Anda di halaman 1dari 20

Angin bertiup pelan, cahaya matahari masuk menerobos jendela kelas. Hari ini anak-
anak kelas 12-B sedang free, dikarenakan guru yang mengajar sedang absen. Di barisan
bagku paling belakang, terdapat anak laki-laki yang menghabiskan waktu luangnya dengan
tidur. Bukannya ia tidak mempunyai teman untuk bermain, namun ia terlalu lelah untuk
melakukan aktivitas lain. Semalam ia harus merelakan jam tidurnya yang berharga itu untuk
mencari alasan dari masalah yang baru-baru ini menimpanya.
10 menit telah berlalu, bel istirahat mulai terdengar dan anak kelas satu persatu
meninggalkan kelas. Berbeda dengan Yorge, ia memutuskan untuk melanjutkan tidurnya
yang nyenyak ini dibandingkan pergi keluar kalas bercengkrama dengan teman-temannya. Di
sela-sela tidurnya,
“GEEE! BANGUN! Kebo lo,” Yorge telonjak kaget akibat suara tersebut.
“ARGHH! Ganggu banget lo Ga!”
“Dih, marah?”
“Ck! Ngeselin lo.”
Sega, teman terdekat Yorge yang saat ini duduk di bangku kelas 11, tepatnya di kelas
11-C. Sega bisa dibilang memiliki kepribadian yang sangat bertolak-belakang dengan Yorge,
namun ia tidak mempersalahkan hal itu sebab ia sudah terbiasa dengan sikap Sega yang usil
ini.
“Ge, yang lain lagi pada digudang, kesana gak?” tanya Sega.
“Gudang? Ngapain?” Yoege menaikkan alisnya sebelah.
“Biasalah, ikut gak?”
“Ck, Ikut deh.”
Gudang yang sejak tadi mereka bicarakan bukanlah gudang yang berisikan barang-
barang berdebu, namun berisikan buku-buku lama buangan perpustakaan sekolah mereka.
Gudang itu tidak memilki lampu sama sekali. Ruangan itu hanya mendapatkan cahaya
matahari dari salah satu ventilasi disana. Khawatir cahaya matahari masuk hanya sedikit,
mereka selalu berjaga-jaga membawa senter sebagai penerang tambahan.
***
“Hai Kai, Ran, Theo.” Sapa Yorge dan Sega yang dibalas dengan anggukan dari
ketiganya.
Setelah menyapa ketiga temannya, Yorge pergi berjalan menuju tempat favoritnya,
bagian paling belakang gudang yang mayoritas berisikan buku-buku bergenre misteri dan
fantasi. Sebenarnya Yorge baru membaca buku begenre misteri dan fantasi 1 minggu
kebelakang, sebab ia berfikir dapat mencari solusi dari masalah yang menimpanya dan ke
empat temannya.
1 minggu belakangan, Yorge, Sega, Ran , dan Theo sering mendengar suara ngeongan
kucing yang tidak biasa. Saat mereka mencari dari mana asal suara tersebut meeka tidak
menemukan apa-apa. Selai itu, Kai sering kali melihat penamopakan mata kucing berwarna
hijau dan biru di tempat-tempat yang gelap. Pernah sekali, saat Ran sudah sangat jengkel
dengan suara kucing itu, ia merekam suara tersebut dengan handphonenya. Saat ia ingin
memperlihatkan rekaman itu ke teman-temannya, hanya terdengar suara kaset rusak.
***
Langit jingga yang indah mulai menyapa penduduk bumi. Saat ini mereka sedang
menunggu jam belajar malam tiba. Sekolah mereka bukanlah sekolah berasrama, namun
sekolah mereka mengharuskan siswanya belajar sampai waktu malam tiba. Gudang yang saat
ini mereka tempati, sering kali menjadi tempat membolos jam malam, terutama bagi Ran dan
Kai.
“Theo, bolos jam malem yuk!” ajak Ran.
“Ck! Yang lo pikirin Cuma main sama bolos doang, kali kali kek belajar mau lulus
gak lo?” Tukas Theo.
“Aelah, Pick me boy lo The!” Kai menyaut tiba-tiba.
“Ck! Apaan sih lo, berantem sini!” Saat Theo hendak beridiri Sega langsung
menahan Theo.
“Udah lo dua, jangan berantem. Apalagi lo Kai jangan manas-manasin.” Ucap Sega
melerai kedua temannya.
“Awasa aja lo Kai, gue bales lo nanti!” ancam Theo kepada oknum yang saat ini
sedang meledeknya.
Pertengkaran telah berhenti, suasana kembali menjadi tenang. Namun di tengah
keheningan, KRINGGGG! Terdengar suara alarm kebakaran yang terdapat di atap gudang
ini. Bersamaan dengan suara alarm kebakaran, terdengar suara teriakan Yorge,
“WOI KEBAKARAN!”
Dengan cepat Sega membuka kunci pintu gudang tersebut. Setelah pintu terbuka,
mereka berilima berlari keluar untuk mencari bantuan. Namun ada yang aneh, di sekolah ini
tidak terdapat satu pun orang. Tidak menyerah, mereka tetap berusaha mencari bantuan.
Saking paniknya mereka, sampai lah mereka di kolam renang sekolah mereka. Yorge
sebagai mantan club renang senang karena seingatnya pada jam jam ini masih terdapat satu
dua anak club yang bersiap pulang dan tentunya pelatih renang yang baru pulang saat malam
datang.
“Eh coy! Kira-kira apimya sekarang udah segede apa ya? Lo pada gak takut apinya
bakal nyebar kemana-mana?” tanya Kai tiba-tiba.
“Gak tau deh, tapi gue yakin apinya gak bakal segede itu. Lagian kalo apinya
ngebesar, ada bantuan air dari smoke dectetor di gudang,” jawab Ran.
Di dalam kolam renang tersebut Yorge terus menerus berteriak memanggil pelatih
renang sekolah mereka,
“Coach Andrew! Coach?!”
“Tumben jam segini pak Andrew udah pergi dari kandangnya.” Ucap Theo terheran
heran.
“Eh, ada yang mau ngecek gudang gak?” tanya Theo khawatir.
“Gue aja sama Kai,” ucap Sega sambil menarik tangan Kai. Kai yang tangan ditarik
oleh Sega hanya menghela nafas kasar.

Selagi menunggu Sega dan Kai kembali, Theo berjalan jalan menelusuri area ini. Saat
Theo sedang berdiri di sisi kolam, Theo melihat ada sebuah pintu besi yang ada di dasar
kolam.

“Sejak kapan di dasar kolam ada pintu kayak gitu?” Theo bergumam pelan.

Sedetik kemudian Theo melihat sisi pintu besi itu bercahaya seperti ada yang
menyinari dari dalam pintu tersebut. “ Ran,” Ran menenggok.

“Sejak ka-“

“Gee! Apinya udah padam!” teriak Sega kegiranggan.

“Ok, bagus kalo gitu,” jawab Yorge singkat.

Setelah lengkap, mereka berlima berkumpul di tepi kolam. “Coy, nyebur mau gak?”
tanya Kai tiba-tiba.

“Emang lo bawa baju ganti?” Ran bertanya balik.

“ Santai, di loker kan ada baju olahraga.” jelas Kai.

Dengan cepat Kai melompat kedalam kolam tersebut. Byurr. Cipratan air akibat
lompatan Kai yang tiba tiba itu membuat baju ke empat temannya basah. Kai menampakkan
kepalanya di permukaan kolam,

“Lo pada gak mau ikut nyebur gitu? Ran? Ga?” Keempat temannya menggeleng.

“Eh, gue mau tanya deh,” ucap Theo tiba-tiba.

“Kenapa?” “Di dasar kolam emang ada pintu ya?” Sega mengerutkan alisnya,

“Gak ada kali. Kalaupun ada pintunya, bukannya airnya bakal surut?” terang Sega.

“Tapi sumpah deh, di kolam ini ada pintu besi gitu.” Theo mengedarkan
pandangannya.

“ Tuh pintu.”

Theo menunjuk sisi kiri kolam yang terdapat pintu yang sejak tapi mereka bicarakan.
Kai yang sedang didalam kolam berenang menuju tempat yang Theo tunjuk. Kai mencoba
membuka pintu besi yang berada di dasar kolam tersebut sendiri, namun ia tidak kuat.

“Ada yang bisa bantuin gue buka pintunya gak? Pintunya berat.” Sesaat setelah Kai
melontarkan pertanyaan tersebut, Sega langsung menunjuk seseorang yang sejak tadi hanya
menyimak percakapan ini.

“Lo bisa kan Ge?” Yorge yang sejak tadi diam hanya tersenyum kecut menganggapi
ucapan Sega.
Tak menunggu lama, Yorge langsung membuka bajunya dan melompat ke dalam
kolam yang berkedalaman 1,5 sampai 3 meter itu. Yorge berenang menuju tempat dimana
Kai menunggunya. Yorge muncul di permukaan air, “Mana pintu gak jelas itu?” ucap Yorge
sarkas. Kai menunjuk dasar kolam. Tanpa basa basi keduanya langsung berenang menuju
dasar kolam. Keduanya menarik pintu itu pelan. Saat pintu itu telah terbuka lebar, Yorge dan
Kai langsung berenang menuju sisi kolam tempat teman temannya duduk. Ketiga orang yang
sejak tadi duduk di sisi kolam, hanya memerhatikan kedua temannya yang berenang dengan
gesit menuju tepat mereka berada.

“Kok ainya gak ke sedot ya?”

“Kai, Ge lo dua gak ngerasa ada air kesedot gitu pas kalian buka pintu itu?” Kai dan
Yorge yang sudah duduk di sisi kolam hanya menggelengkan kepalanya pelan.

Yorge menatap pintu yang tadi ia buka lekat lekat. Yorge berpikir, apakah ini semua
ada hubungannya dengan kejadian yang baru baru ini menimpanya dan keempat temannya
itu. “Coy, lo pada mau tau gak isi pintu itu?” tanya Yorge tiba tiba.

“Boleh, tapi gimana caranya?” tanya Ran.

“Ya pake pompa air dong.” jawab Kai.

Kai berlari ke arah pompa air tersebut dan menyalakannya. Setelah menyalaka pompa
air tersebut, Kai kembali ke tempat teman temannya berkumpul.

“ Kita tunggu aja sampe malem, gimana kalo jam sepuluh kurang lima belas kita
balik kesini?” usul Kai.

“ Gak kemaleman emang?” tanya Sega cemas.

“Lah bagus dong, semakin malem semakin gak ada orang di sekolah.” Ran
menunjukkan senyum tengilnya itu.

“Ok, deal ya!” keempatnya mengangguk.

***

Sore berganti malam, masih ada waktu sekitar satu jam dari janji pertemuan mereka.
Saat ini, Yorge sedang berbaring di atas kasurnya sambil memandangi foto teman temannya
yang dihiasi pita kuning di sisi bingkainya. Sejak satu jam yang lalu, ia memikirkan kejadian
di sekolah sore tadi. Hilangnya orang-orang dari penjuru sekolah, bahkan sampai matahari
hampir tenggelam sepenuhnya, kebakarang gudang yang tiba-tiba, pintu besi, dan masih
banyak lagi. Yorge berpikir, apakah kejadian ini ada hubungannya dengan suara dan mata
kucing yang dilihat oleh teman temannya. Theo pernah memberitahu bahwa suara ngeongan
kucing yang didengarnya persis seperti suara kucingnya yang meminta tolong.

Yorge sebenarnya sama sekali tidak percaya dengan Theo karena ia berpikir tidak ada
satupun manusia di dunia ini yang dapat menafsirkan suara hewan. Bagi Yorge hanyalah
orang bermutul besar yang bilang bahwa dirinya dapat mengerti makan suara hewan,
sekalipun orang itu adalah ahli hewan. Sudahlah Yorge lelah dengan semua omong kosong
ini, ia hanya ingin menjalankan hidup layaknya remaja di luar sana.
***

Waktu berlalu dengan cepat. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul sembilan lewat
empat puluh menit. Yorge dan teman temannya sudah berkumpul di sisi kolam. Kolam yang
tadi sore masih terirsi penuh dengan air, sekarang tidak tersisa apapun. Kolam yang memiki
kedalaman berkisar 1,5 sampai 3 meter itu membuat Sega sedikit bergetar. Sebenarnya Sega
memiliki thalassophobia. Walaupun air didalam kolam tersebut sudah habis tekuras,
kedalamnya kolam ini tetap membuatnya bergetar ketakutan.

“Ga, lo ikut kan? Lo keliatan agak pucet gitu,” tanya Ran.

“I..ikut lah! Gue kan lakik.” Ucap Sega seraya mengangkat salah satu tangannya,
menunjukkan ototnya.

“Gaya banget lu, ngeliat air dikit aja ketakutan kayak kucing gitu,” ucap Yorge yang
diiringi tertawa kecil dari teman temannya.

Sega memukul lengan Yorge kencang. Phobianya ini memang hanya diketahui oleh
Yorge seorang, karena ia baru tahu tentang phobianya itu saat liburan sekolah kelas 7. Setelah
terjadi sedikit pertikaian, satu persatu dari mereka mulai turun ke dasar kolam menggunakan
tangga yang menempel di dinding kolam.

“Eh, lo pada bawa senter kan?” tanya Kai.

“HAH! SEJAK KAPAN ADA YANG NYURUH BAWA SENTER?!” ucap Ran
sedikit berteriak.

“Lo gak baca grup apa? Makanya punya hp tuh dipake bukan cuman dianggurin,”
ucap Kai sarkas.

“Udah lah si Ran barengan sama gue aja,” ucap Theo final.

Sekarang kelimanya berdiri di sekitar pintu besi itu. Ngikk. Suara decitan pintu
menggelegak di penjuru ruangan. Saat pintu sudah terbuka sempurna, kelimanya dibuat
terkejut dengan apa yang ada di balik pintu tersebut. Isi ruangan ini tidak seperti ruangan
yang ada di sekolah mereka, isi ruangan ini terlihat seperti hutan buatan yang terlihat sangat
nyata.

Satu persatu dari mereka mulai memasuki ‘ruangan’ ini. Dipimpin oleh Kai yang
terlihat sangat semangat, dilanjut dengan Theo dan Ran, setelah itu Sega. Yorge bergeming,
ia terlihat ragu dengan apa yang ada dihadapannya. Ia takut mereka akan mendapatkan
masalah di ‘ruangan’ aneh ini.

“Ge, ayo cepetan!” ucap Sega dari dalam.

Tanpa berfikir lagi, Yorge langsung melompat menyusul teman-temannya itu.


Keadaan di dalam sangat berdeda dengan kolam renang sekolah mereka. Awalnya mereka
mengira hutan ini adalah hutan buatan, namun saat mereka mencoba menyentuh beberapa
tanaman yang ada di sekitar tempat mereka berdiri mereka percaya bahwa semua ini asli.
Di tempat yang sama, mereka menemukan sebuah papan bertuliskan ‘DISTOPHIA
ISLAND’ yang dituliskan dengat cat berwarna merah gelap. Seingat Yorge ia pernah
membaca sebuah kutipan yang menjelaskan tentang apa itu distophia.

“Distophia, temapat yang tidak baik,” Keempat temannya menenggok kearah Yorge
dan memiringkan kepalanya seperti sedang meminta penjelasan atas apa yang baru saja
Yorge ucapkan.

“Gue tau dari buku yang gue baca di gudang.”

“Distophia artinya tempat yang tidak baik, kebaliakan dari utophia,” lanjut Yorge.

“Gue takut bakal terjadi sesutu yang aneh di sini, jadi lo pada harus hati hati, jangan
sampe ada yang berpencar walaupun berdua sekalipun,” ucap Yorge final.

Setelah Yorge menyelesaikan ucapannya, kelima remaja itu langsung berjalan


sembari memegang tangan satu sama lain, takut terpisah. Setelah berjalan sekitar 2 menit
lamanya, sampailah mereka di hamaparan rumput yang tidak terlalu luas namun anehnya
terdapat sebuah pintu putih ditengahnya. Jika di kira-kira pintu tersebut mempunyai tinggi
sekitar lima meter dan lebar tiga meter.

“Pintu apaan nih? Pintu deoraemon kah?” ujar Ran yang berlari kecil mendekati pintu
raksasa itu.

“RAN! Udah gue bilang jangan mencar!” tutur Yorge tegas.

Ran yang mendengar teriakan Yorge langsung berlari mendekati teman temannya.
Yorge memperhatikan pintu itu dengan seksama. Sesaat kepalanya menjadi pusing dan
pandangannya menjadi kabur. Untuk memperjelas penglihatannya itu Yorge mengambil
kacamatanya yang sejak tadi ada di dalam saku celannya tanpa mengingat suatu fakta penting
tentang kacamatanya itu. Sedetik setelah Yorge memakai kacamatanya tedapat percikan api
kecil yang lama lama berubah menjadi besar. Kelima insan yang sejak tadi berdiri tepat di
hadapan pintu tersebut langsung menutup mulutnya, terkejut.

“Gi..gi..gimana bisa ada api?!” tanya Sega panik.

“Lo liatkan?! Apinya tiba tiba nyala sendiri!” lanjut Sega.

Theo berlari kecil mendekati pintu tersebut. Dalam jarak berkisar setengah meter dari
pintu Theo melihat pintu itu dengan seksama tanpa terlihat takut sedikit pun. Setelah merasa
cukup meneliti area sekitar pintu Theo berjalan ke tempat teman temannya berada.

“Setelah gue liat liat gak ada apapun yang bisa bikin pintu itu kebakar,”

“Bahkan kalaupun ada, harus ada sinar matahari yang ekstrim biar bisa bikin pintu itu
terbakar.” Keempat temannya yang sejak tadi meperhatikan Theo hanya dapat terkesiap
dengan ucapan Theo.

“Ekhem!” Kai berdeham pelan, memecahkan keheningan.

“Seakarang kita mau ngapain? Gak mungkinkan kita disini cumin mau bengong gak
jelas,” lanjut Kai.
Keeningan kembali menyelimuti kelimanya dan tidak ada satupun dari mereka yang
mencoba untuk memecahkan keheningan ini. Sebenarnya sejak awal kepergian mereka ke
tempat ini tidak ada satupun yang mengetahui tujuannya. Entah hanya karna rasa penasaran
yang berlebihan atau ada yang memilliki tujuan khusus.

“Tadi..” sesaat setelah Ran membuka suara, atensi langsung dipusatkan ke Ran.

“Tadi gue ngelliat kayak ada box petasan gitu,” ujar Ran.

“Sebentar gue ambilin dulu.”

Ran berlari meninggalkan teman-temannya. Selagi menunggu Ran, Yorge mengamati


kacamatanya yang sejak tadi ia genggam. Yorge yang sejak tadi bungkam itu sebenarnya
sedang sesuatu, memikirkan bagaimana cara ia memberitahu teman-temannya tentang hal
aneh yang berhubungan dengan kacamatanya itu.

***

Terhitung sudah dua menit lamanya Ran pergi untuk mengambil petasan dan tak lekas
kembali. Yorge yang sejak tadi resah segera bangkit dari tempat ia duduk.

“Gue mau nyusul Ran,” ucap Yorge.

“Jangan!” bantah Sega tegas.

“Tunggu bentar lagi, dia juga bukan anak kecil yang gak tau arah dia udah gede,”
lanjut Sega sereya menunjukkan jam yang melekat di tangannya itu.

“Tapi kalo si Ran kenapa napa siapa yang mau tanggung jawab?!”

“Lo mau langgung jawab The? Kai? Ga?” keempat temannya yang ditanya hanya
dapat membisu.

“Tuh kan lo pada diem. Gue pergi.”

Saat Yorge sudah mulai menganggat kaki dari hadapan teman temannya itu terlihat
bayangan seseorang yang tidak lain adalah Ran. Ran melambaikan tanggannya. Dengan cepat
Yorge menghampiri Ran.

“Kenapa lama?” tanya Yorge dingin.

“Tadi gue agak ke sesat, tapi santai gue baik kok,” Ran menyinggungkan senyum
tengilnya itu.

Setelah percakapan singkat itu Yorge dan Ran berjalan beriringan menghampiri ketiga
temannya. Ran melambaikan tangannya kearah teman temannya itu dan dibalas dengan
lambaian pula.

“Tuh kan gue bilang juga apa,” ujar Sega kepada Yorge.

“Yaudah si.”

“Nih bagi bagi,” Ran menyodorkan petasan yang digenggamnya kepada Sega.
Setelah satu persatu dari mereka mendapatkan petasannya, mereka berjalan mendekati
pintu raksasa untuk mendapatkan api. Sebenarnya hanya Theo seorang lah yang berani
menyalakan apinya langsung dari pintu tersebut, keempat temannya hanya menyambung
petasannya dengan petasan Theo. Kelima petasan itu sudah menyala dengan sempurna selain
petasan yang sempurna terlihat kelima tersenyum dengan lebar seakan sejaka tadi tedak
terjadi apa apa.

“Hahahahaha, gue udah lama banget gak main petasan!” seru Kai kegirangan.

“Kayaknya terakhir kali gue main petasan 2 tahun lalu deh, tahun baru 2020,” sahut
Sega.

“3 tahun lalu kali,” ucap Theo menggkoreksi ucapan Sega.

Yorge yang sejak tadi memperhatikan teman temannya itu terkekeh. Ia tidak
menyangka setelah 3 tahun lamanya akhirnya mereka dapat berkumpul dan bersenang senang
bersama lagi. Yorge berlari bergabung dengan teman temannya yang sedang membuat sebuah
tulisan dari petasan mereka masing masing.

Malam yang indah ini, ditempat yang sebenarnya saja tidak satupun dari mereka yang
tahu. Tawa yang berasal dari kelima insan menghiasi langit malam yang gelap ini. Tanpa
merasa lelah sedikitpun mereka manghabiskan ketiga box petasan itu. Setelah box petasan
yang ketiga habis, mereka langsung menidurkan badannya di tanah yang dihiasi ruput rumput
itu.

“Seneng deh gue kayak gini,” ucap Yorge dengan napas yang tersenggal itu akaibat
berlari lari.

“Gue kira ini momen yang gak bakal keulang lagi di hidup gue,” lanjut Yorge.

“Gue gak pernah ngera sehidup ini sejak 3 tahun yang lalu.”

“Setuju,” sahut keempat temannya.

Percakapan ini terus berlanjut beberapa menit kemudian. Sejak tadi hanya Yorge
seoranglah yang membuka suara, keempat temannya itu hanya memperhatikan dan
memberikan respon yang dirasa cukup. Bukan karena tidak senang dengan ocehan Yorge,
namun sebaliknya keempatnya sangat senang melihat Yorge dapat tersenyum dengan sangat
lebar. Seingat keempatnya Yorge tidak pernah berbicara sepanjang itu 3 tahun kebelakan.
Yorge hanya akan mengeluarkan respon secukupnya, bahkan dalam sehari kata yang keluar
dari mulut Yorge dapat terhitung oleh jari.

“Coy, gue baru inget sesuatu,” ucap Yorge.

“Inget apaan?” tanya Kai antusias.

“Soal kebakaran pintu tadi,”

“Itu gara-gara gue,” pernyaataan dari Yorge seketika membuat keempat temannya
berteriak kaget.

“HAH!”
“Ga..ga..gara-gara lo?!” tanya Theo sedikit menaikan suaranya.

“Kok bisa?” tanya Sega.

“Atau jangan-jangan lo doraemon?!” tanya Ran dan dibalas pukulan pelan dari Yorge.

“Gak gitu juga.” “Jadi gini..”

3 minggu yang lalu

Mungkin bagi sebagian penduduk bumi, hari minggu menjadi hari yang paling
berharga. Karena pada hari itu mereka bisa tidur lebih lama atau melakukan aktivitas aktivitas
lain yang tidak dapat dilakukan pada hari biasa. Namun sebaliknya untuk seseorang yang
sejak pagi hanya mengurung dirinya di kamar.

Saat ini Yorge hanya duduk dan memangdang lekat aquarium yang berisikan 4 ikan
mas hias. Drrt. Aktivitas seketika berhenti saat mendengar notifikasi dari handphonenya
yang tergeletak di atas nakas tempat tidurnya. Yorge mengambil handphonenya dan tentu
membaca pesan dari wanita yang mengaku telah melahirkannya itu.

“Ck, dasar wanita jalang!”

Akibat pesan dari ‘ibu’nya itu mood Yorge seketika hancur. Yorge berjalan kearah
meja belajarnya dan mengambil sebuah cutter dan buku hariannya. Mungkin bagiorang lain
laki laki yang menulis buku harian itu aneh namun tidak bagi Yorge. Baginya menulis buku
harian ia dapat melampiaskan emosinya.

Buku hariannya itu sebenarnya sudah tidak mempunyai ruang lagi untuk menampung
tulisan, jadi Yorge hanya akan merobek-robek kertas itu dengan cutter pemberian sahabatnya.
Sudah sekitar satu bulan lamanya Yorge mulai merobek-robek buku hariannya itu sampai-
sampai tercipta sebuat lubang berbentuk persegi besar di tengah tengah buku hariannya itu.

Bisa saja sebenarnya Yorge membeli buku baru dengan uangnya namun ia merasa
cukup dengan buku hariannya itu. Buku hariannya itu diberikan oleh sahabatnya saat kelas 3
SMP, jadi ia merasa bahwa barang ini harus ia gunangan sampai kapanpun itu. Ditengah
aktivitas merobek bukunya itu tidak sengaja tangannya tergores oleh cutter. Luka yang
dihasilkan dari cutter itu cukup dalam dan menghasilkan aliran darah dari tangan Yorge.

“Hidup emang bercanda ya sama gue,” ucap Yorge menatap lukanya.

Yorge mengambil tisu yang ada di atas meja belajarnya untuk menahan darah yang
mengalir sementara ia mencari kotak obatnya yang tidak tahu dimana keberadaannya. Yorge
sedikit membongkar kamarnya dan akhirnya menemukan keberadaan kotak obatnya yang
ternyata sejak tadi berada di lemarinya. Dengan telaten Yorge mengoleskan obat merah
ketangannya dan menempelkan plaster.

Seteah selesai Yorge kembali duduk kembali di meja belajarnya. Ia mengedarkan


pandangannya, mencari sesuatu. Kacamatanya. Seminggu kebelakangan Yorge sudah jarang
menggunakan kacamatanya itu, padahal tak jarang matanya berair akibat terlalu lelah.
Melihat kacamatanya terlalu kotor ia pun membersihkan kacamatanya dengan sangat hati-
hati. Merasa cukup Yorge pun memakai kacamatanya itu. Namun ada hal yang tidak terduga
terjadi. Saat Yorge kembali membuka buku harianya, ia melihat seperti ada sebuah percikan
api kecil di sekitar lubang yang ia perbuat. Sedetik kemudia terciptalah sebuah api yang tidak
terlalu besar, namun membuat Yorge kaget setengah mati dan melempar buku it uke lantai

“Bangsat!”

Yorge melihat sekeliling kamarnya dengan panik. Ia mengambil sehelai kain dan
membasahi kain tersebut dengan air. Segera ia melemparkan kain itu ke kobaran api.
Seketika api yang tadinya masih menyala mati seperti ditelan oleh kain itu. Merasa sudah
aman ia mengambi buku hariannya yang tergeletak di lantai, beruntung tidak ada hal lain
yang terbakar selain buku hariannya itu. Yorge mengerutkan dahinya heran. Di buku
hariannya itu tidak ada bekas kertas terbakar, padahal beberapa saat yang lalu api berkobar
api yang cukup besar.

“Kok bisa gak ada apa apa sih?!” Yorge betanya entah ke siapa.

***

“Kejadian di perpus tadi sore juga gara-gara gue.”

“Kalo kata gue sih ini semua karena kacamata gue,” jelas Yorge.

“Gue masih gak ngerti, kenapa lo pikir itu karena kacamata lo bukan karena hal lain?”
tanya Sega kebingungan.

“Ya soalnya setiap kali gue pake kacamata pasti ada aja yang kebakar, ya walaupun
gak setiap gue pake kacamata sih,” Yorge mengangkat kedua bahunya.

Detik selanjutnya, keempatnya hanya diam, tidak ada yang berusaha untuk membuka
suara. Saat ini posisi mereka duduk menghadap kearah pintu yang sejak tadi masih utuh tidak
terbakar. Yorge melirik arlojinya. Pukul 12 tepat. Tidak terasa sudah hamper 3 jam Yorge
dan teman temannya mengahabiskan waktu di tempat asing ini.

“Cabut yuk,” ajakan Yorge dibalas anggukan dari keempat temannya.

Satu persatu dari mereka mulai beranjak pergi dan hanya menyisakan Theo seorang.
Theo memperhatikan sekitar. Saat ia melirik bagian kanan pintu itu, Theo melihat sepasang
mata kucing dan mulutnya yang menyala, persis dengan apa yang ia lihat di sekolah. Dada
Theo seketika membuncah. Dengan segera ia bangkit dari tempatnya duduk. Namun di saat
bersamaan dari ekor matanya terlihat mulut kucing itu menggerkan mulutnya mengucapkan,

“Save your friend from his illusion.”

Sesaat terjadi ke tidak sinkronan antara tubuh dan otak Theo. Otaknya seperti
memberi perintah untuk berbalik badan meminta penjelasan kepada ‘kucing’ itu. Berbeda
dengan tubuhnya, sejak tadi tabuh bagian atasnya sudah bergetar, ketakutan. Pada akhirnya
Theo menuruti kemauan tubuhnya, karena ia takut jika ia berbalik akan terjadi sesuatu yang
buruk.

Dengan sekuat tenaga Theo berjalan menyusul keempat temannya. Selama ia berlari
ia terus memikirkan hal yang ‘diucapkan’ oleh kucing itu. Theo menghela napas kasar.
Agaknya hari ini bagaikan roller coaster bagi Theo dan teman temannya. Theo menyamakan
posisinya dengan teman temannya.
“Kemana aja lu?” tanya Sega.

“Merunungi kehidupan,” ucap Theo ketus.

Lagi lagi keheningan melahap kelimannya. Terutama bagi Yorge yang sejak tadi
berjalan paling depan seperti memisahkan diri. Sebenarnya tidak ada alasan pasti mengapa
Yorge memisahkan diri, ia hanya ingin menikmati waktu sendiri. Yorge menutup matanya
dan menghirup udara sekitar dengan rakus. Dari belakang ia bisa mendengar ada seseorang
yang memanggilnya namun ia tidak mengenali suara ini, suara yang memanggilnya itu
seperti suara seorang perempuan. Penasaran akan suara itu Yorge pun membuka matanya.
Bukan pemandangan hutan yang ia lihat saat membuka mata, namun pemandangan kamarnya
yang ia lihat. Yorge terkekeh pelan,

“Kumat lagi gue.”

Yorge Oxley, anak tunggal dari pasangan yang menikah pada tahun 2004. 3 tahun
kebelakang, Yorge mengalami gangguan mental yang cukup parah. Sebenanya sudah banyak
teman Yorge yang menyuruhnya pergi ke dokter. Namun ia hanya akan menolak dan berkata,

“Ngibul lo, gue baik baik aja.”

Yorge sering kali kambuh di tempat yang dapat mengingatkannya akan keempat
temannya yang sudah meninggal itu. Jika dibilang Yorge sadar atau tidak selama ini,
jawabannya adalah iya. Entah apa yang bisa membuat Yorge sadar, namun yang ia inginkan
hanyalah berada di zona nyaman. Zona nyaman yang ia maksud yaitu saat ia dapat terus
menerus berhalusinasi bahwa teman temannya masih hidup di sisinya. Sebenarnya Yorge
hanya mempunyai alasan mengapa ia tidak mau lepas dari zona nyamannya ini, yaitu untuk
menutupi rasa bersalah terhadap teman temannya itu.

Desember, 2019

Desember, bulan penutup untuk setiap tahun. Bulan dimana orang orang mulai pergi
berlibur. Entah bersama keluarga, teman, kekasih, ataupun sendiri. Saat ini tepat 1 hari
sebelum tahun baru, Yorge dan keempat temannya sedang bersiap pergi ke pantai untuk
merayakan tahun baru.

“Ge, gue tau lo udah bisa ngendarain mobil. Tapi lo masih kelas 3 SMP Ge.”

Saat ini Sega dan Yorge sedang berdebat tentang kendaraan mereka. Sebagai orang
tertua diantara yang lain, Yorge manawarkan diri dengan sukarela, lagi pula ia sudah bisa
mengendarai mobil sejak kelas 2. Namun tawaran Yorge itu dibalas pukulan dari Sega.
Walaupun Yorge bersikeras bahwa ia sudah terampil mengendarai mobilnya tetap saja
ditolak oleh Sega karena Yorge tidak mempunyai SIM.

“Ga, kita tuh harus menghemat pengeluaran. Lo mau kita jadi gelandangan gara gara
gak punya uang. Keenakan dong bapak supirnya dapet uang tapi kita miskin.”

“Tetap aja!” ucap Sega dengan amarah yang memuncak.

“Eh, udah dong lo dua. Jadi gak kita perginya?” Theo melerai Sege dan Yorge.

“Lo berdua kayak bcah yang baru kenal aja deh, berantem trus,” ucap Kai memanasi.
“Heh lo juga, jangan manas manasin,” Theo memukul lengan Kai pelan.

Karena tidak mau membuat masalah ini menjadi lebih panjang, Ran mengusulkan
untuk melakukan voting. Sebelum acara voting itu berlangsung Yorge dan Sega sama sama
menjelaskan kekurangan dan kelebihan dari pendapat masing masing. Setelah melewati fase
yang panjang akhirnya mencapai kesepakatan yaitu Yorge mengendarai mobil namun jika
terjadi hal yang membuat pihak lainnya rugi 100% ditanggung oleh Yorge. Oknum yang
pendapatnya di terima sejak tadi hanya tersenyum mengejek Sega, yang diejek merasa tidak
terima dan membalasnya dengan umpatan.

Saat ini jam menunjuk kearah pukul 10 pagi, satu jam dari rencana keberangkatan.
Butuh waktu sekita satu setengah jam untuk sampai ke tempat tujuan, jika tidak macet.
Beruntung saat ini jalanan tidak macet karena itu mereka bisa santai dalam perjalan. Selama
perjalanan mereka menghabiskan waktu dengan bernyanyi bersama. Tidak ada kata lelah dari
kelimanya justu semakin banyak lagu yang diputar semakin membuncah pula semangat
mereka.

Waktu terasa sangat cepat, saat ini kelimanya sudah sampai di tempat tujuan dengan
selamat. Satu persatu dari mereka keluar dari mobil dan mulai mengeluarkan barang dari
bagasi. Saat ini kelimanya sedang mencari posisi yang nyaman untuk membangun tenda.
Setelah berputar selama beberapa menit akhirnya mereka menemukan tempat yang tepat
untuk membangun tenda.

“Barang gak ada yang ketinggalan kan?” tanya Sega memastikan.

“Aman kok,” ucap Yorge.

Saat ini semua barang sudah tertata dengan rapi, kelimanya memutuskan untuk
membeli makan siang di salah satu ruko yang berdiri tepat di sebelah pintu masuk. Di pantai
ini hanya terdapat dua ruko yang pertama ruka makanan dari yang kedua ruko pernak pernik.
Pantai ini bisa dibilang sepi pengunjung bahkan saat ini hanya terdapat Yorge dan teman
temannya serta kedua pemilik ruko.

“ Misi bu, pesan mie goreng lima, es teh tiga sama es jeruk dua.”

“Totalnya lima puluh ribu, uangnya taro di kaleng disana aja,” ucap ibu penjaga ruko
seraya menunjuk salah satu kaleng biskuit yang terdapat di sebelah kaleng kerupuk.

Theo berjalan mendekati kaleng yang di maksud oleh ibu tadi. Theo mengeluarkan
selembar uang seratus ribu dari dompetnya dan memasukkannya kedalam kaleng. Saat Theo
ingin mengambil uang kembalian, tidak sengaja ia mengambil suatu hal yang lain. Secarik
kertas. Theo membuka kertas itu perlahan berjaga jaga agar tidak terllihat oleh ibu ruko. Theo
ternganga membaca isi kertas tersebut.

“Pertemuan rahasia besok pukul Sembilan empat lima di dekat pelabuhan,” tulis
seseorang berinisial ‘c’ dalam kertas itu.

Segera Theo memasukkan kertas itu kedalam saku celananya dan mengambil uang
kembaliannya. Theo menghampiri keempat temannya.

“Lama banget lo,” ujar Kai.


“Gue nemu sesuatu tadi,” “Nemu apa?” tanya Ran.

“Kertas gitu,” Theo merogoh saku celananya dan mengelurkan kertas yang tadi ia
temui. “Nih.”

Secara bergilir mereka membaca kertas itu. Reaksi keempat persis dengan Theo saat
pertama kalimembaca surat itu.

“Hmm, gimana kalo besok kita datengin pelabuhannya aja,” usul Ran.

“Heh, nyari mati lo. Ditulisannya aja udah jelas itu rahasia,” ucap Sega membantah
usulan Ran.

“Yaudah sih kan bisa diem diem,” sahut Kai.

“Ya tapi kalo kenapa napa gimana?!” ucap Sega tidak terima.

Ditengah pertengkaran ketiganya temannya itu Yorge melihat ibu penjual makanan
tadi mendekat, mengantarkan pesanan mereka.

“Eh, udah lu pada. Makananya udah dateng,” ucapan Yorge membungkamkan ketiga
temannya yang sedang bertengkar.

“Silahkan ini makanannya,” ibu penjaga ruko meletakkan satu nampat berisikan
pesanan mereka.

“Makasih bu,” ucap kelimanya.

Tanpa menunggu lama kelimanya menyantap makanan dengan sangat lahap. Dalam
kurung waktu lima menit kelimanya sudah menghabiskan makan dan minuman yang di
sajikan. Saat ini kelimanya sedang dalam perjalan kembali ke tenda masing masing untuk
istirahat. Karena menghabiskan waktu cukup lama dalam perjalanan, kelimanya terlalu lelah
untuk melakukan aktivitas lain. Lagi pula siapa yang ingin bermain di tengah teriknya
matahari pantai.

***

Waktu silih berganti. Saat ini matahari sudah tertidur lelap, digantiksn oleh bulan.
Keempat insan yang beristirahat siang tadi sudah mulai terihat batang ekornya. Lain halnya
dengan Ran, saat ini ia masih saja tertidur lelap tanpa terlihat pergerakan sedikitpun. Satu
persatu temannya mencoba membangunkan Ran, namun tidak ada yang sanggup.

“RANN!! Ayo bangunnnnnn!” Theo mengguncang badan Ran kencang.

“Ran gue siram nih kalo lo gak bangun bangun,” ancam Kai yang sudah muak dengan
Ran yang tidak bangun siuman.

“Udahlah siram aja bocahnya, cape juga gue lama lama,” ucap Sega final.

Dengan segera Theo mengambil botol minum yang berada antara bantalnya dan Ran.
Tanpa sedikitpun rasa iba, Theo mengguyur muka Ran dengan sisa air yang ada di botolnya
itu.
“AKHH! HUJAN!” Ran terperanjat kaget akibat siraman Theo yang tiba tiba itu.

“Bangun juga lo, gue kira udah beda alam,” ujar Yorge menyindir.

“Gak ada belas kasih lo pada, baju gue basah ini,” Ran seketika mendrama.

“Dih, play victim lo. Udah cepet ganti baju abis itu bantu masak diluar. Jangan lama
lo,” Theo mengacungkan telunjuknya ke depan muka Ran. Ran yang diintimidasi itu hanya
bisa menganggukan kepalanya lemah.

Setelah Ran mengganti bajunya, kelimanya mulai memasak makan. Sebenarnya bisa
saja mereka mulai memasak tanpa Ran, namun diantara kelimanya Ran lah yang paling lihai
dalam memasak.

“Bumbu mana bumbu,” Ran sejak tadi sibuk dengan masakan di depannya terus
meminta tolong kepada Kai yang bertugas sebagai asisten Ran dalam memasak. Saat
mendengar tugasnya itu dengan senang hati Kai melaksanakannya karena ia mengira
tugasnya hanya mencicipi masakan saja tidak lain. Namun kenyataan ia harus membantu Ran
mengambil bumbu yang ia sendiri tidak tau apa bedanya.

Lima belas menit berlalu, masakan akhirnya selesai dan api unggun sudah menyala
sempurna. Kini kelimanya sedang menyantap masakan Ran dengan lahap. Malam ini diisi
dengan obrolan ringan dari kelimanya. Setelah selesai makan kelimanaya berencana untuk
bermain petasan.

“Gee, ketemu gak petasannya?” ucap Sega yang sedang menunggu Yorge mengambil
petasan dengan tidak sabar.

“Sabar kek lo kayak besok mau mati aja,” ujar Yorge asal.

“Heh, jaga omongan lo!” tegur Sega, yang ditegur hanya mencibir pelan yang tentu
masih bisa didengar oleh Sega. Yorge masih kesal dengan pertengkaran tadi pagi, ia tidak
terima diremehkan begitu. Namun ia hanya dapat menmendamnya sendiri karena malas
memulai pertengkaran lagi.

***

Malam ini adalah malam tahun baru, kelimanya tidak mau melewatkan sedikitpun
momen yang berharga ini. Kelimanya sedang berlari lari dengan petasan yang menyala di
salah satu tangannya. Tawa menghiasi langit malam yang indah. Yorge yang sejak tadi hanya
melihat teman temannya bermain mulai bergabung melengkapi tawa yang ada.

“Gabung juga lo,” ucap Sega yang dibalah seyuman tipis dari Yorge.

“Masih marah ya lo sama gue?” tanya Sega.

“Di..dih paan sih lo,” jawab Yorge gugup.

Sega menjulurkan salah satu tangannya, “Baikan, gak baik lama lama berantem.”
Yorge tersenyum kecut, dirinya ketahuan sedang merajuk oleh Sega.
“Kayak bocil aja lo,” ucap Sega seraya menepuk kepala Yorge. Walaupun Yorge
lebih tua dari dirinya Sega sering kali menganggap Yorge seperti adiknya. Entah mengapa
Sega merasa jika Yorge sedang bersama dirinya sikapnya berubah menjadi seperti anak kecil
yang ingin di sayang. Sega tidak masalah dengan sikap Yorge bahkan Sega dengan senang
hati menerimanya. Sega tahu persis, sejak kecil Yorge kurang mendapatkan kasih sayang dari
kedua orang tuanya akibat terlalu sibuk bekerja.

***

Lima menit menuju tahun baru, tak terasa tahun depan sudah memasuki era kepala
dua. Dengan perasaan antusias kelimanya menunggu tahun baru sambil menyiapkan petasan
yang akan dinyalakan saat pukul dua belas tepat nanti. Dua menit menuju tahun baru.

“Bentar lagi tahun baru, mau ngapain kalian tahun depan?” tanya Theo.

“Kemauan gue cuman satu, lulus dengan nilai bagus. Sama satu lagi, masih bisa main
bareng,” ucapan Yorge yang tiba tib aitu membuat keempat temannya kaget. Jarang sekali
Yorge terang terangan seperti ini.

“Alay lu,” ejek Ran.

Tepat saat Ran menyelesaikan ucapannya, terdengar suara petasan dari kejauhan.
Yorge melihat jamnya, benar saja saat ini sudah pukul dua belas tepat. Dengan cepat Kai
menyalakan petasan. Bersamaan dengan nyalanya petasan terdengar teriakan ucapan selamat
tahun baru dari kelimanya. Petasan itu membuat pertunjukan yang sangat indah. Kelimanya
mulai melantunkan doa untuk kebahagian di tahun yang baru ini. Malam hari ini diakhiri
dengan ucapan selamat malam dan seukir senyum dari kelimannya.

***

Sebagai orang yang selalu bangun pagi, Yorge menjadi orang pertama yang bangun
dari keempat temannya. Yorge berencana untuk membersihkan diri sebelum melakukan
aktivitas lainnya. Toilet di pantai ini hanya berada di bagian barat dan memakan waktu
sekitar 3 menit untuk samapai kesana.

Seselesainya Yorge dari toilet, terlihat keempat temannya sudah bangun dan sedang
menyiapkan sarapan pagi. Yorge melirik arlojinya, ternyata sudah jam sembillan. Sebelum
kembali bergabung dengan teman temannya Yorge membereskan alat mandi dan sleeping
bag bekas tidur semalam.

“Gee, sarapan.” Yorge bergegas keluar setelah mendengar teriakan Theo dari luar
tenda.

“Rajin banget lo udah mandi,” ucap Kai.

“Dari pada lo gak mandi, bau,” balas Yorge.

Makanan telah tersajikan, dengan cepat kelimanya menyantap makanan yang sangat
harum itu. Makanan mereka bukanlah makanan mewah seperti di restoran, yang mereka
makan hanyalah sepiring nugget dan nasi instan yang dihangatkan. Makanan terenak yang
mereka bawa disisihkan untuk nanti malam.
“Eh sekarang kita mau ngapain?” tanya Ran.

“Gimana kalo kita jalanin misi kemaren,” usul Theo.

“Misi apaan?” tanya Ran kebingungan.

“Itu loh kertas kemaren, dermaga.”

“Ohh. Emang gak takut ada apa apa, cuaca lagi mendung juga takutnya ujan tiba
tiba,” ucap Ran khawatir.

“Santai aja si lo, kayak gak pernah main hujan hujanan aja,” ejek Kai.

“Apaan sih lo,” ucap Ran kesal.

Melihat jam sudah menunjukan pukul sembilan lewat tiga puluh lima menit, yang
artinya lima belas menit menuju pertemuan rahasia itu. Kelimanya memutuskan untuk pergi
mengintip pertemuan itu. Butuh waktu sekitar lima menit untuk sampai di pelabuhan,
kelimanya bergegas. Pelabuhan itu bukanlah pelabuhan yang besar, hanya tempat
bersandarnya perahu perahu kecil.

Di tengah perjalanan Yorge tiba tiba teringat sesuatu, kameranya. Kamera yang
digunakan untuk mengabadikan momen penting, contohnya saat ini.

“Coy, gue mau balik ambil kamera ya,”

“Ok, tapi jangan lama lama, nanti ketinggalan,” Yorge mangacungkan jempolnya
merespon ucapan Sega.

Yorge berjalan cepat, beruntung ia belum terlalu jauh dari area kemah meraka. Yorge
melirik arlojinya, lima menit lagi. Panik, Yorge berlari kencang. Sesampainya di tenda,
Yorge langsung mengubrak abrik tasnya. Satu persatu tas yang ada di dalam tenda ia buka.
Yorge tidak bisa menemukan kameranya. Yorge beralih mencari kameranya di luar dan
akhirnya Yorge menemukan kameranya di dalam tas bahan makanan.

Setelah menemukan kameranya, Yorge bergegas menyusul temannnya yang ia yakini


sudah sampai di pelabuhan. Ditengah perjalanan Yorge bertemu dengan ibu penjaga ruko
makanan, dengan cepat Yorge memperlambat langkahnya dan menyapa ibu itu. Dalam hati
Yorge ia terus bertanya tanya, apakah pertemuannya sudah selesai? Seingatnya Theo
menemukan kertas itu di ruko ibu tadi, yang memungkinkan terlibatnya ibu tersebut. Yorge
menengok ke belakang mengecek keadaan, ibu tadi sudah menghilang. Yorge mempunyai
firasat buruk, ia kembali berlari.

Dari jauh Yorge sudah bisa melihat kelima temannya, namun anehnya mereka seperti
sedang tiduran. Yorge menghentikan langkahnya tepat di ‘hadapan’ Sega. Badan Yorge jatuh
saat melihat keempat temannya tergeletak lemah dengan busa di mulutnya.

“Ga, ga, bangun ga,” Yorge mengguncang tubuh Sega lemah.

“Jangan bercanda dong,” perlahan Yorge mendekati tubuh Theo yang disampingnya
terdapat sebuah gelas kosong.
“The jangan bercanda doongg.” Yorge mengambil gelas yang berada di samping Theo
dan tidak sengaja melihat sebuah cairan berwarna merah yang berasal dari kepala Theo.
Tidak percaya, Yorge menempelkan tangannya ke cairan itu dan menciumnya. Yorge
seketika panik. Dengan sisa tenaganya Yorge membalikkan tubuh Theo. Yorge refleks
mumundurkan badannya saat melihat darah yang mengalir dari belakng kepala Theo. Ia lebih
terkejut lagi saat melihat ada sepucuk surah yang sudah terlumuri darah. Yorge mengambil
surat itu dan membacanya. Surat tersebut berisikan lima kata yang seketika membuat tubuh
Yorge bergetar hebat.

“Akibat dari rasa penasaran kalian-c,” isi surat tersebut.

Yorge melempar surat tersebut dan mulai berteriak histeris, “BRENGSEKKK!


SIAPA LO BERANI BUNUH TEMEN GUE!”

“JANGAN JADI PENGECUT LO! BERANI BUNUH TEMEN GUE TAPI GAK
BERANI SAMA GUE SEKARANG HAH!” Yorge memukul pasir pantai frustasi.

Yorge berusaha bangkit namun tiba tiba ada pisau melayang yang datang entah dari
mana. Pisau tersebut berlandas tepat disamping Yorge. Yorge yang awalnya berniat untuk
mengecek temannya lagi mengurungkan niatnya dan segera berlari kea rah parkiran.
Seberapa pun kuat Yorge menahan untuk tidak terjatuh ia tetap saja terjatuh, kakinya terlalu
lemah untuk menompang badannya itu. Yoorge menangis tersedu sedu. Perasaan yang aneh
terus berkecamuk hebat.

“Ke..kenapa harus mereka?” ucap Yorge parau.

“KENAPA GAK GUE AJA!” Yorge histeris.

Yorge mengusap air matanya kasar. Ia kembali bangkit dan berjalan menuju
mobilnya. Yorge menutup pintu mobilnya kasar. Yorge bergeming sesaat. Memori di otaknya
terus memutar kejadian tadi. Kesal, Yorge memukul kepalanya dan menggumamkan suatu
kalimat secara tidak beraturan. Lebil parahnya lagi ia menghentak hentakkan kepalanya ke
stir mobil dengan kencang.

“Harusnya gue gak pergi….”

Yorge terus menerus menyalahkan dirinya sendiri, padahal ia sendiri tidak tahu letak
salahnya dimana. Yorge mendongakkan kepalanya dan melihat seseorang berjalan kearah
tempatnya berada. Yorge panik, ia segera menyalakan mesin mobilnya dan pergi mencari
tempat aman.

***

Begitulah awal mula penyakit serta ketakutan Yorge terhadap jam 9.45 dan tahun
baru. Pada hari itu, Yorge sempat pergi ke kantor polisi sekitar. Saat Yorge melaporkan
kejadian tersebut, polisi segera pergi menuju tempat kejadian. Yorge hanya menunggu di
kantor polisi, ia tidak mau pergi ke tempat sialan itu lagi.

Yorge menunggu sekitar satu jam lamanya sampai polisi tadi kembali. Bukannya
kabar baik yang ia dapat, malahan ia mendapatkan kabar yang sangat buruk yang membutnya
pingsan karena kaget. Kabar buruk itu adalah kabar bahwa jasad teman temannya itu tidak
dapat di temukan. Bahkan saat polisi sampai di sana, polisi tidak dapat menemukan satupun
orang disana.

Yorge mengalami koma selama satu minggu lamanya. Yorge sempat terbangun di
hari ketiga komanya, bahkan Yorge sempat berbicara sebentar dengan suster. Namun entah
mengapa saat malam hari tiba, saat suster sedang mengganti cairan infusnya, Yorge
mengalami gejala aneh. Yorge tiba tiba memukul kepalnya dan terus mengulang kalimat,

“Jangan bunuh, jangan bunuh.”

Suster yang ada di ruangan tersebut langsung memencet tombol nurse call serta
berusaha menenangkan Yorge. Butuh waktu satu menit lamanya untuk menenagkan Yorge.
Yorge yang sudah tenang itu langsung jatuh pingsan. Beruntung saat itu dokter sudah datang
dan langsung mengecek keadaan Yorge. Sejak saat itu Yorge di diagnosis mengalami PTSD
dan mengalami terapi selama sebulan lamanya. Selama masa terapi Yorge diantar oleh
‘ibu’nya, hanya diantar, tidak di temani layaknya pasien lain. Yorge tidak masalah dengan
itu, ia sudah terbiasa.

Setelah sebulan menjalani terapi Yorge kondisi Yorge membaik. Yorge sekolah
layaknya anak pada umumnya. Menjalani ujian kelulusan dan lulus dengan nilai baik seperti
kemauannya. Namun dibalik semua itu, Yorge masih rapuh sama seperti dulu. Saat libur
kenaikan kelas, Yorge hanya mengurung diri dikamar, ia hanya keluar jika lapar dan kembali
ke dalam kamarnya.

Pernah suatu hari Yorge pergi keluar rumah, bukan untuk menjernihkan pikirannya
namun untuk pergi membeli obat tidur sebanyak dua botol. Saat ditanya oleh penjaga apotik
untuk apa obat itu, Yorge hanya menjawab bahwa dirinya insomnia dan penjaga apotik itu
tidak bertanya kembali. Beruntung Yorge tidak mengkonsumsi obat itu setiap hari. Namun
sekali ia mengkonsumsi obat tersebut, ia akan melebihkan dosisnya tanpa tahu akibatnya.

Tahun ini merupakan tahun ketiga pasca kejadian yang menewaskan keempat teman
Yorge. Selama tiga tahun ini Yorge sudah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak tiga
kali. Percobaan yang pertama dan yang kedua itu, Yorge mencobanya dengan memakan obat
secara berlebihan. Beruntung Tuhan masih menyayangi Yorge, jadi ia masih bisa hidup,
walaupun ia sempat mengalami sakit pasca kejadian itu.

Percobaan bunuh diri yang ketiga kalinnya ini benar-benar hampir meninggalkan
Yorge jika tidak ada yang menolongnya. Kejadian ini berlokasi di sekolah lebih tepatnya di
rooftop sekolahnya. Hari itu merupakan hari ulang tahun Sega. Awalnya Yorge hanya berniat
untuk menenagkan diri di rooftop, namun saat ia melihat hpnya muncul notifikasi email yang
berisikan surat dari Sega. Surat itulah yang memicu dirinya untuk melakukan hal
membahayakan itu. Sejak SMP Sega memang pernah bilang bahwa dirinya sudah menulis
beberapa surat untuk teman-temannya terutama Yorge. Tidak menyangka tahun ini Sega
menetapkan di tanggal ulang tahunnya untuk mengirimkan surat. Isi surat itu sederhana,
hanya berisikan kalimat kalimat yang mengutarakan isi hati Sega itu serta beberapa kata
semangat untuk orang yang membaca suratnya. Sega memang tipikal orang yang tidak bisa
mengutarakan perasaannya secara langsung, jadi ia akan mengutarakan perasaannya pada
email yang akan di kirim kepada teman-temannya itu.

Surat itu dituliskan pada tanggal 31 Desember 2019, satu hari sebelum kejadian itu.
Fakta tersebut membuat Yorge menangis tersedu sedu. Dengan segala tekadnya Yorge
berjalan kearah pinggir rooftop seraya menarik sebuah kursi. Saat itu Yorge tidak tahu ada
orang lain yang baru memasuki rooftop, mungkin karena dirinnya tidak bisa fokus jadi ia
tidak bisa mendengar apa apa. Orang yang baru memasuki rooftop itu juga tidak menyadari
keberadaan Yorge. Tinggal selangkah menuju kematian, tangan Yorge tiba tiba tertarik oleh
tangan yang lain. Yorge kembali sadar saat ia sudah terjatuh. Saat Yorge membuka matanya,
ia melihat jelas ada seorang perempuan berambut panjang mendecakkan pinggang di
hadapannya.

“Ngapain lo?” tanya perempuan itu.

Yorge memicingkan matanya, “Ngapain lo ikut campur urusan orang?” Yorge balik
bertanya.

“Heh! Bersyukur nyawa lo gue selamatin!” ucap perempuan kesal.

“Dih, siapa juga yang minta di selamatin.” Yorge segera beranjak dari posisinya,
meninggalkan perempuan itu sendirian.

“Heh! Lo berhutang nyawa sama gue! Pokoknya gue bakal terus nagih utang lo!”
Yorge sama sekali tidak mempedulikan ucapan perempuan itu, ia hanya terus berjalan kearah
pintu tanpa sedikitpun berpaling.

“Nama gue Cava! Lo harus inget itu.” Sekali lagi Yorge tidak mempedulikan
perempuan itu.

***

Sejak saat itu, perempuan bernama Cava itu terus muncul di kehidupannya. Yorge
pernah mengajak Cava untuk berbicara empat mata tentang perasaan tidak nyamannya
terhadap Cava, namun Cava masih saja mengikutinya. Terlebih lagi, kelas Cava berada tepat
di sebelah kelas Yorge. Yorge yang awalnya sama sekali tidak merespon Cava saat berbicara
mulai meresponnya, respon yang diberi Yorge terhadap Cava tentunya bukan respon baik
tetapi respon penolakan. Sudah sebulan lamanya Cava mengikuti Yorge dan Yorge
menyadari bahwa Cava mempunyai kesamaan dengan Sega terutama cara berbicaranya dan
tertawa. Lama kelamaan Yorge merasa nyaman dengan adanya Cava di sisinya. Sejak saat itu
lah Yorge berjanji kepada dirinya sendiri untuk mulai lepas diri dari bayangan masa lalu,
menghilangkan rasa takutnya terhadap pukul 9.45, tahun baru dan pantai. Saat ini Yorge
sudah tidak lagi sendirian, ia punya Cava yang dapat menjadi teman berceritanya, ia tidak
perlu takut lagi.

- End -

Anda mungkin juga menyukai