542
Ind
p
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
614.542
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
p Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Petunjuk Teknis Optimalisasi Penemuan Kasus
Tuberkulosis di Rumah Sakit.— Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI. 2022
1. Judul I. TUBERCULOSIS
II. CASE REPORTS
III. HOSPITALS, CHRONIC DISEASE
Kewajiban pelaporan kasus tuberkulosis (TBC) oleh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes)
telah tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis dan Surat Edaran Menteri Kesehatan No. HK.02.02/MENKES/660/2020 tentang
Kewajiban Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam Melakukan Pencatatan dan Pelaporan Kasus
Tuberkulosis. Namun belum semua fasyankes melaporkan penemuan kauss TBC ke sistem
informasi TBC dan terdapat potensi kasus TBC yang tidak terlaporkan (under-reporting cases)
sehingga berpengaruh pada rendahnya capaian program TBC.
Dalam rangka mencapai target program nasional TBC, maka perlu dilakukan upaya akselerasi
dan optimalisasi pencatatan dan pelaporan kasus TBC di fasyankes, salah satu upaya yang
dilakukan untuk menemukan under-reporting cases adalah melalui kegiatan Optimalisasi
Penemuan Kasus TBC di Rumah Sakit. Demi mendukung pelaksanaan upaya ini, diharapkan
semua pihak baik di tingkat fasyankes, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat dapat saling
berkontribusi dan bekerja sama.
Kami harapkan petunjuk teknis ini dapat bermanfaat dan mempermudah semua pihak terkait
dalam melaksanakan tugasnya dalam penanggulangan TBC melalui upaya Optimalisasi Penemuan
Kasus TBC di Rumah Sakit ini.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada tim penyusun dan semua pihak terkait yang telah
berkontribusi dalam penyusunan petunjuk teknis ini.
Tim Penyusun :
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis yang dapat menyerang paru dan organ lainnya. TBC sampai dengan saat ini
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena menimbulkan kesakitan, kecacatan, dan
kematian yang tinggi dan menimbulkan dampak besar terhadap kualitas sumber daya manusia
Indonesia sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan. Berdasarkan hasil inventory study
tahun 2017 menunjukkan bahwa kasus TBC yang belum dilaporkan (under-reporting) di seluruh
fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 41% kasus dan khusus di rumah sakit adalah 62%
kasus. Hal ini menunjukkan urgensi perlunya penguatan sistem surveilans dan jejaring internal
layanan TBC di RS untuk memastikan adanya pelibatan seluruh unit/poli di RS dalam hal
penemuan kasus TBC.
Saat ini, sistem informasi rumah sakit (SIMRS) yang digunakan oleh masing-masing rumah
sakit beragam mulai dari pencatatan yang sudah elektronik maupun masih manual (paper
based). Pada SIMRS yang elektronik terdapat variasi dimana ada SIMRS yang sudah
terintegrasi antar seluruh unit/poli dan ada yang belum terintegrasi. Saat ini, Ditjen P2P
bersama Ditjen Yankes sedang mengupayakan mekanisme bridging sistem informasi antara
SIMRS dengan sistem informasi tuberkulosis (SITB). Upaya bridging sistem informasi ini tidak
menggantikan fungsi dari SITB sebagai sistem informasi utama pencatatan dan pelaporan
TBC. Proses ini masih berjalan dan untuk mengakselerasi penemuan kasus TBC pada tahun
ini, diperlukan upaya optimalisasi penemuan kasus TBC di RS sebagai berikut.
Catatan:
1. Untuk RS yang memiliki TCM, maka harus melakukan penggabungkan database dari berbagai alur pengumpulan data.
Penggabungan alur yang harus dilakukan adalah alur 1 dengan alur 2 atau alur 1 dengan alur 3 atau alur 1 dengan alur 4.
2. Untuk RS yang tidak memiliki TCM, tidak perlu melakukan penggabungan database dari berbagai alur pengumpulan data.
Pengumpulan data cukup dilakukan sesuai dengan masing – masing alur (alur 2, 3, dan 4).
3. Untuk RS yang belum lapor ke SITB, maka harus memperhatikan poin E nomor 5. Catatan untuk RS yang Belum Melapor.
ke SITB
4.
1. Alur 1
Jika RS memiliki TCM, perlu dilakukan pengumpulan data dari unit laboratorium
dengan cara:
a. Kumpulkan data TBC.04 manual yang berasal dari rujukan specimen internal dan eksternal
dari unit laboratorium baik data hasil pemeriksaan TCM dan mikroskopis untuk semua hasil
pemeriksaan dalam bentuk elektronik (excel). Mohon dapat diperhatikan agar data yang
dihitung hanya data yang alasan pemeriksaannya adalah penegakan diagnosis (kode A
atau B) bukan pemeriksaan follow up bulan lanjutan.
i. Cek apakah RS memiliki form TBC.04 manual atau tidak. Jika RS memiliki TBC.04
manual, identifikasi apakah dalam bentuk paperbased atau dalam bentuk excel.
Data TBC.04 dalam bentuk paper perlu dibuat ke dalam format excel (pilih data
berdasarkan data yang dibutuhkan pada poin b). Jika TBC.04 sudah dalam bentuk
excel, maka data dapat diambil dari TBC.04 excel mencakup variabel Nama, NIK,
nomor rekam medis, jenis kelamin, umur/tanggal lahir, alamat lengkap pasien,
nama fasilitas asal contoh uji, alasan pemeriksaan (diagnosis), jenis contoh uji,
tanggal contoh uji diterima, tanggal hasil dilaporkan, dan hasil pemeriksaan (TCM
dan Mikroskopis). Data yang dipindahkan merupakan data yang dibutuhkan
berdasarkan poin b.
ii. Jika RS tidak memiliki TBC.04 manual, pengecekan data dapat dilakukan dengan
dua hal berikut:
• Cek apakah faskes memiliki buku bantu rekap pemeriksaan TCM.
• Pada faskes TCM, data pemeriksaan TCM juga dapat diambil dari mesin TCM.
Lakukan export data excel pemeriksan pada menu report di mesin TCM.
iii. Jika terdapat pemeriksaan ulang TCM, data yang dimasukkan hanya pemeriksaan
dengan satu hasil akhir per terduga mengacu algoritme pemeriksaan TBC dengan
TCM terlampir pada lampiran 3. Contoh, terdapat 1 terduga TB SO (belum pernah
memiliki riwayat pengobatan TBC) yang dicatat 2 kali dengan hasil pemeriksaan
pertama Rif Res dan hasil pemeriksaan ke dua (pengulangan) adalah Rif Sen. Maka
data yang dimasukkan dalam excel tersebut adalah satu data terduga dengan hasil
akhir Rif Sen. Cara pengecekkan duplikasi data pengulangan dapat menggunakan
fitur conditional formatting pada excel.
iv. Untuk hasil pemeriksaan BTA ada 2 spesimen yang diperiksa maka hasil
pemeriksaan yang digunakan atau yang dicopy ke dalam database adalah hasil
positif (1-9, 1+, 2+, 3+).
v. Untuk pengulangan pemeriksaan (TCM/BTA) tetap simpan semua hasil
pemeriksaan yang dilakukan di file terpisah (sebelum divalidasi/dipilih satu hasil
saja untuk proses pengolahan data) untuk diinput ke SITB.
vi. Data yang masih paperbased perlu diinput oleh tim yang bertugas turun ke RS ke
dalam format excel untuk memudahkan proses pengolahan data.
b. Untuk kasus terkonfirmasi berdasarkan pemeriksaan TCM dengan hasil Rif Res, Rif Sen
dan Rif Indet serta hasil pemeriksaan mikroskopis positif (1-9, 1+, 2+, 3+) dari database
pada poin (a), perlu dibuat dalam suatu database dan dibandingkan dengan data TBC.04
SITB tahun berjalan (TBC.04 Fasyankes dan TBC.04 Rujukan).
i. Persiapan data TBC.04 SITB tahun berjalan (TBC.04 Fasyankes dan TBC.04
2. Alur 2
Jika RS memiliki atau tidak memiliki TCM dengan SIMRS Elektronik sudah
terintegrasi antar unit/poli, perlu dilakukan pengumpulan data dari unit rekam medis dengan
cara:
a. Mengunjungi dan mengambil data dasar, data laboratorium, kode ICD 10/hasil
diagnosis/sebab sakit, data foto toraks, dan data obat dari sistem dalam bentuk excel
(elektronik).
b. Data yang dikumpulkan dari sistem pada poin (a) perlu di filter atau disaring seluruh kode
penyakit TBC yang ada di ICD 10 (A15.0 - A19.9) baik yang diagnosis primer dan
sekunder adalah kasus TBC dan dipastikan bahwa data tersebut adalah data kasus
bukan data kunjungan.
i. Untuk RS memiliki SIMRS tetapi tidak memiliki kode ICD 10, data kasus TBC
difilter atau disaring berdasarkan variabel hasil diagnosis/sebab sakit yang
3. Alur 3
Jika RS memiliki atau tidak memiliki TCM dengan SIMRS Elektronik belum
terintegrasi antar unit/poli, perlu dilakukan pengumpulan data dari unit rekam medis dengan
cara:
a. Mengunjungi dan mengambil data dasar, data laboratorium, kode ICD 10/hasil
diagnosis/sebab sakit, data foto toraks, dan data obat dari unit/poli spesialis (anak, penyakit
dalam, dan lain-lain) rekam medis, laboratorium, radiologi, instalasi farmasi,
BPJS/asuransi, rawat inap, rawat jalan dan unit terkait lainnya untuk melengkapi variabel
minimal yang dibutuhkan.
b. Sebelum melakukan penggabungan data dari berbagai unit/poli, perlu dilakukan
penghapusan gelar (Tn., Nn, Ny, An, dr., Dr, H., Hj., dll) dengan menggunakan fungsi "Find
& Replace" pada kolom nama. Saat melakukan penghapusan gelar ini, perhatikan huruf,
tanda baca dan spasi yang digunakan agar tidak menghapus huruf yang sama yang ada di
tengah nama. Contoh untuk nama yang mengandung unsur huruf "tn" pada kata "ratna".
c. Data yang dikumpulkan dari sistem pada poin (a) perlu dilakukan proses penggabungan
menjadi suatu database dari seluruh kode penyakit TBC yang ada di ICD 10 (A15.0 -
A19.9) baik yang diagnosis primer dan sekunder adalah kasus TBC dan dipastikan
bahwa data tersebut adalah data kasus bukan data kunjungan.
i. Untuk RS memiliki SIMRS tetapi tidak memiliki kode ICD 10, data kasus TBC
difilter atau disaring berdasarkan variabel hasil diagnosis/sebab sakit yang
menunjukkan tuberkulosis (dapat tertulis tuberkulosis/tuberculosis/TB/TBC)
ii. Untuk RS memiliki SIMRS tetapi tidak memiliki kode ICD 10 dan hasil
diagnosis/sebab sakit, data kasus TBC difilter atau disaring berdasarkan
variabel obat yang diberikan (daftar obat dicantumkan dalam lampiran 4).
iii. Untuk melengkapi variabel minimal yang bersumber dari database di unit/poli
4. Alur 4
Jika RS memiliki atau tidak memiliki TCM dengan SIMRS manual (paper-based),
perlu dilakukan pengumpulan data dari unit rekam medis dengan cara:
a. Skenario 1
i. Mengunjungi dan mengambil data dasar, data laboratorium, kode ICD 10/hasil
diagnosis/sebab sakit, data foto toraks, dan data obat dari unit rekam medis.
ii. Data yang dikumpulkan dari sistem pada poin (i) perlu dilakukan proses
penginputan dan penggabungan menjadi suatu database elektronik (excel) dari
seluruh kode penyakit TBC yang ada di ICD 10 (A15.0 - A19.9) baik yang
diagnosis primer dan sekunder adalah kasus TBC.
• Untuk RS tidak memiliki kode ICD 10, perlu mengunjungi dan mengambil
data dari unit/poli laboratorium atau radiologi untuk mendapatkan data hasil
diagnosis/sebab sakit.
• Untuk RS tidak memiliki kode ICD 10 dan hasil diagnosis/sebab sakit, perlu
mengunjungi dan mengambil data dari instansi farmasi untuk mendapatkan
data obat yang diberikan.
iii. Data yang didapatkan pada poin (i) dan (ii) yang masih manual atau berbentuk
paper-based perlu dientry dalam bentuk excel sesuai dengan format TBC.03
Optimalisasi Penemuan Kasus TBC Tahap 1.
iv. Jika ada variabel minimal yang belum lengkap maka perlu mengunjungi dan
mengambil data dari unit laboratorium, radiologi, instalasi farmasi, BPJS/asuransi,
rawat inap, rawat jalan dan unit terkait lainnya.
b. Skenario 2
i. Mengunjungi unit/poli spesialis (anak, penyakit dalam, dan lain-lain) untuk
mengumpulkan nomor rekam medis pasien dengan diagnosis/sebab sakit
tuberkulosis/TB/TBC.
ii. Setelah mendapatkan nomor rekam medis yang sudah didapatkan dari poli, perlu
melakukan permintaan dokumen pasien pada unit rekam medis sesuai dengan
database nomor rekam medis pasien TBC pada poin (i).
1. Untuk RS yang memiliki TCM, maka harus melakukan penggabungkan database dari
berbagai alur pengumpulan data. Penggabungan alur yang harus dilakukan adalah alur 1
dengan alur 2 atau alur 1 dengan alur 3 atau alur 1 dengan alur 4.
2. Untuk RS yang tidak memiliki TCM, tidak perlu melakukan penggabungan database dari
berbagai alur pengumpulan data. Penggabungan data cukup dilakukan sesuai dengan
masing – masing alur.
3. Pastikan data pasien dari berbagai alur pengumpulan data adalah pasien yang
ditemukan pertama kali di tahun berjalan dengan melihat tanggal diagnosis pasien,
khususnya untuk alur pengumpulan data 2-4.
Catatan: Tanggal diagnosis pasien dapat diperoleh dari SIMRS atau data dukung
TBC seperti data laboratorium dan data hasil foto toraks, namun jika tidak ada tanggal
diagnosis maka bisa pakai data tanggal mulai pengobatan. Jika ada pasien yang
tanggal diagnosisnya bukan di tahun berjalan maka hapus data tersebut atau
laporkan untuk capaian penemuan kasus di tahun tersebut.
4. Memastikan data SIMRS atau data yang dikumpulkan dari berbagai alur pengumpulan data
adalah kasus bukan kunjungan. Selain itu, data kasus TBC yang didapatkan dari
beberapa alur pengumpulan data perlu dilakukan cleaning duplikasi antar sumber data
untuk memastikan tidak adanya pasien sama tertulis lebih dari satu.
a. Menghapus gelar (Tn., Nn, Ny, An, dr., Dr, H., Hj., dll) dengan menggunakan fungsi
“Find & Replace” pada kolom nama. Saat melakukan penghapusan gelar ini,
perhatikan huruf, tanda baca dan spasi yang digunakan agar tidak menghapus
huruf yang sama yang ada di tengah nama. Contoh untuk nama yang mengandung
unsur huruf “tn” pada kata “ratna”.
b. Menghapus duplikasi pasien yang memiliki nomor rekam medis/NIK atau nama
Petunjuk Teknis Optimalisasi Penemuan Kasus TBC di Rumah Sakit, 2022 17
yang sama di dalam database yang telah dibuat dengan menggunakan fungsi
conditional formatting pada Ms. Excel. Catatan: dengan melakukan langkah: blok
kolom nama, kemudian sort berdasarkan Abjad (A-Z), pilih Home – Conditional
Formatting – Highlight Cells Rules – Duplicate Values. Pastikan itu merupakan
orang yang berbeda dengan melihat variabel lainnya seperti rekam medis/NIK atau
tanggal lahir/umur atau alamat. Jika ternyata orang yang sama maka harus dihapus
namun jika berbeda maka tetap dimasukkan. Data yang dipertahankan adalah data
yang memiliki variabel minimal paling lengkap atau memiliki hasil laboratorium atau
memiliki data obat. Jika terdapat kasus dimana data pertama memiliki variabel
laboratorium dan data kedua memiliki data obat atau sebaliknya, maka kedua data
tersebut bisa saling melengkapi dan pertahankan satu data saja yang sudah
lengkap.
5. Data kasus yang didapatkan dari poin (3) dimasukan dalam format TBC.03 Optimalisasi
Penemuan Kasus TBC di RS Tahap 1 kemudian dilakukan cleaning duplikasi dengan
data TBC.03 SITB Fasyankes dengan membandingkan nama, NIK, alamat dan umur.
Kasus yang dilaporkan sebagai hasil kegiatan optimalisasi penemuan kasus di RS
adalah kasus TBC yang tercatat di SIMRS tetapi tidak tercatat di SITB.
a. Untuk variabel nama perlu dilakukan penghapusan gelar (Tn., Nn, Ny, An, dr., Dr,
H., Hj., dll) pada TBC.03 SITB Fasyankes dengan menggunakan fungsi “Find &
Replace” pada kolom nama. Saat melakukan penghapusan gelar ini, perhatikan
huruf dan tanda baca yang digunakan agar tidak menghapus huruf yang sama
yang ada di tengah nama. Contoh untuk nama yang mengandung unsur huruf “tn”
pada kata “ratna”.
b. Jika ada ketidakcocokan data antara data rekam medis dengan data SITB
kemungkinan karena perbedaan NIK dan penulisan nama sehingga perlu
melakukan cleaning duplikasi per variabel. Jika NIK tersedia di SITB dan rekam
medis/data poin (3), variabel NIK dapat digunakan untuk proses matching, namun
jika tidak tersedia NIK dapat memperhatikan variabel lainnya misalnya nama,
umur/tanggal lahir, alamat. Data kasus pada poin (3) yang sudah dilaporkan pada
SITB maka harus dihapus dari format tahap 1.
6. Data yang sudah dilakukan cek duplikasi dengan TBC.03 SITB Fasyankes kemudian
dilakukan cek duplikasi dengan TBC.06 SITB Fasyankes dengan membandingkan nama,
NIK, alamat, dan umur.
a. Jika terdapat duplikasi dengan data TBC.06 SITB Fasyankes maka data duplikasi
tersebut disimpan dalam excel terpisah untuk ditindaklanjuti oleh RS terkait pengisian
data dukung yang diperoleh dari kegiatan ke SITB
b. Data selain poin (a) dilanjutkan ke dalam proses pengolahan data Optimalisasi
Penemuan Kasus di RS
7. Apabila variabel tanggal register tidak ada dapat dilengkapi dengan tanggal diagnosis
atau hasil pemeriksaan laboratorium/toraks dan apabila variabel tanggal mulai
pengobatan tidak ada dapat dilengkapi dengan tanggal menerima obat.
8. Apabila setelah berkoordinasi dengan unit/poli terkait untuk melengkapi variabel
minimal masih tidak ditemukan/dipenuhi, maka pada kolom " Keterangan Kelengkapan
Variabel Minimal Tahap 1" di format tahap 1 otomatis terisi dengan "Variabel Minimal
Tidak Lengkap".
Petunjuk Teknis Optimalisasi Penemuan Kasus TBC di Rumah Sakit, 2022 18
9. Data kasus TBC pada format TBC.03 Optimalisasi Penemuan Kasus TBC di RS
Tahap 1 yang tercatat di SIMRS tetapi tidak tercatat di SITB perlu diperhatikan
kembali kelengkapan variabel minimalnya. Sampai dengan tahap ini merupakan
data akhir dari kasus TBC yang akan dicantumkan dalam format TBC.03
Optimalisasi Penemuan Kasus TBC di RS Tahap 1.
10. Dari database Format TBC.03 Optimalisasi Penemuan Kasus TBC di RS Tahap 1
yang diberi keterangan “Variabel Minimal Lengkap” pada kolom kelengkapan variabel
tahap 1 di-copy ke dalam Format TBC.03 Optimalisasi Penemuan Kasus TBC di RS
Tahap 2.
11. Format TBC.03 Optimalisasi Penemuan Kasus TBC di RS Tahap 2 merupakan daftar
kasus TBC yang didapat dari poin (10) yang memiliki tanggal diagnosis atau
pengobatan kemudian harus dicocokkan dengan data SITB tingkat kabupaten/kota
di tahun berjalan sesuai dengan kabupaten/kota alamat fasyankes. Kasus yang
dilaporkan sebagai missing cases adalah kasus TBC yang tercatat di SIMRS
tetapi tidak tercatat di SITB Tingkat Kabupaten/Kota tahun berjalan.
a. Untuk variabel nama perlu dilakukan penghapusan gelar (Tn., Nn, Ny, An, dr., Dr,
H., Hj., dll) pada TBC.03 SITB Tingkat Kabupaten/Kota tahun berjalan dengan
menggunakan fungsi “Find & Replace” pada kolom nama. Saat melakukan
penghapusan gelar ini, perhatikan huruf dan tanda baca yang digunakan agar
tidak menghapus huruf yang sama yang ada di tengah nama. Contoh untuk nama
yang mengandung unsur huruf “tn” pada kata “ratna”.
b. Jika ada ketidakcocokan data antara data poin (10) dengan data SITB tingkat
kabupaten/kota kemungkinan karena perbedaan NIK dan penulisan nama
sehingga perlu melakukan cleaning duplikasi per variabel. Jika NIK tersedia di
SITB dan data poin (10), variabel NIK dapat digunakan untuk proses matching,
namun jika tidak tersedia NIK dapat memperhatikan variabel lainnya misalnya
nama, umur/tanggal lahir, alamat. Data kasus pada poin (10) yang sudah
dilaporkan pada SITB tingkat kabupaten/kota maka harus dihapus dari format
tahap 2.
12. Apabila daftar kasus TBC poin (10) tidak memiliki tanggal diagnosis atau
pengobatan, perlu dicocokkan dengan data SITB tingkat kabupaten/kota tahun
sebelumnya. Jika data tersebut ditemukan di laporan SITB tahun sebelumnya maka
data tersebut dihapus, namun apabila tidak ditemukan maka didaftarkan missing
cases menggunakan tanggal register.
13. Data dari poin (11) dan (12) yang merupakan data individu kasus TBC yang tercatat
di SIMRS namun belum tercatat di SITB tingkat kabupaten/kota merupakan data
akhir dari kasus TBC yang akan dicantumkan dalam format TBC.03 Optimalisasi
Penemuan Kasus TBC di RS Tahap 2.
14. Variabel minimal yang perlu dipastikan terisi di dalam format TBC.03 Optimalisasi
Penemuan Kasus TBC di RS Tahap 2 adalah data yang sudah terisi di TBC.03
Optimalisasi Penemuan Kasus TBC di RS Tahap 1, data asal unit/poli pelayanan,
validasi paduan OAT (daftar paduan OAT pada lampiran 4), dan data hasil hasil
akhir pengobatan jika sudah tersedia.
15. Apabila kolom variabel minimal dan validasi paduan OAT sudah terisi lengkap maka "
Keterangan Kelengkapan Variabel Minimal Tahap 2" di format tahap 2 otomatis terisi
Petunjuk Teknis Optimalisasi Penemuan Kasus TBC di Rumah Sakit, 2022 19
dengan "Variabel Minimal Lengkap".
16. Data kasus dengan “Variabel minimal lengkap” di Tahap 2 adalah data kasus yang
perlu ditindaklanjuti dan dipantau oleh Technical Officer (TO) / Field Executive (FE)
sesuai dengan penjelasan pada poin H.
17. Pada variabel Tindak Lanjut Penginputan SITB dalam format TBC.03 Optimalisasi
Penemuan Kasus TBC di RS Tahap 2, terdapat 2 opsi isian yang harus diisi
berdasarkan konfirmasi dengan pihak RS yaitu:
a. Untuk kasus TBC yang berobat di RS maka variabel tindak lanjut diisi dengan opsi
“Kasus RS, akan diinput oleh petugas RS ke SITB”. Untuk opsi ini maka Petugas
tim TBC RS wajib menginput data ke SITB sesegera mungkin dan Pengelola
Program TB/ Technical Officer (TO)/ Field Executive (FE) melakukan pemantauan
dan memberikan feedback penginputan data hasil kegiatan optimalisasi ke SITB
setiap 2 hari sekali.
b. Untuk kasus TBC yang dilakukan penegakan diagnosis di RS tetapi memulai
pengobatan di faskes lain maka variabel tindak lanjut diisi dengan opsi “Kasus
rujukan, petugas RS input terduga ke SITB dan koordinasi dengan dinkes”. RS
harus melakukan input terduga sampai hasil diagnosis kemudian merujuk pasien
ke faskes yang telah ditentukan untuk inisiasi pengobatan melalui SITB. Untuk
opsi ini petugas RS perlu melakukan koordinasi dengan faskes rujukan dan
Dinkes setempat untuk memastikan kasus rujukan tersebut diinput ke SITB.
c. Jika ditemukan pasien TB resistan obat (RO), petugas RS perlu berkoordinasi dengan
Dinas Kesehatan Kab/Kota agar pasien TB RO tersebut dapat dirujuk ke fasyankes
layanan TB RO.
1) Untuk kasus TBC yang berobat di RS yang tindak lanjut penginputan SITB akan
dilakukan oleh petugas RS dengan:
i. Memastikan apakah pasien TBC sudah diinput ke SITB dalam waktu 2
minggu setelah penyisiran.
ii. Untuk pasien yang sudah diinput ke SITB, petugas RS selanjutnya
memantau dan memastikan pengisian hasil akhir pengobatan pasien
tersebut sampai periode masa pengobatannya selesai. Apabila pasien
tidak kunjungan ke RS atau tidak minum obat dalam kurun waktu >1 bulan,
petugas RS berkoordinasi dengan Puskesmas wilayahnya dan Dinas
Kesehatan Kab/Kota untuk melakukan pelacakan kasus.
iii. Jika ditemukan pasien TB RO, petugas RS perlu berkoordinasi dengan
Dinas Kesehatan Kab/Kota.
2) Untuk kasus TBC yang dilakukan penegakan diagnosis di RS tetapi memulai
pengobatan di faskes lain, petugas RS koordinasi dengan faskes tujuan dan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk:
i. Melakukan tracing pasien (melalui grup WhatsApp/menghubungi petugas TBC
di fasyankes rujukan).
ii. Jika pasien sudah dapat diidentifikasi status pasien apakah pengobatan
berjalan atau tidak, serta lokasi pengobatannya, maka Dinkes memastikan
penginputan pasien di SITB sudah dilakukan oleh fasyankes rujukan.
iii. Untuk pasien yang sudah diinput ke SITB, Dinkes memantau dan
memastikan pengisian hasil akhir pengobatan pasien tersebut sampai
periode masa pengobatannya selesai sudah diinput oleh fasyankes
rujukan.
3) Pemantauan hasil akhir pengobatan dilakukan dengan ketentuan berikut:
a. Untuk mengetahui lama masa pengobatan pasien TBC pada Format TBC.03
Optimalisasi Penemuan Kasus TBC di RS Tahap 2, perlu dilakukan pengolahan
dari data obat yang sudah dikumpulkan dengan cara menghitung jumlah
kunjungan pasien TBC di format tahap 2 berdasarkan nomor rekam
medis/NIK/nama pasiennya (sebagai kode unik).
b. Kesimpulan hasil akhir pengobatan untuk pasien TBC terkonfirmasi
bakteriologis, dengan cara:
i. Bila pasien TBC telah mengambil minimal 6 bulan dosis obat dan pernah
dilakukan minimal 2 kali pemeriksaan mikroskopis TBC (Akhir
Pengobatan/AP dan sebelum AP) dengan hasil negatif selama masa
pengobatan maka dapat dianggap pasien tersebut sembuh.
ii. Bila pasien TBC telah mengambil minimal 6 bulan dosis obat dengan atau
Petunjuk Teknis Optimalisasi Penemuan Kasus TBC di Rumah Sakit, 2022 22
tanpa pemeriksaan mikroskopis TBC dengan hasil negatif selama masa
pengobatan maka dapat dianggap pasien tersebut pengobatan lengkap.
iii. Bila pasien TBC mengambil <6 bulan dosis obat tanpa pemeriksaan
mikroskopis TBC dengan hasil negatif selama masa pengobatan maka
kemungkinan hasil pengobatan pasien adalah putus berobat/Lost to Follow
Up atau tidak dievaluasi dengan berkoordinasi petugas RS.
c. Kesimpulan hasil akhir pengobatan untuk pasien TBC terdiagnosis klinis,
dengan cara:
i. Bila pasien TBC telah mengambil minimal 6 bulan dosis obat selama masa
pengobatan maka dapat dianggap pasien telah menyelesaikan
pengobatan (pengobatan lengkap).
ii. Bila pasien TBC mengambil <6 bulan dosis obat selama masa pengobatan
maka kemungkinan hasil pengobatan pasien adalah putus berobat/Lost to
Follow Up atau tidak dievaluasi dengan berkoordinasi petugas RS
4) Untuk RS yang belum melakukan pencatatan dan pelaporan ke SITB, maka Dinkes
Kabupaten/Kota perlu melakukan:
a. Bimbingan teknis/On Job Training (OJT) kepada RS
b. Memberikan formulir TB nasional terupdate
c. Memastikan RS sudah terdaftar di Direktorat Pelayanan Kesehatan dan menjadi
unit referensi SITB
d. Jika poin (c) RS sudah dipastikan terdaftar di Direktorat Pelayanan Kesehatan dan
sudah menjadi unit referensi SITB, maka perlu membuatkan akun SITB RS
tersebut
e. Jika poin (c) RS sudah dipastikan terdaftar di Direktorat Pelayanan Kesehatan dan
belum menjadi unit referensi SITB, maka perlu berkoordinasi dengan Dinkes
Provinsi untuk penambahan RS di unit referensi SITB. Jika RS sudah berhasil
ditambahkan ke unit referensi SITB, maka poin (d) bisa dilakukan
Tahap 1
Alam at
Tanggal Nom or Klasifikasi
No. Tipe
Nom or Registrasi Identitas Jenis Um ur Berat Badan Nam a Berdasarkan
Registrasi Nam a Pasien Dirujuk Oleh Diagnosis
Rekam Medis /Tanggal Kependudukan Kelam in (Tahun) (Kilogram ) Fasyankes Lokasi
Fasyankes Alam at TBC
Masuk (NIK) Provinsi Kabupaten/Kota Kecam atan Kelurahan Anatom i
Lengkap
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
a a Perempuan a Alamat a a B a Terkonfirmasi bakteriologi
Paru
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
2021-09-23 a 2+ A
Tahap 2
Alam at
Klasifikasi Klasifikasi
Tanggal Nom or Klasifikasi
No. Tipe Berdasarkan Berdasarkan Skoring TBC
Nom or Registrasi Identitas Jenis Um ur Berat Badan Nam a Berdasarkan
Registrasi Nam a Pasien Dirujuk Oleh Diagnosis Riw ayat Status HIV Anak
Rekam Medis /Tanggal Kependudukan Kelam in (Tahun) (Kilogram ) Fasyankes Lokasi
Fasyankes Alam at TBC Pengobatan pada Saat (0-13)
Masuk (NIK) Provinsi Kabupaten/Kota Kecam atan Kelurahan Anatom i
Lengkap Sebelum nya Didiagnosis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
a a Perempuan a Alamat a a B a Terkonfirmasi bakteriologi
Paru
Pem eriksaan Contoh Uji Hasil Akhir Pengobatan Kolaborasi Kegiatan TBC-HIV
Sebelum Pengobatan Akhir Bulan ke 2 Akhir Bulan ke 3 Bulan ke 5 Akhir Pengobatan Layanan Tes dan Konseling HIV Layanan PDP
Hasil
Hasil Tanggal Mulai Nam a Obat
Sum ber Obat
Pem eriksaan Pengobatan yang Tanggal
TB Tes Cepat No Hasil No Hasil No Hasil No Hasil Hasil Tanggal Tanggal tes
Foto Toraks (HH/BB/TTTT) Diberikan (HH/BB/TTTT) Hasil Tes PPK ART
Mikroskopis Molekuler Biakan Reg Lab Mikroskopis Reg Lab Mikroskopis Reg Lab Mikroskopis Reg Lab Mikroskopis dianjurkan HIV
(TCM)
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
2021-09-23 a 2+ A
Lampiran 2: Daftar Kode ICD10 Tuberkulosis
KODE LOKASI
NO PENYAKIT TIPE DIAGNOSIS
PENYAKIT ANATOMI
1 A15 Respiratory tuberculosis, bacteriologically and histological
Terkonfirmasi
2 A15.0 Tuberculosis of lung, confirmed by sputum microscopy with or without culture Paru Bakteriologis
Terkonfirmasi
3 A15.1 Tuberculosis of lung, confirmed by culture only Paru Bakteriologis
Terdiagnosis
4 A15.2 Tuberculosis of lung, confirmed histologically Paru Klinis
Terdiagnosis
5 A15.3 Tuberculosis of lung, confirmed by unspecified means Paru Klinis
Tuberculosis of intrathoracic lymph nodes, confirmed bacteriologically and Terkonfirmasi
6 A15.4 histologically Ekstraparu Bakteriologis
Tuberculosis of larynx, trachea and bronchus, confirmed bacteriologically and Terkonfirmasi
7 A15.5 histologically Ekstraparu Bakteriologis
Terkonfirmasi
8 A15.6 Tuberculous pleurisy, confirmed bacteriologically and histologically Ekstraparu Bakteriologis
Terkonfirmasi
9 A15.7 Primary respiratory tuberculosis, confirmed bacteriologically and histologically Paru Bakteriologis
Terkonfirmasi
10 A15.8 Other respiratory tuberculosis, confirmed bacteriologically and histologically Ekstraparu Bakteriologis
Respiratory tuberculosis unspecified, confirmed bacteriologically and Terkonfirmasi
11 A15.9 histologically Ekstraparu Bakteriologis
12 A16 Respiratory tuberculosis, not confirmed bacteriologically or histologically
Terdiagnosis
13 A16.0 TBC Klinis Paru Klinis
Terdiagnosis
14 A16.1 Tuberculosis of lung, bacteriological and histological examination not done Paru Klinis
Tuberculosis of lung, without mention of bacteriological or histological Terdiagnosis
15 A16.2 confirmation Paru Klinis
Tuberculosis of intrathoracic lymph nodes, without mention of bacteriological or Terdiagnosis
16 A16.3 histological confirmation Ekstraparu Klinis
Tuberculosis of larynx, trachea and bronchus, without mention of bacteriological Terdiagnosis
17 A16.4 or histological confirmation Ekstraparu Klinis
KODE LOKASI
NO PENYAKIT TIPE DIAGNOSIS
PENYAKIT ANATOMI
Tuberculous pleurisy, without mention of bacteriological or histological Terdiagnosis
18 A16.5 confirmation Ekstraparu Klinis
Primary respiratory tuberculosis without mention of bacteriological or histological Terdiagnosis
19 A16.7 confirmation Paru Klinis
Other respiratory tuberculosis, without mention of bacteriological or histological Terdiagnosis
20 A16.8 confirmation Ekstraparu Klinis
Respiratory tuberculosis unspecified, without mention of bacteriological or Terdiagnosis
21 A16.9 histological confirmation Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
22 A17+ Tuberculosis of nervous system Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
23 A17.0+ Meningitis Tuberkulosis Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
24 A17.1+ Meningeal tuberculoma (G07*) Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
25 A17.8+ Other tuberculosis of nervous system Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
26 A17.9+ Tuberculosis of nervous system, unspecified (G99.8*) Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
27 A18 Tuberkulosis organ lainnya Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
28 A18.0+ Tuberculosis of bones and joints Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
29 A18.1+ Tuberculosis of genitourinary system Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
30 A18.2 Tuberculous peripheral lymphadenopathy Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
31 A18.3 Tuberculosis of intestines, peritoneum and mesenteric glands Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
32 A18.4 Tuberculosis of skin and subcutaneous tissue Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
33 A18.5+ Tuberculosis of eye Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
34 A18.6+ Tuberculosis of ear Ekstraparu Klinis
KODE LOKASI
NO PENYAKIT TIPE DIAGNOSIS
PENYAKIT ANATOMI
Terdiagnosis
35 A18.7+ Tuberculosis of adrenal glands (E35.1*) Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
36 A18.8+ Tuberculosis of other specified organs Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
37 A19 Tuberkulosis miliaris Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
38 A19.0 Acute miliary tuberculosis of a single specified site Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
39 A19.1 Acute miliary tuberculosis of multiple sites Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
40 A19.2 Acute miliary tuberculosis, unspecified Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
41 A19.8 Other miliary tuberculosis Ekstraparu Klinis
Terdiagnosis
42 A19.9 Miliary tuberculosis, unspecified Ekstraparu Klinis
Lampiran 3: Alur Penegakan Diagnosis TBC
Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/III.1/936/2021.
Lampiran 4: Obat