningkatnya kepemilikan kendaraan pribadi.
Berbeda dengan permintaan terhadap barang dan jasa seperti umumnya,
permintaan dalam industry pariwisata memiliki karakternya sendiri.
Berikut merupakan cirri-ciri atau karakter dan parmintaan pariwisata
menurut Yoeti (2008):
a. Sangat dipengaruhi oleh musim
b. Terpusat pada tempat-tempat tertentu
c. Tergantung pada besar kecilnya pendapatan
d. Bersaing dengan permintaan terhadap barang-barang mewah
e. Tergantung dengan waktu senggang yang tersedia
f. Tergantung terhadap teknologi transportasi
g. Jumlah orang dalam suatu keluarga (size of family)
h. Aksesibilitas.

2.7 Penawaran Dalam Pariwisata


Dalam pemenuhan kebutuhan wisatawan dala berwisata ditentukan dari
apa yang ditawarkan kepada wisatawan, secara umum apa yang ditawarkan kepada
wisatawan selama berwisata tersebut dapat berupa produk dan jasa wisata (Dewi,
2016).
Menurut Wahab (1976:109) terdapat tiga cirri khas utama dalam
penawaran pariwisata yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai penawaran jasa-jasa, dalam artian bahwa apa yang ditawarkan
harus dapat dimanfaatkan dimana produk itu berada.
b. Penawaran yang bersifat kaku (rigid), dalam artian bahwa dalam usaha
menawarkan sediaan komponen kepariwisataan sangat sulit untuk
mengubah sasaran penggunaan di luar pariwisata.
c. Penawaran pariwisata harus memiliki nilai daya saing yang tinggi terhadap
penawaran kesediaan barang-barang dan jasa-jasa yang lain, dikarenakan
pariwisata belum menjadi kebutuhan pokok manusia. Sehingga, dalam hal
tersebut berlakunya hukum substansi dalam pariwisata.
Menurut Pearce (1989:78) dalam penawaran wisata terdapat lima
pengelompokkan elemen. Berikut merupakan penjabaran dari elemen penawaran
wisata tersebut:
a. Atraksi yang dapat ditawarkan dapat berupa: alam (pemandangan, flora
dan fauna, iklim, cagar alam), buatan manusia (tempat ibadah, monument,
bangunan peninggalan bersejarah, museum), budaya (musik, nyanyian
rakyat, tarian, upacara adat, perayaan tradisional).
b. Akomodasi yang dapat ditawarkan dapat berupa hotel atau motel.
c. Fasilitas pendukung yang dapat ditawarkan dapat berupa: pelayanan
pendukung (pusat perbelanjaan, toko souvenir) dan fasilitas lainnya
(apotik, restoran, bank, rumah sakit).
d. Prasarana yang ditawarkan dapat berupa prasarana transportasi (jalan,
pelabuhan, stasiun kereta api, dan pelabuhan udara) dan utilitas (listrik,
saluran pembuangan air kotor dan air bersih).
e. Transportasi yang ditawarkan dapat berupa rute angkutan dan moda
angkutan.

2.8 Pengembangan Pariwisata


Pengembangan pariwisata merupakan salah satu usaha yang dilakukan
untuk mengembangkan atau meningkatkan suatu objek wisata menjadi lebih baik
dari sebelumnya berdasarkan dari potensi yang dimiliki seperti lokasi atau benda-
bendanya demi menarik rasa keinginan wisatawan untuk mengunjungi objek wisata
tersebut (Barreto dan Giantri, 2015). Pengembangan pariwisata di suatu daerah
berkaitan dengan pembangunan perekonomian pada daerah tersebut juga dalam
penembangan pariwisata tersebut dipertimbangkan dengan keuntungan serta
manfaat bagi masyarakat sekitar (Suprapto, 2005). Dalam pengembangan
pariwisata dapat dilakukan dengan alasan sebagai berikut (Yoeti, 1997):
a. Pengembangan pariwisata dilakukan karena masalah ekonomi, dalam
artian bahwa dengan dilakukannya pengembangan pada suatu objek wisata
di suatu daerah secara langsung tentunya akan menciptakan lapangan kerja
yang tercukupi bagi penduduk setempat dengan memberikan peluang kerja
kepada penduduk setempat sebagai tenaga kerja maupun fasilitas
pendukung. Selain itu, dengan adanya objek wisata yang mendatangkan
wisatawan secara tidak langsung juga akan menimbulkan permintaan
wisatawan terhadap ketersediaan hasil kerajinan, perkebunan dan lainnya.
Kemudian uang yang dihasilkan dari penjualan hasil kerajinan atau
perkebunan tersebut memberikan pengaruh yang besar terhadap
penerimaan keuangan daerah.
b. Pengembangan pariwisata memiliki sifat non-ekonomis, dalam artian
bahwa dengan datangnya wisatawan yang berdatangan untuk melihat dan
menikmati atraksi wisata yang tersedia menimbulkan rasa keinginan untuk
memelihara aset wisata tersebut. dalam merawat dan memelihara
ketersediaan atraksi wisata tersebut tentunya memerlukan biaya yang tidak
sedikit, maka dengan dikembangkannya pariwisata tersebut menjadi
harapan agar pariwisata tersebut mengalami kemajuan dan kemudian hasil
dari kegiatan kepariwisataan tersebut dapat menghasilkan biaya untuk
memelihara dan merawat objek iwsata.
c. Pengembangan pariwisata dilakukan untuk tercapainya harapan timbul
interaksi antara wisatawan dengan penduduk setempat secara positif.
Terjadinya perbedaan pendukung atau salah pengertian antar pihak akan
dapat dihilangkan dikarenakan adanya kegiatan pariwisata.

2.9 Analisis Kesesuaian Permintaan dan Penawaran Pariwisata


Dalam perencanaan dan pengembangan dalam kepariwisataan di suatu
daerah memang diperlukannya keterpaduan antar dua sisi dalam komponen utama
pengembangan kepariwisataan yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran.
Menurut Richardy (2014) pada analisis kesesuaian permintaan dari
wisatawan dan penawaran dari objek wisata dalam pengembangan atraksi
wisatanya menekankan pada analisis terhadap kondisi rasa pemuasan (statisfying)
antara kebutuhan atau permintaan dengan penyediaan atau penawaran. Pada
pendekatan ini sebagai salah satu pendekatan yang paling mendasar dalam
pengembangan pariwisata karena pada hakekatnya pengembangan tersebut
dilakukan demi meningkatkan rasa keinginan wisatawan untuk mengunjungi suatu
objek wisata. Maka dari itu, dalam pengembangannya tentu harus memperhatikan
kesesuaiannya karakteristik antara sisi penawaran dari objek wisata dan sisi
permintaan dari wisatawan. Menurut Cravens (1997), bahwa dengan sesuainya
antara sisi permintaan dan sisi penawaran akan memberikan dampak yang baik
dalam meningkatkan kepuasan wisatawan yang kemudian akan meningkatkan nilai
jual juga meningkatkan daya saing objek wisata tersebut. Oleh karena itu, dengan
adanya pendekatan kesesuaian sisi penawaran dan sisi permintaan tersebut, dalam
pengembangannya tidak bisa hanya dilakukan dari sisi penawaran sebagai product
driven dari objek wisata saja melainkan sesuainya antara dua sisi agar dapat
diterima oleh pasar wisatawan (Pradnyawathi dan Semarajaya, 2015).
2.10 Sintesa Literatur
Sintesa literatur merupakan sintesa hasil landasan teori yang digunakan
oleh penulis dalam melakukan penelitian. Kajian pustaka ini berasal dari berbagai
landasan teori yang berkaitan dengan sasaran yang akan dituju dalam penelitian.
Hasil dari sintesa literatur ini untuk menemukan variabel-variabel yang akan
digunakan dalam penelitian. Dapat dilihat pada Tabel II.1 di bawah ini yang
merupakan sintesa dari literatur dalam penelitian ini, sebagai berikut:
TABEL II. 1 Sintesa Literatur

Penyesuaian
No. Literatur Sumber Teori Output
Penelitian
Pariwisata merupakan kegiatan seseorang yang
World Tourism
melakukan perjalanan ke atau tinggal di suatu
Organization
tempat di luar dari lingkungannya yang biasa
(1991)
dilakukan dalam jangka waktu sementara.
Sistem pariwisata
Pariwisata merupakan berbagai macam kegiatan dilihat secara Mengidentifikasi kesesuaian
Undang-
Pengertian wisata didukung dengan berbagai fasilitas serta fungsional antara penawaran dan permintaan
1. Undang No. 10
Pariwisata layanan yang disediakan oleh masyarakat, penawaran (supply) dalam pengembangan objek
Tahun 2009
pengusaha dan pemerintah. dan permintaan wisata Puncak Mas
Keselarasan antara penawaran (supply) dan (demand)
permintaan (demand) juga merupakan kunci dari
Gunn (1994)
keberhasilan pengembangan pariwisata yang
baik.

Suatu Daerah Tujuan Wisata (DTW) harus


Undang-
terdapat suatu kegiatan kepariwisataan yang
Undang No. 10 Komponen 4A
dilengkapi dengan adanya ketersediaan dari Mengidentifikasi kesesuaian
Tahun 2009 dalam pariwisata:
objek wisata tersebut. penawaran dan permintaan
Komponen 4A Attraction,
2. dalam pengembangan objek
dalam Pariwisata Accessibility,
Daerah Tujuan Wisata (DTW) dapat didukung wisata alam Puncak Mas
Amenities, dan
Cooper (2008) oleh empat komponen yaitu: Attraction, berdasarkan komponen 4A
Ancillary Service
Accessibility, Amenities, dan Ancillary Service

Sumber: Analisis Penulis, 2021.


2.11 Sintesa Variabel
Sintesa variabel merupakan hasil dari sintesa literatur yang akan dijadikan
sebagai indikator dalam penelitian ini. Dapat dilihat pada TABEL II.2 di bawah ini
yang merupakan sintesa variabel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
dari sintesa literatur pada TABEL II.1, dengan penjabaran sebagai berikut:
TABEL II. 2
SINTESA VARIABEL
No. Sasaran Variabel Sub-Variabel Keterangan
Penyediaan spot foto
Attraction
Penyediaan pemandangan alam
Penyediaan rambu jalan
Accesibility Penyediaan jaringan jalan
Penyediaan angkutan umum
Penyediaan penginapan
Mengidentifikasi aspek penawaran Variabel dan sub variabel dinilai dari
pengelola dalam pengembangan Penyediaan tempat makan dna minum kuantitas dan kualitas ketersediaan atau
1.
objek wisata Puncak Mas Penyediaan sarana peribadatan penawaran dari pengelola objek wisata
berdasarkan komponen 4A Puncak Mas
Penyediaan toilet umum
Amenity
Penyediaan lahan parkir
Penyediaan toko cinderamata
Penyediaan tempat bermain anak
Penyediaan hiburan
Ancillary Penyediaan Informasi dan Promosi
Permintaan spot foto
Attraction
Permintaan pemandangan alam
Permintaan rambu jalan
Mengidentifikasi aspek permintaan
Accesibility Permintaan jaringan jalan Variabel dan sub variabel dinilai dari
wisatawan dalam pengembangan
2. kebutuhan dan kepuasan wisatawan
objek wisata Puncak Mas Permintaan angkutan umum objek wisata Puncak Mas
berdaarkan komponen 4A
Permintaan penginapan
Amenity Permintaan tempat makan dna minum
Permintaan sarana peribadatan
No. Sasaran Variabel Sub-Variabel Keterangan
Permintaan toilet umum
Permintaan lahan parkir
Permintaan toko cinderamata
Permintaan tempat bermain anak
Permintaan hiburan
Ancillary Permintaan Informasi dan Promosi
Sumber: Analisis Penulis, 2021.

Anda mungkin juga menyukai