Anda di halaman 1dari 2

ARTI SEBUAH KEJUJURAN

Orang bijak berkata, kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana-mana. Pepatah
ini nyata adanya, bahkan aku sendiri mengalaminya sejak di bangku SMP, terutama pada
waktu ujian akhir sekolah.

Perkenalkan, namaku Dimas, seorang siswa kelas 11 yang berambisi untuk mendapat nilai
ujian terbaik dalam satu angkatan. Hanya saja, untuk mendapatkan nilai tertinggi tersebut tentu saja
tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Pilihan untuk berbohong dan jujur, hal itulah yang aku hadapi ketika menghadapi ujian. Saat
itu, teman-teman sekelas banyak yang melakukan berbagai cara untuk mendapat contekan. Mulai
dari membawa catatan kecil, bahkan menyembunyikan buku di laci meja.

“Dim, lu mau contekan kaga? Nih gue bawa” bisik Amri di sebelahku sesaat sebelum ujian
berlangsung.

“Hm, boleh boleh. Mau deh!” ucapku sambil mengambil catatan kecil darinya.

Saat itu, aku memang masih belum percaya buah dari sebuah kejujuran. Bahkan tidak jarang
aku mencontek di beberapa mata pelajaran yang kurang begitu aku suka seperti matematika, fisika,
hingga kimia. Itu pun karena aku juga duduk di bagian belakang sehingga ada kesempatan besar
untuk melihat contekan.

Beberapa hari kemudian, wali kelas mengumumkan nilai ujian tersebut. Aku dan teman-
teman sama-sama tegang ketika nilai tersebut akan diumumkan.

Secara umum, nilai ujian kami tidak terlalu mengecewakan, namun berbeda dengan nilaiku,
sebab dari semua nilai, justru mata pelajaran matematika jauh dari ekspektasi. Padahal, sewaktu
ujian mata pelajaran itulah aku membawa catatan lengkap di dalam laci meja.

Saat itu aku hanya dapat termenung, mengingat kembali momen ujian di mana aku
mencontek namun mendapatkan nilai buruk. Sementara di mata pelajaran lain yang aku kerjakan
sendiri, hasilnya justru di luar dugaan begitu baik.

Aku pun bertekad untuk menghadapi ujian berikutnya dengan usaha sendiri. Aku pun berniat
untuk berusaha lebih jujur ketika mengerjakan soal-soal yang diberikan, sesulit apapun itu. Terlebih
ujian yang akan kuhadapi nanti merupakan ujian penentu kelulusan dengan pengawas eksternal dari
sekolah lain. Jadi jika aku mencontek, kemungkinan akan ketahuan juga akan jauh lebih besar.
Semenjak itu, aku selalu mempelajari kembali materi yang sudah diajarkan guru di kelas. Aku
juga selalu berlatih mengerjakan soal-soal latihan setiap hari demi mengejar tekadku untuk menjadi
yang terbaik di kelas bahkan dalam satu angkatan.

Akhirnya hari ujian pun tiba, materi yang telah aku pelajari semuanya keluar. Tanganku terasa
begitu lancar mengerjakan soal-soal tersebut dan membubuhkan jawaban tanpa ragu. Bahkan aku
begitu lega setelah pelaksanaan ujian selesai.

Pengumuman ujian pun tiba. Aku kembali merasa tegang dengan hasil yang akan didapatkan.
Ibu Kepala Sekolah pun membacakan tiga besar siswa yang mendapat nilai terbaik.

“Dan siswa yang meraih juara umum adalah …” ujar Ibu Kepala Sekolah,

Semua murid begitu tegang menunggu kelanjutan ucapan beliau.

“Dimas Agung Nugraha” lanjutnya sambil bertepuk tangan dan mengarahkan pandangan
padaku.

Semua murid & guru pun bertepuk tangan. Bahagia dan haru mengiringi langkahku menuju
ke podium untuk menerima penghargaan dari sekolah. Semua teman dan guru memberikan selamat
padaku. Bahkan aku didaulat untuk menyampaikan pidato kelulusan mewakili seluruh teman-teman
angkatan.

Anda mungkin juga menyukai