net/publication/356914464
CITATIONS READS
0 398
3 authors, including:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Dicho Sigit Nurdhito on 10 December 2021.
NIM 1910611018
BAB I
PENDAHULUAN
1
antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA), orang-
orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan
campuran dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula
kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam
undang-undang kewarganegaraan yang berlaku, tidak terkecuali terhadap anak hasil
dari perkawinan campuran memiliki permaslahan dalam kewarganegaraanya salah
satunya seperti pada Pada kasus ini kewarganegaraan dari Gloria E Mairering belum
sah diakui sebagai warga negara Indonesia (WNI)., dengan kasus posisi sebagai
berikut: Gloria E Mairering menjadi pembicaraan publik pada peringatan hari
kemerdekaan 17 Agustus 2016. Tepat dua hari sebelum peringatan kemerdekaan,
perempuan keturunan Indonesia-Perancis itu dicoret dari daftar pasukan pengibar
bendera pusaka (paskibraka) di Istana Negara. Alasannya, Gloria masih memegang
paspor Perancis yang berlaku sejak Februari 2014 hingga Februari 2019.
Siswi Sekolah Islam Dian Didaktika Cinere Depok ini sempat kecewa, namun
ia mengaku sama sekali tak menyesal. "Dari sini saya bisa jadi dewasa. Saya belajar
bahwa segala hal yang Anda inginkan belum tentu terwujud," ujar Gloria dalam
konferensi pers di Kemenpora, 2016. Kemenpora saat itu tetap berupaya memastikan
Gloria hadir dalam upacara peringatan hari kemerdekaan di Istana Negara, dan
akhirnya ia hadir sebagai tamu dan duduk di tribun J dalam upacara pengibaran
bendera pagi hari.
Namun upaya Kemenpora tak sia-sia. Gloria berhasil menemui Presiden Joko
Widodo didampingi Menpora Imam Nahrawi untuk menyampaikan permasalahannya.
Ia akhirnya bergabung dengan tim Bima, paskibraka yang menurunkan bendera pada
sore hari.Gloria mengaku mendapat pesan dari Presiden Jokowi agar tetap semangat.
Pertimbangan melibatkan Gloria sebagai Paskibraka saat itu, adalah karena anak di
bawah 18 tahun masih bisa memilih kewarganegaraan.
2
2. Bagaimana status kewarganegaraan anak hasil dari perkawinan campuran
3. Mengapa nama Glorie E Mering pada kasus diatas dicabut dari dafta Pengibar
bendera di Istana negara karena status kewarganegaraannya.
1.3 TUJUAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif (yuridis normatif); Dalam penelitian ini digunakan pendekatan
UndangUndang (statue approach) dan pendekatan kasus (Case Approach).
3
BAB II
2.1. Perkawinan
Perkawinan telah diatur secara rinci oleh Undang-undang Nomor 1 tahun 1974
yang dilaksanakan oleh Peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975. Dalam Undang-
undang Perkawinan ditetapkan mengenai perkawinan itu sendiri, akibat perkawinan,
dan tentang perkawinan campuran. Keluarga merupakan lingkup terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan anggota keluarga yang tinggal dalam
satu rumah dimana antara yang satu dengan yang lainnya merupakan satu kesatuan
dan saling membutuhkan yang diperkuat dengan adanya perkawinan. Secara yuridis
pengertian perkawinan termaktub dalam “Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang menyatakan
bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.2
1
Amelia Khairunisa dan Atiek Winanti, 2021, “Batasan Usia Dewasa Dalam Melaksanakan Perkawinan
Studi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019”, JUSTITIA: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, Vol. 8
No. 4, hlm. 775
2
Sulastri, Satino, Yuliana Yuli W, PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ISTERI SEBAGAI KORBAN
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA, Jurnal Yuridis Vol. 6 No. 2, 2019, hlm 74.
4
keperdataan melainkan juga turut campurnya agama dan kepercayaan. Indonesia
sebagai sebuah ngara tentunya akan selalu memperhatikan kepentingan setiap warga
negaranya dalam melaksanakan perkawinanya untuk membentuk keluarga peristiwa
itu perlu dicatat melalu pencatatan itulah yang disebut sebagai akte perkawinan.
Terdapat macam-macam perkawinan dalam keluarga yaitu : (1) Perkawinan
campuran; (2) Perkawinan antar agama; dan (3) Perkawinan dalam umur. Dalam
syarat sahnya suatu perkawinan telah diatur secara jelas secara sistematis dalam
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 yaitu : (1) Perstejuan yang bebas; (2) mencapai
batas umur; (3) izin orang tua; (4) asas monogami; dan (5) tidak dalam masa iddah.
2.2 Anak
secara umum yang dimaksud dengan anak adalah keturunan atau generasi
sebagai suatu hasil dari hubungan antara suami dan istri dalam hubungan
perkawinan. Menurut R.A Koesnoen anak adalah manusia muda, muda dalam umur,
muda dalam jiwa dan pengalaman hidupnya, karena muda terkena pengaruh keadaan
sekitarnya. Anak disebut sebagai seseorang yang belum dewasa, dimana yang
dimaksud dengan dewasa adalah cukup umur dan sudah mengalami kedewasaan diri
dari segi fisik maupun psikis. Dalam Kitab undang-undang hukum perdata (KUHAP)
dikatakan dewasa dalam Ketentuan Pasal 330 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHAP) menyatakan: “Seseorang dianggap sudah dewasa jika
sudah berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah.” Pasal tersebut mengharuskan
bahwa seseorang dinyatakan cakap dalam melakukan perbuatan hukum harus
terlebih dahulu berusia 21 tahun atau sudah menikah. Cukup umur untuk menikah
dalam Undang-undang perkawinan adalah berumur 19 tahun baik laki-laki maupun
perempuan.
Menurut pandangan hukum adat Barend ter haar Bzn. Menyatakan bahwa
menurut hukum adat (masyarakat hukum kecil) yang dimaksud orang dewasa adalah
saat (laki-laki atau perempuan) sebagai seorang yang sudah berkawin meningglkan
rumah ibu bapaknya atau ibu bapak mertuanya untuk berumah tangga lain sebagai
laki-laki bini muda yang merupakan keluarga berdiri sendiri.3 Dapat dismpulkan bahwa
pengertian anak tersebut yang dimaksud dengan anak adalah mereka yang masih
3
Abintoro Prakoso, Hukum Perlindungan anak, Yogyakarta, Laksbang Pressindo, 2016, hlm 37
5
muda usia dan sedang berkembang, menentukan identitas sehingga berakibat muda
terpengaruh lingkungan.
2.3 Kewarganegaraan
4
Suherman, Dwi Aryanti R, Yuliana Yuli W, “Hak-Hak Personal Dalam Hukum Perdata Ekonomi Di
Indonesia”, Jurnal Yuridis Vol. 1 No. 1, Juni 2014. Hlm 126
6
4. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan oleh
perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya
berlangsung.
5
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm. 114
7
undang perkawinan yang berlaku sesaui pasal 59 ayat (2) Undang-undang
perkawinan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan maka terdapat dua hal
yang diatur, yaitu: Pertama, harus berdasarkan hukum agama. Kedua, harus
dilakukan pendaftaran perkawinan di lembaga pencatatan perkawinan setempat.
Mengenai pencatatan ini kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta
yang Diterbitkan oleh Negara Lain.6
Mengenai anak, cukup banyak peraturan yang mengatur tentang anak, dan di
lain pihak keberadaan anak tidak terlepas dan berhubungan erat dengan hukum
perkawinan, hukum keluarga dan hukum kewarisan. Dalam hal perkawinan campuran
masalah status anak ini juga menghadapi permasalahan yaitu berkaitan dengan
kewarganegaraan dari anak. Selain daripada itu dalam Undang-Undang Perkawinan
mengenai kedudukan anak telah diatur pada Bab 9 dalam Pasal 42 sampai Pasal 44
yang antara lain menentukan :
a. Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah (Pasal 42).
b. Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya (Pasal 43 ayat (1)).
6
Amran Suadi, PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA (Aspek Perkawinan dan
Kewarisan ), Jurnal Yuridis Vol.2 No. 1 Juni 2015, hlm 8
8
c. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
istrinya,bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzinah dan
anak itu akibat daripada perzinahan tersebut. (Pasal 44 ayat (1)).
d. d. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah atau tidaknya anak atas
permintaan pihak yang berkepentingan. (Pasal 44 ayat (2)).
7
Rahmadika sadira edithafitri, Hak waris anak yang lahir dari perkawinan campuran terhdap hak milik
atas tanah, Lex administratum, Vol V no 7 2017, hlm 30
8
Irma Devita Purnamasari, Kiat-kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris,
Mizan Pustaka, Bandung, 2014, hlm 157.
9
pejabat kemudian menyampaikannya ke Ditjen Imigrasi dan selanjutnya petugas akan
memutakhirkan data Sistem Informasi Keimigrasian.9
Di Indonesia, anak yang lahir dari perkawinan campuran yang sudah berstatus
kewarganegaraan ganda mempunyai hak diantaranya hak untuk melangsungkan
perkawinan di wilayah Indonesia dengan memenuhi syarat-syarat yang sudah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 salah satunya yaitu harus berumur 19
tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Ketika anak
berkewarganegaraan ganda tersebut berdomisili di Indonesia dan hendak
melangsungkan perkawinan di Indonesia, maka ia harus tunduk terhadap semua
syarat yang sudah diatur dalam undang-undang yang berlaku.
Hak untuk mewaris, dimana anak berhak mewaris harta warisan orang tua
apabila memiliki hubungan darah dengan orang tuanya. Untuk melihat hubungan itu
harus dibuktikan dahulu status perkawinan orang tuanya, jika perkawinannya sah
9
Irma Devita Purnamasari, Kiat-kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris,
Mizan Pustaka, Bandung, 2014, hlm 162.
10
Leonora bakarbessy, Sri Handajani, Kewarganegaraan Ganda Anak Dalam Perkawinan Campuran
dan Implikasinya Dalamh Hukum Perdata Internasional, Perspektif Volume XVII No 1 Tahun 2012 Edisi
Januari, Hlm 5
10
maka anak berhak mewarisi harta orangtuanya namun jika perkawinan itu tidak sah
maka anak hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya dan hanya berhak
mewarisi harta ibunya saja. Berbeda halnya dalam kasus perkawinan yang memiliki
anak dengan status kewarganegaraan ganda dimana secara otomatis anak tersebut
diakui sebagai warga negara Indonesia sekaligus juga sebagai warga negara asing
sehingga anak tersebut tidak bisa menjadi ahli waris terhadap harta orang tuanya.11
11
I Putu gede Bayu Sudarmawan dkk, Status Kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran yang
lahir pasca berlakunya Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan republic
Indonesia, Jurnal analogi hukum 2 (1) 2020, hlm 91.
12
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdara Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya bakti, 1993, hlm 103.
11
Itu artinya anak dapat memiliki kewarganegaran ganda namun sifatnya terbatas
sampai umur 18 tahun.13
13
I Putu gede Bayu Sudarmawan dkk, Status Kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran yang
lahir pasca berlakunya Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan republic
Indonesia, Jurnal analogi hukum 2 (1) 2020, hlm 90.
12
menyatakan tentang status kewarganegaraan disebutkan bahwa dalam hal status
kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I, dan psal 5 berakibat anak
berkewarganegaraan ganda, setelah 18 tahun atau sudah kawin anak tersebut harus
menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
14
Rahmadika sadira edithafitri, Hak waris anak yang lahir dari perkawinan campuran terhdap hak
milik atas tanah, Lex administratum, Vol V no 7 2017, hlm 30
15
Leonora bakarbessy, Sri Handajani, Kewarganegaraan Ganda Anak Dalam Perkawinan Campuran
dan Implikasinya Dalamh Hukum Perdata Internasional, Perspektif Volume XVII No 1 Tahun 2012 Edisi
Januari, Hlm 5
13
tahun saja, kemudian dia diberi waktu 3 tahun untuk memilih menjadi warga negara
Indonesia (WNI) atau warga negara asing (WNA).
14
BAB III
ANALISA KASUS
15
sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan Ibu Warga Negara Asing”.
Selanjutnya, Pasal 4 huruf d menyatakan: ”Warga Negara Indonesia adalah anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Asing dan ibu
Warga Negara Indonesia”. Selanjutnya dalam Pasal 6 ayat 1 menyatakan: ”Dalam hal
status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i dan Pasal 5 berakibat anak
berkewarganegaraan ganda, setelah 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak
tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya”.
Jadi dapat penulis ambil jawaban dari kasus Gloria E Mering diatas mengapa
Namanya dicabut sebagai calon peengibar bendera di istana negara karena Gloria E
Mering ini belum genap berusia 18 tahun dan juga belum melakukan perkawinan,
dimana anak hasil perkawinan campuran yang memiliki kewarganegaraan ganda baru
bisa untuk memilih kewarganegaraanya pada saat genap berusia 18 tahun atau sudah
melakukan perkawinan atau pernikahan. Oleh karena itu Gloria E Mering dianggap
belum memiliki kewarganegaraan sebagai warga negara Indonesia (WNI) sebab
itulah nama Gloria E Mering dicabut dari daftar calon Pengibar bendera di Istana
negara.
Apabila mereka telah dewasa atau sudah kawin mereka harus memilih salah
satu di antara kewarganegaraan ganda anak dalam perkawinan campuran
16
kewarganegaraan ganda tersebut. Bila mereka tidak memilih salah satu dari kedua
kewarganegaraannya maka mereka dianggap sebagai orang asing. Hukum domisili
yang dipakai untuk menentukan status personal seseorang yang
berkewarganegaraan ganda. Dalam Hukum Perdata Internasional, sesorang
bertempat tinggal dengan alamat di suatu kota adalah tidak penting, karena yang
menjadi ukuran domisili sebagai tempat tinggal, adalah negara dimana ia berdomisili,
berdasarkan domisili di negara tersebut, maka hukum dari negara tersebut berlaku
untuk status personalnya.16
16
Hanuring Ayu, Paramitha Setia Anggraeny, KASUS GLORIA E MAIRERING PERKARA
KEWARGANEGARAAN GANDA DALAM PERKAWINAN CAMPURAN, Jurnal Ius Constituendum | Volume
4 Nomor 1, 2019, hlm 16
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
18
memiliki kewarganegaraan sebagai warga negara Indonesia (WNI) sebab itulah nama
Gloria E Mering dicabut dari daftar calon Pengibar bendera di Istana negara. bahwa
Anak - anak berkewarganegaraan ganda, dengan memiliki paspor sebagai WNI belum
cukup diterapkan hukum Indonesia terhadap status personalnya, bila anak tersebut
tidak berdomisili dalam arti mempunyai habitual residence di Indonesia. Oleh sebab
itu, terhadap anak yang mempunyai kewarganegaraan ganda, status personalnya
diatur oleh hukum domisili
4.2 SARAN
Dari kasus diatas dapat Penulish katakana bahwa pihak dari keluarga Gloria
E Mering tidak mengetahui adanya aturan baru dalam Kewarganegaraan, dapat
penulis sarankan bahwa perlunya ada sosialisasi lebih jauh terkait dengan
Perkawinan campuran dan anak hasil perkawinan campuran.
19
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014
Irma Devita Purnamasari, Kiat-kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah
Hukum Waris, Mizan Pustaka, Bandung, 2014,
Artikel/jurnal :
Edithafitri, R. S. (2017). Hak Waris Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Campuran
Terhadap Hak Milik Atas Tanah. Lex Administratum, 5(7).
20
Suherman, S., Aryanti, D., & Wahyuningsih, Y. Y. (2017). Hak-hak Personal Dalam
Hukum Perdata Ekonomi Di Indonesia. Jurnal Yuridis, 1(1), 125-137.
Internet :
Perundang-undangan :
KUHPerdata
21