Anda di halaman 1dari 22

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/356914464

Dicho Sigit Nurdhito_UAS Hukum Perorangan dan perkawinan_Kelas D

Article · December 2021

CITATIONS READS
0 398

3 authors, including:

Dicho Sigit Nurdhito


Universitas Pembanguan Nasional "Veteran" Jakarta
1 PUBLICATION 0 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Dicho Sigit Nurdhito on 10 December 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Status Kewarganegaraan Anak Hasil Dari Perkawinan Campuran ( Kasus
Gloria E Mering )

Dicho Sigit Nurdhito

NIM 1910611018

Hukum Perorangan dan Perkawinan UAS Kelas D

Dosen Pengampu : Sulastri, SH, MH

Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Masalah perkawinan,memiliki ketentuan secara rinci telah diatur dalam


Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 yang dilaksanakan dengan Peraturan
pemerintah No 9 tahun 1975. Dalam Undang-undang itu ditetapkan mengenai
perkawinannya sendiri, akibat perkawinan dan tentang perkawinan campuran. Pasal
1 nya menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
Bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. Menurut pasal 57
Undang-Undang perkawinan adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia
tunduk pada hukum yang berlainan, dikarenakan perbedaan kewarganegaraan dan
salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia dan salah satunya lagi
berkewarganegaraan asing.

Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia


tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah
satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Dalam hal terjadi perkawinan campuran

1
antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA), orang-
orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan
campuran dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula
kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam
undang-undang kewarganegaraan yang berlaku, tidak terkecuali terhadap anak hasil
dari perkawinan campuran memiliki permaslahan dalam kewarganegaraanya salah
satunya seperti pada Pada kasus ini kewarganegaraan dari Gloria E Mairering belum
sah diakui sebagai warga negara Indonesia (WNI)., dengan kasus posisi sebagai
berikut: Gloria E Mairering menjadi pembicaraan publik pada peringatan hari
kemerdekaan 17 Agustus 2016. Tepat dua hari sebelum peringatan kemerdekaan,
perempuan keturunan Indonesia-Perancis itu dicoret dari daftar pasukan pengibar
bendera pusaka (paskibraka) di Istana Negara. Alasannya, Gloria masih memegang
paspor Perancis yang berlaku sejak Februari 2014 hingga Februari 2019.

Siswi Sekolah Islam Dian Didaktika Cinere Depok ini sempat kecewa, namun
ia mengaku sama sekali tak menyesal. "Dari sini saya bisa jadi dewasa. Saya belajar
bahwa segala hal yang Anda inginkan belum tentu terwujud," ujar Gloria dalam
konferensi pers di Kemenpora, 2016. Kemenpora saat itu tetap berupaya memastikan
Gloria hadir dalam upacara peringatan hari kemerdekaan di Istana Negara, dan
akhirnya ia hadir sebagai tamu dan duduk di tribun J dalam upacara pengibaran
bendera pagi hari.

Namun upaya Kemenpora tak sia-sia. Gloria berhasil menemui Presiden Joko
Widodo didampingi Menpora Imam Nahrawi untuk menyampaikan permasalahannya.
Ia akhirnya bergabung dengan tim Bima, paskibraka yang menurunkan bendera pada
sore hari.Gloria mengaku mendapat pesan dari Presiden Jokowi agar tetap semangat.
Pertimbangan melibatkan Gloria sebagai Paskibraka saat itu, adalah karena anak di
bawah 18 tahun masih bisa memilih kewarganegaraan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut :

1. Kedudukan Hukum Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Campuran Di Indonesia

2
2. Bagaimana status kewarganegaraan anak hasil dari perkawinan campuran
3. Mengapa nama Glorie E Mering pada kasus diatas dicabut dari dafta Pengibar
bendera di Istana negara karena status kewarganegaraannya.

1.3 TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status kewarganegaraan anak


akibat dari perkaiwninan campuran menurut Hukum Positif Indonesia.

1.4 METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif (yuridis normatif); Dalam penelitian ini digunakan pendekatan
UndangUndang (statue approach) dan pendekatan kasus (Case Approach).

3
BAB II

KONSEP PENYELESAIAN MASALAH

2.1. Perkawinan

Masyarakat merupakan suatu hubungan antara satu manusia dengan


manusia lainnya, pada hakekatnya manusia sebagai makhluk sosial erat kaitannya
dengan kehidupan bermasyarakat. Pentingnya peran manusia lain dalam kehidupan
bermasyarakat karena manusia yang tidak dapat hidup sendiri, maka pada
implementasinya akan saling membutuhkan satu sama lain. Berdasarkan hal tersebut
maka munculnya kelompok-kelompok sosial ditengah masyarakat, keluarga
merupakan salah satu bentuk kelompok sosial terkecil, sebagai embrio yang berperan
dalam masyarakat yang nantinya akan membangun dunia sosial yang lebih besar.1

Perkawinan telah diatur secara rinci oleh Undang-undang Nomor 1 tahun 1974
yang dilaksanakan oleh Peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975. Dalam Undang-
undang Perkawinan ditetapkan mengenai perkawinan itu sendiri, akibat perkawinan,
dan tentang perkawinan campuran. Keluarga merupakan lingkup terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan anggota keluarga yang tinggal dalam
satu rumah dimana antara yang satu dengan yang lainnya merupakan satu kesatuan
dan saling membutuhkan yang diperkuat dengan adanya perkawinan. Secara yuridis
pengertian perkawinan termaktub dalam “Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang menyatakan
bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.2

Berdasarkan pasal 2 Undang-undang perkawinan menunjukan bahwa


perkawinan di Indonesia tidak semata-mata berkenaan dengan hanya hubungan

1
Amelia Khairunisa dan Atiek Winanti, 2021, “Batasan Usia Dewasa Dalam Melaksanakan Perkawinan
Studi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019”, JUSTITIA: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, Vol. 8
No. 4, hlm. 775
2
Sulastri, Satino, Yuliana Yuli W, PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ISTERI SEBAGAI KORBAN
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA, Jurnal Yuridis Vol. 6 No. 2, 2019, hlm 74.

4
keperdataan melainkan juga turut campurnya agama dan kepercayaan. Indonesia
sebagai sebuah ngara tentunya akan selalu memperhatikan kepentingan setiap warga
negaranya dalam melaksanakan perkawinanya untuk membentuk keluarga peristiwa
itu perlu dicatat melalu pencatatan itulah yang disebut sebagai akte perkawinan.
Terdapat macam-macam perkawinan dalam keluarga yaitu : (1) Perkawinan
campuran; (2) Perkawinan antar agama; dan (3) Perkawinan dalam umur. Dalam
syarat sahnya suatu perkawinan telah diatur secara jelas secara sistematis dalam
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 yaitu : (1) Perstejuan yang bebas; (2) mencapai
batas umur; (3) izin orang tua; (4) asas monogami; dan (5) tidak dalam masa iddah.

2.2 Anak

secara umum yang dimaksud dengan anak adalah keturunan atau generasi
sebagai suatu hasil dari hubungan antara suami dan istri dalam hubungan
perkawinan. Menurut R.A Koesnoen anak adalah manusia muda, muda dalam umur,
muda dalam jiwa dan pengalaman hidupnya, karena muda terkena pengaruh keadaan
sekitarnya. Anak disebut sebagai seseorang yang belum dewasa, dimana yang
dimaksud dengan dewasa adalah cukup umur dan sudah mengalami kedewasaan diri
dari segi fisik maupun psikis. Dalam Kitab undang-undang hukum perdata (KUHAP)
dikatakan dewasa dalam Ketentuan Pasal 330 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHAP) menyatakan: “Seseorang dianggap sudah dewasa jika
sudah berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah.” Pasal tersebut mengharuskan
bahwa seseorang dinyatakan cakap dalam melakukan perbuatan hukum harus
terlebih dahulu berusia 21 tahun atau sudah menikah. Cukup umur untuk menikah
dalam Undang-undang perkawinan adalah berumur 19 tahun baik laki-laki maupun
perempuan.

Menurut pandangan hukum adat Barend ter haar Bzn. Menyatakan bahwa
menurut hukum adat (masyarakat hukum kecil) yang dimaksud orang dewasa adalah
saat (laki-laki atau perempuan) sebagai seorang yang sudah berkawin meningglkan
rumah ibu bapaknya atau ibu bapak mertuanya untuk berumah tangga lain sebagai
laki-laki bini muda yang merupakan keluarga berdiri sendiri.3 Dapat dismpulkan bahwa
pengertian anak tersebut yang dimaksud dengan anak adalah mereka yang masih

3
Abintoro Prakoso, Hukum Perlindungan anak, Yogyakarta, Laksbang Pressindo, 2016, hlm 37

5
muda usia dan sedang berkembang, menentukan identitas sehingga berakibat muda
terpengaruh lingkungan.

2.3 Kewarganegaraan

Kewarganegaraan seseorang merupakan hak personal seseorang untuk


memiliki suatu kewarganearaan, . Hak-hak dasar ini wajib dilindungi oleh Pemerintah.
Hak-hak personal ini dapat dibagi menjadi dua yaitu dalam bidang hukum perdata dan
dalam bidang hukum publik.4 kewarganegaraan sendiri diatur oleh undang-undang
dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan
Republik Indonesia.

Kewarganegaraan dalam Undang-undang kewarganegaraan dalam pasal 1


diartikan sebagai hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara, warga negara
adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan dengan peraturan
perundang-undangan. Pada artikel ini berkaitan dengan Perkawianan campuran
dalam masalah kewarganegaraan dari perkawinan campuran diatur pada pasal 26
Undang-undang Kewarganegaraan sebagai berikut :

1. Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga


negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut
hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti
kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut.
2. Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga
negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut
hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti
kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.
3. Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat
mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada Pejabat atau
Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal
perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan
kewarganegaraan ganda.

4
Suherman, Dwi Aryanti R, Yuliana Yuli W, “Hak-Hak Personal Dalam Hukum Perdata Ekonomi Di
Indonesia”, Jurnal Yuridis Vol. 1 No. 1, Juni 2014. Hlm 126

6
4. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan oleh
perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya
berlangsung.

2.4 Perkawinan Campuran

Secara garis besar yang dimaksud Perkwainan campuran adalah perkawinan


seorang berbeda kewarganegaraan. Menurut pasal 57 Undang-undang perkawinan,
yang dimaksu dengan perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang
yang ada di Indonesia dan pada hukum yang berlainan karena perbedaan
kewarganegaraan oleh salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

Dari definisi sebelumnya tentang perkawinan campuran dapat saya uraikan


Unsur-unsur dari perkawinan campuran, unsur yang pertama merujuk kepada asas
monogami dalam perkawinan. Unsur selanjutnya menujuk kepada perbedaan hukum
yang berlaku bagi pria dan bagi wanita yang melangsungkan perkawinan tersebut,
yang dimaksud perbedaan hukum pada perkawinan campuran bukanlah persolan
agama, suku ataupun golongan melainkan perbedaan kewarganegaraan yang
menyebabkan ada dua hukum positif yang berbeda, menyatakan perbedaan
kewarganegaraan itu adalah salah satunya merupakan kewarganegaraan Indonesia.
Jadi Perkawinan campuran menurut Undang-undan perkawinan adalah Perkawinan
antara Warga negara Indonesia (WNI) dengan Warga negara asing (WNA).

Perkawinan campuran dapat dilaksanakan di Indonesia dan dapat pula


dilaksanakan di luar Indonesia (luar negeri). Apabila dilangsungkan di Indonesia,
maka perkawinan campuran dilaksanakan menurut Undang-Undang Perkawinan,
serta syarat-syarat untuk melaksanakan perkawinan campuran harus dipenuhi,
syarat-syarat perkawinan yang berlaku menurut hukum masing-masing pihak Pasal
60 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan.5 Dilangsungkannya pernikahan bagi Warga
negara indonesianya tidak melanggar ketentuan undang-undang pokok perkawinan
pada pasal 56 Undang-undang perkawinan. Apabila perkawinan tersebut
dilangsungkan di Indonesia perkawinan campuran harus dilakukan menurut Undang-

5
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm. 114

7
undang perkawinan yang berlaku sesaui pasal 59 ayat (2) Undang-undang
perkawinan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan maka terdapat dua hal
yang diatur, yaitu: Pertama, harus berdasarkan hukum agama. Kedua, harus
dilakukan pendaftaran perkawinan di lembaga pencatatan perkawinan setempat.
Mengenai pencatatan ini kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta
yang Diterbitkan oleh Negara Lain.6

Mengenai syarat-syarat dan prosedur-prosedur perkawinan campuran


haruslah dipenuhi sesuai dengan pasal 60 Undang-undang perkawinan, jika
perkawinan dilangsungkan di luar negeri Kembali kepada hukum yang berlaku pada
negara tersebut. Dalam perkawinan campuran tentunya juga mengalami banyak
masalah dan kendala seperti adanya kebingungan kewarganegaraan pada anak hasil
dari perkawinan campuran, hak-hak yang bisa didapat anak dalam perkawinan
campuran, dan tentunya masih banyak permasalahan yang terjadi dari adanya
perkawinan campuran

2.5 Kedudukan Hukum Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Campuran Di


Indonesia

Mengenai anak, cukup banyak peraturan yang mengatur tentang anak, dan di
lain pihak keberadaan anak tidak terlepas dan berhubungan erat dengan hukum
perkawinan, hukum keluarga dan hukum kewarisan. Dalam hal perkawinan campuran
masalah status anak ini juga menghadapi permasalahan yaitu berkaitan dengan
kewarganegaraan dari anak. Selain daripada itu dalam Undang-Undang Perkawinan
mengenai kedudukan anak telah diatur pada Bab 9 dalam Pasal 42 sampai Pasal 44
yang antara lain menentukan :

a. Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah (Pasal 42).
b. Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya (Pasal 43 ayat (1)).

6
Amran Suadi, PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA (Aspek Perkawinan dan
Kewarisan ), Jurnal Yuridis Vol.2 No. 1 Juni 2015, hlm 8

8
c. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
istrinya,bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzinah dan
anak itu akibat daripada perzinahan tersebut. (Pasal 44 ayat (1)).
d. d. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah atau tidaknya anak atas
permintaan pihak yang berkepentingan. (Pasal 44 ayat (2)).

Bertitik tolak dari pengaturan tersebut, bahwa Undang-Undang Perkawinan


tidak mengatur mengenai anak hasil perkawinan antar bangsa Indonesia dengan
bangsa asing karena dalam Pasal 42 tersebut hanya mengatur mengenai kedudukan
anak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Perkawinan
hanya mengatur kedudukan anak hasil antara warga negara Indonesia saja.7 Tentang
status anak hasil perkawinan ganda diatur di dalam Undang-undang
kewarganegaraan Undang-undang nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan
Republik Indonesia

Ada dua kategori anak yang harus memilih status kewarganegaraan.


Batasannya adalah pengesahan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan. Pertama, anak yang lahir sebelum 1 Agustus 2006 adalah mereka
yang sudah mengantongi Surat Keputusan Menkumham tentang Kewarganegaraan.
Kedua, anak yang lahir sesudah 1 Agustus 2006 yang memiliki affidavit Dalam
konteks ini, affidavit adalah surat keimigrasian yang dilekatkan atau disatukan pada
paspor asing yang memuat keterangan sebagai anak berkewarganegaraan ganda.
Pemegang affidavit mendapatkan fasilitas keimigrasian saat keluar masuk Indonesia.8

Jika anak berkewarganegaraan ganda memilih menjadi warga Negara asing


(WNA), maka pernyataan itu harus disampaikan kepada pejabat atau perwakilan
Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal si anak. Jika selama ini anak
tersebut sudah memegang paspor Indonesia, maka paspor itu harus dicabut.
Demikian pula, jika anak tersebut memiliki affidavit, maka surat itu harus dicabut
pejabat yang menerima pernyataan memilih menjadi warga negara asing. Sang

7
Rahmadika sadira edithafitri, Hak waris anak yang lahir dari perkawinan campuran terhdap hak milik
atas tanah, Lex administratum, Vol V no 7 2017, hlm 30
8
Irma Devita Purnamasari, Kiat-kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris,
Mizan Pustaka, Bandung, 2014, hlm 157.

9
pejabat kemudian menyampaikannya ke Ditjen Imigrasi dan selanjutnya petugas akan
memutakhirkan data Sistem Informasi Keimigrasian.9

Pasal 6 ayat 1 Undang-undang kewarganegaraan disebutkan bahwa anak


yang berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 tahun atau sudah kawun, anak
tersebut harus memilih salah satu dari kewarganegaraannya. Berdasarkan ketentuan
pasal 6 ayat 1 tersebut diatas, Batasan usia seorang anak adalah 18 tahun atau sudah
menikah. Dalam pasal 47 ayat 1 Undang-undang perkawinan juga mengeaskan
Batasan usia seorang anak adalah 18 tahun. Pasal tersebut menyatakan anak yang
belum mencapai umur 18 tahun atau belum melangsungkan perkawinan ada di bawah
kekuasaan orangtuanya, selama mereka tidak atau belum dicabut kekutannya.
Sejalan dengan adanya ketentuian 18 tahun bagi seorang anak Undang-undang
nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak lebih jelas memberikan definisi
tentang anak yang diatur dalam pasal 1 angka 1 anak adalah seorang yang belum
genap berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Berdasarkan
ketentuan-ketentuan tersebut kesimpulan yang dapat ditarik bahwa batas usia
seseorang dianggap sebagai anak di Indonesia adalah 18 tahun atau sudah kawin.10

Di Indonesia, anak yang lahir dari perkawinan campuran yang sudah berstatus
kewarganegaraan ganda mempunyai hak diantaranya hak untuk melangsungkan
perkawinan di wilayah Indonesia dengan memenuhi syarat-syarat yang sudah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 salah satunya yaitu harus berumur 19
tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Ketika anak
berkewarganegaraan ganda tersebut berdomisili di Indonesia dan hendak
melangsungkan perkawinan di Indonesia, maka ia harus tunduk terhadap semua
syarat yang sudah diatur dalam undang-undang yang berlaku.

Hak untuk mewaris, dimana anak berhak mewaris harta warisan orang tua
apabila memiliki hubungan darah dengan orang tuanya. Untuk melihat hubungan itu
harus dibuktikan dahulu status perkawinan orang tuanya, jika perkawinannya sah

9
Irma Devita Purnamasari, Kiat-kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris,
Mizan Pustaka, Bandung, 2014, hlm 162.
10
Leonora bakarbessy, Sri Handajani, Kewarganegaraan Ganda Anak Dalam Perkawinan Campuran
dan Implikasinya Dalamh Hukum Perdata Internasional, Perspektif Volume XVII No 1 Tahun 2012 Edisi
Januari, Hlm 5

10
maka anak berhak mewarisi harta orangtuanya namun jika perkawinan itu tidak sah
maka anak hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya dan hanya berhak
mewarisi harta ibunya saja. Berbeda halnya dalam kasus perkawinan yang memiliki
anak dengan status kewarganegaraan ganda dimana secara otomatis anak tersebut
diakui sebagai warga negara Indonesia sekaligus juga sebagai warga negara asing
sehingga anak tersebut tidak bisa menjadi ahli waris terhadap harta orang tuanya.11

2.6 Status Kewarganegaraan anak dalam perkawinan campuran

Peraturan tentang Kewarganegaraan di Indonesia telah mengalami perubahan


yang cukup signifikan dengan disahkanya Undang-undang nomor 12 tahun 2006
tentang kewarganegaraan Republik Indonesia. Undang-undang baru ini
menggantikan Undang-undang nomor 62 tahun 1958. Pada Undang-undang nomor
62 tahun 1958 dianggap kurang memadai dengan keadaan pada masyarakat saat ini
Undang-undang nomor 62 tahun 1958 secara filosofis, secara yuridis dan sosiologis.

Secara sosiologis, Undang-undang tersebut sudah tidak sesuai dengan


perkemangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat
Internasional dalam pergaulan global, yang menghendaki adanya persamaan
perlakuan dan kedudukan warga negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan
dan keadilan.12

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 yang mana dengan lahirnya undang-


undang yang baru ini dapat mengurangi permasalahan yang timbul dari perkawinan
campuran salah satunya yaitu dalam pengaturan status kewarganegaraan anak hasil
perkawinan campuran. Setelah berlakunya undang-undang tersebut di Indonesia
maka secara otomatis Indonesia menganut system kewarganegaraan ganda. Artinya
anak-anak yang lahir dari perkawinan campuran pasca berlakunya undang -undang
ini dapat memiliki atau memperoleh kewarganegaraan ganda, baik kewarganegaran
ibunya atau pun kewarganegaraan ayahnya sampai ia berumur 18 tahun atau paling
lambat saat ia berumur 21 tahun harus sudah memiliki satu kewarganegaraan tetap.

11
I Putu gede Bayu Sudarmawan dkk, Status Kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran yang
lahir pasca berlakunya Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan republic
Indonesia, Jurnal analogi hukum 2 (1) 2020, hlm 91.
12
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdara Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya bakti, 1993, hlm 103.

11
Itu artinya anak dapat memiliki kewarganegaran ganda namun sifatnya terbatas
sampai umur 18 tahun.13

Terhadap orang-orang yang melakukan perkawinan campuran dapat


memperoleh kewarganegaraan dari suami atau istrinya dan dapat pula kehilanfan
kewarganegaraan menurut cara-cara yang telah diatur dalam Undang-undang
kewarganegaraan dalam pasal 19 Undang-undang nomor 12 tahun 2006 atau
undang-undang kewarganegaraan, warga asing yang telah kawin secara sah dengan
warga negara Indonesia dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan
menyampaikan pernyataan menjadi warga negara Indonesia di hadapan pejabat,
pernyataan tersebut dilakukan apabila yang bersangkutan sudah betempat tinggal di
Indonesia paling sebentar 5 tahun berturut atau 10 tahun tidak berturut.

Selanjutnya pasal 26 Undang-undang Kewarganegaraan mengatur bahwa


Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing
kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal
suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat
perkawinan tersebut. Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan
perempuan warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia
jika menurut hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti
kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.jika ingin tetap menjadi
warga negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan keinginannya untuk
menjadi warga negara Indonesia (WNI) kepada pejabat negara yang berwenang
tentan hal tersebut.

Dalam pasal 4 huruf c Undang-undang Kewarganegaraan menyatakan bahwa


Warga Negara Indonesia adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ayah warga negara Indonesia dan Ibu warga Negra asing. Selanjutnya dalam
pasal 4 huruf d menyatakan bahwa Warga Negara Indonesia adalah anak yanh lahir
dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu warga
negara Indonesia. Masih dalam peraturan yang sama pada pasal 6 ayat 1 yang

13
I Putu gede Bayu Sudarmawan dkk, Status Kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran yang
lahir pasca berlakunya Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan republic
Indonesia, Jurnal analogi hukum 2 (1) 2020, hlm 90.

12
menyatakan tentang status kewarganegaraan disebutkan bahwa dalam hal status
kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I, dan psal 5 berakibat anak
berkewarganegaraan ganda, setelah 18 tahun atau sudah kawin anak tersebut harus
menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.

Anak yang harus memilih status kewarganegaraan. Batasannya adalah


pengesahan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Pertama, anak yang lahir sebelum 1 Agustus 2006 adalah mereka yang sudah
mengantongi Surat Keputusan Menkumham tentang Kewarganegaraan. Kedua, anak
yang lahir sesudah 1 Agustus 2006 yang memiliki affidavit Dalam konteks ini, affidavit
adalah surat keimigrasian yang dilekatkan atau disatukan pada paspor asing yang
memuat keterangan sebagai anak berkewarganegaraan ganda. Pemegang affidavit
mendapatkan fasilitas keimigrasian saat keluar masuk Indonesia.14

Masalah kearganegaraan seseorang tidak hanya terbatas pada paspor seta


izin tinggal di suatu negara tetapi mempunyai imlikasi yang lebih jauh yaitu juga
meliputi hak-hak dan kewajiban sebagai warga negara yang harus dijalininya. Dalam
Hukum perdata Internasional Indonesia sebagaimana tertuang dalam pasal 16 AB
bahwa kewarganegaraan seseorang menentukan hukum yang berlaku baginya di
bidang status personal yaitu meliputi hubungan-hubungan kekeluargaan, seperti
suami isitri, ayah dan anak, perwalian termasuk soal-soal yang bertalian dengan
perkawinan dan lain sebagainya.15

Dalam Penjabaran status kewarganegaraan anak hasil dari perkawinan


campuran sebagaimana telah dijelaskan diatas dapat dikatakan bahwa seorang anak
dapat memilih kewarganegaraannya baik kewarganegaraan bapak atau
kewarganegaraan ibu, seperti dijelaskan pada pasal 6 ayat 1 Undang-undang
Kewarganegaraan status kewarganegaraannya bersifat terbatas sampai pada usia 18

14
Rahmadika sadira edithafitri, Hak waris anak yang lahir dari perkawinan campuran terhdap hak
milik atas tanah, Lex administratum, Vol V no 7 2017, hlm 30
15
Leonora bakarbessy, Sri Handajani, Kewarganegaraan Ganda Anak Dalam Perkawinan Campuran
dan Implikasinya Dalamh Hukum Perdata Internasional, Perspektif Volume XVII No 1 Tahun 2012 Edisi
Januari, Hlm 5

13
tahun saja, kemudian dia diberi waktu 3 tahun untuk memilih menjadi warga negara
Indonesia (WNI) atau warga negara asing (WNA).

14
BAB III

ANALISA KASUS

Status Kewarganegaraan Gloria E Mering Pada kasus posisi diatas bahwa


Gloria e mering tidak bisa menjadi wakil dari paskibra untuk mengibarkan bendera
merah putih pada peringatan hari kemerdekaan tanggal 17 agustus pada tahun 2016.
Pada kasus tersebut Gloria e meria belum diakui kewarganegaraannya karena belum
genap berusia 18 tahun karena menurut Menurut Undang-Undang nomor 12 tahun
2006 tentang Kewarganegaraan, seorang anak hasil kawin campur bisa memiliki dua
kewarganegaraan sebelum usia 18 tahun.

Ada dua kategori anak yang harus memilih status kewarganegaraan.


Batasannya adalah pengesahan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan. Pertama, anak yang lahir sebelum 1 Agustus 2006 adalah mereka
yang sudah mengantongi Surat Keputusan Menkumham tentang Kewarganegaraan.
Kedua, anak yang lahir sesudah 1 Agustus 2006 yang memiliki affidavit Dalam
konteks ini, affidavit adalah surat keimigrasian yang dilekatkan atau disatukan pada
paspor asing yang memuat keterangan sebagai anak berkewarganegaraan ganda.
Pemegang affidavit mendapatkan fasilitas keimigrasian saat keluar masuk Indonesia.
Pada kasus ini Gloria E Mering terlahir sebelum tanggal 1 Agustus 2006 berarti
seharusnya anak hasil kawin campuran Dalam pasal 41 Undang-Undang
Kewarganegaraan itu, disebutkan bahwa seseorang yang belum berusia 18 tahun
saat Undang-Undang Kewarganegaraan diberlakukan pada tahun 2006, diberikan
waktu paling lambat empat tahun untuk mendaftarkan diri. Jika merujuk pada
ketentuan tersebut, maka Gloria tak bisa lagi mendaftarkan status
kewarganegaraannya. Perempuan yang lahir pada tahun 2000 ini seharusnya
didaftarkan ke Kemenkumham dalam rentang waktu 1 Agustus 2006 sampai 1
Agustus 2010 apabila hendak memperoleh kewarganegaraan Indonesia.

Untuk memperoleh suatu kewarganegaraan sebagai warga negara Indonesia


diatur pendaftaran untuk memperoleh status sebagai WNI dalam Undang-Undang
Kewarganegaraan.Dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang Kewarganegaraan yang
menyatakan: ”Warga Negara Indonesia adalah: anak yang lahir dari perkawinan yang

15
sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan Ibu Warga Negara Asing”.
Selanjutnya, Pasal 4 huruf d menyatakan: ”Warga Negara Indonesia adalah anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Asing dan ibu
Warga Negara Indonesia”. Selanjutnya dalam Pasal 6 ayat 1 menyatakan: ”Dalam hal
status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i dan Pasal 5 berakibat anak
berkewarganegaraan ganda, setelah 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak
tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya”.

Dari Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Kewarganegaraan tersebut di atas maka


kewarganegaraan ganda anak dalam suatu perkawinan campuran bersifat terbatas
sampai pada usia 18 tahun saja, kemudian dia diberi waktu 3 tahun untuk memilih
apakah akan menjadi WNI atau WNA. Masalah kewarganegaraan seseorang tidak
hanya terbatas pada paspor serta izin tinggal di suatu negara tetapi mempunyai
implikasi yang lebih jauh yaitu juga meliputi hak-hak dan kewajiban sebagai warga
negara yang harus dijalaninya. Dalam Hukum Perdata Internasional Indonesia
sebagaimana tertuang dalam pasal 16 AB bahwa kewarganegaraan seseorang
menentukan hukum yang berlaku baginya di bidang status personal yaitu meliputi
hubungan-hubungan kekeluargaan seperti hubungan antara suami istri, ayah dan
anak, perwalian termasuk soal-soal yang bertalian dengan perkawinan, pembatalan
perkawinan, perceraian, status di bawah umur dan lain-lain.

Jadi dapat penulis ambil jawaban dari kasus Gloria E Mering diatas mengapa
Namanya dicabut sebagai calon peengibar bendera di istana negara karena Gloria E
Mering ini belum genap berusia 18 tahun dan juga belum melakukan perkawinan,
dimana anak hasil perkawinan campuran yang memiliki kewarganegaraan ganda baru
bisa untuk memilih kewarganegaraanya pada saat genap berusia 18 tahun atau sudah
melakukan perkawinan atau pernikahan. Oleh karena itu Gloria E Mering dianggap
belum memiliki kewarganegaraan sebagai warga negara Indonesia (WNI) sebab
itulah nama Gloria E Mering dicabut dari daftar calon Pengibar bendera di Istana
negara.

Apabila mereka telah dewasa atau sudah kawin mereka harus memilih salah
satu di antara kewarganegaraan ganda anak dalam perkawinan campuran

16
kewarganegaraan ganda tersebut. Bila mereka tidak memilih salah satu dari kedua
kewarganegaraannya maka mereka dianggap sebagai orang asing. Hukum domisili
yang dipakai untuk menentukan status personal seseorang yang
berkewarganegaraan ganda. Dalam Hukum Perdata Internasional, sesorang
bertempat tinggal dengan alamat di suatu kota adalah tidak penting, karena yang
menjadi ukuran domisili sebagai tempat tinggal, adalah negara dimana ia berdomisili,
berdasarkan domisili di negara tersebut, maka hukum dari negara tersebut berlaku
untuk status personalnya.16

Dapat penulis simpulkan bahwa Anak - anak berkewarganegaraan ganda,


dengan memiliki paspor sebagai WNI belum cukup diterapkan hukum Indonesia
terhadap status personalnya, bila anak tersebut tidak berdomisili dalam arti
mempunyai habitual residence di Indonesia. Oleh sebab itu, terhadap anak yang
mempunyai kewarganegaraan ganda, status personalnya diatur oleh hukum domisili
dalam arti habitual residence anak tersebut yang jatuh bersamaan dengan
kewarganegaraan Indonesia. Bila anak yang berkewarganegaraan ganda mempunyai
domisili di luar negeri dan hendak menikah di dalam wilayah Republik Indonesia ia
diperlakukan sama dengan WNA

16
Hanuring Ayu, Paramitha Setia Anggraeny, KASUS GLORIA E MAIRERING PERKARA
KEWARGANEGARAAN GANDA DALAM PERKAWINAN CAMPURAN, Jurnal Ius Constituendum | Volume
4 Nomor 1, 2019, hlm 16

17
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 anak-anak yang lahir dari


perkawinan campuran pasca berlakunya undang -undang ini dapat memiliki atau
memperoleh kewarganegaraan ganda, baik kewarganegaran ibunya atau pun
kewarganegaraan ayahnya sampai ia berumur 18 tahun atau paling lambat saat ia
berumur 21 tahun harus sudah memiliki satu kewarganegaraan tetap. Itu artinya anak
dapat memiliki kewarganegaran ganda namun sifatnya terbatas sampai umur 18
tahun. Dan diberi waktu 3 tahun untuk memilih apakah akan menjadi WNI atau WNA.

Ada dua kategori anak yang harus memilih status kewarganegaraan.


Batasannya adalah pengesahan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan. Pertama, anak yang lahir sebelum 1 Agustus 2006 adalah mereka
yang sudah mengantongi Surat Keputusan Menkumham tentang Kewarganegaraan.
Kedua, anak yang lahir sesudah 1 Agustus 2006 yang memiliki affidavit Dalam
konteks ini, affidavit adalah surat keimigrasian yang dilekatkan atau disatukan pada
paspor asing sebagai anak berkewarganegaraan ganda. Di Indonesia, anak yang lahir
dari perkawinan campuran yang sudah berstatus kewarganegaraan ganda
mempunyai hak diantaranya hak untuk melangsungkan perkawinan di wilayah
Indonesia dengan memenuhi syarat-syarat yang sudah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 salah satunya yaitu harus berumur 19 tahun untuk laki-laki dan
16 tahun untuk perempuan. Ketika anak berkewarganegaraan ganda tersebut
berdomisili di Indonesia dan hendak melangsungkan perkawinan di Indonesia, maka
ia harus tunduk terhadap semua syarat yang sudah diatur dalam undang-undang yang
berlaku.

Kasus Gloria E Mering diatas mengapa Namanya dicabut sebagai calon


peengibar bendera di istana negara karena Gloria E Mering ini belum genap berusia
18 tahun dan juga belum melakukan perkawinan, dimana anak hasil perkawinan
campuran yang memiliki kewarganegaraan ganda baru bisa untuk memilih
kewarganegaraanya pada saat genap berusia 18 tahun atau sudah melakukan
perkawinan atau pernikahan. Oleh karena itu Gloria E Mering dianggap belum

18
memiliki kewarganegaraan sebagai warga negara Indonesia (WNI) sebab itulah nama
Gloria E Mering dicabut dari daftar calon Pengibar bendera di Istana negara. bahwa
Anak - anak berkewarganegaraan ganda, dengan memiliki paspor sebagai WNI belum
cukup diterapkan hukum Indonesia terhadap status personalnya, bila anak tersebut
tidak berdomisili dalam arti mempunyai habitual residence di Indonesia. Oleh sebab
itu, terhadap anak yang mempunyai kewarganegaraan ganda, status personalnya
diatur oleh hukum domisili

4.2 SARAN

Dari kasus diatas dapat Penulish katakana bahwa pihak dari keluarga Gloria
E Mering tidak mengetahui adanya aturan baru dalam Kewarganegaraan, dapat
penulis sarankan bahwa perlunya ada sosialisasi lebih jauh terkait dengan
Perkawinan campuran dan anak hasil perkawinan campuran.

19
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014

Abintoro Prakoso. 2016. Hukum Perlindungan anak. Yogyakarta. Laksbang


Pressindo.

Irma Devita Purnamasari, Kiat-kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah
Hukum Waris, Mizan Pustaka, Bandung, 2014,

Artikel/jurnal :

Ayu, H., & Anggraeny, P. S. (2019). KASUS GLORIA E MAIRERING PERKARA


KEWARGANEGARAAN GANDA DALAM PERKAWINAN CAMPURAN. Jurnal
Ius Constituendum, 4(1), 1-17.

Bakarbessy, L., & Handajani, S. (2012). Kewarganegaraan Ganda Anak dalam


Perkawinan Campuran dan Implikasinya dalam Hukum Perdata
Internasional. Perspektif, 17(1), 1-9.

Edithafitri, R. S. (2017). Hak Waris Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Campuran
Terhadap Hak Milik Atas Tanah. Lex Administratum, 5(7).

Khairunisa, A., & Winanti, A. (2021). BATASAN USIA DEWASA DALAM


MELAKSANAKAN PERKAWINAN STUDI UNDANG-UNDANG NOMOR 16
TAHUN 2019. JUSTITIA: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, 8(4), 774-784.

Suadi, A. (2017). Perkembangan Hukum Perdata Islam di Indonesia (Aspek


Perkawinan dan Kewarisan). Jurnal Yuridis, 2(1), 1-27.

Sudarmawan, I. P. G. B., Suryawan, I. G. B., & Suryani, L. P. (2020). Status


Kewarganegaraan Anak Hasil Perkawinan Campuran yang Lahir Pasca
berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Jurnal Analogi Hukum, 2(1), 88-92.

20
Suherman, S., Aryanti, D., & Wahyuningsih, Y. Y. (2017). Hak-hak Personal Dalam
Hukum Perdata Ekonomi Di Indonesia. Jurnal Yuridis, 1(1), 125-137.

Sulastri, S., & Satino, S. (2019). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ISTERI


SEBAGAI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Jurnal
Yuridis, 6(2), 73-92.

Internet :

https://kotabumi.imigrasi.go.id/berita/uu-12-2006-kewarganegaraan diakses pada 30


November 2021

Perundang-undangan :

Undang-undang dasar 1945

KUHPerdata

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawianan Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik


Indonesia menggantikan Undang-undang nomor 62 tahun 1958. Peraturan
pemerintah No 9 tahun 1975 tentang pelanksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun
1974 tentang Perkawinan

21

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai