Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

BATU URETER

Disusun oleh :

ZAKIA POPPY

120117

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES TELOGOREJO SEMARANG


2021/2022
A. DEFINISI
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan dimana terdapat batu di dalam lumen ureter.
Batu saluran kemih dapat ditemukan di sepanjang saluran sistem urinaria, mulai
dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli, dan uretra. Batu saluran kemih
jumlahnya sangat beragam (bisa satu atau lebih) dan bisa ditemukan pada saluran
urater. Ureterolithiasis rata-rata 90% mengandung garam kalsium (Ariani 2016).
Ureterolithiasis merupakan salah satu penyakit saluran kemih yang disebabkan
oleh penumpukan molekul yang mengalami pengendapan. Pembentukan batu
dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi, non-infeksi, kelainan
genetik, dan obat-obatan. Batu akibat tanpa infeksi dapat tersusun dari kalsium
oksalat dan kalsium fosfat atau asam urat. Batu akibat infeksi memiliki komposisi
magnesium amonium fosfat, karbonat amonium urat. Batu yang disebabkan oleh
kelainan genetik dapat mengandung sistin atau xantin (Noegroho,2018).

B. JENIS URETEROLITHIASIS
Menurut Ariani, 2016 berdasarkan jenis Ureterolithiasis dibagi menjadi:
1) Batu Kalsium Batu kalsium atau kalsium oksalat dan kalsium fosfat merupakan
jenis batu yang paling banyak ditemukan, yaitu sekitar 75-85% dari seluruh batu
saluran kemih.
2) Batu Struvit Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya
batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini
adalah golongan pemecah urea atau urea splitter, seperti proteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Stafilokokus yang dapat menghasilkan
enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium,
fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat dan karbonat
apatit.
3) Batu asam urat Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih,
banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, urikosurik,
sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. 9 Kegemukan, alkoholik, dan diet tinggi
protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini.
4) Batu sistin Ureterolithiasis ini terbentuk akibat terlalu banyaknya asam amino
sistin yang dikeluarkan oleh ginjal. Batu sistin merupakan jenis Ureterolithiasis
yang sangat jarang ditemukan.
C. PATOFISIOLOGI
Ureterolithiasis terbentuk dari batu yang tidak terlalu besar didorong oleh
peristaltic otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter.
Tenaga peristaltic ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke
kandung kemih. Batu yang ukurannya kecil (<5mm) pada umumnya dapat keluar
spontan,sedangkan yang lebih besar sering kali tetap berada di ureter dan
menyebabkan reaksi peradangan, serta menimbulkan obstruksi kronis berupa
hidronefrosis dan hidroureter (Muttaqin,2014). Batu yang terletak pada ureter
maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan
menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas. Obstruksi di ureter
menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan
hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada
kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat
menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses
paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan
ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan gagal ginjal permanen
(Purnomo,2014).
Pathway

D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda atau gejala Ureterolithiasis sangat beragam. Menurut Ariani (2016),
gejala yang mungkin muncul diantaranya sebagi berikut:

1. Perubahan Warna Urine


Salah satu fungsi ureter adalah mengalirkan air kencing atau urine, apabila
ureter manusia mengalami sumbatan, maka akan terjadi gangguan pada
pembentukan urin di ginjal, baik dari warna, bau, dan karakteristiknya. Hal ini
bisa mengakibatkan terjadinya perubahan dalam frekuensi buang air kecil.
Mungkin buang air kecil lebih sering dan lebih banyak dari pada biasanya
dengan warna urine yang pucat atau malah sebaliknya, buang air kecil dalam
jumlah sedikit dari biasanya dengan urine yang berwarna gelap.
2. Tubuh Mengalami Pembengkakan
Batu pada ureter dapat menyebabkan gangguan aliran urin sehingga
mengganggu fungsi ginjal, maka saat ginjal tidak mampu
3. Tubuh Cepat Lelah
Ureter yang tersumbat dapat mengganggu fungsi ginjal, salah satunya adalah
kemampuan memproduksi hormon erythropoietin yang berfungsi
memerintahkan tubuh untuk membuat oksigen yang membawa sel darah
merah. Ketika ginjal mengalami gangguan, maka ginjal tidak mampu
memasok hormon sesuai kebutuhan sehingga hal tersebut akan berdampak
pada otot, otak, dan tubuh yang akan merasa cepat lelah. Kondisi ini disebut
juga anemia. Oleh karena itu apa bila mengalami anemia yang berkelanjutan,
berhati-hatilah karena hal tersebut bisa saja merupakan gejala penyakit ginjal.

4. Bau Mulut
Penumpukan limbah dalam darah atau uremia karena adanya gangguan ginjal.
Hal tersebut dapat membuat rasa tidak enak dalam makanan dan bau mulut
yang tidak sedap
5. Rasa Mual dan Ingin Muntah
Gejala penyakit saluran kemih yang lainnya adalah rasa mual berkelanjutan
dan selalu ingin muntah. Gejala ini muncul karena terjadi penumpukan limbah
dalam darah atau uremia.
6. Nyeri
Sering bersifat kolik atau ritmik, terutama bila batu terletak di ureter atau di
bawah. Nyeri dapat terjadi secara hebat tergantung dari lokasi letak batu
tersebut.
7. Demam dan Menggigil
Ketika mulai terjadi infeksi, tubuh akan menjadi demam dan menggigil. Suhu
badan akan naik serta tubuh penderita akan menggigil.
8. Sakit Saat Buang Air Kecil
Di saat buang air kecil, pada saluran kencing akan terasa sangat nyeri dan
menyiksa.

E. ETIOLOGI
Menurut Zamzami (2018) terdapat beberapa faktor yang mendorong pembentukan
batu ureter yaitu: 1. Peningkatan kadar kristaloid pembentuk batu dalam urine 2.
pH urine abnormal rendah atau tinggi 3. Berkurangnya zat-zat pelindung dalam
urin 4. Sumbatan saluran kencing dengan stasis urine. Disamping itu, terdapat
pula tiga faktor utama yang harus dipertimbangkan untuk terjadinya batu ureter
yaitu: Retensi partikel urin, supersaturasi urine, dan kekurangan inhibitor
kristalisasi urin. Kelebihan salah satu faktor ini menyebabkan batu saluran kemih.
Sedangkan menurut Harmilah (2020) pembentukan batu disaluran kemih
dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor
endogen adalah faktor genetik seperti hipersistinuria, hiperkalsiuria primer,
hiperoksaluria primer, sedangkan faktor eksogen meliputi lingkungan, makanan,
infeksi, dan kejenuhan mineral didalam air minum.
Beberapa faktor predisposisi terjadinya batu :
1. Ginjal
Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu.
2. Immobilisasi
Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan kalsium.
Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.
3. Infeksi : infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
menjadi inti pembentukan batu.
4. Kurang minum : sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu.
5. Pekerjaan : dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan
batu dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani.
6. Iklim : tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan
pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis, di
ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi urin.
7. Diuretik : potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi
terbentuknya batu saluran kemih.
8. Makanan, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju,
kacang polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging,
jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.

F. KLASIFIKASI
Menurut Mulyanti (2019), berdasarkan lokasi tertahannya batu (stone), batu saluran
kemih dapat diklasifikasikan menjadi beberapa nama yaitu: 1. Nefrolithiasis (batu di
ginjal) Nefrolithiasis adalah salah satu penyakit ginjal, dimana terdapat batu didalam
pelvis atau kaliks dari ginjal yang mengandung komponen kristal dan matriks organik
(Fauzi & Putra, 2016). 2. Ureterolithiasis (batu ureter) Ureterolithiasis adalah
pembentukan batu pada saluran kemih yang disebabkan oleh banyak faktor seperti,
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan
lainnya (idiopatik) (Prihadi, Johannes Cansius, Daniel Ardian Soeselo, Christopher
Kusumajaya, 2020). 3. Vesikolithiasis (batu kandung kemih). Vesikolithiasis merupakan
dimana terdapat endapan mineral pada kandung kemih. Hal ini terjadi karena
pengosongan kandung kemih yang tidak baik sehinggal urine mengendap dikandung
kemih (Prihadi, Johannes Cansius, Daniel Ardian Soeselo, Christopher Kusumajaya,
2020)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Mendiagnosis Ureterolithiasis, pertama-tama dokter akan mencoba menggali
keterangan terlebih dahulu dari pasien seputar gejala-gejala yang dialaminya.
Biasanya dokter akan menanyakan apakah pasien pernah menderita
Ureterolithiasis sebelumnya, memiliki riwayat keluarga berpenyakit sama, atau
apakah belakang pasien sering mengonsumsi makanan atau suplemen yang bisa
memicu terbentuknya Ureterolithiasis. Setelah itu, tes atau pemeriksaan akan
dilakukan untuk memastikan diagnosisnya. Menurut (Ariani 2016) tes yang akan
dilakukan tersebut yaitu:
1) Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan laboratorium ada beberapa hal yang harus dilakukan, di
antaranya adalah sebagai berikut:
a. Sedimen urine atau tes dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit,
bakteri atau nitrit, dan pH urine.
b. Kreatinin serum untuk mengetahui fungsi ginjal.
c. C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urine biasanya
dilakukan pada keadaan demam.
d. Natrium dan kalium darah dilakukan pada keadaan muntah.
e. Kadar kalsium dan asam urat darah dilakukan untuk mencari faktor resiko
metabolik.
f. Urinalisis.Warna : urine normal kekuningan-kuningan, abnormal merah
menunjukkan hematuria pH : normal 4,6- 6,5 (rata-rata 6,0), urine 24 jam:
kreatinin, asamurat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin meningkat, culture
urine menunjukkan infeksi saluran kemih, BUN (Blood Urea Nitrogen)
hasil normal 5-20 mg/dl tujuan untuk mempelihatkan kemampuan ginjal
untuk mengekskresi sisa yang bermitogren, kreatinin serum hasil normal
laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl, perempuan 0,70-1,25 mg/dl.
g. Darah lengkap. Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia
h. Hormon Paratyroid Merangsang reabsobsi kalsium dari tulang,
meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine. Hormon paratyroid
mungkin meningkat bila ada gagal ginjal atau PTH.
2) Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Rontgen Menurunkan adanya perubahan anatomik pada area ginjal
dan dan sepanjang ureter.
b. IVP (Intra Venous Pyelography) Memberikan konfrimasi urolithiasis
dengan cepat seperti penyebab nyeri, abdominal, atau panggul. Selain itu
juga menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik atau distensi
ureter.
c. Sistoureterokopi Visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan
batu atau efek obstruksi.
d. USG Abdomen Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

H. KOMPLIKASI
1. Obstruksi aliran urine yang menimbulkan penimbunan urine pada ureter
(Mulyanti, 2019) dan refluks kebagian ginjal sehingga menyebabkan gagal
ginjal (Harmilah, 2020).
2. 2. Penurunan sampai kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama
sebelum pengobatan dan pengangkatan batu ginjal (Harmilah, 2020).
Gangguan fungsi ginjal yang ditandai kenaikan kadar ureum dan kreatinin
darah, gangguan tersebut bervariasi dari stadium ringan sampai timbulnya
sindroma uremia dan gagal ginjal, bila keadaan sudah stadium lanjut bahkan
bisa mengakibatkan kematian (Haryadi, 2020).
3. Infeksi akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi
(Harmilah, 2020).
4. Bakteriuria asimptomatik, ISK, serta sepsis (Ruckle, Maulana, & Ghinowara,
2020).

I. PENATALAKSANAAN
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit lebih parah. Indikasi untuk
melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau
hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih, harus
segera dikeluarkan. Menurut Ariani (2016) batu dapat dikeluarkan dengan
beberapa cara yaitu:
1. Ureterorenoskopi
Ureterorenoskopi merupakan salah satu prosedur pengangkatan
Ureterolithiasis dengan menggunakan sebuah alat yang disebut
ureterorenoskop yang dimasukkan ke ureter dan kandung kemih. Uretra adalah
saluran terakhir untuk keluarnya urine dari kandung kemih ke luar tubuh.
2. Bedah terbuka Di zaman modern seperti sekarang, prosedur ini sebenarnya
sudah tergolong jarang dan hanya dilakukan untuk mengangkat
Ureterolithiasis yang berukuran sangat besar. Sesuai namanya bedah terbuka
dilakukan dengan cara membuat sayatan pada permukaan kulit dekat dengan
ginjal dan ureter yang berfungsi sebagai akses bagi dokter bedah untuk
mengangkat Ureterolithiasis.
3. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy atau yang disingkat dengan ESWL ini merupakan prosedur
penghancuran Ureterolithiasis dengan menggunakan gelombang energi. Batu
dihancurkan agar sepihan-sepihannya dapat keluar dengan mudah.
4. PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy) Sementara Percutaneous
Nephrolithotomy atau yang disingkat dengan PCLN ini merupakan prosedur
penghancuran Ureterolithiasis. Sayatan kecil dibuat oleh atas permukaan kulit
dekat ginjal, sehingga alat yang disebut nephroscope bisa masuk untuk
memecahkan dan mengangkat serpihan Ureterolithiasis.

J. PENCEGAHAN URETEROLITHIASIS
Menurut (Ariani, 2016) Ureterolithiasis dapat dicegah dengan berbagai cara
diantaranya:
1. Kurangi konsumsi daging.
2. Banyak minum air putih.
3. Batasi grapefruit juice dan minuman bersoda.
4. Diet tinggi kalium dan magnesium.
5. Suplemen pyridoxine dan magnesium.
6. Batasi asupan kalsium garam.
7. Kurangi asupan oksalat
8. Olahraga teratur
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Secara otomatis, faktor jenis kelamin dan usia sangat signifikan dalam
proses pembentukan batu. Namun, angka kejadian batu ureter dilapangan
sering kali terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini karena
pola hidup, aktivitas, dan geografis.
2. Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit skunder yang
menyertai. Keluhan utama biasanya yang sering muncul pada pasien
dengan batu ureter adalah nyeri pada perut yang menjalar sampai ke
pinggang dan nyeri saat berkemih.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada pasien batu ureter ialah nyeri pada
saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan
besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal. Pasien juga mengalami
gangguan gastrointestinal.
4. Riwayat penyakit dahulu
Kemungkinan adanya riwayat gangguan pola berkemih.
5. Riwayat penyakit keluarga
Batu ureter bukan merupakan penyakit menular dan menurun, sehingga
silsilah keluarga tidak terlalu berpengaruh pada penyakit ini.
6. Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika pasien memiliki koping adaptif.
Namun biasanya, hambatan dalam interaksi interaksi sosial dikarenakan
adanya ketidaknyamanan (nyeri hebat) pada pasien, sehingga fokus
perhatiannya hanya pada sakitnya.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola aktivitas Penurunan aktivitas selama sakit terjadi bukan
karena kelemahan otot, tetapi dikarenakan gangguan rasa nyaman
(nyeri).
b. Pola nutrisi metabolic Biasanya pasien dengan batu ureter terjadi
mual muntah karena peningkatan tingkat stres akibat nyeri hebat.
Anoreksia sering kali terjadi karena kondisi pH pencernaan yang
asam akibat sekresi HCL berlebihan.
c. Pola eliminasi Biasanya pada eliminasi alvi tidak mengalami
perubahan fungsi maupun pola, kecuali diikuti oleh penyakit-
penyakit penyerta lainnya.
d. Pola istirahat tidur Biasanya pasien dengan batu ureter mengalami
gangguan pola tidur, sulit tidur dan kadang sering terbangun
dikarenakan nyeri yang dirasakan.
e. Pola Kognitif perseptual Biasanya pasien dengan batu ureter
memiliki komunikasi yang baik dengan orang lain, pendengaran
dan penglihatan baik, dan tidak menggunakan alat bantu.
f. Pola toleransi-koping stress Biasanya pasien dengan batu ureter,
dapat menerima keadaan penyakitnya.
g. Persepsi diri atau konsep diri Biasanya pasien dengan batu ureter
tidak mengalami gangguan konsep diri.
h. Pola seksual reproduksi Biasanya pasien dengan batu ureter
mengalami gangguan ini sehubungan dengan rasa tidak nyaman.
i. Pola hubungan dan peran Biasanya pasien dengan batu ureter,
memiliki komunikasi yang baik dengan keluarga, perawat, dokter,
dan lingkungan sekitar
j. Pola nilai dan keyakinan Biasanya pasien dengan batu ureter tidak
mengalami gangguan dalam pola nilai dan keyakinan.
8. Pemeriksaan fisik.
a. Kondisi umum dan tanda-tanda vital Kondisi klien batu ureter
dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit
berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan.
Pada tanda-tanda vital biasanya tidak ada perubahan yang
mencolok, hanya saja takikardi terjadi akibat nyeri yang hebat.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Wajah
Inspeksi : warna kulit, jaringan parut, lesi, dan vaskularisasi. Amati
adanya pruritus, dan abnormalitas lainnya. Palpasi : palpasi kulit
untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur, edema, dan massa.
2) Kepala
Inpeksi : kesimetrisan dan kelainan. Tengkorak, kulit kepala (lesi,
massa) Palpasi : dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari
kebawah dari tengah-tengah garis kepala ke samping. Untuk
mengetahui adanya bentuk kepala pembengkakan, massa, dan nyeri
tekan, kekuatan akar rambut.
3) Mata
Inspeksi : kelopak mata, perhatikan kesimetrisannya. Amati daerah
orbital ada tidaknya edema, kemerahan atau jaringan lunak
dibawah bidang orbital, amati konjungtiva dan sklera (untuk
mengetahui adanya anemis atau tidak) dengan menarik/membuka
kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi. Inspeksi kornea
(kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping klien
dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung. Inspeksi pupil,
iris. Palpasi : ada tidaknya pembengkakan pada orbital dan kelenjar
lakrimal.
4) Hidung
Inspeksi : kesimetrisan bentuk, adanya deformitas atau lesi dan
cairan yang keluar. Palpasi : bentuk dan jaringan lunak hidung
adanya nyeri, massa, penyimpangan bentuk
5) Telinga
Inspeksi : amati kesimetrisan bentuk, dan letak telinga, warna, dan
lesi Palpasi : kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak,
tulang teling ada nyeri atau tidak.
6) Mulut dan faring
Inspeksi : warna dan mukosa bibir, lesi dan kelainan kongenital,
kebersihan mulut, faring.
7) Leher
Inspeksi : bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya
pembengkakan, jaringan parut atau massa. Palpasi : kelenjar
limfa/kelenjar getah bening, kelenjar tiroid.
8) Thorak dan tulang belakang
Inspeksi : kelainan bentuk thorak, kelainan bentuk tulang belakang,
pada wanita (inspeksi payudara: bentuk dan ukuran) Palpasi : ada
tidaknya krepitus pada kusta, pada wanita (palpasi payudara:
massa)
9) Paru posterior, lateral, inferior
Inspeksi : kesimetrisan paru, ada tidaknya lesi. Palpasi : dengan
meminta pasien menyebutkan angka misal 7777. Bandingkan paru
kanan dan kiri. Pengembangan paru dengan meletakkan kedua ibu
jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas
panjang. Perkusi : dari puncak paru kebawah (suprakapularis/3-4
jari dari pundak sampai dengan torakal catat suara perkusi:
sonor/hipersonor/redup. Auskultasi : bunyi paru saat inspirasi dan
aspirasi (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial, tracheal: suara
abnormal wheezing, ronchi, krekels).
10. Jantung dan pembuluh darah
Inspeksi : titik impuls maksimal, denyutan apikal Palpasi : area orta
pada intercostae ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke intercostae 3, dan
4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada intercostae 5 kiri.
Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri.
Perkusi : untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
Auskultasi : bunyi jantung I dan II untuk mengetahui adanya bunyi
jantung tambahan
11) Abdomen
Inspeksi : ada tidaknya pembesaran, datar, cekung/cembung,
kebersihan umbilikus. Palpasi : epigastrium, lien, hepar, ginjal
Perkusi : 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak) Auskultasi : 4
kuadaran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus)
12) Genitalia
Inspeksi : inspeksi (kebersihan, lesi, massa, perdarahan, dan
peradangan) serta adanya kelainan. Palpasi : palpasi apakah ada
nyeri tekan dan benjolan.
13) Ekstremitas :
Inspeksi : kesimetrisan, lesi, massa. Palpasi : tonus otot, kekuatan
otot. Kaji sirkulasi : akral hangat/dingin, warna, Capillary Refiil
Time (CRT). Kaji kemampuan pergerakan sendi. Kaji reflek
fisiologis : bisep, trisep, patela, arcilles. Kaji reflek patologis :
reflek plantar.

A. DIAGNOSIS
Diagnosis Keperawatan menurut SDKI
Diagnosa 1
Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uretral
Tujuan : - Melaporkan nyeri hilang/berkurang dengan spasme terkontrol
- Tampak rileks mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi Rasional
Catat lokasi, lamanya intensitas (0-10) Membantu mengevaluasi tempat
dan penyebaran abstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus

Berikan kesempatan untuk pemberian


Jelaskan penyebab nyeri dan analgesic sesuai waktu (membantu dalam
pentingnya melaporkan tentang meningkatkan koping pasien dan dapat
perubahann kejadian / karakyeristik menurunkan ansietas).
nyeri.

Menaikkan relaksasi menurunkan


tegangan otot dan menaikkan koping
Berikan tindakan nyaman contoh
pijatan punggung lingkungan istirahat. Obstruksi lengkap ureter dapat
menyebabkan perforasi dan ekstravasasi
Perhatikan keluhan/menetap nya nyeri urine ke dalam area perineal.
abdomen.

Cairan membantu membersihkan ginjal


dan dapat mengeluarkan batu kecil.

Berikan banyak cairan bila tidak ada


mual, lakukan dan pertahankan terapi Gerakan dapat meningkatkan pasase dari
IV yang diprogramkan bila mual dan beberapa batu kecil dan mengurangi
muntah terjadi. urine statis. Kenmyamanan
meningkatkan istirahat dan
Dorong aktivitas sesuai toleransi, penyembuhan mual disebabkan oleh
berikan analgesic dan anti emetic peningkatan nyeri.
sebelum bergerak bila mungkin.

Diagnosa 2
Perubahan eliminasi urine berdasarkan slimuti kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal
oleh ureteral
Tujuan - Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya
- Tidak mengalami tanda obstruksi

Intervensi Rasional
Awasi pemasukan dan keluaran serta Memberikan informasi tentang fungsi
karakteristik urine ginjal, dan adanya komplikasi contoh
infeksi dan perdarahan

Kalkulus dapat menyebabkan


Tentukan pola berkemih normal dan ekstibilitas yang menyebabkan sensasi
perhatikan variasi kebutuhan berkemih segera

Peningkatan hidrasi membilas


Dorong meningkatjkan pemasukan bakteri,darah dan debris dan dapat
cairan membantu lewatnya batu.

Penemuan batu memungkinkan


periksa semua urine catat adanya identifikasi tipe batu dan mempengaruhi
keluaran batu dan kirim ke laboratorium pilihan terapi.
untuk analisa

Akumulasi sisa uremik dank e tidak


Observasi perubahan status seimbangan elektrolit dapat menjadi
mental,perilaku atau tingkat kesadaran toksik di SSP.

Awasi pemeriksaan laboratorium,contoh Peninggian BUN,kreatinin dan elektrolit


BUN,elektrolit,kreatinin. mengidentifikasikan disfungsi ginjal.

Diagnosa 3
Kekurangan volume cairan berdasarkan mual / muntah
Tujuan : - Mempertahankan keseimbangan cairan
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit baik
Intervensi Rasional
Awasi intake dan Output Membandingkan keluaran actual dan
yang diantisifikasi membantu dalam
evaluasi adanya / derajat statis /
kerusakan ginjal.

Catat insiden muntah,diare perhatikan Mual / muntah, diare secara umum


karakteristik dan frekuensi mual / berdasarkan baik kolik ginjal karena
muntah dan diare. saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal
dan lambung.

Awasi Hb /Ht, elektrolit Mengkaji hidrasi dan efektifian /


kebutuhan intervensi.

Berikan cairan IV Mempertahankan volume sirkulasi / bila


pemasukan oral tidak cukup,/ menaik
fungsi ginjal.

Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan


Makanan mudah cerna menurunkan
lembut sesuai toleransi.
aktivitas GI / iritasi dan membantu
mempertahankan cairan dan
keseimbangan nutrisi.
Diagnosa 4
Resiko tinggi terhadap cidera berdasarkan adanya batu pada saluran kemih ( ginjal ).
Tujuan : - Fungsi ginjal dalam batas normal
- Urine berwarna kuning / kuning jernih
- Tidak nyeri waktu berkemih.

Intervensi Rasional
Pantau : Untuk deteksi dini terhadap masalah.
- Urine berwarna,bau / tiap 8 jam
- Masukan dan haluaran tiap 8 jam
- PH urine
- TTV setiap 4 jam
Untuk mendaptakan data- data
Saring semua urine,observasi terhadap keluarnya batu,perubahan diet yang
kristal. Simpan kristal untuk dilihat didasari oleh komposisi batu
dokter kirim ke laboratorium

Konsultasi dengan dokter bila pasien Temuan-temuan ini menunjukkan


sering berkemih,jumlah urine sedikit dan perkembangan obstruksi dan kebutuhan
terus menerus,perubahan urine. intervensi progresif.

Berikan obat-obatan sesuai program


untuk mempertahankan PH urine tepat. Dengan perubahan PH urine /
peningkatan keasamaan /
alkalinitas,factor solubilitas untuk batu
dapat di control.

Diagnosa 5
Tujuan : - menyatakan pemahaman proses penyakit.
- Menghubungkan gejala dan faktor penyebab.
- Melakukan perubahan prilaku yang perlu dan berpastrisipasi dalam program
pengobatan.

Intervensi Rasional
1. kaji ulang proses penyakit dan 1. memberikan pengetahuan dasar
harapan di masa yang datang. dimana pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
2. tekankan pentingnya peningkatan 2. pembilasan sistem ginjal
pemasukan cairan , contoh 3-4 liter per menurunkan kesempatan statis ginjal
hari/ 6-8 liter/ hari. Dorong pasien atau pembentukan batu.
melaporkan mulut kering, diuresis
(keringat berlebihan) dan untuk
peningkatan pemasukan cairan baik
bila haus atau tidak.
3. diet rendah purin, contoh membatasi 3. menurunkan pemasukan oral terhadap

daging berlemak, kalkun, tumbuhan prekusor asam urat.

polong, gandum dan alkohol.


4. diet rendah kalsium, contoh 4. menurunkan resiko pembentukan batu

membatasi ,susu,keju,sayur, berdaun kalsium.

hijau, yogurt. 5. menurunkan pembentukan batu

5. diet rendah oksalat, contoh oksalat.

membatasi makan coklat, minuman


mengandung kafein, bit, bayam.
6. diet rendah kalsium/ fosfat dengan 6. mencegah kalkulus fosfat dengan

jeli karbonat aluminium 30-40 ml, 30 membentuk presipitrat yang larut dalam

menit/jam. traktus GI, menguragi beban nefron


ginjal.

7. diskusikan program obat-obatan, 7. obat-obatan diberikan untuk


hindari obat yang dijual bebas dan mengasamkan mengakalikan urine,
membaca semua label produk/ tergantung pada penyebab dasar
kandungan dalam makanan. pembentukan batu.
8. mendengar dengan aktif tentang 8. membantu pasien berkerja melalui
terapi / perubahan pola hidup. perasaan dan meningkatkan rasa kontrol
apa yang terjadi.
9. tunjukan perawatan yang tepat 9. meningkatkan kemampuan perawatan
terhadap insisi/ kateter bila ada. diri, dan kemandirian.

Post operasi
Diagnosa 1
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan haemoregik / hipovolemik
Tujuan : - tanda tanda vital stabil
- kulit kering dan elastic
- intake output seimbang
- insisi mulai sembuh, tidak ada perdarahan melalui selang
Intervensi rasional
1. Kaji balutan selang kateter 1. mengetahui adanya perdarahan.
terhadap perdarahan setiap jam dan
lapor dokter.
2. Anjurkan pasien untuk mengubah 2. mencegah perdarahan pada luka insisi

posisi selang atau kateter saat


mengubah posisi. 3. mengetahui kesimbangan dalam tubuh.

3. Pantau dan catat intake output tiap


4 jam, dan laporan ketidak 4. dapat menunjukan adanya dehidrasi /

seimbangan. kurangnya volume cairan

4. Kaji tanda vital dan turgor kulit,


suhu tiap 4-8 jam.

Diagnosa 2
Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
Tujuan : pasien melaporkan meningkatanya kenyamanan yang ditandai dengan mudah
untuk bergertak, menunjukkan ekspresi wayah dan tubuh yang relaks.
Intervensi Rasional
1. Kaji intensitas,sifat, lokasi pencetus 1. menentukan tindakan selanjutnya
daan penghalang factor nyeri.
2. Berikan tindakan kenyamanan non 2. dengan otot relkas posisi dan

farmakologis, anjarkan tehnik relaksasi, kenyamanan dapat mengurangi nyeri.

bantu pasien memilih posisi 3. peradangan dapat menimbulkan

yang nyaman. nyeri.

3. Kaji nyeri tekan, bengkak dan


kemerahan. 4. untuk mengurangi rasa nyeri. R/ obat

4. Anjurkan pasien untuk menahan 5. analgetik dapat mengurangi nyeri.

daerah insisi dengan kedua tangan bila


sedang batuk.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik.

Diagnosa 3
Perubahan eliminasi perkemihan berhubungan dengan pemasangan alat medik
( kateter).
Tujuan : pasien berkemih dengan baik, warna urine kuning jernih dan dapat
berkemih spontan bila kateter dilepas setelah 7 hari.
Intervensi Rasional
1. Kaji pola berkemih normal pasien. 1.untuk membandingkan apakah ada
perubahan pola berkemih.
2. Kaji keluhan distensi kandung kemih 2. kandung kemih yang tegang
tiap 4 jam disebabkan karena sumbatan kateter.
3.Ukur intake output cairan. 3. untuk mengetahui keseimbangan
4. Kaji warna dan bau urine dan nyeri. cairan
5. Anjurkan klien untuk minum air 4. untuk mengetahui fungsi ginjal.
putih 2 Lt /sehari , bila tidak ada kontra 5. untuk melancarkan urine.
indikasi.
Diagnosa 4
Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah dan pemasangan kateter.
Tujuan : - Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi.
- Drainase dan selang kateter bersih.
Intervensi Rasional
1. Kaji dan laporkan tanda dan gejala 1. mengintervensi tindakan
infeksi luka (demam, kemerahan, selanjutnya.
bengkak, nyeri tekan dan pus)
2. Kaji suhu tiap 4 jam.
2. peningkatan suhu menandakan adanya
infeksi.
3. Anjurkan klien untuk menghindari
atau menyentuk insisi. 3. menghindarkan infeksi.

4. Pertahankan tehnik steril untuk


mengganti balutan dan perawatan luka. 4. menghindari infeksi silang

Anda mungkin juga menyukai