Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/361313689

TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK SETELAH BERCERAI DALAM


TINJAUAN YURIDIS

Article · June 2022

CITATIONS READS

0 279

1 author:

Adinda Putri Siswoyo


Universitas Pembanguan Nasional "Veteran" Jakarta
1 PUBLICATION 0 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Adinda Putri Siswoyo on 15 June 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MAKALAH

TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK SETELAH BERCERAI DALAM


TINJAUAN YURIDIS

Disusun untuk memenuhi tugas: Hukum Keluarga A

Dosen Pengampu

Sulastri, S.H, M.H.,

Disusun Oleh:

Adinda Putri Siswoyo (2129912135)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2022
A. Judul: Penelantaran Anak yang dilakukan Oleh Galih Ginanjar Kepada Anak
Kandungnya King Faaz Pasca Bercerai

B. Uraian Kasus
Galih Ginanjar diketahui adalah seorang pemain sinetron di Indonesia, memiliki seorang
istri Bernama Fairuz yang juga merupakan seorang bintang acting dan penyanyi pendatang baru
di Indonesia. Bertunangan pada 6 Maret 2010 kemudian Keduanya melangsungkan pernikahan
pada 5 Maret 2011. Namun tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 2014 Galih Ginanjar dan Fairuz
dikabarkan resmi bercerai. Dari pernikahan tersebut pada tanggal 2 April 2012 Galih ginanjar dan
Fairuz dikaruniai seorang anak Bernama King Faaz.

Fairuz A Rafiq mengungkapkan bahwa alasan bercerai dengan Galih Ginanjar adalah
karena Galih Ginanjar tidak memberikan nafkah selama perkawinan, Setelah bercerai Fairuz juga
mengungkapkan bahwa Galih Ginanjar tidak menjalankan kewajibannya sebagai orang tua King
Faaz, yaitu dengan menelantarkan King faaz dan tidak menafkahinya. Pasca bercerai Galih
Ginanjar tidak hanya menelantarkan King Faaz namun ia juga mengatakan bahwa King Faaz
bukanlah anak kandungnya, dalam artian Galih Ginanjar tidak mengakui King Faaz sebagai anak
kandungnya.

Namun pada tahun 2022 akhir-akhir ini pada saat menjadi bintang tamu dalam sebuah
podcast Galih Ginanjar menyesal telah menelantarkan King Faaz dan telah mengakui bahwa King
Faaz adalah anak kandungnya. Sebelumnya Galih Ginanjar tidak mengakui King Faaz sebagai anak
kandungnya dan meminta untuk melakukan Tes DNA.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tanggung jawab orang tua terhadap anak setelah bercerai menurut tinjauan
yuridis ?
2. Apa akibat hukum bagi orang tua yang tidak melaksanakan kewajibannya terhadap anak
setelah bercerai?
D. PEMBAHASAN

1. Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Setelah Bercerai Menurut Tinjauan Yuridis
Semua manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memiliki keinginan hidup
untuk berbahagia. Pelengkap untuk mencapai kebahagiaan tersebut salah satunya adalah
dengan mencari pasangan hidup yang nantinya akan menuju pernikahan yang mana dari
pernikahan yang berbahagia tersebut akan menghasilkan buah hati. Manusia adalah makhluk
hidup yang nantinya akan memiliki keturunan dengan berkembang biak untuk meneruskan
keturunannya.

Setelah dilangsungkannya pernikahan biasanya orang-orang sekitar baik keluarga, teman


atau kerabat dekat akan mendoakan agar pengantin lekas diberi keturunan atau anak. Dalam
masyarakat anak adalah pembawa kebahagiaan. Anak adalah pemberian tuhan yang diberikan
kepada pasangan atau suami istri yang telah menikah. Anak merupakan Amanah bagi kedua
orang tua dan harus dijaga, dididik, dan dirawat dengan sebaik-baiknya, orang tua tidak boleh
melalaikan anaknya dalam kondisi apapun. Orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik dan
melindungi anaknya dengan baik agar kelak dapat berguna bagi keluarga, agama, serta nusa dan
bangsa.

Anak wajib dilindungi agar nantinya tidak menjadi korban dari Tindakan siapa saja
(individu, kelompok, atau organisasi swasta maupun pemerintah).1 Pada dasarnya anak tidak
memiliki kemampuan untuk dapat melindungi dirinya sendiri dari berbagai ancaman tindakan
yang dapat menimbulkan adanya kerugian baik secara mental, fisik, ataupun sosial di berbagai
aspek kehidupannya. Untuk itu anak perlu mendapatkan perlindungan agar tidak mengalami
kerugian, baik secara fisik, mental, ataupun sosial. 2

Perlindungan terhadap anak seharusnya didapatkan dari kedua orang tuanya, namun
tidak jarang beberapa orang tua justru mengabaikan anaknya dikarenakan tidak ada

1 Agil Arya Rahmanda et al., “Tinjauan Yuridis Tentang Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Setelah
Perceraian (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Surakarta), 2015, Hal. 2
2 Maidin Gultom, 2015.”Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan”. PT Refika Aditama, Bandung, Hal.

69
keharmonisasn antara keduanya. Permasalahan antara suami istri yang tidak harmonis sering
dijumpai dalam pernikahan. Faktor dari tidak harmonisnya suami istri yaitu adanya masalah
ekonomi atau perselingkuhan yang dapat membuat pernikahan terguncang.

Suatu pernikahan yang mulai terguncang akan dihadapkan oleh dua keputusan sulit, yaitu
dengan tetap mempertahankan hubungan pernikahan atau dengan memilih untuk bercerai.
Perceraian akan dipilih ketika suami atau istri merasa sudah tidak dapat mempertahankan
kembali pernikahan mereka. Perceraian tentu nantinya akan mengubah kondisi kehidupan suami
dan istri, serta anak-anak mereka. Resiko yang harus ditanggung ketika bercerai adalah mengenai
berbagai aspek kehidupan yang harus dihadapi oleh suami-istri ketika bercerai.

Ketika semua upaya telah ditempuh untuk menyelamatkan suatu perkawinan tetapi pada
akhirnya pihak pengadilanlah yang memberikan keputusan. Berdasarkan putusan pengadilan
yang memiliki berkekuatan hukum tetap, maka akan terdapat akibat hukum yang mengikutinya,
salah satunya yaitu tentang tanggung jawab orang tua kepada anak setelah terjadinya
perceraian.

Sebagaimana yang termuat dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan mengenai pentingnya hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, yaitu:

1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya
2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat 1 berlaku sampai anak itu kawin atau
dapat berdiri sendiri. Kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antar
keduanya putus.

Berdasarkan pada isi Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa meskipun kedua orang tua anak
telah bercerai, tetapi kewajiban sebagai orang tua untuk tetap memberikan hak-hak anak tidak
ikut serta putus. Anak harus tetap mendapatkan hak-hak nya sebagai anak sebagimana yang
telah dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.3

3 Ibid
Dalam dunia internasional jaminan atas hak-hak anak diatur dalam konvensi hak anak
(convensi on the right of children) pada tahun 1989 dimana hamper seluruh negara melakukan
ratifikasi terhadap hasil dari konvensi hak anak. Sebagimana yang tercantum pada Pasal 27 ayat
(1) dan (2) dalam konvensi hak anak yaitu:

“Negara-negara peserta mengakui hak setiap anak atas taraf hidup yang layak bagi
pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak. ayat (2) “ orang tua atau mereka
yang bertanggung jawab atas anak memikul tanggung jawab utama untuk menjamin, dalam
batas-batas kemampuan dan keuangan mereka, kondisi kehidupan yang diperlukan bagi
pengembangan anak.” 4

Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) pada konvensi hak anak tersebut dinyatakan bahwa orang tua
memiliki tanggung jawab yang paling utama terhadap jaminan atas kesejahteraan anaknya dalam
kehidupan sosial

Dalam hukum nasional pengaturan mengenai hak anak diatur dalam Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu:

“Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya
anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.”5

Dalam Pasal 20 dan 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
anak juga mengatur tentang bentuk tanggung jawab orang tua terhadap terjaminnya hak-hak
anak yang sudah melekat, yaitu:

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

4 Konvensi Hak-Hak Anak Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Tanggal 20 November 19891
5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
“Negara, pemerintah, masyarakat, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.”

Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

“Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

1. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;


2. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemempuan, bakat, dan minatnya; dan
3. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak”.

Dalam Pasal tersebut dengan tegas menjelaskan bahwasannya ketika suami istri bercerai tetap
memiliki kewajiban sebagai orang tua yaitu untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya.
Seorang bapak yang termasuk bertanggung jawab terhadap seluruh pembiayaan dalam hal yang
timbul dari pemeliharaan dan pendidikan atas anak-anaknya tersebut, apabila bapak tersebut
tidak memberi kewajiban tersebut dengan sebagaimana mestinya maka Pengadilan dapat
memutuskan bahwa ibu juga berpartisipasi untuk memikul biaya anak tersebut.

Pada Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
telah diatur mengenai pemberian perlindungan hukum untuk anak-anak yang kedua orang
tuanya telah bercerai atau dalam artian putus perkawinan. Ketika telah bercerai baik kedua orang
tua harus tetap bertanggungjawab atas tumbuh dan kembang anaknya baik jasmani hingga
rohani. Jika dalam proses tersebut tidak dilakukan dengan sungguh- sungguh, maka akan dapat
berdampak pada kelangsungan Pendidikan serta kehidupan seorang anak dan dapat
membahayakan keberlangsungan masa depan dari anak tersebut.

Ketentuan yang ada pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
pasal 51 ayat (2) yaitu6:

6 Pasal 52 Undang-Undand Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia


“…..(2) Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak dan tanggung jawab yang
sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan anak-anaknya, dengan
memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak”
Pasal tersebut menegaskan bahwa setelah putusnya perkawinan seorang wanita juga ikut serta
dalam hak dan tanggung jawab untuk anak yang sama pada mantan suami. Yakni atas semua hal
yang berkaitan dengan kepentingan anak-anaknya.

Bentuk tanggung jawab orang tua terhadap anaknya tidak berhentii pada suatu akibat perceraian
saja. Orang tua masih memiliki kewajiban untuk melakukan tanggung jawabnya seperti
menanggung biaya hidup anaknya, memberikan tempat tinggal yang layak, serta memberikan
pendidikan yang baik untuk nak-anaknya sehingga Anak dapat bertumbuhkembang dengan
sebagaimana mestinya, tidak merasa terhalangi oleh suatu perceraian yang terjadi terhadap
kedua orang tua mereka. Sebagaimana yang telah diatur pada Pasal 41 Undang- Undang Nomor
1 Tahun 1974 bahwa akibat dari suatu perceraian kedua orang tua tetap memiliki kewajiab untuk
memelihara dan mendidik anak- anaknya dengan tujuan yang terbaik untuk kepentingan anak-
anaknya.

Tentang tanggung jawab orang tua juga terdapat pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1979 yang mengatajab bahwa “Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas
terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial”. 7

Tanggung jawab orang tua terhadap anak setelah perceraian dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Pasal 45 ayat (1) terdapat dua bentuk tanggung jawab yaitu :

1) Bentuk tanggung jawab orang tua yang berkaitan dengan pertumbuhan anak.
2) Bentuk tanggung jawab orang tua yang berkaitan dengan kualitas serta mental anak.

Orang tua setelah bercerai masih memiliki hak untuk mendidik dan mengasuh anak-anaknya
dengan baik sesuai dengan putusan hakim pada saat sidang perceraian.

7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak


2. Akibat Hukum Bagi Orang Tua yang Tidak Melaksanakan Kewajibannya Terhadap Anak
Setelah Bercerai

Hal yang harus diperhatikan setelah adanya perceraian antara kedua orang tua yaitu adanya hak-
hak anak yang harus tetap dijaga dan terpenuhi tanpa adanya kekurangan sedikitpun yang
seharusnya diberikan kepada anak. Agar anak tidak menjadi korban atas perceraian kedua orang
tuanya.

Kelalaian orang tua dalam mendidik anak adalah hal yang rawan menimbulkan bahaya terhadap
tumbuh kembang anak.

Akibat lalainya orang tua dalam pelaksanaan kewajibannya sebagai orang tua terhadap anak
pasca perceraian maka hal yang dapat ditempuh atau dapat diupayakan yaitu:

1. Permohonan Eksekusi

Mengingat bahwa putusan pengadilan memiliki sifat berkekuatan mengikat, putusan


pengadilan juga memiliki kekuatan eksekutorial. Yaitu kekuatan dimana putusan pengadilan
tersebut dapat dimintakan permohonan untuk mengeksekusi dengan alat negara apabila pihak
yang telah dinyatakan oleh pengadilan untuk memenuhi suatu kewajiban yang wajib
dilaksanakan dan apabila pihak yang seharusnya melaksanakan kewajiban tersebut tidak
melaksanakan dengan sukarela sesuai dengan putusan pengadilan atau sengaja melalaikan untuk
tidak menjalankan suatu putusan maka dapat dimintakan permohonan untuk mengeksekusi
putusan tersebut secara paksa yaitu dengan cara pemohon mengajukan permohonan eksekusi
ke Pengadilan Agama terkait.

Selanjutnya Ketua Pengadilan Agama akan menerbitkan penetapan aanmaning, yang


berisi perintah kepada jurusita supaya memanggil termohon eksekusi hadir pada sidang
aanmaning, dalam sidang aanmaning tersebut Ketua Pengadilan Agama akan menyampaikan
peringatan supaya dalam tempo 8 (delapan) hari dari setelah peringatan termohon eksekusi
melaksanakan putusan, jika dalam tempo 8 (delapan) hari setelah peringatan, pemohon eksekusi
2. Pencabutan Hak Asuh

Berdasarkan Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan yang
menyatakan bahwa:

“Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau
lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis
lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan
keputusan pengadilan dalam hal-hal: Ia sangat melalaikan kewajiban terhadap anak-anaknya; Ia
berkelakuan buruk sekali.

Namun, apabila kekuasaan orang tua tersebut dicabut maka mereka masih tetap memiliki
kewajiban untuk melakukan pemeliharaan terhadap anak-anaknya, hal ini berdasarkan pada
Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan:
“Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih berkewajiban untuk memberikan
pemeliharaan kepada anak tersebut”.

E. Penutup

Kesimpulan

Perceraian tidak akan semata-mata dapat menggugurkan kewajiban orang tua terhadap
anaknya, kewajiban orang tua masih tetaplah sama, baik dengan adanya perceraian atau dengan
tidak terjadi perceraian. Anak tetap harus mendapatkan hak- haknya sebagai seorang anak, yaitu
hak atas pengasuhan secara baik, hak memperoleh bimbingan serta kasih sayang dari orang
tuanya, hak atas pendidikan, hak atas kebutuhan sandang, papan dan pangan secara wajar, serta
hak lainnya untuk terus dapat mendukung tumbuh kembang si Anak secara baik dan wajar.
Tanggung jawab orang tua terhadap anak setelah perceraian telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 1 1974 Pasal 45 ayat (1) terdiri dari 2 (dua) bentuk tanggung jawab yaitu Bentuk tanggung
jawab orang tua dari yaitu berhubungan dengan pertumbuhan anak dan bentuk tanggung jawab
orang tua dari aspek non lahiriah yang berhubungan dengan psikologis dan kualitas anak.

Akibat hukum bagi orang tua yang tidak melaksanakan tanggung jawab terhadap anak
dalam UU No 1 1974 Pasal 45 ayat (1) terdapat dua akibat yaitu permohonan eksekusi dan
pencabutan hak asuh.

Saran

Untuk menghindari perceraian dalam pernikahan, orang tua harus berpikir lebih hati-hati
tentang konsekuensi setelah perceraian, karena jika orang tua saling mengalah, saling mengalah.
kepentingan anak terlebih dahulu. Sebab, putusnya perkawinan antara ayah dan ibu sedikit
banyak akan mempengaruhi pelaksanaan hak yang seharusnya diberikan kepada anak oleh kedua
orang tuanya.

Dalam sebuah pemerintahan, pemerintah sebagai lembaga legislatif seharusnya


mempertegas untuk mengatur regulasi terkait penjaminan hak anak di Indonesia, namun regulasi
tentang penjaminan hak anak pasca perceraian harus ditegaskan. Tindakan untuk menjamin hak
anak setelah perceraian hanya ditentukan tanpa sanksi tegas yang menyebabkan salah satu pihak
atau kedua orang tua melalaikan kewajiban anaknya setelah perceraian.
DAFTAR PUSTAKA

Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.


Konvensi Hak-Hak Anak Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Tanggal 20 November 1989.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Artikel Jurnal

Rahmanda, A. A. (2015). Tinjauan Yuridis Tentang Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak
Setelah Perceraian (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Surakarta). 2.
Mumu, V. A. (2018). Tinjauan Yuridis Tentang tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak
Setelah Perceraian Dalam UU No 1 Tahun 1974 Pasal 45 ayat (1). Lex Privatum, 160-167.
Ismail, M. (2018). Tinjauan Yuridis tentang Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anak Setelah
terjadinya Perceraian (Studi Kasus Desa Waji Kecamatan Tellusiattinge Kebupaten Bone
Tahun 2018) . Makassar .
Hasannul Fuad Husni, S. M. (2019). Analisis Yuridis Tentang Tanggung Jawab Orang Tua
Terhadap Anak Setelah Perceraian. 13-17.
Madih, M. (2017). Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak
Akibat Adanya Perceraian Di Pengadilan Agama Semarang. Semarang.
Azis, A. R. (2016). Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Putusan Pengadilan Agama Mengenai
Tanggung Jawab Ayah Terhadap Biaya Pemeliharaan Anak Setelah Perceraian.
Makassar.
Buku

Gultom, M. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Bandung: PT Refika
Aditama.
P.N.H. Simanjuntak, S. (2014). Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai