Anda di halaman 1dari 63

TUGAS ANALISIS INFORMASI KEUANGAN

BANK MANDIRI DAN BCA TAHUN 2019-2021


Dosen Pengampu : Prof. Dr. Isfenti Sadalia SE., ME.

Nama: Anna Santha Theresia Karo

NIM: 200502060

Kelompok: 2

PROGRAM STUDI STRATA-I MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

BAB 2

Key Ratios for Return and Profitability


2.1 RETURN ON EQUITY

Dalam bisnis dan ekonomi, pengertian ROE adalah metriks guna membandingkan jumlah
pendapatan bersih (net income) perusahaan dan jumlah total modal investor/pemilik di
dalamnya. Sementara itu di dunia saham, pengertian ROE adalah jumlah pendapatan bisnis
bersih per dana investor yang masuk.

Rumus :

Laba Bersih
Ekuitas Pemegang Saham

Bank BCA

28.599.974
Return on Equity 2019 =
174.143.156

27.147 .109
Return on Equity 2020 =
184.714 .709

31.440 .159
Return on Equity 2021 =
202.848.934

Return on Equity
TAHUN BCA
2019 0,164
2020 0,146
2021 0,154

Bank Mandiri
28.455 .592
Return on Equity 2019 =
209.034 .525

17.645 .624
Return on Equity 2020 =
193.796 .083

30.551.097
Return on Equity 2021 =
222.111.282

Return on Equity
TAHUN MANDIRI
2019 0,136
2020 0,091
2021 0,137

Bank BCA yang memiliki Return of Equity lebih baik dari bank Mandiri. Bank BCA
dapat menghasilkan Return of Equity yang lebih besar selama tiga tahun berturut-turut. Hal ini
menandakan bahwa kinerja perusahaan BCA lebih dari bank Mandiri dalam menghasilkan laba.
Hal ini tentunya menyebabkan investor akan lebih memilih bank BCA daripada bank Mandiri
untuk menginvestasikan dana mereka karena lebih menguntungkan. Apalagi banyak sumber
yang menyatakan bahwa jika ingin berinvestasi di sektor perbankan sebaiknya ROE di atas 15%.
Hal ini menyebabkan harga saham BBCA lebih tinggi dari BMRI di Bursa Efek Indonesia.
2.2 NET PROFIT MARGIN

Net profit margin adalah rasio yang membandingkan keuntungan perusahaan dengan
jumlah total uang yang dihasilkannya. Ini mengukur seberapa efektif perusahaan beroperasi.
Rasio ini digunakan untuk memberi analis gambaran tentang stabilitas keuangan perusahaan.
Perusahaan yang menghasilkan keuntungan lebih besar per nilai dari penjualan berarti lebih
efisien. Efisiensi itu membuat perusahaan lebih mungkin bertahan ketika lini produk tidak
memenuhi harapan, atau ketika periode kontraksi ekonomi menghantam perekonomian yang
lebih luas.

Rumus :

Laba Bersih
Revenue

Bank BCA

28.599.974
Net Profit Margin 2019 =
63.837 .795

27.147 .109
Net Profit Margin 2020 =
65.403 .161

31.440 .159
Net Profit Margin 2021 =
65.626 .976

Net Profit Margin


TAHUN BCA
2019 0,447
2020 0,415
2021 0,479
Bank MANDIRI

28.455 .592
Net Profit Margin 2019 =
91.525 .090

17.645.624
Net Profit Margin 2020 =
87.321 .117

30.551.097
Net Profit Margin 2021 =
97.749 .086

Net Profit Margin


TAHUN MANDIRI
2019 0,310
2020 0,202
2021 0,312

Bank BCA memiliki laba bersih yang lebih besar daripada bank Mandiri. Bank BCA
memiliki kinerja mengatur keuangan yang lebih efisien. Jarak yang jauh menunjukkan bahwa
bank BCA memiliki efisiensi pengaturan keuangan yang sangat baik dibanding bank Mandiri.
Bank BCA mampu mengendalikan pengeluaran dan keputusan bisnis yang mendatangkan
keuntungan yang lebih baik daripada bank Mandiri.

2.3 EBIT/EBITDA MARGIN

EBIT merupakan singkatan dari Earning Before Interest and Taxes yang dalam bahasa
indonesia merupakan laba sebelum dikenakan beban pajak dan bunga. EBIT Margin merupakan
margin yang digunakan untuk mengukur pendapatan perusahaan dari kegiatan operasionalnya
tanpa dikenakan pajak dan beban bunga.

Rumus :

EBIT
EBIT MARGIN =
Revenue

Bank BCA

36.288 .998
Ebit Margin 2019 =
63.837 .795

33.568.507
Ebit Margin 2020 =
65.403 .161

38.841.174
Ebit Margin 2021 =
65.626 .976

EBIT MARGIN
TAHUN BCA
2019 0,568
2020 0,513
2021 0,591

Berdasarkan data terlihat bahwa Bank BCA menghasilkan EBIT yang cukup besar yang
menandakan bahwa perusahaan ini dapat menghasilkan laba dari operasionalnya. Laba yang
dihasilkan juga meningkat konsisten seiring tahun berjalan yang menandakan penjualan dan
pendapatan meningkat secara konsisten dan hal tersebut merupakan indikator perusahaan yang
baik. EBIT Margin yang sudah berada di atas 50% menandakan bahwa Bank BCA sudah mampu
mengelola pengeluaraan selama operasional dengan efektif
Bank MANDIRI

36.441.440
Ebit Margin 2019 =
91.525 .090

23.298.041
Ebit Margin 2020 =
87.321 .117

38.358 .421
Ebit Margin 2021 =
97.749 .086

EBIT MARGIN
TAHUN MANDIRI
2019 0,398
2020 0,266
2021 0,392

Berdasarkan data terlihat bahwa Bank Mandiri menghasilkan EBIT yang tidak lebih
besar dari Bank BCA. Bahkan pada tahun 2020 sempat mengalami penurunan hampir 10%, hal
ini menandakan bahwa Bank Mandiri kurang konsisten dalam penjualan mereka. Dengan
keadaan yang seperti ini, keuangan perusahaan dapat dikatakan tidak dalam kondisi yang baik
dan investor akan sulit berinvestasi di perusahaan ini.

EBITDA MARGIN

EBITDA merupakan singkatan dari Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation and
Amortization dan merupakan metrik yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja operasi
perusahaan. Dalam bahasa Indonesiam EBITDA adalah pendapatan sebelum bunga, pajak,
depresiasi dan amortisasi. Hal ini dapat dilihat sebagai wakil arus kas dari seluruh operasi
perusahaan.
Rumus :

EBITDA
EBITDA MARGIN =
Revenue

Bank BCA

36.288 .998
EBITDA Margin 2019 =
63.837 .795

33.568.507
EBITDA Margin 2020 =
65.403 .161

38.841.174
EBITDA Margin 2021 =
65.626 .976

EBITDA MARGIN
TAHUN BCA
2019 0,600
2020 0,552
2021 0,629

Berdasarkan data, Bank BCA mengalami kenaikan pada EBITDA Margin pada tahun
2021, tetapi mengalami penurunan pada tahun 2020. namun, perlu diperhatikan bahwa
penurunan tersebut tidak terlalu signifikan. Ini menandakan adanya peningkatan pada efektivitas
perusahaan, yaitu dalam upaya pemotongan biaya. Semakin tinggi EBITDA ini menunjukkan
bahwa perusahaan ini semakin menghemat biaya operasionalnya dari biaya pendapatan total
EBIT dari tahun 2019.
Bank MANDIRI

38.510 .900
EBITDA Margin 2019 =
91.525 .090

26.026 .300
EBITDA Margin 2020 =
87.321 .117

41.998 .200
EBITDA Margin 2021 =
97.749 .086

EBITDA MARGIN
TAHUN MANDIRI
2019 0,420
2020 0,298
2021 0,429

Berdasarkan data, Bank Mandiri mengalami penurunan pada Margin EBITDA dari
42,07% di tahun 2019 menjadi 29,805 di tahun 2020. tetapi naik kembali diangka 42,96%. Pola
ini sam dengan Bank BCA, faktor penyebabnya adalah pandemi Covid-19, tetapi Bank Mandiri
mengalami penurunan yang signifikan yaitu kurang lebih 12%. Hal ini menandakan bahwa Bank
Mandiri tidak lebih baik dar Bank BCA untuk menghadapi tantangan yang datang secara tiba-
tiba, akhirnya membuat terjadinya ketidakefektifan pada operasional perusahaan.
2.4 ASSET TURNOVER

Pada dasarnya, total asset turnover adalah rasio yang digunakan untuk mengukur berapa
jumlah penjualan yang bisa dihasilkan dari setiap rupiah yang tertanam dalam total aset
perusahaan.

Rumus :

Laba Bersih
Total Aset

Bank BCA

28.599.974
Asset Turnover 2019 =
871.888 .615

27.147 .109
Asset Turnover 2020 =
997.279 .784

31.440.159
Asset Turnover 2021 =
1.151.957 .468

ASSET TURNOVER
TAHUN BCA
2019 0,032
2020 0,027
2021 0,027

Di tahun 2019, terjadi perputaran total aktiva sebesar 0,032 kali, yang berarti bahwa setiap
1 rupiah total aktiva di tahun 2019 akan menghasilkan penjualan sebesar 0,032 rupiah. Di tahun
2020, terjadi perputaran total aktiva sebesar 0,02722 kali, yang berarti bahwa setiap 1 rupiah
total aktiva di tahun 2020 akan menghasilkan penjualan sebesar 0,02722 rupiah. Di tahun 2021,
terjadi perputaran total aktiva sebesar 0,02729 kali, yang berarti bahwa setiap 1 rupiah total
aktiva di tahun 2021 akan menghasilkan penjualan sebesar 0,02722 rupiah.

Bank MANDIRI

28.455.592
Asset Turnover 2019 =
1.260.249 .215

17.645 .624
Asset Turnover 2020 =
1.373.790 .410

30.551.097
Asset Turnover 2021 =
1.577 .472.806

ASSET TURNOVER
TAHUN MANDIRI
2019 0,022
2020 0,012
2021 0,019

Di tahun 2019, terjadi perputaran total aktiva sebesar 0,022 kali, yang berarti bahwa
setiap 1 rupiah total aktiva di tahun 2019 akan menghasilkan penjualan sebesar 0,022 rupiah. Di
tahun 2020, terjadi perputaran total aktiva sebesar 0,012 kali, yang berarti bahwa setiap 1 rupiah
total aktiva di tahun 2020 akan menghasilkan penjualan sebesar 0,012 rupiah. Di tahun 2021,
terjadi perputaran total aktiva sebesar 0,019 kali, yang berarti bahwa setiap 1 rupiah total aktiva
di tahun 2021 akan menghasilkan penjualan sebesar 0,019 rupiah.

Berdasarkan hasil perhitungan di atas juga, bisa disimpulkan bahwa kemampuan Bank
BCA dan Bank Mandiri untuk menghasilkan penjualan dari total aktiva yang dimiliki cukup
rendah karena total aktiva yang dimiliki lebih besar dari jumlah penjualan yang dihasilkan setiap
tahunnya. Namun, bank BCA memiliki Asset Turnover yang lebih baik dari bank Mandiri.

2.5 RETURN ON INVESMENT

Return on invesment (ROI) adalah rasio yang menunjukkan hasil dari jumlah aktiva yang
digunakan dalam perusahaan atau suatu ukuran tentang efisiensi manajemen. Rasio ini
menunjukkan hasil dari seluruh aktiva yang dikendalikan dengan mengabaikan sumber
pendanaan, rasio ini biasanya diukur dengan persentase.

Rumus :

EBIT
Total Aset

Bank BCA

36.288 .998
Return on Invesment 2019 =
871.888 .615

33.568 .507
Return on Invesment 2020 =
997.279 .784

38.841 .174
Return on Invesment 2021 =
1.151.957 .468

RETURN ON INVESMENT
TAHUN MANDIRI
2019 0,041
2020 0,033
2021 0,033

Bank MANDIRI

36.441.440
Return on Invesment 2019 =
1.260.249 .215

23.298.041
Return on Invesment 2020 =
1.373.790 .410

38.358.421
Return on Invesment 2021 =
1.577 .472.806

RETURN ON INVESMENT
TAHUN MANDIRI
2019 0,028
2020 0,016
2021 0,024

Bank BCA memiliki Return on Investment yang lebih baik daripada bank Mandiri.
Manajemen BCA melakunan efisiensi penggunaan modal yang bekerja, efisiensi produksi, dan
efisiensi bagian penjualan yang lebih baik daripada bank Mandiri.Tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh masing-masing divisi atau bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua biaya dan
modal ke dalam bagian yang bersangkutan bank BCA lebih baik daripada bank Mandiri.

2.6 RETURN ON ASSET

Rumus ROA akan memberi gambar bagi manajer, investor, atau analis mengenai
seberapa efisien manajemen perusahaan dalam menggunakan aset untuk menghasilkan
pendapatan.
Dalam hal ini, melalui ROA, bisa terlihat kemampuan perusahaan berdasarkan
penghasilannya di masa lalu. Sehingga, hal tersebut bisa dimanfaatkan diperiode sebelumnya.
Berbeda dengan Return on Equity (ROE), ROA tidak tidak memasukkan komponen utang
perusahaan.

Rumus :

Laba Sebelum Pajak


Total Aset

Bank BCA

36.288.998
Return on Asset 2019 =
918.989 .312

33.568.507
Return on Invesment 2020 =
1.075.570 .256

38.841.174
Return on Invesment 2021 =
1.228.344 .680

RETURN ON ASSET
TAHUN BCA
2019 0,039
2020 0,0312
2021 0,0316

Bank MANDIRI

36.441.440
Return on Asset 2019 =
1.318.246 .335
23.298 .041
Return on Asset 2020 =
1.429.334 .484

38.358 .421
Return on Asset 2021 =
1.725.611.128

RETURN ON ASSET
TAHUN MANDIRI
2019 0,027
2020 0,0162
2021 0,022

Bank BCA lebih efisien daripada bank Mandiri padahal aset bank Mandiri lebih besar
dari bank BCA. Bank Mandiri yang memiliki aset lebih besar dari bank Mandiri tidak mampu
mencetak laba yang nilainya lebih besar daripada bank BCA. ROA bank BCA cenderung stabil
karena tidak pernah kurang dari 3%. ROA bank Mandiri pada tahun 2020 mengalami penurunan
yang signifikan. Hal ini menandakan bahwa bank BCA memiliki keunggulan karena mampu
menggunakan aset yang lebih sedikit dari bank Mandiri, tetapi memiliki laba yang nilainya lebih
tinggi daripada bank Mandiri dan memiliki perbedaan sebanyak 1,20%. ROA bank BCA dan
bank Mandiri tergolong sangat sehat karena lebih dari 1,5%.

2.7 RETURN ON CAPITAL EMPLOYED

ROCE adalah rasio keuangan yang mengukur profitabilitas dan efisiensi dari modal yang
digunakan. Dengan kata lain, ROCE mengukur kinerja dalam menghasilkan profit berdasarkan
modal. Rasio ini digunakan untuk menganalisa investasi modal kerja.

Rumus :

Laba sebelum pajak


Total aset −total kewajiban lancar

Bank BCA
36.288.998
Return on Capital Employed 2019 =
918.989 .312

33.568.507
Return on Capital Employed 2020 =
1.075.570 .256

38.841.174
Return on Capital Employed 2021 =
1.228.344 .680

RETURN ON CAPITAL EMPLOYED


TAHUN BCA
2019 0,202
2020 0,176
2021 0,186

Bank MANDIRI

36.441.440
Return on Capital Employed 2019 =
1.318.246 .335

23.298 .041
Return on Capital Employed 2020 =
1.429.334 .484

38.358 .421
Return on Capital Employed 2021 =
1.725.611.128

RETURN ON CAPITAL EMPLOYED


TAHUN MANDIRI
2019 0,124
2020 0,083
2021 0,096
Berdasarkan data di atas kemampuan profitabilitas bank BCA lebih baik daripada Bank
Mandiri sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja bank BCA lebih efisien daripada bank
Mandiri selama tiga tahun belakangan ini. Namun, ROCE kedua perusahaan mengalami
penurunan pada tahun 2020 yaitu bank BCA dari 20,3% ke 17,7% dan Bank Mandiri dari 12,5
ke 8,4% dan kembali mengalami peningkatan, tetapi tidak terlalu signifikan pada tahun 2021.

2.8 CASH FLOW TO SALES RATIO

Rasio ini membandingkan arus kas operasi perusahaan dengan pendapatan penjualannya.
Rasio ini memberikan indikasi kepada analis dan investor tentang kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan uang tunai dari penjualannya. Dengan kata lain, ini menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk mengubah penjualannya menjadi uang tunai. Ini dinyatakan sebagai
persentase. Idealnya harus ada peningkatan paralel dalam arus kas operasi dengan peningkatan
penjualan.Oleh karena itu, uang tunai sama pentingnya dengan penjualan dan keuntungan. Rasio
ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menerjemahkan penjualannya menjadi uang
tunai.

Rumus :

Operating cash flow


Net sales

Bank BCA

113.067 .545
Cash Flow Ratio 2019 =
28.565 .053

106.271.237
Cash Flow Ratio 2020 =
27.131.109

177.268.685
Cash Flow Ratio 2021 =
31.422.260

CASH FLOW RATIO


TAHUN BCA
2019 3,958
2020 3,916
2021 5,641

Bank MANDIRI

123.792.750
Cash Flow Ratio 2019 =
27.482.133

177.634 .584
Cash Flow Ratio 2020 =
17.119 .253

193.631.712
Cash Flow Ratio 2021 =
28.028 .155

CASH FLOW RATIO


TAHUN MANDIRI
2019 4,504
2020 10,36
2021 6,908
Berdasarkan data yang diperoleh, profitabilitas nilai CFTSR bank Mandiri lebih baik
daripada bank BCA karena nilai Cash Flow to Sales Ratio bank Mandiri lebih besar daripada
bank BCA namun tidak konsisten tiap tahunnya.

Pada tahun 2020, CFTSR Bank Mandiri mengalami kenaikan yang signifikan dari 4,50%
ke 10,30%, tetapi turun lagi menjadi 6,90%. Sementara CFTSR mengalami kenaika pada 2021
dari 3,91% ke 5,64%.
BAB 3

Ratios for Financial Stability

3.1 Equity Ratio

Equity ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengevaluasi struktur modal suatu
perusahaan. Keuangan yang stabil dan tidaknya sebuah perusahaan terhadap resiko kegagalan
membayar hutang, dapat ditelusuri dari struktur ekuitasnya.

Rumus equity ratio adalah :

'
shareholde r s equity
Equity ratio =
balance total

a. Equity ratio pada Bank MANDIRI

EQUITY RATIO
TAHUN MANDIRI
2019 56,8%
2020 61,6%
2021 57,3%

Pada Bank MANDIRI equity rationya menunjukkan angka 56,8%, 61,6% dan 57,3%
dimana hal ini menandakan bahwa perusahaan baik dalam manajemen ekuitasnya. Semakin
rendah rasio ekuitasnya maka semakin baik manajemen ekuitas suatu perusahaan. Bank
MANDIRI perlu menurunkan lagi equity rationya agar lebih baik lagi.

b. Equity ratio pada Bank BCA

EQUITY RATIO
TAHUN BCA
2019 32,3%
2020 47,2%
2021 29,1%

Pada Bank BCA equity rationya menunjukkan angka 32,3% kemudian naik menjadi 47,2%
dan kemudian turun menjadi 29,1%. Equity ratio Bank BCA lebih baik daripada equity ratio
pada Bank MANDIRI. Bank BCA perlu mempertahankan tingkat rasio ekuitasnya agar tetap
rendah, sehingga kinerja perusahaan akan menjadi semakin baik.

3.2 GEARING

Gearing merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk mengukur leverange atau
pengaruh keuangan perusahaan serta tingkat kewajiban berbunga dalam struktur modalnya.
Rasio gearing lebih tinggi dari 50% biasanya tergolong sebagai leverange yang tinggi. Rasio
gearing yang lebih rendah dari 25% pada umumnya dianggap berisiko rendah oleh para investor
dan pemberi pinjaman. Rasio gearing yang berada di antara 25% - 50% pada umumnya dianggap
optimal atau normal untuk suatu perusahaan.

Rumus :

financial liabilities−cash∧equivalents
Gearing = '
shareholde s equity

a. Gearing pada Bank MANDIRI

GEARING
TAHUN MANDIRI
2019 41,1%
2020 54,2%
2021 49,6%

Bank MANDIRI pada tahun 2019 memperoleh gearing sebesar 41%, lalu pada tahun 2020
naik menjadi 54,2% dan pada tahun 2021 turun menjadi 49,6%. Karena pada tahun 2020 naik
sebesar 54,2% artinya gearing yang diperoleh diatas 50%, dimana 50% artinya tergolong sebagai
revelange yang tinggi. Tetapi pada tahun 2019 dan 2020 gearingnya berada di antara 25% - 50%
yang dimaan artinya dianggap optimal atau normal untuk sebuah perusahaan.

b. Gearing pada Bank BCA

GEARING
TAHUN BCA
2019 27,3%
2020 32,6%
2021 46,8%

Bank BCA menerima gearing pada tahun 2019 sebesar 27,3% lalu pada tahun 2020 naik
menjadi 32,6% dan untuk tahun 2021 naik kembali menjadi 46,8%. Walaupun dalam tiga tahun
mengalami kenaikan terus menerus tetapi gearing yang diperoleh masih berada di antara skala
25% - 50%. Yang mana artinya masih dianggap optimal atau norma untuk sebuah perusahaan.

3.3 DYNAMIC GEARING RATIO

Rasio ini menunjukkan periode pembayaran utang teoritis dalam beberapa tahun, selama
seluruh arus kas bebas digunakan untuk melunasi kewajiban keuangan. Karena arus kas bebas
dapat sangat berfluktuasi. Berkenaan dengan rasio ini, nilai dua tahun dianggap sangat baik,
tetapi mulai lima tahun ke depan harus dipandang kritis.

Rumus :

financial liabilities−cash∧equivalents
Dynamic gearing ratio =
free cash flow

a. Dynamic gearing ratio pada Bank MANDIRI

DYNAMIC GEARINGRATIO
TAHUN MANDIRI
2019 1,51
2020 1,86
2021 1,34
Dynamic Gearing Ratio yang diperoleh Bank MANDIRI pada tahun 2019 adalah 1,51,
untuk tahun 2020 naik sedikit menjadi 1,86 dan untuk tahun 2021 turun menjadi 1,34. Dimana
seperti dijelaskan di atas bahwa jika nilainya 2 tahun atau mendekati 2 tahun dianggap baik dan
optimal. Jadi Bank MANDIRI dianggap baik dan optimal dalam dynamic gearing ratio.

b. Dynamic gearing ratio pada Bank BCA

DYNAMIC GEARING RATIO


TAHUN BCA
2019 1,62
2020 1,54
2021 1,87

Dynamic Gearing Ratio yang diperoleh Bank BCA pada tahun 2019 adalah 1,62 untuk
tahun 2020 turun menjadi 1,54 dan untuk tahun 2021 naik menjadi 1,87. Yang dimana artinya
sama seperti Bank Mandiri yang memperoleh nilai yang mendekati nilai 2 tahun dianggap baik
dan optimal. Jadi Bank BCA dianggap baik dan optimal juga dalam dynamic gearing ratio.

3.4 NET DEBT / EBITDA

Rasio utang bersih / EBITDA yaitu membandingkan utang bersih perusahaan, yaitu
kewajiban keuangan, uang tunai ke pendapatan sebelum bunga, pajak dan depresiasi. Rasio
utang bersih dapat digunakan untuk mengukur keandalan pelunasan kewajiban keuangan. Secara
umum, Net Debt.EBITDA dibawah 1 akan dianggap sebagai hasil yang sangat baik dan nilai di
atas 3, mengisyaratkan kualitas kredit kurang baik.

a. Net debt / EBITDA pada Bank Mandiri


NET DEBT / EBITDA
TAHUN MANDIRI
2019 0,73
2020 1,69
2021 1,09
Pada tahun 2019, Bank MANDIRI memperoleh Net Debt / EBITDA nya adalh 0,73, lalu
pada tahun 2020 Net Debt/EBITDA naik menjadi 1,69 dan pada tahun 2021 Net Debt/EBITDA
turun menjadi 1,09. Hal ini dianggap masih baik untuk Net Debt yang diperoleh Bank
MANDIRI, walaupun pada tahun 2021 mengalami kenaikan, tetapi seperti yang dijelaskan di
atas, bahwa nilai di atas 3 baru mengisyaratkan kualitas kreditnya kurang baik.

b. Net debt / EBITDA pada Bank BCA

NET DEBT / EBITDA


TAHUN BCA
2019 0,74
2020 0,75
2021 0,77

Pada tahun 2019, Bank BCA memperoleh Net Debt/EBITDA nya adalah 0,74, lalu Net
Debt / EBITDA pada tahun 2020 naik sebesar 0,75 dan Net Debt/EBITDA Bank BCA pada
tahun 2021 naik juga menjadi 0,77. Walaupun Bank BCA setiap tahunnya mengalami kenaikan,
tetapi angkanya tidak lebih dari 1. Dimana artinya jika memperoleh Net Debt/EBITDA dibawah
angka 1 dianggap sebagai hasil yang sangat baik. Jadi Bank BCA, Nt Debt/EBITDA nya sangat
baik.

3.5 CAPEX RATIO

Rasio belanja modal menggambarkan alokasi uang yang direncanakan untuk memperoleh
aset tetap yang memiliki masa manfaat ekonomi lebih dari satu periode akuntansi seperti
properti, pabrik, dan peralatan, tanah, gedung yang akan menjadi aset perusahaan. Aset – aset
modal tersebut memiliki umur manfaat yang panjang dan berpengaruh pada peningkatan
kapasitas produksi bisnis. Investasi dalam aset tetap memungkinkan bisnis meningkatkan
produksi.

Rumus :
capital expenditures
Capex ratio =
operating cash flow

a. Capex ratio pada Bank MANDIRI

CAPEX RATIO
TAHUN MANDIRI
2019 0,31
2020 0,32
2021 0,29

Pada Bank MANDIRI dapat dilihat pada tahun 2019 capex rationya sebesar 0,31, di tahun
2020 naik menjadi 0,32 dan pada tahun 2021 mengalami penurunan menjadi 0,29. Hal ini
bertanda baik, karna perusahaan dapat menurunkan capex rationya. Walaupun pada tahun 2021
mengalami penurunan, tetapi dibandingkan dengan capex rationya Bank BCA, masih lebih baik
Bank BCA karena pada 3 tahun terakhir capex rationya mengalami penurunan secara berturut –
turut.

b. Capex ratio pada Bank BCA

CAPEX RATIO
TAHUN BCA
2019 0,27
2020 0,22
2021 0,19

Pada Bank BCA dapat dilihat bahwa pada tahun 2019 capex ratio yang diperoleh adalah
0,29, di tahun 2020 capex rationya mengalami penurunan yaitu mencapai 0,22, lalu pada tahun
2021 capex rationya mengalami penurunan lagi menjadi 0,19. Hal ini bertanda sangat baik,
karena perusahaannya dapat menurunkan capex ratio selama tiga tahun berturut – turut.

3.6 ASSETS DEPRECIATION RATIO


Rasio ini menunjukkan usia dan kondisi aset perusahaan. Rasio penyusutan aset
menunjukkan berapa proporsi aset yang telah disusutkan. Nilai yang tinggi menunjukkan bahwa
diperlukan investasi besar dimasa depan untuk mengganti peralatan lama atau usang. Sebagai
aturan, rasio belanja modal yang rendah adalah keunggulan kompetitif.

Rumus :

cumulative deprciation of assets


Assets depreciation ratio =
assets at historical acquisition cost

a. Assets depreciation ratio pada Bank MANDIRI

ASSETS DEPRECIATION
RATIO
TAHUN MANDIRI
2019 6,6%
2020 7,6%
2021 7,2%

b. Assets depreciation ratio pada Bank BCA

ASSETS DEPRECIATION
RATIO
TAHUN BCA
2019 7,1%
2020 8,1%
2021 7,2%

Antara tahun 2019 hingga 2021 pada Bank MANDIRI dan Bank BCA, keduanya tidak
menunjukkan adanya penurunann yang signifikan. Tetapi pada Bank BCA tahun 2020 dengan
rasio penyusutan 8,1% yang merupakan persentase rasio yang paling besar yang menjelaskan
bahwa Bank BCA telah terjadi pengurangan volume investasi secara artifisial, yang seharusnya
dianggap negatif.

3.7 Productive asset investment ratio


Pengeluaran modal dibagi dengan beban penyusutan. Rasio ini digunakan untuk
mengukur kesediaan perusahaan untuk mempertahankan tingkat investasinya saat ini dalam aset
modal. Investor memperhatikan rasionya karena jika PAIR menurun, perusahaan mungkin
mendapati bahwa peralatannya yang sudah ketinggalan zaman mempengaruhi kemampuan masa
depan untuk berhasil bersaing. Perusahaan dengan rasio di atas 1,0 memiliki kualitas pendapatan
yang lebih tinggi karena mereka tidak menunda pengeluaran modal untuk meningkatkan
pendapatan mereka. Penundaan seperti itu dapat mengurangi pendapatan masa depan karena
perusahaan berjuang untuk melakukan pengeluaran modal untuk mengejar ketinggalan dengan
pesaing mereka.

Capital expenditures
Productive asset investment rasio =
Depreciationexpenses

MANDIRI:

Productive asset investment ratio


2019 353.402,991
2020 202.302,1864
2021 383.474,1175

BCA:

Productive asset investment ratio


2019 471.812,514
2020 433.524,7345
2021 154.012,0129

3.8 Cash burn rate


Cash burn rate mengacu pada berapa banyak uang yang digunakan oleh perusahaan
startup, khususnya sebelum perusahaan tersebut berhasil mendapatkan pendapatan. Uang yang
dipergunakan untuk biaya inilah yang disebut burn rate atau ‘bakar uang’.

Dalam dunia bisnis istilah ini disebut juga sebuah aliran arus kas yang negatif. Penyebabnya
adalah dana perusahaan yang banyak berasal dari venture capital belum mengalir secara
maksimal. Hanya ada pengeluaran-pengeluaran di bulan awal perusahaan berdiri.

Shareholders ’ equity
Cash burn rate =
‫׀‬net loss‫׀‬

MANDIRI:

Cash burn rate


2019 26,5
2020 26,9
2021 28,2

BCA:

Cash burn rate


2019 29,5
2020 33,4
2021 40,4

3.9 Current and non-current assets to total assets rasio

Non-current asset adalah lawan kata dari current asset. Bila current account adalah aset
yang dalam kurun waktu singkat bisa dikonversi menjadi uang, maka non-current asset adalah
aset perusahaan jangka panjang yang tidak bisa dikonversi ke dalam mata uang dalam periode
jangka waktu pendek.

Current assets
Current assets to total assets rasio =
Total assets
Non−current asset
Non-current assets to total assets rasio =
Total assets

MANDIRI:

Current assets to total assets rasio


2019 0,943529619
2020 0,94138408
2021 0,945716262

non-current assets to total assets rasio


2019 0,05647
2020 0,058616
2021 0,054284

BCA:

Current assets to total assets rasio


2019 0,94775025
2020 0,950601947
2021 0,95786436

non-current assets to total assets rasio


2019 0,05225
2020 0,049398
2021 0,042136

3.10 Equity to fixed assets ratio and equity and long-term liabilities to fixed assets rasio

Equity to fixed assets ratio menunjukkan kepada analis eksposur relatif pemegang saham
dan pemegang utang terhadap aset tetap perusahaan. Jadi, jika rasio “equity to fixed assets”
adalah 0,9, ini berarti pemegang saham telah membiayai 90% dari aset tetap perusahaan. Sisanya
10% serta aset lancar dan investasi semuanya telah dibiayai oleh pemegang utang.
Shareholders ’ equity
Equity to fixed assets rasio =
Non−current assets

Equity to fixed assets ratio menggambarkan persentase aset tidak lancar ditutupi oleh ekuitas
pemegang saham.

Equity and long-term liabilities to fixed assets rasio =


Shareholders ’ equity + Long−term borrowed capital
Non−currentassets

MANDIRI:
Equity to fixed assets rasio
2019 17,70839827
2020 17,06021157
2021 18,42172335

Equity and long-term liabilities to fixed assets rasio


2019 18,46718
2020 17,58467
2021 19,02118

BCA:

Equity to fixed assets rasio


2019 19,13884748
2020 20,24371266
2021 23,73287802

Equity and long-term liabilities to fixed assets rasio


2019 19,2008
2020 20,30741
2021 23,7789

3.11 Goodwill rasio


Goodwill rasio mengukur proporsi Goodwill perusahaan, yang merupakan aset tidak
berwujud, terhadap total asetnya dan merupakan faktor dalam penilaian perusahaan itu. Goodwill
mewakili nilai nama merek perusahaan, basis pelanggan yang solid, hubungan pelanggan yang
baik, hubungan karyawan yang baik, teknologi kepemilikan, dll.

Goodwill
Goodwill rasio =
Shareholders ’ equity

MANDIRI: BCA :

Goodwill rasio
201
9 0,000321
202
0 0,000511
202
1 0,000456

Goodwill rasio
2019 0,000931
2020 0,001077
2021 0,000943
BAB 4
Ratios for Working Capital Management
4.1 Days sales outstanding and days payables outstanding

Days payable outstanding (DPO) adalah waktu rata-rata bagi perusahaan untuk
membayar tagihannya. Sebaliknya, days sales outstanding (DSO) adalah rata-rata lama waktu
penjualan harus dibayar kembali ke perusahaan. Ketika DSO tinggi, ini menunjukkan bahwa
perusahaan menunggu waktu yang lama untuk mengumpulkan uang untuk produk yang dijual
secara kredit. Sebaliknya, DPO yang tinggi dapat ditafsirkan dengan berbagai cara, baik yang
menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan kas yang ada untuk menciptakan lebih banyak
modal kerja, atau menunjukkan pengelolaan arus kas bebas yang buruk.

( Ø Accounts receivable 360)


Days sales outstanding =
Sales

( Ø Accounts payables x 360)


Days payables outstanding =
Cost of sales

Days sales outstanding:

MANDIRI = 340,4 days

BCA = 187,9 days


Days payables outstanding:

MANDIRI = 781 days

BCA = 468,7 days


4.2 Cash Ratio

Rasio kas adalah kas dan aset likuid dan surat berharga perusahaan (aset yang dapat
dilikuidasi dengan cepat dan mudah) sebanding dengan kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini
(seperti cepat rasio dan rasio lancar) berasal dari konsep bahwa utang jangka pendek harus cukup
ditutupi oleh aset yang dapat dikonversi menjadi uang tunai dengan cukup cepat. Pengertian lain
dari cash ratio adalah rasio likuiditas yang bersifat konservatif yang di dalamnya terdapat
kemampuan perusahaan untuk mampu menutupi hutang dalam jangka waktu pendeknya dengan
dibandingkan rasio lain.

kas + Setara Kas


Rumus =
Kewajiban Lancar

Analisis Cash Ratio Bank BCA dan Bank Mandiri

Bank BCA

113.067 .545 .000 .000


Cash Ratio 2019 =
721.220.547 .000 .000

106.271.237 .000 .000


Cash Ratio 2020 =
862.371.048 .000 .000

177.268.685 .000 .000


Cash Ratio 2021 =
998.991.290 .000 .000

Cash Ratio

TAHUN BCA

2019 0,156

2020 0,123

2021 0,177

Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan bahwa cash ratio adalah rasio likuiditas yang
paling ketat karena di dalamnya hanya akan menggunakan aset yang likuiditasnya paling tinggi,
yaitu kas setara. Suatu perusahaan akan dikatakan memiliki uang yang cukup untuk membayar
tagihan jangka pendeknya jika nilai cash ratio nya adalah 1,0. Pada tahun 2019 dan 2020 Bank
BCA memiliki cash ratio yang kurang dari 1.0 yaitu 0,156 dan 0,123. Artinya perusahaan tidak
memiliki kas dan setara kas yang cukup untuk membayar tagihannya. Namun, pada tahun 2021
Bank BCA memiliki cash ratio yang lebih dari 1,0 yaitu 1,774. artinya perusahaan dapat
membayar tagihannya dengan kas dan setara kas bahkan berlehih. Dari hasil perhitungan di atas
Sebenarnya, tidak ada nilai pasti tentang berapa angka minimal cash ratio yang diperlukan oleh
perusahaan, tapi umumnya rasio antara 0,5 hingga 1,0 bisa diterima oleh para investor dan
kreditur. Oleh karena itu, tahun 2019 dan 2020 merupakan tahun yang kurang baik.

Bank Mandiri

123.792 .750 .000.000


Cash Ratio 2019 =
963.924 .084 .000 .000

199.921 .727 .000 .000


Cash Ratio 2020 =
1.122.886 .099 .000 .000

193.631.712 .000 .000


Cash Ratio 2021 =
1.279.311.711.000 .000

Cash Ratio

TAHUN Mandiri

2019 0,128

2020 0,178

2021 0,151

Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan bahwa cash ratio adalah rasio likuiditas yang
paling ketat karena di dalamnya hanya akan menggunakan aset yang likuiditasnya paling tinggi,
yaitu kas setara. Suatu perusahaan akan dikatakan memiliki uang yang cukup untuk membayar
tagihan jangka pendeknya jika nilai cash ratio nya adalah 1,0. Pada tahun 2019, 2020 dan 2021
memiliki cash ratio yang kurang dari 1.0 yaitu 0,128, 0,178 dan 0,151. Artinya perusahaan tidak
memiliki kas dan setara kas yang cukup untuk membayar tagihannya. Umumnya rasio antara 0,5
hingga 1,0 bisa diterima oleh para investor dan kreditur. Oleh karena itu, Bank Mandiri perlu
memerhatikan Cash Ratio mereka karena kurang baik di bawah 0,5.

4.3 Quick Ratio

Selain aset yang sudah menjadi kas atau dapat diubah menjadi kas dalam satu atau dua
hari, rasio cepat juga memungkinkan piutang untuk diperhitungkan di antara aset jangka
pendeknya. Signifikansi penambahan piutang sebagai aset jangka pendek sampai batas tertentu
tergantung pada keadaan khusus dari bisnis yang terlibat. quick ratio hanya memperhitungkan
aset yang paling likuid, maka rasio cepat dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang
kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya. Namun, rasio cepat
mungkin masih belum menjadi indikator likuiditas langsung yang akurat atau realistis, karena
perusahaan tidak selalu dapat melikuidasi aset lancar yang termasuk dalam rasio cepat.

kas+ Setara Kas+ Piutang


Rumus =
Kewajiban Lancar

Bank BCA

113.067.545+296.709
Quick Ratio 2019 =
721.220 .547

106.271.237+ 407.175
Quick Ratio 2020 =
862.371.048

177.268.685+ 606.760
Quick Ratio 2021 =
998.991 .290

Quick Ratio

TAHUN BCA

2019 0,184

2020 0,123

2021 0,178
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, quick ratio tahun 2019, 2020 dan 2021 adalah
0,184, 0,123 dan 0,178. Rasio cepat mengukur bagaimana Aset Likuid Perusahaan BCA dapat
menyelesaikan Kewajiban Lancar yang kemungkinan besar harus dibayar dalam periode yang
lebih pendek dari satu tahun. Hal ini jelas terlihat bahwa Bank BCA tidak memiliki Alat Likuid
yang cukup untuk membayar Kewajiban Lancar. Ini memberi tahu kita bahwa BCA berpotensi
memiliki masalah Likuiditas. Setiap tahun quick ratio semakin meningkat. Namun, Quick Ratio
adalahrasio yang mengukur jangka waktu pendek dari posisi likuiditas dan bukan berarti BCA
mengalami masalah likuiditas.

Bank Mandiri

123.792.750 .000 .000+31.273 .767 .000 .000


Quick Ratio 2019 =
963.924 .084 .000 .000

199.921.727 .000 .000+32.680 .904 .000 .000


Quick Ratio 2020 =
1.122 .886 .099 .000.000

193.631.712 .000 .000+30.178 .386 .000.000


Quick Ratio 2021 =
1.279.311.711 .000 .000

Quick Ratio

TAHUN Mandiri

2019 0,16

2020 0,2

2021 0,17

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, quick ratio tahun 2019, 2020 dan 2021 adalah
0,16, 0,2 dan 0,17. Rasio cepat mengukur bagaimana Aset Likuid Perusahaan Mandiri dapat
menyelesaikan Kewajiban Lancar yang kemungkinan besar harus dibayar dalam periode yang
lebih pendek dari satu tahun. Hal ini jelas terlihat bahwa Bank Mandiri tidak memiliki Alat
Likuid yang cukup untuk membayar Kewajiban Lancar. Bank Mandiri berpotensi memiliki
masalah Likuiditas. Tahun 2020 quick ratio sempat meningkat, tetapi pada tahun 2021 quick
ratio turun 0,03. Namun, Quick Ratio adalah rasio yang mengukur jangka waktu pendek dari
posisi likuiditas dan bukan berarti BCA mengalami masalah likuiditas.

4.4 Current Ratio/ working capital ratio

Current ratio atau rasio lancar adalah salah satu Rasio Likuiditas yang digunakan untuk
menilai posisi likuiditas suatu entitas dengan menggunakan hubungan antara Aktiva Lancar dan
Liabilitas Lancar. Dengan kata lain, ini adalah alat yang digunakan untuk menilai apakah aset
lancar dapat melunasi kewajiban lancar atau tidak.

Aktiva Lancar
Rumus = Kewajiban Lancar

Bank BCA
146.985.093.000.000
Current Ratio 2019 = 721.220.547.000.000

277.039.027.000.000
Current Ratio 2020 = 862.371.048.000.000

356.299.708.000.000
Current Ratio 2021 = 998.991.290.000.000

RASIO MODAL KERJA

TAHUN BCA

2019 0,20

2020 0,32
2021 0,36

Berdasarkan perhitungan di atas, pada tahun 2019 rasio modal kerja yang dimiliki oleh
BCA adalah sebesar 0,20. Artinya, bahwa setiap kewajiban lancar senilai satu rupiah hanya akan
dijamin dengan aktiva lancar sebesar 0,20. Ditahun 2020 rasio modal kerja mengalami
peningkatan sebesar 0,12 dari tahun sebelumnya, rasio modal kerja pada tahun 2020 adalah
sebesar 0,32. Artinya setiap kewajiban lancar senilai satu rupiah hanya akan dijamin oleh aset
lancar sebesar 0,32. Ditahun 2021 rasio modal kerja BCA mengalami peningkatan 0,04 dari
tahun sebelumnya. Rasio modal kerja pada tahun 2021 adalah sebesar 0,36. Artinya, kewajiban
lancar senilai satu rupiah akan dijamin oleh aset sebesar 0,36. Rasio modal kerja yang sehat
adalah tidak terlalu kecil tetapi juga tidak terlalu berlebihan. Jika kata lain dari rasio likuiditas itu
kecil atau aset lancar perusahaan kurang dari utang lancar, maka artinya perusahaan
kemungkinan mengalami kesulitan untuk berkembang, bahkan berpotensi bangkrut. Sebaliknya,
jika rasio modal kerja terlalu besar atau modal kerja berlebihan menunjukkan adanya aset yang
menganggur. Namun, Bank BCA memiliki rasio modal kerja yang kurang dari satu. Rasio
kurang dari 1 dianggap berisiko oleh investor dan kreditor karena menunjukkan bahwa
perusahaan mungkin tidak dapat menutupi utangnya jika diperlukan. Rasio lancar kurang dari 1
sama dengan modal kerja negatif.

Bank Mandiri
187,110,873,000,000
Current Ratio 2019 = 963,924,084,000,000

308,752,693,000,000
Current Ratio 2020 = 1,122,886,099,000,000

289,479,489,000,000
Current Ratio 2021 = 1,278,754,834,000,000

RASIO MODAL KERJA

TAHUN MANDIRI
2019 0,19

2020 0,27

2021 0,23

Berdasarkan perhitungan di atas, pada tahun 2019 rasio modal kerja yang dimiliki oleh
Mandiri adalah sebesar 0,19. Artinya, bahwa setiap kewajiban lancar senilai satu rupiah hanya
akan dijamin dengan aktiva lancar sebesar 0,19. Ditahun 2020 rasio modal kerja mengalami
peningkatan sebesar 0,8 dari tahun sebelumnya, rasio modal kerja pada tahun 2020 adalah
sebesar 0,27. Artinya setiap kewajiban lancar senilai satu rupiah hanya akan dijamin oleh aset
lancar sebesar 0,27. Ditahun 2021 rasio modal kerja mengalami penurunan 0,04 dari tahun
sebelumnya. Rasio modal kerja pada tahun 2021 adalah sebesar 0,24. Artinya, kewajiban lancar
senilai satu rupiah akan dijamin oleh aset sebesar 0,24. Bank Mandiri memiliki rasio modal kerja
yang kurang dari satu dan mengalami penurunan pada tahun 2021. Rasio kurang dari 1 dianggap
berisiko oleh investor dan kreditor karena menunjukkan bahwa perusahaan mungkin tidak dapat
menutupi utangnya jika diperlukan. Rasio lancar kurang dari 1 sama dengan modal kerja negatif.

4.5 Inventory Intensity

Inventory Intensity Ratio menunjukkankeefektifan dan keefisienan perusahaan untuk


mengatur investasinya dalam persediaan yang direfleksikan dalam berapa kali persediaan itu
diputar selama satu periode tertentu (Etty dan Rasita, 2005). Menurut Harahap (2009) rasio ini
menggambarkan hubungan antara volume barang yang terjual dengan volume dari persediaan
yang ada ditangan dan digunakan sebagai salah satu ukuran efisiensi perusahaan.
Bahan Baku dan Persediaan
Rumus =
Total aset
Setengah jadi dan produk jadi
Rumus =
Total aset
4.6 Inventory turnover

inventory turnover mengukur seberapa cepat perusahaan menjual persediaan dan


bagaimana analis membandingkannya dengan rata-rata industri. Rasio turnover yang rendah
menyiratkan penjualan yang lemah dan kemungkinan persediaan berlebih atau overstocking. Ini
mungkin menunjukkan masalah dengan barang yang ditawarkan untuk dijual atau akibat dari
pemasaran yang terlalu sedikit. Sebaliknya, rasio turnover yang tinggi menyiratkan penjualan
yang kuat atau inventaris yang tidak mencukupi. Rasio turnover yang tinggi adalah rasio yang
ideal.

Biaya Penjualan
Rumus =
Persediaan

4.7 Cash Conversion Cycle

Cash Conversion Cycle atau Siklus Konversi Kas merupakan sebuah metrik yang
menunjukkan waktu perusahaan dalam mengubah investasi dalam persediaan menjadi uang
tunai. Siklus konversi tunai memiliki formula mengukur jumlah waktu, hari, kemudian
perusahaan menggunakannya untuk mengubah input sumber dayanya menjadi uang tunai. Bisa
juga dikatakan bahwa cash conversion cycle atau CCC merupakan sebuah perhitungan untuk
mengukur seberapa lama kas diikat dalam inventaris sebelum inventaris tersebut dijual dan uang
tunai dikumpulkan dari pelanggan.

Rumus siklus konversi kas adalah:

Siklus Konversi Kas = DIO + DSO – DPO

 DIO merupakan Days Inventory Outstanding


 DSO merupakan Days Sales Outstanding
 DPO merupakan Days Payable Outstanding.
Dari rumus tersebut, siklus kas memiliki tiga bagian berbeda. Bagian pertama mewakili
tingkat persediaan saat ini serta berapa lama waktu yang diperlukan perusahaan untuk menjual
persediaan tersebut. Tahap yang disebut sebagai Days Inventory Outstanding ini dihitung dengan
menggunakan perhitungan persediaan hari ini. Sementara tahap kedua mewakili penjualan saat
ini serta jumlah waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan uang tunai. Days Sales
Outstanding dihitung dengan menggunakan hari perhitungan penjualan. Dan pada tahap ketiga
merupakan perwakilan hutang saat ini. Dalam tahapan ini, ditunjukan berapa banyak perusahaan
berhutang kepada vendor dan kapan perusahaan harus melunasinya. Pada tahap ini
perhitungannya menggunakan perhitungan hutang terutang.

4.8 Ratios for Order Backlog and Order Intake

Backlog adalah to-do-list permintaan, daftar pekerjaan, pesanan barang atau jasa yang
belum ditangani atau dikerjakan. Dalam istilah properti, backlog adalah kesenjangan antara
permintaan dan pasokan hunian yang tersedia. Serta Order Intake digunakan mengacu pada
semua pemesanan baru dan pesanan perubahan yang dipesan selama periode pelaksanaan,
termasuk bagian pesanan.

Order Backlog
Forward Order Book= x 360
penjualan 12bulan terakhir

Order∈take
Back ¿ Bill Ratio=
Penjualan

Analisis Inventory turnover, cash convension cycle, dan Ratio for order backlog dan order intake
terhadap Bank Mandiri dan Bank BCA tidak dapat dilakukan karena kedua perusahaan tersebut
bergerak di bidang jasa keuangan, bukan perusahaan barang dagang sehingga keempat
komponen tersebut tidak dapat dihitung.
BAB 6

KEBIJAKAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN

6.1 KEBIJAKAN DIVIDEN

A. Pengertian Kebijakan Dividen


Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang didapatkan perusahaan
akan dibagikan pada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk
laba ditahan untuk pembiayaan investasi di masa mendatang. Kebijakan dividen
merupakan pengambilan keputusan dalam menentukan jumlah laba yang diperoleh
perusahaan untuk dibagikan atau dibayarkan pada pemegang saham sebagai dividen dan
berapa banyak yang harus ditanam kembali (laba ditahan) sebagai pembiayaan investasi
di masa depan. Apabila perusahaan memilih membagikan laba sebagai dividen, maka
akan mengurangi laba yang ditahan dan kemudian mengurangi total sumber dana intern
atau internal financing. Begitu sebaliknya, apabila laba yang didapatkan perusahaan
digunakan sebagai laba ditahan, maka kemampuan pembentukan dana intern perusahaan
akan semakin besar. Untuk mengukur besar kecilnya distribusi dividen, umumnya
investor menggunakan Dividend Payout Ratio (DPR).

B. Bentuk-Bentuk Kebijakan Dividen


1. Kebijakan Dividen Stabil, kebijakan dividen yang stabil, yakni jumlah pembayaran
dividen itu sama besarnya dari tahun ke tahun walaupun laba perusahaan mengalami
fluktuasi.
2. Kebijakan Dividen Dengan Penetapan Jumlah Dividen Minimal Plus Jumlah
Ekstra Tertentu, kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per
lembar saham tiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan
akan membayarkan dividen ekstra diatas jumlah minimal tersebut.
3. Kebijakan Dividen dengan Rasio Tetap, jumlah dividen akan diberikan mengikuti
besarnya laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan.
4. Kebijakan Dividen yang Fleksibel, besarnya setiap tahun disesuaikan dengan posisi
financial dan kebijakan dari perusahaan.

C. Dividend Payout Ratio


Dividend payout ratio atau dalam bahasa indonesianya dikenal sebagai Rasio
Pembayaran Dividend adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur persentase
laba bersih yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen untuk periode
waktu tertentu (biasanya dalam 1 tahun).
RUMUS :
Dividen
x 100 %
Laba Bersih

Perusahaan dengan nilai Dividend Payout Ratio yang rendah biasanya akan
menjadi pilihan bagi investor cenderung tertarik pada pertumbuhan modal (investasi
jangka panjang). Sebaliknya, investor yang ingin investasi jangka pendek biasanya lebih
suka memilih perusahaan dengan nilai DPR tinggi. Dividend payout ratio yang tinggi
tidak selalu menarik bagi investor. Apabila terlalu tinggi, menandakan bahwa perusahaan
mencoba menutupi situasi bisnis yang buruk dari investor dengan menawarkan dividen
yang berlebihan.

D. ANALISIS DIVIDEND PAYOUT RATIO BANK MANDIRI DAN BANK BCA


PADA TAHUN 2019-2021
1) Bank Mandiri
- Tahun 2019 :
Dividen
= x 100 %
Laba Bersih
11.256 .759 .404 .471
= x 100 %
25.015.020 .898 .824 ,50
= 45%
- Tahun 2020 :
Dividen
= x 100 %
Laba Bersih
16.489.279 .937 .593 , 92
= x 100 %
27.482.133 .229 .323 , 20
= 60%

- Tahun 2021
Dividen
= x 100 %
Laba Bersih
16.489.279 .937 .593 , 92
= x 100 %
28.028 .155 .000 .000
= 58%

 HASIL ANALISIS DIVIDEND PAYOUT RATIO BANK MANDIRI 2019-2021


Dividend payout ratio merupakan perbandingan antara besarnya dividen yang
dibagikan kepada pemegang saham. Dapat kita lihat pada diatas Dividend Payout Ratio
Bank Mandiri mengalami peningkatan dan juga penurunan. Pada tahun 2019 nilai
dividend payout ratio sebesar 45% yang artinya adalah dari total laba per lembar saham
yang dihasilkan oleh Bank Mandiri, sebanyak 45% adalah porsi untuk dividen per lembar
saham; tahun 2020 sebesar 60%, yang artinya adalah dari total laba per lembar saham
yang dihasilkan oleh Bank Mandiri, sebanyak 60% adalah porsi untuk dividen per lembar
saham; tahun 2021 sebesar 58%, yang artinya adalah dari total laba per lembar saham
yang dihasilkan oleh Bank Mandiri, sebanyak 58% adalah porsi untuk dividen per lembar
saham Pada tahun 2021 Dividend Payout Ratio Bank Mandiri mengalami penurunan
sebesar 2% menjadi 58%, hal ini mungkin diakibatkan oleh investasi yang dilakukan oleh
Bank Mandiri untuk meningkatkan kinerja mereka.

2) Bank BCA
- Tahun 2019 :
Dividen
= x 100 %
Laba Bersih
13.682.660 .387 .000
= x 100 %
28.565.053 .000 .000
= 47,9%

- Tahun 2020 :
Dividen
= x 100 %
Laba Bersih
13.077 .194 .538 .000
= x 100 %
27.131 .109.000 .000
= 48,2%

- Tahun 2021 :
Dividen
= x 100 %
Laba Bersih
17.879.459 .400 .000
= x 100 %
31.422.600 .000 .000
= 56,9%

 HASIL ANALISIS DIVIDEND PAYOUT RATIO BANK BCA 2019-2021


Dividend payout ratio merupakan perbandingan antara besarnya dividen yang
dibagikan kepada pemegang saham. Dapat kita lihat pada data diatas Dividend Payout
Ratio Bank BCA mengalami peningkatan. Pada tahun 2019 nilai dividend payout ratio
sebesar 47,9% yang artinya adalah dari total laba per lembar saham yang dihasilkan oleh
Bank BCA, sebanyak 47,9% adalah porsi untuk dividen per lembar saham; tahun 2020
sebesar 48,2%, yang artinya adalah dari total laba per lembar saham yang dihasilkan oleh
Bank BCA, sebanyak 48,2% adalah porsi untuk dividen per lembar saham; tahun 2021
sebesar 56,9%, yang artinya adalah dari total laba per lembar saham yang dihasilkan oleh
Bank BCA, sebanyak 56,9% adalah porsi untuk dividen per lembar saham. Semakin
tinggi nilai Dividend Payout Ratio maka semakin menarik bagi investor karena posisi
pembayaran dividen lebih besar.

E. DIVIDEN YIELD
Dividen yield adalah cara untuk mengukur berapa banyak arus kas yang Anda
peroleh untuk setiap rupiah yang diinvestasikan dalam posisi ekuitas. Jika tidak ada
capital gain, dividen diperlakukan sebagai laba atas investasi saham. Dividen yield adalah
metode yang digunakan untuk mengukur jumlah arus kas yang Anda peroleh untuk setiap
uang yang Anda investasikan dalam posisi ekuitas. Perusahaan yang lebih mapan
biasanya memberikan persentase dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan yang
lebih muda, dan riwayat dividen perusahaan yang lebih tua juga umumnya lebih
konsisten.

Rumus :
Dividen per lembar saham
DividenYield= x 100 %
Nilai pasar per saham

F. ANALISIS DIVIDEND YIELD BANK MANDIRI DAN BANK BCA PADA


TAHUN 2019-2021
1) Bank Mandiri
- Tahun 2019 :
Dividen per lembar saham
= x 100 %
Nilai pasar per saham
353 ,34
= x 100 %
7.345 , 9
= 4,81%

- Tahun 2020 :
Dividen per lembar saham
= x 100 %
Nilai pasar per saham
220 ,27
= x 100 %
6.525
= 3,30%

- Tahun 2021
Dividen per lembar saham
= x 100 %
Nilai pasar per saham
360 ,63
= x 100 %
7.925 , 9
= 4,55%

 HASIL ANALISIS DIVIDEND YIELD RATIO BANK MANDIRI 2019-2021


Berdasarkan data diatas, dapat kita lihat bahwa dividen yield ratio bank Mandiri
pada tahun 2019-2021 mengalami penurunan dan peningkatan. Pada tahun 2019 nilai
Dividend Yield Ratio sebesar 4,81%, akan tetapi pada tahun 2020, dividend yield ratio
bank Mandiri mengalami penurunan sebesar 1,51%. Pada tahun 2020 dividend yield ratio
bank Mandiri sebesar 3,30%, meskipun dividend yield ratio mengalami penurunan pada
tahun 2020 pada Bank Mandiri termasuk layak dikarenakan di atas 2% sehingga kinerja
keuangan berdasarkan rasio pasar yaitu dividend yield ratio baik.

2) Bank BCA
- Tahun 2019 :
Dividen per lembar saham
= x 100 %
Nilai pasar per saham
555
= x 100 %
30.050
= 1,70%

- Tahun 2020 :
Dividen per lembar saham
= x 100 %
Nilai pasar per saham
530
= x 100 %
31.176 , 4
= 1,70%

- Tahun 2021
Dividen per lembar saham
= x 100 %
Nilai pasar per saham
431
= x 100 %
31.075
= 1,39%

 HASIL ANALISIS DIVIDEND YIELD RATIO BANK BCA 2019-2021


Dapat kita lihat pada data diatas bahwa dividen yield ratio bank BCA pada tahun
2019-2021 tetap dan juga mengalami penurunan . Pada tahun 2019 nilai Dividend Yield
Ratio sebesar 1,70%, dan pada tahun 2020 dividend yield ratio bank BCA juga berada
pada angka 1,70%. Kinerja keuangan pada rasio pasar yaitu dividend yield ratio pada
Bank BCA dibawah 2% sehingga kinerja keuangan termasuk kurang baik. Akan tetapi,
meskipun Bank BCA memiliki dividen yield yang tidak besar, tetapi adanya dividen rutin
membuat investor yang ingin berinvestasi jangka panjang memiliki imbalan dari waktu
tunggu yang sudah dihabiskan. Biasanya yang investasi pada saham Bank BCA memang
orang yang memiliki uang yang cukup banyak, karena merupakan saham termahal di
IHSG.

6.2 SHARE BUYBACK

Pembelian kembali saham merupakan bentuk utama kedua dari distribusi laba. Ketika
saham sendiri dibeli kembali di pasar terbuka, saham tersebut dapat dibatalkan atau disimpan
sebagai saham treasury sebagai mata uang akuisisi. Terutama ketika dibatalkan, pengurangan
jumlah total saham yang beredar meningkatkan proporsi yang dimiliki setiap pemegang saham
yang ada di perusahaan. Terdapat beberapa alasan perusahaan melakukan buyback, misalnya saja
untuk meningkatkan nilai dari saham yang masih beredar atau mengurangi peredaran saham,
atau untuk mencegah pemegang saham untuk mengontrol pergerakan harga saham dari
perusahaan yang bersangkutan. Dengan membeli saham kembali atau melakukan buyback,
emiten bisa meningkatkan nilai atau harga saham karena jumlah saham yang beredar di pasar
menjadi lebih sedikit. Biasanya, buyback saham dilakukan oleh perusahaan ketika merasa harga
saham mereka undervalued atau terlalu murah. Buyback dilakukan sehingga investor bisa
mendapatkan imbal hasil yang lebih besar. Dengan buyback saham, nilai saham yang diberi oleh
investor pun juga akan meningkat.

 HASIL ANALISIS SHARE BUYBACK BANK MANDIRI 2019-2021


Pada tahun 2020 Bank Mandiri akan melakukan buyback dengan jumlah
sebanyak-banyaknya Rp 2 triliun. Jumlah saham yang akan dibeli kembali tidak akan
melebihi 20% dari modal disetor. Buyback saham Bank Mandiri yang berlangsung pada
20 Maret 2020 hingga Juni 2020 itu akan membeli sahamnya dengan harga yang
dianggap wajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Adapun aset dan ekuitas akan
menurun hingga Rp 2 triliun dikarenakan Bank Mandiri akan melakukan buyback
menggunakan kas internal. Akan tetapi untuk laba bersih tahun berjalan masih akan
sesuai dengan target Bank Mandiri. Untuk laba bersih per saham Bank Mandiri
diproyeksi akan mengalami kenaikan. Bank Mandiri yakin aksi buyback ini tidak akan
berpengaruh negatif terhadap kegiatan usaha, sebab Bank Mandiri memiliki modal dan
cashflow yang cukup untuk melaksanakan pembiayaan transaksi bersama dengan
kegiatan usaha.

 HASIL ANALISIS SHARE BUYBACK BANK BCA 2019-2021


Pada tahun 2019-2021 Bank BCA tidak melakukan buyback saham

6.3 CONCLUSION

Mempertimbangkan berbagai pilihan distribusi, muncul pertanyaan: jenis kebijakan


distribusi mana yang optimal? Jawabannya bervariasi dari kasus ke kasus. Secara singkat,
aturannya adalah sebagai berikut:

o Bisnis harus mempertahankan keuntungan, selama modal dapat diinvestasikan


kembali secara menguntungkan atau utang dapat dikurangi ke tingkat yang
memadai.
o Ketika harga saham menarik, pembelian kembali saham harus lebih diutamakan
daripada pembagian dividen. Selain memiliki keuntungan pajak, saham yang
dibeli kembali dapat digunakan sebagai mata uang akuisisi yang dijual kembali di
kemudian hari.
o Pembagian dividen masuk akal, terutama pada fase booming, karena saham
seringkali relatif mahal pada saat itu. Namun, pembayaran dividen biasanya
memiliki kerugian pajak bagi pemegang saham.
o Keuntungan dapat dipertahankan bahkan tanpa proyek investasi yang nyata.
Sebuah bantalan kas dan setara kas membuat bisnis lebih fleksibel dan keputusan
penting dapat didanai secara internal dan karena itu efisien.
Biasanya dividen disesuaikan dengan fluktuasi laba. Jika sebuah bisnis menampilkan
rasio dividen konstan 50% dan mengalami penurunan laba sementara, manajemen mungkin
merasa cenderung untuk membayar jumlah dividen yang sama seperti tahun sebelumnya. Dan
akhirnya, pembayaran dividen memiliki keuntungan bahwa kelebihan modal mengalir keluar
dari bisnis.

BAB 7

VALUTION RATIOS

7.1 Price to earnings ratio

A. Pengertian Price to Earnings Ratio


Price Earning Ratio (PER) merupakan suatu besaran angka yang biasa digunakan
sebagai analisis fundamental keuangan perusahaan. Angka ini biasanya digunakan untuk
memprediksi valuasi harga suatu saham.
Price earning ratio yang tinggi mengindikasikan investor mengharapkan pertumbuhan
laba bersih yang tinggi dari perusahaan. Price earning ratio yang tinggi pada saham dapat
diinterpretasikan sebagai saham yang mahal jika pada periode waktu mendatang
perusahaan tidak mampu meraih laba bersih yang lebih tinggi. Tingginya rendahnya price
earning ratio ditentukan dengan membandingkannya dengan price earning ratio saham
lain atau price earning sektor/pasar yang sesuai untuk dijadikan perbandingan.
Perusahaan yang merugi tidak memiliki price earning ratio. Nilai PER ideal mulai dari 20
sampai 25 kali lipat penghasilan. Namun, nilai tersebut harus disesuaikan dengan sektor
usaha yang dioperasikan.
Rumus :
Share Price
Price ¿ Earnings Ratio=
Earnings per Share

B. Analisis Price to Earnings Ratio bank Mandiri dan BCA tahun 2019-2021
1) Bank Mandiri
- Tahun 2019 :
Share Price
=
Earnings per Share
7.975
=
580
= 13,75 kali

- Tahun 2020 :
Share Price
=
Earnings per Share
6.150
=
401
= 15,34 kali

- Tahun 2021 :
Share Price
=
Earnings per Share
6.425
=
367
= 17,50 kali

 HASIL ANALISIS PRICE TO EARNING RATIO BANK MANDIRI 2019-2021


Dapat kita lihat melalui data diatas, bahwa price to earning ratio pada bank
Mandiri setiap tahunnya mengalami peningkatan. Nilai PER tertinggi berada pada tahun
2021 sebesar 17,50x. Hal ini menunjukkan bahwa selama tahun 2021 Bank Mandiri
mendapatkan laba sebanyak 17,50 kali dari saham yang beredar. Semakin tinggi nilai
PER akan menunjukkan semakin baik kemampuan perusahaan. Price to Earning Ratio
yang tinggi mengindikasikan bahwa harga saham akan tinggi dan sebaliknya. Rasio PER
pada Bank Mandiri termasuk baik dikarenakan nilai dari Price Earnings to Ratio diatas
10x

2) Bank BCA
- Tahun 2019 :
Share Price
=
Earnings per Share
33.370
=
1.159
= 28,8 kali

- Tahun 2020 :
Share Price
=
Earnings per Share
33.880
=
1.100
= 30,8 kali

- Tahun 2021 :
Share Price
=
Earnings per Share
38.000
=
1.214
= 31,3 kali

 HASIL ANALISIS PRICE TO EARNING RATIO BANK BCA 2019-2021


Dapat kita lihat melalui data diatas, bahwa price to earning ratio pada bank BCA
setiap tahunnya mengalami peningkatan. Nilai PER tertinggi berada pada tahun 2021
sebesar 31,3x. Hal ini menunjukkan bahwa selama tahun 2021 Bank BCA mendapatkan
laba sebanyak 31,3 kali dari saham yang beredar. Semakin tinggi nilai PER akan
menunjukkan semakin baik kemampuan perusahaan. Price to Earning Ratio yang tinggi
mengindikasikan bahwa harga saham akan tinggi dan sebaliknya. Rasio PER pada Bank
BCA termasuk baik dikarenakan nilai dari Price Earnings to Ratio diatas 10x

7.2 Price to Book Ratio

A. Pengertian Price to Book Ratio


Price to Book ratio atau P/B Ratio adalah istilah yang sangat umum dalam pasar
saham. P/B Ratio telah digunakan oleh banyak investor selama puluhan tahun, juga oleh
para analis pasar. P/B Ratio untuk membandingkan kapitalisasi pasar sebuah perusahaan
dengan nilai bukunya. Angka P/B Ratio bisa diperoleh dengan cara membagi price per
share saham perusahaan dengan book value per share (BVPS)-nya.
Perlu dipahami bahwa tidak mudah untuk menentukan apakah sebuah P/B Ratio itu baik
atau buruk hanya dengan melihat dari angkanya saja, kemudian memutuskan apakah
investasi pada perusahaan tersebut akan menjadi keputusan yang baik atau buruk.
Kegunaan utama dari P/B Ratio adalah untuk mengevaluasi saham sebuah perusahaan.
Namun P/B Ratio tidak boleh dijadikan satu-satunya pisau analisis. Misalnya dalam
sebuah kasus, sebuah perusahaan memiliki P/B Ratio yang rendah, yang artinya bahwa
perusahaan tersebut undervalue. Tidak hanya itu, bisa juga angka P/B Ratio yang rendah
menunjukkan adanya masalah tersembunyi di dalam perusahaan tersebut. Inilah
kelemahan dari P/B Ratio yang tidak dapat memperhitungkan faktor-faktor seperti
prospek pendapatan di masa depan atau aset tidak berwujud.
RUMUS :
Share Price
Price ¿ Book Ratio=
Book Value per Share

B. Analisis Price to Book Ratio bank Mandiri Tahun 2019-2021


1) Bank Mandiri
- Tahun 2019
Share Price
=
Book Value per Share
7.975
=
4.557
= 1,75 kali

- Tahun 2020 :
Share Price
=
Book Value per Share
6.150
=
3.967
= 1,55 kali

- Tahun 2021 :
Share Price
=
Book Value per Share
6.425
=
4.040
= 1,59 kali

 HASIL ANALISIS PRICE TO BOOK RATIO BANK MANDIRI 2019-2021


Berdasarkan hitungan diatas, price to book ratio pada tahun 2019 sebesar 1,75x,
pada tahun 2020 sebesar 1,55x, dan pada tahun 2021 sebesar 1,59 kali. Hasil data tersebut
dapat dijadikan prediksi dalam menilai keputusan investasi saham suatu perusahaan.
Dilihat dari tahun 2019-2021 price to book ratio bank mandiri mengalami naik turun.
Semakin tinggi price to book ratio berarti pasar percaya akan prospek Bank Mandiri,
sehingga mengakibatkan harga saham Bank Mandiri dari keamanan investasi pada
perusahaan. Jika harga pasar saham lebih tinggi daripada nilai price to book ratio, maka
hal ini menunjukkan bahwa pasar percaya bila Bank Mandiri akan menghasilkan nilai
tambah, baik bagi investor maupun perusahaan. Investor rasional akan memilih emiten
yang mempunyai price to book ratio yang tinggi. Menurut penelitian Sugiarto bahwa
perusahaan yang dikelola dengan baik pada umumnya memiliki price to book ratio diatas
satu. Hal ini menggambarkan nilai saham perusahaan lebih besar dibanding nilai buku
perusahaan. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai
perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan
saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.

2) Bank BCA
- Tahun 2019 :
Share Price
=
Book Value per Share
33.370
=
7.100
= 4,7 kali

- Tahun 2020 :
Share Price
=
Book Value per Share
33.880
=
7.528
= 4,5 kali

- Tahun 2021 :
Share Price
=
Book Value per Share
36.200
=
8.418
= 4,3 kali

 HASIL ANALISIS PRICE TO BOOK RATIO BANK BCA 2019-2021


Berdasarkan hitungan diatas, price to book ratio pada tahun 2019 sebesar 4,7x,
pada tahun 2020 sebesar 4,5x, dan pada tahun 2021 sebesar 4,3x. Hasil data tersebut
dapat dijadikan prediksi dalam menilai keputusan investasi saham suatu perusahaan.
Dilihat dari tahun 2019-2021 price to book ratio Bank BCA mengalami penurunan.
Semakin tinggi price to book ratio berarti pasar percaya akan prospek Bank BCA. Jika
harga pasar saham lebih tinggi daripada nilai price to book ratio, maka hal ini
menunjukkan bahwa pasar percaya bila Bank BCA akan menghasilkan nilai tambah, baik
bagi investor maupun perusahaan. Investor rasional akan memilih emiten yang
mempunyai price to book ratio yang tinggi. Menurut penelitian Sugiarto bahwa
perusahaan yang dikelola dengan baik pada umumnya memiliki price to book ratio diatas
satu. Hal ini menggambarkan nilai saham perusahaan lebih besar dibanding nilai buku
perusahaan. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai
perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan
saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.

7.3 Price to Cash Flow Ratio

A. Pengertian Price to Cash Flow Ratio


Price to Cash Flow Ratio (PCFR atau P/CF Ratio) atau dalam bahasa Indonesia
disebut dengan Harga Terhadap Arus Kas adalah rasio valuasi investasi yang digunakan
oleh investor untuk mengevaluasi daya tarik investasi terhadap saham suatu perusahaan
dengan membandingkan harga saham suatu perusahaan dengan arus kas perusahaan
tersebut. Price to Cash Flow Rasio ini menunjukan jumlah uang yang bersedia dibayar
oleh Investor untuk arus kas yang dihasilkan oleh perusahaan.
Price to Cash Flow Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk membanding nilai pasar
perusahaan dengan aliran kas atau arus kasnya. Rasio Price to Cash Flow Ratio yang
tinggi mengindikasikan nilai pasar perusahaan atau saham suatu perusahaan
diperdagangkan dengan harga yang relatif tinggi dan kemungkinan tidak menghasilkan
arus kas yang cukup. Pada umumnya, Investor akan lebih menyukai Rasio P/CF yang
rendah karena Rasio P/CF yang rendah menunjukan perusahaan yang bersangkutan
memiliki arus kas yang besar.
Rumus :
Share Price
Price ¿ Cash Flow Ratio=
Operating Cash Flow per Share

B. Analisis Price to Cash Flow Ratio bank Mandiri dan BCA tahun 2019-2021
1) Bank Mandiri
- Tahun 2019 :
Share Price
=
OperatingCash Flow per Share
7.975
=
513 ,5
= 15,5 kali

- Tahun 2020 :
Share Price
=
OperatingCash Flow per Share
6.150
=
2.187
= 2,81 kali

- Tahun 2021 :
Share Price
=
OperatingCash Flow per Share
6.425
=
2.783
= 2,3 kali

 HASIL ANALISIS PRICE TO CASHFLOW RATIO BANK BCA 2019-2021


Berdasarkan pada data diatas, dapat kita ketahui bahwa nili price to cashflow ratio
Bank Mandiri mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2019 nilai price to
cashflow Bank Mandiri adalah 15,5x dengan kata lain investor berani untuk membayar
15,5 untuk setiap 1 rupiah kas yang dihasilkan, pada tahun 2020 nilai price to cashflow
Bank Mandiri adalah 2,81x dengan kata lain investor berani untuk membayar 2,81 untuk
setiap 1 rupiah kas yang dihasilkan, pada tahun 2021 nilai price to cashflow Bank
Mandiri adalah 2,3x dengan kata lain investor berani untuk membayar 2,3 untuk setiap 1
rupiah kas yang dihasilkan. Investor akan menyukai nilai price to cashflow ratio yang
kecil, dikarenakan nilai price to cashflow yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan
diperdagangkan dengan harga tinggi namun tidak menghasilkan arus kas yang cukup
untuk mendukung.
2) Bank BCA
- Tahun 2019 :
Share Price
=
OperatingCash Flow per Share
33.370
=
2.107
= 15,8 kali

- Tahun 2020 :
Share Price
=
OperatingCash Flow per Share
33.880
=
2.068
= 16,3 kali

- Tahun 2021 :
Share Price
=
OperatingCash Flow per Share
36.200
=
5.118
= 7,07 kali

 HASIL ANALISIS PRICE TO CASHFLOW RATIO BANK BCA 2019-2021


Berdasarkan pada data diatas, dapat kita ketahui bahwa nili price to cashflow ratio
Bank BCA mengalami peningkatan dan juga penurunan setiap tahunnya. Pada tahun
2019 nilai price to cashflow Bank BCA adalah 15,8x dengan kata lain investor berani
untuk membayar 15,8 untuk setiap 1 rupiah kas yang dihasilkan, kemudian pada tahun
2020 nilai price to cashflow ratio Bank BCA mengalami peningkatan, pada tahun 2020
nilai price to cashflow Bank BCA adalah 16,3x dengan kata lain investor berani untuk
membayar 16,3 untuk setiap 1 rupiah kas yang dihasilkan, pada tahun 2021 nilai price to
cashflow Bank BCA adalah 7,07x dengan kata lain investor berani untuk membayar 7,07
untuk setiap 1 rupiah kas yang dihasilkan. Investor akan menyukai nilai price to cashflow
ratio yang kecil, dikarenakan nilai price to cashflow yang tinggi mengindikasikan bahwa
perusahaan diperdagangkan dengan harga tinggi namun tidak menghasilkan arus kas
yang cukup untuk mendukung.

7.4. Price To Sales Ratio


Rasio price to sales (P/S) adalah rasio valuasi yang membandingkan harga saham
perusahaan dengan pendapatannya. Nilai Price to Sales Ratio suatu perusahaan yang lebih
rendah dari nilai rata-rata Price to Sales Ratio dari sektor industri yang sama maka
mengindikasikan harga saham tersebut undervalued dan apabila lebih tinggi dari rata-rata Price
To Sales Ratio dari sektor industri yang sama maka mengindikasikan harga saham perusahaan
tersebut overvaluation.
Harga per Saham
Price ¿ Sales Ratio=
Pendapatan per Saham
Tahun BCA Mandiri
2019 0,001329 0,019810
2020 0.007004 0,032391
2021 0,006042 0,019410

Nilai rata-rata Price to Sales Ratio untuk BCA dan Mandiri dari tahun 2019-2021 adalah
0,014331. Dengan demikian, harga saham bank BCA untuk tahun 2019-2021 adalah
undervalued karena nilainya di bawah nilai rata-rata dan nilai tersebut dianggap optimal
sedangkan pada bank Mandiri, nilai Price to Sales Ratio pada tahun 2019-2021 berada di atas
nilai rata-rata maka harga saham bank Mandiri overvalued dari pasar. Maka dapat disimpulkan,
harga saham bank Mandiri pada tahun 2019-2021 yang mengalami overvalued mengindikasikan
bahwa harga saham bank Mandiri relatif lebih mahal daripada harga saham bank BCA di tahun
yang sama. Oleh sebab itu, investor perlu mengetahui rasio ini untuk mengevaluasi suatu
perusahaan.

7.5. Enterprise Value Approach


Enterprise value approach merupakan tolak ukur yang menentukan kualitas perusahaan
di mata investor. Seperti namanya, Enterprise Value adalah nilai ukur total dari sebuah
perusahaan. Nilai tersebut biasanya dipakai oleh para investor untuk mengukur berapa kira-kira
kapitalisasi pasar perusahaan. Selain itu, pengukuran nilai ini juga dianggap sebagai metrik yang
lebih valid ketika investor hendak melakukan pengambilalihan suatu perusahaan.

EV = Kapitalisasi Pasar + Nilai Pasar Utang – Kas dan Setara Kas.

Namun, pebisnis juga dapat menggunakan rumus yang telah diperluas, yaitu:

EV = Saham Biasa + Saham Preferen + Nilai Pasar Utang + Bunga Minoritas –


Kas dan Setara Kas.
Tahun BCA Mandiri
2019 628.540.520 913.623.497
2020 780.807.620 985.569.930
2021 844.046.011 1.144.627.192

Nilai Enterprise Value Approach (EV) pada bank BCA dan bank Mandiri pada tahun
2019-2021 mengalami peningkatan yang signifikan akan tetapi nilai EV bank Mandiri selalu
menjukkan nilai yang lebih besar daripada nilai EV bank BCA pada tahun 2019-2021. Hal ini
mengindikasikan bahwa nilai total dari bank Mandiri lebih besar daripada bank BCA. Besarnya
nilai perusahaan (Enterprise Value) ini juga dapat menjadi tolak ukur bagi para investor.
Sederhananya, semakin baik angka EV perusahaan, semakin besar jumlah untung yang dapat
dihasilkan. Dengan demikian, investor akan mendapatkan jumlah untung yang lebih besar dari
bank Mandiri daripada bank BCA pada tahun 2019-2021 karena nilai EV bank Mandiri selama
tiga tahun tersebut lebih besar dan lebih baik daripada bank BCA.

7.6. EV/EBITDA
EV/EBITDA yang juga bisa disebut dengan Enterprise Value Multiple (EVM) adalah
salah satu rasio analisis keuangan perusahaan, di mana EV (Enterprise Value) dibandingkan
dengan EBITDA (Earning Before Interest, Tax, Depreciation, and Amortisation).
EV to EBITDA adalah rasio valuasi yang digunakan untuk menilai mahal murahnya suatu
perusahaan berdasarkan kemampuannya menghasilkan laba usaha atau kas operasi.
EV Kapitalisasi pasar +Utang−Uang Kas
EVM = =
EBITDA Laba Bersih+ Bunga+ Pajak + Depresiasi+ Amortisasi
Tahun BCA Mandiri
2019 16,409008 23,723763
2020 21,620934 37,868230
2021 20,442691 27,254196

Nilai EV/EBITDA pada bank BCA di tahun 2019-2020 mengalami peningkatan dan
menurun pada tahun 2021. Hal yang sama juga terjadi pada bank Mandiri yang mengalami
peningkatan nilai EV/EBITDA di tahun 2019-2020 dan menurun pada tahun 2021. Para analis
berpendapat bahwa rasio EV/EBITDA yang murah berada di bawah 10. Meskipun pada tahun
2021 bank BCA dan bank Mandiri mengalami nilai yang menurun, akan tetapi nilai tersebut
tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Nilai EVM (EV/EBITDA) yang paling kecil
pada bank BCA dan bank Mandiri berada pada tahun 2019. Makin rendah angka EVM-nya, ini
menunjukkan bahwa kinerja perusahaan tersebut menjadi semakin baik dan harga saham
semakin murah sehingga akan mempercepat BEP. Oleh sebab itu, kinerja terbaik dari bank BCA
dan bank Mandiri berada pada tahun 2019 dan tahun 2021 (karena pada tahun 2021 nilai EVM
kembali menurun dari tahun 2020).

7.7. EV/EBIT
Rasio nilai perusahaan terhadap pendapatan sebelum bunga dan pajak (EV/EBIT) adalah
metrik yang digunakan untuk menentukan apakah suatu saham dihargai terlalu tinggi atau terlalu
rendah dalam kaitannya dengan saham setara dan pasar secara keseluruhan.
EV Nilai Perusahaan
=
EBIT Laba Sebelum Bunga dan Pajak
Tahun BCA Mandiri
2019 17,320415 25,071004
2020 23,260123 42,302695
2021 21,730702 29,840310

Nilai EV/EBIT pada tahun 2019-2021 bank Mandiri selalu lebih besar daripada bank
BCA meskipun pada tahun 2021 nilai kedua bank tersebut megalami penurunan. Dari nilai
tersebut dapat diindikasikan bahwa nilai saham bank Mandiri lebih tinggi atau mahal daripada
bank BCA. Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa saham perusahaan mungkin dinilai terlalu
tinggi. Meskipun menguntungkan bagi bank Mandiri untuk penjualan saham segera untuk
pengambilan keuntungan, situasi seperti itu dapat menimbulkan bencana jika harga pasar
berbalik yang menyebabkan harga saham anjlok. Sebaliknya, rasio EV/EBIT yang rendah
menunjukkan bahwa saham perusahaan mungkin undervalued. Harga saham bank BCA mungkin
lebih rendah daripada bank Mandiri, namun ketika pasar akhirnya memberikan nilai yang lebih
tepat untuk bisnis, harga saham dan laba bank BCA akan dapat naik.

7.8. EV/FCF
Nilai EV (Enterprise Value)/FCF (Free Cash Flow) membandingkan penilaian
perusahaan dengan potensinya untuk membuat laporan arus kas positif.
EV Nilai Perusahaan
=
FCF Arus Kas Bebas
Tahun BCA Mandiri
2019 -10,236985 -198,001763
2020 113,803249 14,898044
2021 9,937147 768,141727

Nilai EV/FCF pada bank BCA dan bank Mandiri menunjukkan nilai yang negatif pada
tahun 2019, itu menunjukkan bahwa pada tahun 2019, nilai perusahaan dan arus kas bebas pada
bank BCA dan bank Mandiri tidak mampu untuk membuat laporan arus kas yang positif.
Pada tahun 2019-2021, nilai EV/FCF bank BCA berfluktuasi. Rasio ini meningkat signifikan
pada tahun 2020 dan menurun secara signifikan pada tahun 2021, yaitu dari 113,803249 menjadi
9,937147.
Pada tahun 2019-2021, nilai EV/FCF bank Mandiri selalu meningkat. Rasio ini meningkat di
tahun 2020 dan meningkat lagi dengan sangat signifikan pada tahun 2021, yaitu dari 14,898044
menjadi 768,141727.

7.9. EV/Sales
EV/Sales adalah rasio keuangan yang membandingkan nilai total perusahaan dengan
penjualannya. Secara umum, semakin rendah rasio perusahaan, semakin murah nilai perusahaan
tersebut.
EV Nilai Perusahaan
=
Sales Penjualan
Tahun BCA Mandiri
2019 249,192711 249,089249
2020 293,097933 323,989721
2021 256,514399 353,298098

Nilai EV/Sales bank BCA mengalami peningkatan pada tahun 2020 dan menurun pada
tahun 2021 sedangkan pada bank Mandiri menunjukkan nilai yang selalu meningkat dari tahun
2019-2021. Rasio bank Mandiri lebih besar dari bank BCA pada tahun 2020-2021. Hal ini
menunjukkan bahwa harga saham bank Mandiri lebih mahal daripada bank BCA pada tahun
2020-2021 dan harga saham bank BCA lebih mahal daripada bank Mandiri pada tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai