Anda di halaman 1dari 14

1

BAB II

LANDASAN TEORI

Sarang walet sebenarnya hanyalah air liur burung spesies Collocalia. Namun

air liur itu menjadi komoditas eksklusif yang harganya bisa mencapai belasan juta

rupiah. Umumnya sarang walet dikonsumsi dalam bentuk sup yang disantap hangat.

Menu sarang walet ini dipercaya bisa meningkatkan daya tahan tubuh, awet muda,

bahkan menambah gairah seks.

Di restoran papan atas, menu berupa sup, tim, atau manisan sarang burung walet

harganya bisa mencapai Rp. 30.000-Rp.40.000. Harga sarang itu sendiri dapat

mencapai Rp. 12 juta per kg. Dengan harga setinggi itu hanya kalangan jetset yang

mampu mengkonsumsinya. Tingginya harga antara lain disebabkan oleh kepercayaan

terhadap kasiatnya. Sarang walet sudah jadi mitos sebagai pembangkit stamina,

penambah daya seks, dan pembuat awet muda karena mengandung protein, lemak,

karbohidrat, kalsium, fosfor dan besi. Selain itu langkahnya barang dipasaran juga

ikut mendongkrak daya jual tetap tinggi hingga saat ini.

2.1. Jenis-Jenis Walet

Walet yang selama ini dikenal sebagai penghasil sarang itu terdiri dari enam

jenis. Namun tidak semuanya menghasilkan sarang yang bisa dikonsumsi. Keenam

jenis walet tersebiut bisa dibedakan berdasarkan warna bulu, ukuran tubuh, suara, dan

tipe sarangnya.

Walet merupakan burung kecil berukuran 10-16 cm. Tergolong burung yang

terbangnya paling cepat. Di alam burung ini tersebar hampir seluruh dunia, walet

mempunyai hubungan kekerabatan dekat dengan burung kolibri (famili Trchilidae

terdiri 319 spesies). Kedua kelompok burung ini termasuk dalam satu ordo

Apodiformes.
2

Semua jenis walet memiliki bentuk tubuh yang hampir sama. Burung ini

sering dikacaukan dengan burung kepinis (famili Passeriformes, terdiri 80 spesies),

padahal secara taksonomi sama sekali tidak punya hubungan. Sayap walet berbentuk

bulan sabit, runcing dan memanjang. Ekornya bercabang dua, belahannya ada yang

dalam, ada pula yang dangkal.

Burung walet lebih suka menggantung pada batu-batu karang menggunakan

cakarnya yang tajam, bersarang di gua-gua, atau di langit-langit rumah. Karena

kebiasaannya hingga di langit-langit lantas orang “menjaringnya” agar burung

tersebut mau menjalin sarang di rumah yang didirikan.

John Mackinnon dalam Birds of Java and Bali menyebutkan, identifikasi

walet bisa berdasarkan bentuk ekor dan ukuran tubuhnya.

Apabila bentuk ekor meruncing atau terbelah dalam, ukuran kepala dan badan sekitar

16 cm, gaya terbangnya berputar-putar, diduga spesies Hydrochous gigas. Lain lagi

dengan spesies Collocalia esculenta, Aerodramus fuciphagus, A. vanikorensis, A.

brevirostris, dan A. maximus. Meskipun bentuk ekor dan cara terbangnya sama

dengan H. gigas, ukuran tubuh mereka relatif lebih kecil. Warna buluhnya juga

sedikit berbeda. Marga Aerodramus agak sulit dibedakan ditempat terbuka, tapi lebih

mudah tegak dikenali dari bentuk sarangnya.

2.1.1. Walet sarang putih (Aerodramus fuciphagus)

Nama umum burung ini edible-nest swiftlet. Jenis walet inilah yang diburu

manusia untuk dipanen sarangnya. Ukuran tubuhnya sekitar 12 cm. Tubuh bagian

atas berwarna cokelat kehitam-hitaman berkombinasikan warna abu-abu pucat atau

cokelat pada tungging; bagian bawahnya berwarna cokelat. Belahan ekornya agak

dalam. Penyebarannya di alam meliputi Filipina, Palawan, Kalimantan, Sumatera,

Jawa dan Bali.


3

Kebiasaan walet penghasil sarang putih di alam dalam mencari pakan dan

gaya terbang dengan kepakan sayap yang kaku mirip walet sarang lumut dan walet

sapi. Lengkingan suara “tsyiirr” adalah suara khas walet ini. Ia bersama kelompoknya

cenderung mendiami tempat-tempat tertentu saja, seperti di celah-celah batu karang

pantai atau gua-gua kapur yang dalam untuk tempat bersarang. Di dalam

perkembangbiakannya walet sarang putih menghasilkan dua butir telur. Telur ini

berbentuk memanjang dengan cangkang berwarna putih.

Walet putih membentuk sarang dengan cara meleletkan liurnya hingga mengeras.

Sarang yang hanya berkomposisi liur ini berwarna putih bersih dan bisa dimakan.

2.1.2. Walet Sarang Hitam (Aerodramus maximus)

Nama black-nest swiftlet disandang walet ini lantaran sarang yang

dibentuknya berwarna hitam. Tubuhnya berukuran panjang sekitar 12 cm. Warna

cokelat kehitam-hitaman, keculai pada tungging dan punggungnya yang abu-abu.

Belahan ekor tidak dalam. Kaki ditutupi bulu-bulu secara merata. Bulu kaki inilah

yang membedakannya dari jenis walet lain. Meskipun demikian, di tempat terbuka ia

agak sulit dibedakan dengan walet putih.

Alunan suara mencicit merupakan suara khas A. maximus. Kebutuhan

pakannya dipenuhi dengan menangkap serangga-serangga kecil sambil terbang.

Burung ini membentuk sarang berwarna kehitaman yang tersusun dari bulu

direkatkan dengan air liur pada gua batu kapur.

Jenis walet ini banyak dijumpai di pantai-pantai berkarang, bahkan bisa

ditemukan di daerah perkotaan. Walet ini tersebar di Himalaya bagian timur, Filipina,

Palawan, Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Berkembangbiak sekali dalam setahun.

Jumlah telur yang dihasilkannya hanya sebutir sebesar telur burung pipit.
4

2.1.3. Walet Sapi (Collocalia esculenta)

Nama umumnya white-bellied swiflet yang berarti walet berperut putih. Ada

yang menyebut burung ini dengan nama seriti. Layak orang awam mengacaukannya

dengan seriti (C. linchi) lantaran penampilannya memang mirip. Ukuran tubuhnya

hanya sekitar 10 cm. Tubuh bagia atas berwarna hitam kehijau-hijauan; bagian

bawahnya abu-abu gelap. Bagian perutnya yang berwarna keputihan merupakan ciri

khusus bagi walet sapi. Model ekor tampak sedikit berbeda, belahannya dangkal.

Lengkingan nada tinggi “ciir-ciir” adalah suara khas walet sapi. Ia suka sekali terbang

berputar-putar pelan secara berkelompok. Di Jawa dan Bali walet ini umumn

terdapat di semua ketinggian. Sama seperti walet lainnya. Walet sapi juga termasuk

pemakan serangga. Diantara jenis-jenis serangga pakannya, tawon kiara lah yang

menjadi menu kesukaannya.

Walet sapi membuat sarang dengan hasil yang tidak teratur, terdiri dari lumut,

rumput, direkatkan dengan sedikit air liur. Sarang ini dapat dimakan tapi kandungan

rumput dan lumutnya yang banyak perlu 1dibersihkan terlebih dahulu sebelum

diolah. Ia suka membuat sarang di tempat yang agak terang dekat mulut gua, celah-

celah batu, atauy sudut-sudut bangunan. Selama masa kawin, si perut putih

menghasilkan dua butir telur. Di alam ia tersebar di kawasan Himalaya, Asia, Papua

Nugini, dan Australia.

2.1.4. Walet sarang Lumut (Aerodramus varikorensis)

Nama umum burung ini moss-nest swiflet. Ukurannya kecil, sekitar 12 cm.

Sosok walet sarang lumut nyaris tidak dapat dibedakan dengan walet putih (A.

fuciphagus). Namun jika dilihat lebih cermat pada warna bulu tunggingnya, walet

sarang lumut lebih gelap dan belahan ekornya tidak begitu dalam. Untuk

membedakannya dari walet putih dengan melihat lebih teliti susunan sarangnya.
5

Burung ini mempunyai kebiasaan terbang dengan gerakan sayap kaku. Suara

khasnya berupa lengkingan tinggi “tsyiirr” yang biasa terdengar mendengung dekat

tempat berkembangbiaknya di kegelapan gua. Seperti walet lain, ia juga pemakan

serangga kecil. Walet sarang lumut mempunyai kebiasaaan yang hampir sama dengan

walet putih, sehingga jumlah telurnya pun diduga sama sebanyak dua butir.

Sarang A. vanikorensis ini berbentuk bulat, lebih halus, dan lebih banyak

mengandung serat lumut dibandingkan dengan walet sapi/ tidak bisa dimakan namun

ada juga yang berpendapat sebaliknya.

Di alam ia cenderung membuat sarang di guayang lebih dalam. Daerah

penyebarannya di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa sampai kawasan pasifik barat

daya.

2.1.5. Walet Gunung (Aerodramus brevirostris)

Sering disebut Himalayan swiflet lantaran habitatnya di gunung-gunung tinggi

seperti pegunungan Himalaya. Ukuran tubuhnya sekitar 14 cm dengan sayap panjang.

Belahan ekornya menjorok ke dalam. Warna punggungnya bervariasi antara abu-abu

sampai hitam.

Seperti namanya, walet ini menghuni puncak pegunungan dan tebing yang

terbuka. Terbang secara berkelompok. Di daerah Jawa barat hanya ditemukan di

puncak gunung-gunung tinggi. Alunan suara khasnya terdengar seperti berderik

“tiirii-tiirrii-tiittii”. Pakannya tidak berbeda dengan walet lain yaiotu serangga-

serangga kecil.

Walet gunung membuat sarang-sarang di celah-celah batu untuk berkembang

biak. Dalam satu musim perkembangbiakan ia menghasilkan dua butir telur. Sarang

burung walet gunung tidak dapat dimakan karena terbuat dari rumput-rumputan

tanpa ada rekatan air liurnya. Di Cina, Andaman, Sumatera, Filipina, Pulau Palawan,
6

dan Jawa Barat burung ini banyak ditemukan. Sementara kerabat dekatnya A.

brevirostris vulcanorum hanya tersebar di daerah Jawa Barat.

2.1.6. Walet Besar (Hydrochous gigas)

Disebut juga giant swiflet lantaran ukurannya tergolong besar, sekitar 16 cm.

Bahkan Lembaga Biologi Nasional dalam Burung Indonesia Barat menyebutkan,

besar burung ini bisa mencapai 18 cm. Rentang sayapnya dua setengah kali panjang

ekor. Bentuk tubuh ramping. Tubuh bagian atas berwarna hitam, dan bagian

bawahnya berwarna cokelat kehitaman. Ekornya bercabang.

H. gigas jarang sekali dijumpai karena ia menghuni daerah khusus, seperti

pegunungan yang tinggi atau sekitar air terjun. Walet “raksasa” ini cenderung terbang

tinggi dan lebih cepat daripada jenis walet lainnya.

Perkembangbiakan burung ini biasanya dilakukan dibalik air terjun pada celah

dinding batu. Pada satu musim perkembangbiakan Cuma dihasilkan sebutire telur. Di

daerah Jawa Barat musim kawin walet besar berlangsung sekitar November dan

Desember, sedangkan Malaysia April.

Walet besar membuat sarang berbentuk cawan yang disusun dari bulu-bulu

halus, lumut, dan diperkuat oleh air liurnya. Sarang ini tidak bisa dimakan.

Penyebaran H. gigas terbatas di semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan dan

Jawa.

2.2. Jenis-Jenis Sarang Walet

Sarang walet sebenarnya hanyalah air liur burung spesies Collocalia. Namun

air liur itu menjadi komoditas eksklusif yang harganya bisa mencapai belasan juta

rupiah. Umumnya sarang walet dikonsumsi dalam bentuk sup yang disantap selagi

hangat. Menu sarang walet ini dipercaya bisa meningkatkan daya tahan tubuh, awet

muda, bahkan menambah gairah seks.


7

Direstoran papan atas, menu berupa sup, tim, atau manisan sarang burung

walet harganya bisa mencapai Rp. 30.000 - Rp. 40.000. harga sarang itu sendiri dapat

mencapai Rp. 12 juta per kg. Dengan harga setinggi itu hanya kalangan jetset yang

mampu mengkonsumsinya. Tingginya harga antara lain disebabkan oleh kepercayaan

terhadap khasiatnya. Darang walet sudah menjadi mitos sebagai pembangkit stamina,

penambah daya seks, dan pembuat awet muda karena mengandung protein, lemak,

karbohidrat, kalsium, fosfor dan besi. Selain itu, langkanya barang di pasaran juga

ikut mendongkrak daya jual tetap tinggio hingga saat ini.

Ada tiga jenis sarang yang laku dijual. Pertama, sarang hitam, yang dihasilkan

walet Collocalia maxima terbuat dari bulu yang direkat dengan air liur. Ketika akan

digunakan/dikonsumsi liurnya saja yang diambil. Sarang hitam banyak ditemukan di

gua-gua di Kalimantan. Sarang yang belum dibersihkan harganya Rp. 300.000 – Rp.

400.000 / kg. Sedang yang sudah bersih bisa mencapai dua kali lipatnya.

Jenis sarang kedua tersusun dari serat tumbuhan (akar-akaran, rumput ijuk,

daun cemara kering, dan lain-lain). Yang direkat dengan air liur walet C. esculenta

(seriti). Perekat sarang bisa dimakan setelah dipisahkan dari material penyusunnya.

Caranya sarang direbus atau direndam dalam air.

Ketiga, sarang putih. Sarang ini paling banyak di konsumsi dan mahal

harganya. Sarang putih disebut juga sarang perak, terbuat sepenuhnya dari air liur

walet C. fuchiphaga fuciphaga. Sarang walet jenis inilah yang dipetik di gua-gua

pantai selatan Jawa dan rumah-rumah walet sepanjang pantai utara Jawa. Sarang asal

rumahan putih bersih, sementara dari gua kekuningan karena tercemar lingkungan

setempat. Misalnya akibat terjadi reaksi dengan batu, cadas, tanah keras, atau kapur

tempatnya menempel di gua.

Sarang walet rumahan cenderung berkualitas bagus. Namun itupun tergantung

dari cara panennya. Panen rampasan menghasilkan sarang bermutu bagus, tapi
8

ukurannya kecil-kecil karena belum sempurna pembuatannya. Panen rampasan

dilaksanakan saat walet membuat sarang tapi belum bertelur.

Sarang dari panen buang telur memiliki mutu terbagus. Ukurannya telah

mencapai maksimal dan mnasih bersih dari bulu serta kotoran. Panen buang telur,

dilakukan setelah burung bertelur 2butir, tapi belum mengeram. Panenan yang

dilakukan setelah penetasan menghasilkan sarang mutu rendah. Sebab, sarang sudah

mulai rusak. Sarang dipanen setelah anak-anak walet terbang dan dapat mencari

makan sendiri keuntungannya populasi burung cepat bertambah. Produksi sarang

pada musim panen berikutnya bisa meningkat.

Di antara sarang putih terkadang dijumpai yang berwarna merah atau cokelat.

Penyebab adanya sarang merah (disebut juga sarang darah) belum jelas. Mungkin

lantaran musim dan jenis serangga makanan walet, atau bisa juga pengaruh

kelembapan dan suhu ruang pada rumah walet. Sarang ini ternyata paling tinggi

harganya. Tanpa noda kotoran, bentuk sempurna dengan garis tengah 9 cm dan bobot

9 g (110-130 sarang/kg) bisa mencapai Rp. 4 juta – Rp. 12,5 juta/kg. Sebagai obat,

sarang merah dinilai sangat istimewa dan tinggi khasiatnya.

Sedangkan sarang perak yang putih bersih tanpa kotoran dan bulu, serta sempurna

bentuknya “hanya” Rp. 11 juta – Rp. 13 juta/kg. Garis tengah sarang sekitar 10 cm,

bobot 8g/sarang, atau 110-140 sarang/kg.

2.3. Rumah Walet

2.3.1. Jenis Rumah Walet

Konon di zaman dahulu para pedagang berasal dari bangsa Cina dan Arab.

Kedua bangsa ini yang banyak mempunyai rumah walet pada saat itu. Seperti yang

Trubus pantau di daerah Pasuruan, pemilik rumah walet sebagian besar warga

keturunan Arab dan Cina. Bisnis walet bagi mereka merupakan tradisi turun temurun.
9

Rumah walet yang ada sekarang diklasifikasikan menjadi tiga jenis; rumah

pasif, semi aktif dan aktif. Rumah pasif adalah rumah yang dihuni walet tanpa

diundang, contohnya rumah tinggal. Rumah semi pasif merupakan rumah yang

sengaja dibangun untuk mendatangkan brurung walet, tapi tanpa usaha khusus

mempercepat kedatangannya. Rumah aktif, seperti rumah semi aktif ditambah upaya-

upaya si pemilik agar burung walet lebih cdatang. Misalnya dengan memancing

burung seriti, lalu menetaskan telur walet di sarangnya. Dan memberikan hembusan

air untuk menjaga kelembapan rumah.

Jika kita berjalan-jalan ke kota Pasuruan akan terlihat deretan pemandangan

pertokoan yang di atasnya dibangun rumah walet. Jumlahnya sekitar 20 toko. Ada

pula orang-orang yang membangun rumah dengan berpedoman pada rumah walet

yang ada di sekitarnya. Kondisi ini lebih memudahkan walet datang. Namun, metoda

ini tidak selalu berhasil, jika konstruksi bangunan rumah tidak memenuhi syarat.

Untuk membangun rumah walet, ada yang sebelumnya mencari lokasi terlebih

dahulu. Lokasi dipilih yang banyak terdapat serangga berterbangan dan tidak bising.

Serangga ini berguna untuk pakan walet sehingga burung itu terangsang untuk datang

dan menempati rumah-rumah yang dibangun di sekitarnya.

2.3.2. Pencarian Lokasi untuk Rumah Walet

Walet Collocalia fuciphaga bisa dibudidayakan di seluruh kepulauan

nusantara. Sebenarnya mulai dari Sumatera hingga Irian Jaya. Penyebaran di

Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali dan NTB lebih merata dibandingkan wilayah

Indonesia bagian Timur. Karena itu penentuan lokasi pengembangan sangat penting .

pasalnya ada daerah yang ekstrim sangat tidak cocok. Di daerah tidak cocok, walet

ada tapi tidak bisa berkembangbiak.

Berdasarkan perilaku dan kebiasaan hidup, ada beberapa ciri daerah yang

dianggap cocok, diantaranya ;


10

1. Daerah basah yang mempunyai musim hujan lebih dari enam bulan dalam

setahun.

2. Daerah hutan tropis.

3. Daerah pertanian yang subur, beririgasi baik sehingga banyak air.

4. Daerah perikanan yang terdapat banyak tambak, kolam, atau genangan air berupa

rawa.

5. Daerah yang tidak terlalu banyak angin kencang.

6. Daerah dataran rendah sampai ketinggian 300 m di atas permukaan laut.

7. Daerah yang belum terpolusi oleh industri.

8. Daerah yang tidak banyak terdapat musuh alami walet, seperti elang, kelelawar,

atau burung hantu.

Walet senang tinggal di daerah yang basah dan lembap. Namun, bukan berarti

ia menyukai daerah pegunungan. Burung ini tidak tahan dingin. Terlebih hawa dingin

merasuk ke dalam rumah walet, dipastikan burung akan pindah. Menurut penelitian

yang dilakukan Dr. Boedi Mranata, ahli dan praktisi walet, walet lebih banyak di

daerah ketinggian 300 m dpl. Di ketinggian itu suhu udara sekitar 28–30 o C. inilah

ketinggian dan temperatur ideal untuk membudidayakan walet.

2. 4. Budidaya Intensif

Budidaya walet intensif harus diteliti, terutama kalau ingin mengembangkan-

nya secara aktif. Selain menyiqapkan rumah sesuai dengan persyaratan yang

diinginkan, perilaku walet pun harus dikuasai dengan benar. Peran telur, mesin tetas,

piyik, kemampuan kelola rumah dan kondisi lingkungan sekitar jadi faktor

menentukan.

2.4.1. Mengembangkan Walet Secara Aktif


11

Telur atau piyik walet yang dibawa dari daerah lain, setiba di lokasi baru

sebaiknya ditempatkan dalam ruangan khusus. Dalam ruangan ini walet diloloh

sampai 45 hari, sekaligus ia belajar terbang.selanjutnya walet siap dilatih mengenal

dan menghuni rumah baru. Tekhnik ini disebut mengembangkan walet secara aktif.

Mengembangkan walet secara aktif adalah suatau cara baru yang

dikembangkan Biro Pusat Rehabilitasi Sarang Burung, Surabaya. “tujuannya agar

rumah segera ditempati walet”, jelas H.A. Fatich Marzuki, pakar walet di Surabaya.

Mula-mula pemilik rumah merencanakan kamar-kamar, ruangan, dan lubang burung

yang sesuai dengan fungsi atau perilaku walet. Pertama, Roving area, yaitu tempat

berputarnya walet di depan lubang masuk. Kedua, Roving room, yang berfungsi

sebagai tempat berputar walet yang hendak mengudara. Dan ketiga, Resting room

atau tempat peristirahatan.

Tempat peristirahatan yaitu ruangan bagian belakang yang keadaannya gelap

(0,5-2,0 foot caldle), kelembapan tinggi (85-95%), dan suhu rendah (26-29 oC). ketiga

batasan ini tidak dapat dikira-kira tetapi harus dengan alat ukur. Suhu diukur dengan

termometer, kelembapan udara dengan hygrometer, dan intensitas dengan lightmeter.

2.4.2. Menetaskan Telur Walet dengan Induk Asuh Seriti

Seriti yang sudah membuat sarang di rumah walet dan menghasilkan telur

dapat dijadikan sarana untuk menghadirkan walet. Caranya dikenal dengan istilah

ganti telur. Anakan atau telur atau anakan walet. Dengan cara itu, walet bisa

“diternakan” dalam rumah.

Seriti (Collocalia esculenta) sering dijadikan oendahulu dalam menjaring

walet, yakni dengan cara pemalsuan telur. Pasalnya seriti mempunyai perilaku mirip

walet. Dalam bertelur sam-sama menghasilkan 2 butir. Ukuran dan warna tubuhnya

pun hampir sama, bedanya bulu perut seriti berwarnah putih. Begitu juga dengan

anaknya sangat mirip, sampai-sampai seriti tidak bisa membedakan anaknya sendiri
12

dengan anak walet. Praktek pemalsuan telur seriti dengan walet ini pada dasarnya

untuk mempercepat kehadiran walet. Menurut pengalaman pemilik rumah walet di

Tuban persentase keberhasilan cara ini hampir 100%.

2.4.3. Mesin Penetas Walet

Bisnis anakan walet kini sedang marak untuk meningkat kan prodeuksi satwa

ini dalam rumah walet. Kalau dulu telur hasil panen rampasan dibuang sia-sia,

sekarang ditetaskan dengan mesin tetas. Dengan mesin tetasini bisa didapatkan lebih

dari 200 ekor anakan walet dalam sekali penetasan.

Bagi pemilik rumah walet, pengoperasian mesin tetas telur walet merupakan

jalan pintas untuk menambah populasi. Di mata pedagang, mesin tetas ini jelas

menolong mereka dalam pengadaan anakan walet dalam jumlah banyak. Jika sekali

penetasan hasilnya 200 ekor dan harganya Rp. 10.000 maka tak kurang dari Rp. 2 juta

rupiah dapat diraih dalam sekali penetasan saja. Tak heran bila mereka rajin berburu

telur untuk ditetaskan.

2.4.4. Plat Aluminium untuk Walet

Kuat, lembap, tak berjamur, dan aromanya disukai walet. Ukurannya yang

lebih lebar, 40-50 cm, memungkinkan sarang bersusun ganda, triple atau quaret.

Karena itulah plat aluminium kini mulai dikembangkan sebagai lagur pada rumah

walet.

Lagur, tempat menempel sarang walet hampir semuanya mengngunakan kayu.

Terutama kayu jati. Rumah-rumah kuno yang dihuni walet rata-rata dibangun dari

kayu jati. Periode berikutnya berkembang pemakaian jenis kayu lain seperti kamper,

meranti, sengon laut dan multipleks. Masing-masing jenis kayu ini mempunyai

kelebihan dan kekurangan. Namun, di mata pengusaha rumah walet hanya

kekurangannya yang ditonjolkan. Lagur dari kayu sering membuat warna sarang

berubah kecokelatan. Akibatnya harga jatuh. Plat aluminium telah dicoba oleh Biro
13

Rehabilitasi Sarang Burung Walet di Surabaya. Hasilnya, aluminium berpeluang

besar menggantikan lagur kayu.

2.4.5. Sarang Tiruan Solusi Regenerasi

Bagaimana caranya mamanen sarang walet, tapi tetap membuat sang burung

betah bertelur? Pakai sarang tiruan dari plastik.

Pemanenan sarang menjadi dilema. Masing-masing sistem penanganan masih

mengandung kelemahan. Misalnya, panen rampasan (sebelum bertelur) bisa

menghasilkan sarang kualitas baik, tapi menghambat regenerasi. Sebaliknya panen

pasca lepas terbang, sarang yang dihasilkan kotor karena bercampur bulu.

Pembudidayaan walet biasanya mengkombinasikan antara panen rampasan,

buang telur, dan lepas terbang. Namun belakangan berkembang penggunaan sarang

burung tiruan yang bisa “mengamankan” kualitas sarang sekaligus regenerasi.

2.5. Kegiatan Pemeliharaan Walet

Agar walet dapat dapat menghasilkan sarang yang berkualitas tinggi, ada

beberapa hal yang harus dilakukan dalam tahap pemeliharaannya, yaitu :

1. Memilih lokasi rumah yang ideal untuk walet, jauh dari kebisingan/keramaian,

daerah yang curah hujannya cukup tinggi, kawasan yang memiliki pangan walet

(serangga) cukup memadai, rumah walet harus bersih dari jenis jamur-jamuran

dan musuh alaminya serta rumah walet harus memiliki ruang gelap dan lembab

yang sama dengan habutat aslinya.

2. Memancing walet agar bisa datang ke rumah yang telah disediakan dengan jalan

menambahkan/mengecat dinding bagian dalam rumah dengan kotoran walet,

madu ataupun telur bebek. Selain itu bisa juga dengan cara membudidayakan

seriti di dalam rumah tersebut, karena biasanya seriti dapat mengundang

kehadiran walet.
14

3. Setelah walet datang dan mau menempati rumah yang telah disediakan,

selanjutnya tahap pemeliharan dilanjutkan dengan memberikan menu pakan

tambahan buat walet, sehingga walet tidak perlu lagi terbang jauh guna mencari

pakan, dengan demikian walet yang ada tidak akan berkurang.

4. Petani walet dapat menambahkan beberapa perlengkapan rumah walet, misalnya

dengan memasang plat tembaga, karena plat ini bersifat menyerap suhu sehingga

suhu dalam ruangan yang lembab dapat diserapnya, selanjutnya walet akan lebih

senang membuat sarang di lokasi rumah yang lebih lembab. Selain itu lempengan

tembaga ini dapat membuat sarang yang dibuat walet lebih bersih dan sempurna

bentuknya.

5. Dalam melakukan proses pemanenan sarang walet, sebaiknya dilakukan pada saat

walet meninggalkan rumah (pada saat walet mencari pakan), sehingga walet tidak

merasa terusik dan tetap menempati rumah yang telah disediakan.

6. Dalam proses pemanenan petani dapat juga menggunakan sarang walet tiruan,

sarang ini dipasang setelah sarang walet panen dan sarang tiruan ini sebagai

pengganti sarang walet yang telah diambil. Selain itu keuntungan lain

menggunakan sarang tiruan, walet yang telah diambil sarang aslinya akan

membuat kembali sarang baru di dalam sarang walet tiruan yang telah dipasang

sehingga bentuk sarangnya akan menjadi ideal dan harganya dapat menjadi

maksimal.

7. Selain cara pengembangan di atas dapat juga digunakan cara pengembang biakan

melalui bibit walet atau biasa disebut piyik. Pengembangan dengan piyik ini

dapat dilakukan melalui cara penetasan dengan mesin ataupun dengan

menggunakan seriti.

8. Petalah melakukan proses pemanenan proses terakhir yaitu memasarkan sarang

walet tersebut.

Anda mungkin juga menyukai