Anda di halaman 1dari 51

BUKU S A KU

DINAS PEREMPUAN DAN ANAK # N I K A H S E H AT I


PROVINSI JAWA TENGAH

GERAKAN BERSAMA PENCEGAHAN


PERKAWINAN ANAK DI PROVINSI JAWA TENGAH
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga Buku Saku JO KAWIN BOCAH ini dapat tersusun. Buku saku JO KAWIN BOCAH ini disusun
sebagai bahan bacaan ringkas serta menjadi panduan sosialisasi bagi Gerakan Pencegahan dan
Penanganan Perkawinan Anak di Provinsi Jawa Tengah.
Buku saku yang disusun dan diolah dari berbagai sumber ini diharapkan
dapat mendukung upaya kita bersama dalam menekan angka perkawinan anak di
Jawa Tengah serta mampu mendorong peran serta pemerintah, komunitas, media
massa, akademisi, dunia usaha serta masyarakat dan anak.
Mari bergandeng tangan untuk mencegah dan menangani terjadinya
perkawinan anak di Jawa Tengah dengan JO KAWIN BOCAH.

Semarang, 30 April 2021


KEPALA DINAS PEREMPUAN DAN ANAK
PROVINSI JAWA TENGAH

Dra. RETNO SUDEWI, Apt, M.Si, MM


Pembina Utama Muda
NIP. 19681124 199310 2 001
APA ITU “JO KAWIN BOCAH”?
JO KAWIN BOCAH merupakan bahasa Jawa yang
secara harfiah dapat diartikan Jo: Ojo atau Jangan;
Kawin: Menikah; Bocah: Anak.
JO KAWIN BOCAH merupakan sebuah gerakan dan
ajakan bagi masyarakat (termasuk anak), khususnya
di Jawa Tengah untuk mencegah terjadinya
pernikahan di usia anak.
JO KAWIN BOCAH merupakan inisiatif Dinas Perempuan dan Anak
Provinsi Jawa Tengah sebagai gerakan bersama yang masif untuk
mencegah terjadinya perkawinan usia anak di Jawa Tengah, karena
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 telah mengamanatkan batas usia
minimal menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki maupun perempuan.
TUJUAN JO KAWIN BOCAH
Peningkatan kesadaran
masyarakat (termasuk anak)
dan peningkatan komitmen
bersama pemangku Juga berkontribusi sebagai
kepentingan mengenai upaya upaya untuk:
pencegahan perkawinan anak.
mengurangi Angka
Kematian Ibu (AKI) serta
sebagai upaya untuk Angka Kematian Bayi dan
Balita (AKB dan AKABA);

Pendewasaan Usia Pemenuhan Hak Anak mencegah terjadinya


Perkawinan dalam rangka di Jawa Tengah; stunting di Jawa Tengah.
SIAPA SAJA YANG TERLIBAT?
PEMERINTAH

Siapapun dapat terlibat


AKADEMISI KOMUNITAS
dalam Gerakan “JO KAWIN
BOCAH”, terutama para
stakeholder terkait yang
melibatkan unsur
“PENTAHELIX”, yaitu: DUNIA MEDIA
USAHA MASSA
SIAPA YANG MENJADI SASARAN?

terutama bagi mereka yang berada dalam


ORANG TUA kelompok rentan yang antara lain meliputi:

Keluarga Pendidikan Masyarakat


KELUARGA Miskin* Rendah* Pedesaan*

Pengasuhan Kelompok
Kelompok
Tunggal/ Rentan
ANAK Remaja
Alternatif Lainnya
*) berdasarkan temuan data Susenas tahun 2018 mengenai kelompok rentan
yang paling berisiko mengalami perkawinan anak
STRATEGI KOMUNIKASI JO KAWIN BOCAH

PRODUKSI AMPLIFIKASI
LOGO, Sosialisasi melalui
JINGLE, media sosial,
Hashtag #NIKAHSEHATI, media massa,
Media KIE lainnya tokoh agama,
untuk dikomunikasikan tokoh masyarakat,
secara daring (dalam influencer, dll
jaringan) maupun luring
(luar jaringan)

PARTISIPASI INFORMASI
Mendorong keterlibatan
seluruh lapisan masyarakat,
RUJUKAN
pemerintah, akademisi, LAYANAN
komunitas, dunia usaha,
media massa dan anak/remaja INTEGRATIF
FILOSOFI LOGO

SILUET DUA ORANG ANAK: menunjukkan


anak-anak yang harus kita lindungi dan penuhi
haknya
LENGKUKAN HATI: melambangkan kasih
sayang dan perlindungan yang harus diberikan
kepada anak
LOGO JO KAWIN BOCAH ini diharapkan
memberikan wawasan kepada keluarga dan
anak dalam mengubah pandangan anak
mengenai perkawinan serta merangkul anak
untuk mempersiapakan masa depan yang baik
untuk pernikahan yang terencana dan mandiri.
HASHTAG #NikahSEHATI
#NikahSEHATI merupakan hashtag yang harus turut disosialisasikan
kepada masyarakat, karena Jo Kawin Bocah bukan sekadar mencegah
terjadinya perkawinan anak, tetapi juga mengajak masyarakat Jawa Tengah
untuk benar-benar memastikan kesiapan dirinya sebelum menikah.
SEHATI merupakan akronim yang menggambarkan apa saja kesiapan
minimal yang harus dipenuhi oleh calon pasangan suami-istri, yaitu
harus dapat SEHAT, TERENCANA dan MANDIRI.

SEHAT TERENCANA MANDIRI


HASHTAG #NikahSEHATI

Usia menikah yang sehat bagi perempuan minimal 21 tahun


SEHAT dan bagi laki-laki adalah 25 tahun. Pada usia tersebut
diharapkan seseorang sudah lebih matang secara fisik dan
mental untuk bereproduksi serta memiliki keterampilan yang
cukup untuk mencari nafkah dan mengasuh anak.

Sebuah pernikahan harus dapat direncanakan dengan baik


TERENCANA dari berbagai aspek dalam rumah tangganya, baik finansial,
pengasuhan anak maupun mengelola emosi dan mental
dalam menghadapi persoalan sehari-hari dalam keluarga

Individu yang telah siap untuk menikah harus mampu mandiri


MANDIRI baik secara finansial, sosial, mental dan spiritual serta
mampu mengasuh dan mendidik anak secara optimal
*) berdasarkan BKKBN RI
JINGLE Jo Kawin Bocah
Lirik Lagu Jinggle JO KAWIN BOCAH
TONTON DI
bocah jawa tengah, ojo kawin bocah
yo podo sekolah, agar masa depan cerah
bocah jawa tengah, ojo kawin bocah
gapailah cita-citamu
Youtube Channel
esok kamu kan bahagia DP3AP2KB Jateng
reff: bit.ly/JinggleJoKawinBocah
usia mudamu, berkarya dahulu (musik, gerak dan lagu)
jangan buru-buru, gapailah citamu
sehat terencana mandiri kuncinya
ojo podo kawin bocah Materi video dan lagu dapat
pula diunduh di
Lirik & Aransemen oleh Cristina Setia Ningrum
(Alumni Forum Anak Jawa Tengah)
jokawinbocah.id
APA ITU
PERKAWINAN
ANAK?
ANAK PERKAWINAN PERKAWINAN ANAK
Seseorang yang belum Ikatan lahir batin antara Perkawinan yang dilakukan oleh
berusia 18 (delapan belas) seorang pria dengan seorang seseorang yang belum berusia 18
tahun, termasuk anak yang wanita sebagai suami isteri (delapan belas) tahun.
masih dalam kandungan. dengan tujuan membentuk Perkawinan anak menghambat
(UU No. 35 Tahun 2014 keluarga (rumah tangga) yang terpenuhinya hak-hak anak,
tentang Perubahan UU No. bahagia dan kekal. menyebabkan kekerasan,
23 Tahun 2002 tentang (UU No. 16 Tahun 2019 tentang penelantaran dan pengabaian
Perlindungan Anak) Perubahan UU No 1 Tahun pada anak serta merupakan
1974 tentang Perkawinan) pelanggaran hak asasi manusia.
(UU No. 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan UU No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak)
Telah terjadi perubahan regulasi mengenai batas
minimum seseorang boleh melakukan perkawinan

Undang-Undang Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan
tentang Perkawinan Atas UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

1974 2019

Laki-Laki:19 tahun Laki-Laki: 19 tahun


Perempuan: 16 tahun Perempuan: 19 tahun

Dengan catatan, perkawinan yang dilakukan di bawah


usia 21 tahun harus melalui persetujuan orang tua.
MENGAPA
PERKAWINAN ANAK
HARUS DICEGAH?
RISIKO MENIKAH DI USIA ANAK
KESEHATAN FISIK KESEHATAN MENTAL
Risiko gangguan Usia anak belum cukup
kesehatan pada anak stabil emosinya dalam
karena belum matang menghadapi persoalan
Perempuan lebih
organ reproduksinya. rumah tangga.
banyak menanggung
KEKERASAN risiko buruk ketika KELUARGA MISKIN
menikah di usia anak
Emosi anak yang labil Rendahnya pendidikan
meningkatkan risiko anak karena perkawinan
terjadinya kekerasan menjadikannya tenaga kerja
dalam rumah tangga. yang kurang terampil

TERHAMBATNYA HAK ANAK


(Pendidikan, Kesehatan, Pengasuhan,
Partisipasi, Perlindungan, dll)

Anak yang lahir dari orang tua yang menikah di usia anak sangat
berisiko mengalami gangguan kesehatan secara fisik dan mental.
RISIKO KESEHATAN
PADA ANAK YANG MENIKAH

Bagi anak perempuan

• Secara fisik, alat reproduksi perempuan belum benar-


benar siap untuk hamil dan melahirkan
• Risiko tertular penyakit menular seksual dan menderita
kanker serviks menjadi lebih tinggi
• Rentan terjadi komplikasi kehamilan dan keguguran
• Janin yang dikandung oleh ibu yang berusia anak
rentan kekurangan gizi dan nutrisi
• Meningkatkan risiko kematian Ibu dan bayi
• Rentan mengalami pre eklamsia (peningkatan tekanan
darah saat melahirkan) dan kejang selama melahirkan
• Risiko lain yang dialami perempuan, seperti
mempercepat terjadinya pengeroposan tulang
RISIKO KESEHATAN MENTAL
PADA ANAK YANG MENIKAH

Perkawinan anak juga sangat mempengaruhi


kesehatan mental anak dan keluarga

• Meningkatnya kerentanan terjadinya kekerasan dalam


rumah tangga (KDRT)
• Rentan terjadinya perceraian karena usianya belum
matang untuk membina rumah tangga
• Usia psikologis yang masih labil akan mempengaruhi
buruknya pengasuhan dan keharmonisan keluarga. Hal
ini pun berdampak pada gizi serta kesehatan anak
• Berisiko mengalami depresi, termasuk baby blues pada
perempuan yang baru melahirkan
• Rentan mengalami trauma dan krisis kepercayaan diri
• Rentan melakukan bunuh diri

Sumber Foto: Unicef Indonesia


RISIKO KESEHATAN FISIK & MENTAL
AKIBAT PERKAWINAN ANAK

Bagi anak yang dilahirkan dari Ibu yang


hamil di usia anak

• Bayi lebih berisiko lahir premature dan menyandang


cacat bawaan
• Anak berisiko mengalami stunting
• Anak rentan menderita gizi kurang dan gizi buruk sejak
dari janin
• Anak yang lahir dari keluarga yang menikah di usia
anak rentan tidak mendapatkan pengasuhan yang
tepat karena keterbatasan pemahaman orang tuanya.
• Anak lebih berisiko menjadi korban perlakuan salah,
penelantaran kekerasan dan eksploitasi
• Hak-haknya sebagai anak tidak terpenuhi
RISIKO KEKERASAN
AKIBAT PERKAWINAN ANAK

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), salah


satunya terjadi karena perkawinan pada usia anak
• Anak yang menikah cenderung mengalami kekerasan fisik,
seksual, psikologis dan emosional serta isolasi sosial
akibat timpangnya relasi gender dan kekuasaan.
• Status pernikahannya pun membuat mereka terpaksa
berpisah dengan dunia anak atau sebayanya tanpa
kesiapan, dan meningkatkan risiko menjadi korban bullying
atau stigmatisasi di masyarakat.
• Anak perempuan yang menikah jauh lebih berisiko untuk
menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Sumber Foto: Unicef Indonesia


RISIKO KEKERASAN
AKIBAT PERKAWINAN ANAK

Tingkat Peceraian Tinggi


• Anak-anak belum matang secara fisik, mental, dan
spiritual untuk mengemban tanggung jawab yang
diperlukan dalam menghadapi berbagai persoalan
rumah tangga, mengasuh anak serta untuk
mempertahankan hubungan perkawinan.
• Perkawinan yang dilakukan pada usia anak lebih rentan
berakhir pada perceraian.
• Perempuan lebih sering mendapatkan stigma buruk di
masyarakat paska perceraian di usia yang sangat muda
dan berpotensi menjadi korban kekerasan lainnya, seperti
eksploitasi seksual.
Sumber Foto: Unicef Indonesia
MENJADI KELUARGA MISKIN
AKIBAT PERKAWINAN ANAK

• Perkawinan anak menyebabkan hak pendidikannya


terhambat dan menjadi SDM dengan ketrampilan
rendah, padahal membina rumah tangga juga butuh
kesiapan ekonomi yang ditunjang oleh hal tersebut.
Maka anak yang menikah hanya akan menjadi
keluarga miskin baru.
• Seringkali, pernikahan usia anak justru dilakukan oleh
keluarga miskin sehingga hanya akan memperburuk
kondisi kemiskinan di masyarakat.
• Kemiskinan akan mendorong terjadinya problem
sosial lain, seperti KDRT, kriminalitas atau
eksploitasi pada perempuan dan anak.
• Keterbatasan akses pendidikan bagi anak dari
keluarga miskin membuat pernikahan anak menjadi
lingkaran siklus kemiskinan. Sumber Foto: Unicef Indonesia
DAMPAK PERKAWINAN ANAK

KETIMPANGAN PEREKONOMIAN
GENDER BANGSA
Melanggengkan siklus Terkait rendahnya kualitas
ketidaksetaraan gender SDM dan meningkatnya
dan budaya patriarki penduduk miskin

MASALAH SOSIAL PROGRAM PEMERINTAH


TERHAMBAT
Terkait makin tingginya Terkait upaya pemenuhan
angka kekerasan pada hak anak, seperti wajib
perempuan dan anak, belajar 12 tahun, keluarga
kemiskinan, eksploitasi, dll. berencana, dll.
Dampak Perkawinan Anak terhadap
KETIMPANGAN GENDER
Perkawinan anak hanya akan
melanggengkan ketidaksetaraan gender
• Perkawinan anak akan berdampak buruk terhadap
status kesehatan, pendidikan, ekonomi dan
perlindungan (terutama bagi perempuan), termasuk
anak-anak mereka nantinya.
• Perempuan paling banyak dirugikan dalam praktek
perkawinan usia anak, baik secara fisik maupun psikis.
• Anak perempuan yang dinikahkan adalah korban
ketimpangan relasi kuasa dari orang tua maupun
suaminya, sehingga sangat berisiko menjadi korban
kekerasan dalam rumah tangga dan ini akan semakin
melanggengkan ketimpangan gender.
Dampak Perkawinan Anak terhadap
PEREKONOMIAN BANGSA
Melanggengkan “Siklus Kemiskinan”
• Ketidaksiapan secara ekonomi dalam membangun rumah
tangga hanya akan menimbulkan keluarga miskin baru.
• Ironisnya, anak-anak dari keluarga miskin lebih rentan
melakukan perkawinan anak, dan hal ini akan semakin
melanggengkan siklus kemiskinan di masyarakat.

Menurunnya kualitas sumber daya manusia Sumber Foto: Unicef Indonesia

• Perkawinan anak memaksa anak putus sekolah dan menjadi pengangguran minim keterampilan.
• Rendahnya kualitas SDM jelas akan mempengaruhi kondisi perekonomian nasional.
• Bahkan, perkawinan anak diestimasi akan menyebabkan kerugian ekonomi setidaknya 1,7%
dari PDB.*
*) Figur ini didasarkan pada hilangnya pendapatan yang akan didapatkan jika anak perempuan yang menikah (usia 15-19 tahun)
menunda pernikahan sampai berusia 20 tahun.(Sumber: Susenas BPS 2016)
MASALAH-MASALAH SOSIAL
Yang Timbul Sebagai Dampak Perkawinan Anak

Perkawinan anak hanya akan memperburuk


masalah sosial di keluarga dan masyarakat
• Ketidaksiapan anak secara fisik dan psikis hanya akan
menimbulkan berbagai persoalan dalam rumah tangga
yang tak mampu mereka selesaikan.
• Pasangan yang menikah di usia anak jauh lebih berisiko
untuk berakhir dengan perceraian.
• Kekerasan dalam rumah tangga akan lebih rentan terjadi,
karena ketidakstabilan emosi pasangan usia anak, dan
hanya akan memperburuk kesejahteraan keluarga.
• Kemiskinan yang terjadi akibat perkawinan anak pun akan
berdampak pada masalah sosial lain yang menganggu
kesejahteraan masyarakat, seperti kriminalitas.
Sumber Foto: Unicef Indonesia
Dampak Perkawinan Anak terhadap
TERHAMBATNYA PROGRAM PEMERINTAH
Program Pemerintah yang diupayakan bagi
masyarakat pun akan ikut terhambat karena
dampak dari perkawinan anak
• Program pendidikan Wajib Belajar 12 Tahun untuk
meningkatkan kualitas SDM kita akan terkendala karena
anak yang telah menikah akan sulit mendapatkan akses
pendidikan tersebut dengan layak.
• Program Keluarga Berencana untuk meningkatkan
kualitas keluarga dan pembatasan jumlah penduduk
akan terhambat jika pernikahan usia anak masih terjadi.
• Program Kesehatan, seperti Pengurangan Angka Kematian Ibu dan Bayi, Penurunan Balita Gizi
Buruk dan Gizi Kurang serta Pencegahan Stunting akan sulit dikendalikan karena secara fisik
dan mental pasangan anak belum siap menjadi orang tua.
• Program Pengentasan Kemiskinan akan terhambat karena ketidaksiapan anak secara ekonomi.
BAGAIMANA SITUASI
PERKAWINAN ANAK
DI JAWA TENGAH?
Berdasarkan Data Proporsi Perempuan Usia 20-24 Tahun yang
Berstatus Kawin Sebelum Umur 18 Tahun pada Tahun 2019,
Provinsi Jawa Tengah (10,2%) hanya sedikit saja di bawah
angka rata-rata nasional (10,82%).

INDONESIA:
10,82%

JAWA TENGAH: Akibat dampak situasi


10,2%
pandemi, angka ini
berpotensi meningkat.
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2020
GRAFIK PERKAWINAN USIA ANAK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016-2020

12000
11301
10000
8000
6000
4000
1622 1633 1942 1377 1671
2000 1446 1141 1264 672
0
2016 2017 2018 2019 2020
Laki-laki Perempuan

Pada tahun 2020 terjadi kenaikan jumlah perkawinan anak perempuan yang sangat signifikan,
dari 672 melonjak menjadi 11.301 atau terjadi kenaikan sebesar 10.629.
Mulai tanggal 15 Oktober 2019, berlaku UU No. 16 Tahun 2019
Sumber: Publikasi Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah Tahun 2020 tentang Perkawinan (batas minimal umur perkawinan bagi wanita
dipersamakan dengan batas minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu
Terdapat 12.972 anak yang melakukan perkawinan selama tahun 2020.
Apabila dilihat dari Grafik, tampak bahwa permasalahan perkawinan anak ini
terjadi di semua Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

Sumber Data:
Dari grafik berdasarkan jenis kelamin, tampak bahwa anak perempuan lebih banyak Kanwil Kemenag Jawa Tengah

mengalami perkawinan di usia anak (11.301 anak) dibanding laki-laki (1.671 anak).
Data pilah perkawinan anak berdasarkan jenis kelamin sebelum tahun 2020 dianggap kurang merepresentasikan kondisi perkawinan anak,
karena perbedaan batasan usia yang dicatat, perempuan usia 0-16 tahun, laki-laki 0-19 tahun (masih berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974).
Data pada tahun 2016-2019 jumlah anak laki-laki yang menikah selalu lebih banyak daripada anak perempuan, karena anak perempuan
berumur 17-19 tahun tidak perlu mengajukan dispensasi menikah dan datanya tidak tercatat.
GRAFIK DISPENSASI KAWIN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016-2020
15,000 13,398

10,000

5,007
5,000 2,912 2,703 2,776

0
2016 2017 2018 2019 2020
Sumber: pta-semarang.go.id | Pengadilan Tinggi Agama Semarang

Dalam kurun tahun 2018 s.d. 2020, jumlah Dispensasi Kawin di Jawa Tengah mengalami trend kenaikan.
Terjadi kenaikan sebesar 2.231 pada tahun 2019 jika dibandingkan pada tahun 2018, dan dari tahun 2019 ke
tahun 2020 terjadi kenaikan yang lebih signifikan sebesar 8.391. Hal ini tentu saja terkait dengan berlakunya
UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengubah batas
minimal usia kawin perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun, serta Peraturan MA No. 5 Tahun 2019 tentang
Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, yaitu bagi yang belum berusia 19 tahun..
GRAFIK DISPENSASI KAWIN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2018-2020 PER-BULAN

2000 1,678 1,625 1,774


1,288 1,375 1,278
1500 1,142 1,165
1,015 1,052
896
1000 900
444 440
500
263 380 303
202 203 206 190 143 208 235
0 307 248 226 229 269 319 218 253
196 119 198 194

2018 2019 2020


Sumber : pta-semarang.go.id | Pengadilan Tinggi Agama Semarang

Terjadi penurunan jumlah pemohon dispensasi kawin pada masa awal pandemi (April-Mei 2020), tetapi
kemudian angka permohonan kembali meningkat secara signifikan pada bulan Juni-Desember 2020.
Catatan: diperlukan studi mengenai penyebab perkawinan anak semakin meningkat apakah dikarenakan
perubahan regulasi pada batas usia minimum dan/atau dampak jangka panjang pandemi covid-19.
GRAFIK PERBANDINGAN DISPENSASI KAWIN
DITERIMA DAN DIPUTUS PADA TAHUN 2016-2020
16,000
13,684
14,000
12,000 13,398

10,000
8,000
5,471
6,000
4,000 3,128 2,967 2,995 5,007
2,000 2,912 2,776
2,703
-
2016 2017 2018 2019 2020
DKT DKP
Sumber:
Catatan:
DKT & DKP : Website PTA Semarang (pta-semarang.go.id)
Yang dimaksud DKT adalah pengajuan Dispensasi Kawin
Keterangan: Yang baru diterima berkasnya di Pengadilan Agama.
DKT (Dispensasi Kawin diterima) Sedang DKP adalah permohonan dispensasi kawin
DKP (Dispensasi Kawin diputus) yang telah diputus oleh Pengadilan Agama.
GRAFIK PERBANDINGAN DISPENSASI KAWIN DITERIMA DAN DIPUTUS
PER BULAN TAHUN 2020
1,800 1,701 1,639
1,578 1,530
1,600 1,505
1,678 1,378 1,625
1,400
1,200 1,142 1,375
1,288 1,015 1,278 1,052
934
1,000 1,165
989
800 928
896
600 452 463
587
400
444 440
200
-

DKT DKP
Sumber: Catatan:
DKT & DKP : Website PTA Semarang (pta-semarang.go.id) Yang dimaksud DKT adalah pengajuan Dispensasi Kawin
Keterangan: Yang baru diterima berkasnya di Pengadilan Agama.
DKT (Dispensasi Kawin diterima) Sedang DKP adalah permohonan dispensasi kawin
DKP (Dispensasi Kawin diputus) yang telah diputus oleh Pengadilan Agama.
Diperkirakan, perkawinan pada
anak perempuan
di Indonesia mencapai
1.220.900 anak
*pada tahun 2018

dan 145.700 anak


diantaranya berasal dari
Jawa Tengah.

Sumber Foto: Unicef Indonesia/2015/Nick Baker


Anak perempuan*
di daerah perdesaan dua kali lebih
mungkin untuk menikah sebelum usia
18 tahun dibandingkan dengan anak
perempuan dari daerah perkotaan.
Sumber Foto: Unicef Indonesia
Sumber: Fact Sheet Perkawinan Anak UNICEF Indonesia (2020)

Anak perempuan* dari rumah tangga dengan


kuintil pengeluaran terendah hampir tiga kali
lebih mungkin untuk menikah sebelum umur
18 tahun dibandingkan dengan anak perempuan
dari rumah tangga dengan kuintil pengeluaran
tertinggi. Sumber Foto: Unicef Indonesia
FAKTOR PENYEBAB PERKAWINAN ANAK

KONDISI EKONOMI LINGKUNGAN SOSIAL PENDIDIKAN


Anak dari keluarga miskin Anak di pedesaan lebih rentan Keluarga yang berpendidikan
lebih rentan dinikahkan karena terbatasnya akses rendah lebih rentan
pengetahuan menikahkan anaknya

KESEHATAN NILAI SOSIAL PENGASUHAN


REPRODUKSI BUDAYA PERMISIF
Kurangnya pemahaman Masih terdapat nilai-nilai sosial Kurangnya pemahaman dan
kespro dari orang tua dan di masyarakat yang pengasuhan yang baik
anak memicu terjadinya mendukung perkawinan anak membuat anak rentan
perkawinan anak melakukan pergaulan bebas

*) berdasarkan Laporan Pencegahan Perkawinan Anak: Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda, tahun 2020
Apa yang bisa kita lakukan untuk cegah
perkawinan anak?
Sebagai Sebagai
ORANG TUA MASYARAKAT
Berperan aktif untuk
Memampukan diri dalam
membangun dan
pengasuhan yang
memperkuat norma yang
berorientasi pada
mencegah perkawinan
perlindungan anak serta
anak dan kekerasan,
terlibat aktif dalam sosialisasi
melalui sosialiasi, dialog
dan pendampingan di
Bagi ANAK dan rembuk anggota
lingkungan masyarakat.
masyarakat.
Menjadi pelapor dan Memberikan
pelopor dalam pencegahan pendampingan bagi
perkawinan anak bagi keluarga atau kelompok
sebayanya. yang rentan.
STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN PERKAWINAN ANAK
3. Aksesibilitas dan Perluasan Layanan
Menjamin anak mendapat layanan dasar komprehensif untuk kesejahteraan anak
Fokus Intervensi
 Pelayanan untuk mencegah perkawinan anak.
 Pelayanan untuk penguatan anak pasca perkawinan. 4. Penguatan Regulasi dan Kelembagaan
Menjamin pelaksanaan dan penegakan regulasi terkait
2. Lingkungan yang Mendukung Pencegahan pencegahan perkawinan anak serta meningkatkan
kapasitas dan optimalisasi tata kelola kelembagaan
Perkawinan Anak Fokus Intervensi:
Membangun nilai dan norma yang mencegah perkawinan anak,  Penguatan kapasitas kelembagaan
Fokus Intervensi: peradilan agama, KUA & sat pddk.
 Penguatan ketahanan keluarga  Penguatan proses pembuatan dan
 Perubahan nilai dan norma terhadap perbaikan regulasi
perkawinan.  Penegakan Regulasi

5. Penguatan Koordinasi Pemangku


1. Optimalisasi Kapasitas Anak Kepentingan
Memastikan anak memiliki resiliensi dan mampu menjadi Meningkatkan sinergi dan konvergensi upaya
agen perubahan pencegahan perkawinan anak
Fokus Intervensi: Fokus intervensi:
 Peningkatan kesadaran dan sikap  Peningkatan kerjasama lintas sektor,
terkait hak kesehatan reproduksi dan bidang, dan wilayah.
seksualitas yang komprehensif. STRANAS PPA  Penguatan sistem data dan informasi.
 Pengawasan, pemantauan, dan evaluasi.
 Peningkatan partisipasi anak dalam
pencegahan perkawinan anak.
Sumber : Bappenas RI
INTERVENSI KUNCI DALAM JO KAWIN BOCAH
Aksesibilitas dan Perluasan Mengadaptasi intervensi kunci dari Strategi Nasional PPA
Lingkungan yang
Layanan
Mendukung
Pencegahan Penyediaan layanan Penguatan Regulasi Penguatan Koordinasi
Perkawinan Anak informasi kespro dan Kelembagaan Pemangku
komprehensif
Kepentingan
Penguatan Harmonisasi,
pemahaman/ Percepatan pelaksanaan sinkronisasi, dan
mengisi Penguatan forum
kapasitas seluruh Wajib Belajar 12 Tahun,
kekosongan koordinasi
pemangku khususnya penjangkauan
regulasi perencanaan dan
kepentingan bagi anak yang rentan
(amandemen pelaksanaan
Optimalisasi kawin anak
Perda dan Pergub
Kapasitas Anak Transformasi Pemanfaatan data
Perlindungan
layanan konseling Membangun sistem untuk
Anak)
Pendidikan & pendampingan rujukan layanan yang penyempurnaan
kecakapan hidup untuk orang tua komprehensif bagi anak Optimalisasi kebijakan
Peningkatan yang mengalami pencatatan
Pengetahuan anak Kehamilan Tidak Membangun
keterampilan perkawinan
tentang isu Diinginkan sistem data dan
pengasuhan
perkawinan anak informasi sebagai
berkualitas, Peningkatan
pengetahuan dan dasar pelaksanaan
khususnya bagi Pendampingan bagi anak
Penguatan peran keterampilan layanan rujukan
remaja korban perkawinan anak
dan kapasitas peer Aparat Penegak bagi korban KTD
group Pemberdayaan untuk mendapatkan dan perkawinan
seluruh hak anak Hukum, petugas
ekonomi keluarga anak
KUA, Penyuluh,
dan Guru
PERAN PEMERINTAH (1)
• Menyusun kebijakan implementatif dalam pencegahan dan
penanganan perkawinan anak.
• Menyediakan layanan bagi korban perkawinan anak, seperti
bimbingan/pendampingan bagi anak yang mengajukan
dispensasi kawin ataupun anak yang terlanjur kawin.
Dilaksanakan melalui kegiatan Bimbingan Perkawinan di KUA
ataupun optimalisasi peran Puspaga, PKSAI, Pekerja Sosial,
LK3, Bina Keluarga, dan lembaga konsultasi keluarga lainnya.
• Meningkatkan kapasitas orang tua, keluarga dan masyarakat
dalam mencegah dan mengurangi risiko terjadinya
perkawinan anak
• Meningkatkan akses pendidikan wajib belajar 12 tahun bagi
semua anak, dan memberikan fasilitas program Kejar Paket
bagi anak yang terlanjur menikah.
• Menyediakan layanan yang mendukung terpenuhinya hak
anak, baik pendidikan, kesehatan, sosial, perlindungan,
maupun pengasuhan agar terhindar dari perkawinan anak
Sumber Foto: Unicef Indonesia
PERAN PEMERINTAH (2)
• Meningkatkan pemahaman kesehatan reproduksi remaja
dan menyosialisasikan pencegahan perkawinan anak ke
masyarakat baik melalui sekolah, pondok pesantren,
Rumah Sakit, puskesmas atau layanan kesehatan
masyarakat lain serta pemerintah di tingkat
Desa/Kelurahan.
• Meningkatkan kesejahteraan anak rentan, seperti melalui
Program Keluarga Harapan maupun menjaring melalui
Data Terpadu Kesejahteraan Sosial.
• Mendorong pencegahan perkawinan anak menjadi salah
satu prioritas kegiatan yang mendukung terwujudnya
ketahanan keluarga
• Mendorong partisipasi anak sebagai pelopor dan pelapor
dalam pencegahan perkawinan anak
• Mengkoordinasikan peran lembaga masyarakat, perguruan
tinggi, media massa dan dunia usaha dalam pencegahan
perkawinan anak
Sumber Foto: Unicef Indonesia
PERAN KOMUNITAS DAN
LEMBAGA MASYARAKAT (1)

● Melakukan berbagai kegiatan terkait pencegahan perkawinan


anak kepada masyarakat, seperti sosialisasi kepada keluarga dan
masyarakat melalui kader-kader organisasi.
● Membantu melakukan sosialisasi dan advokasi mengenai
pencegahan perkawinan anak di masing-masing wilayah
dampingannya, baik melalui pengetahuan kesehatan reproduksi
bagi remaja, peningkatan pengasuhan bagi orang tua,
peningkatan kapasitas guru serta tenaga layanan lainnya.
● Penguatan kapasitas rohaniawan, tokoh agama, tokoh
masyarakat, guru, konselor sebaya, dll dalam melakukan
konsultasi dan pendampingan bagi korban perkawinan anak
Sumber Foto: Unicef Indonesia
● Mendukung upaya-upaya yang sasarannya langsung pada
masyarakat, terutama kelompok keluarga dan anak yang rentan
terjadi kasus perkawinan di usia anak.
PERAN KOMUNITAS DAN
LEMBAGA MASYARAKAT (2)
● Mengintegrasikan upaya pencegahan perkawinan anak dalam
program/kegiatan lembaga/komunitas yang terkait dengan
perempuan dan anak. Seperti memasukkan isu perkawinan anak
dalam peningkatan kapasitas guru, fasilitator sebaya, posyandu
remaja, dll.
● Bersedia memberikan layanan penanganan bagi korban
perkawinan anak, baik secara fisik, psikologis, sosial dan spiritual
sesuai dengan kemampuan lembaga/komunitas/organisasi.
● Membantu proses advokasi kebijakan pencegahan dan
penanganan perkawinan anak kepada pemangku kebijakan dan
implementasinya di masyarakat.
● Kelompok anak, seperti Forum Anak, Genre, OSIS, dll diharapkan
Sumber Foto: Unicef Indonesia
berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan melalui berbagai
kegiatan di tingkat sebaya (pelopor) dan mendukung upaya
penanganan sesuai kemampuannya (pelapor).
PERAN MEDIA MASSA
• Melakukan penyebaran informasi mengenai hal-hal yang
mendukung pencegahan perkawinan anak kepada
masyarakat, baik melalui pemberitaan di media massa
(cetak dan online), talkshow di radio maupun televisi,
iklan layanan masyarakat serta media sosial.
• Menginformasikan terkait tahapan atau alur
penanganan bagi para korban perkawinan anak
• Mempublikasikan kegiatan dan aktivitas penanganan
dan pencegahan perkawinan anak di media massa dan
media sosial baik yang dilakukan oleh pemerintah,
komunitas, dunia usaha maupun akademisi.
• Menjaga privasi korban perkawinan anak (penerapan
kode etik jurnalistik) dan melakukan pemberitaan yang
ramah anak melalui sudut pandang pemberitaan yang
positif dan tidak menyalahkan korban.
PERAN AKADEMISI/PERGURUAN TINGGI
• Melakukan pengabdian masyarakat dalam penanganan
perkawinan anak. Seperti melakukan pendampingan bagi
korban perkawinan anak maupun sebagai rujukan dalam
penanganan perkawinan anak dari berbagai lembaga
layanan di masyarakat.
• Melakukan berbagai aktivitas yang mendukung pencegahan
perkawinan anak bagi masyarakat dan remaja. Seperti
menerapkan KKN tematik, pemahaman kespro bagi remaja,
bekerjasama dengan PIKR, Puspaga, Kampung KB, KUA,
Sekolah, Tokoh Agama, dll dalam sosialisasi.
• Melakukan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan mengenai perkawinan anak, baik terkait
faktor, dampak, dan resiko terjadinya perkawinan anak di
masyarakat yang mendukung pengambilan kebijakan.
• Melakukan pendidikan kepada mahasiswa untuk turut
terlibat dalam peningkatan pemahaman masyarakat secara
Sumber Foto: Unicef Indonesia
luas dalam mencegah perkawinan anak
PERAN DUNIA USAHA
• Mengarahkan CSR (Corporate Social Responbility) untuk program
terkait pencegahan dan penanganan perkawinan anak.
• Menyelenggarakan kegiatan yang mendukung upaya pencegahan
perkawinan anak. Seperti pelatihan UMKM dan ketrampilan bagi
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga,
sosialisasi pencegahan kepada sekolah atau Desa/Kelurahan
dampingan perusahaan maupun sosialisasi melalui media sosial.
• Membantu penanganan paska terjadinya perkawinan anak,
seperti memberikan pelatihan ketrampilan bagi korban
perkawinan anak, baik yang membantu kesejahteraannya
maupun dalam pengasuhan anak.
• Mendukung sarana dan prasarana publik ramah perempuan dan
anak, seperti ruang bermain ramah anak, ruang laktasi dan
aktivitas edukasi bagi karyawan ataupun masyarakat.
• Turut menolak memperkerjakan anak dan membantu
Sumber Foto: Unicef Indonesia memberikan beasiswa bagi anak putus sekolah dan pekerja anak.
PERAN SERTA REMAJA DAN MASYARAKAT LUAS
Semua orang dapat turut menyebarluaskan
berbagai informasi pencegahan perkawinan
anak di masyarakat, baik kepada para orang
tua, keluarga, remaja dan anak.

Sosialisasi dapat dilakukan melalui pertemuan rutin


di masyarakat dan keterlibatan secara digital melalui
sosial media, termasuk dengan influencer.

Semua remaja/orang muda dapat bergabung sebagai U-Reporter untuk mendapatkan


berbagai info tentang isu perkawinan anak dengan cara:
• Kunjungi Facebook U-Report di fb.com/ureportindonesia dan kirim pesan ketik kata "GABUNG“
atau
• Simpan nomor Whatsapp U-Report 0811 900 4567 dan kirim pesan “GABUNG”

Informasi dan media KIE lebih lanjut dapat


diakses melalui
jokawinbocah.id
Kemana melapor jika menyaksikan, mengalami, atau terlibat dalam
praktik perkawinan anak di Jawa Tengah?

Dinas Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Tengah


Jalan Pamularsih No. 28 Semarang – 50148;
Telepon: (024) 7602952 Fax: 7622536

Satuan Pelayanan Terpadu (SPT) Perlindungan Perempuan & Anak


Provinsi Jawa Tengah
Whatsapp: 0857 9966 4444

Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) Provinsi Jawa Tengah


Whatsapp: 082 2211 099 88/ 0857 999 22 111

Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah


Jl. Sisingamangaraja No.5 Semarang
Telp: 024-8412547 Fax: 024-8315418
Email: kanwiljateng@kemenag.go.id

Melalui Dinas PPPA, PPT/P2TP2A, PUSPAGA, Kanwil Kemenag


tingkat Kabupaten/Kota terdekat
Informasi selengkapnya dapat diakses melalui platform
jokawinbocah.id
Sumber Foto: Unicef Indonesia
Buku Saku Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak di Provinsi Jawa Tengah JO KAWIN BOCAH ini merupakan
bahan bacaan ringkas yang dapat digunakan untuk sosialisasi di masyarakat.
Buku saku ini disusun dan diolah dari berbagai sumber, dengan beberapa referensi pendukung:
• Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak, disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas RI dan Unicef Indonesia, 2020.
Diunduh di https://www.unicef.org/indonesia/media/2856/file/National-Strategy-Child-Marriage-2020.pdf
• Fact Sheet Perkawinan Anak di Indonesia, disusun oleh Unicef Indonesia, BPS RI, Bappenas RI dan Puskapa UI, Tahun 2020.
Diunduh di www.unicef.org/indonesia/media/5686/file/Fact%20Sheet%20Perkawinan%20Anak%20di%20Indonesia.pdf
• Child Marriage Report Tahun 2020, disusun oleh Unicef Indonesia, BPS RI, Bappenas RI dan Puskapa UI.
Diunduh di https://www.unicef.org/indonesia/media/2851/file/Child-Marriage-Report-2020.pdf

Informasi selengkapnya dapat mengakses platform website jokawinbocah.id


Dinas Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Tengah
Jalan Pamularsih No. 28 Semarang – 50148;
Telepon: (024) 7602952 Fax: 7622536
e-mail: dpppadaldukkb@jatengprov.go.id;
website: www.dp3akb.jatengprov.go.id

Anda mungkin juga menyukai