Anda di halaman 1dari 33

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/349426803

Tradisi Maritim Rembang (The Prau Maritime Project)

Book · February 2021

CITATION READS

1 1,049

1 author:

Ahmad Ginanjar Purnawibawa


University of Naples "L'Orientale"
27 PUBLICATIONS 4 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Digitalization of Buleleng Cultural Heritage Project View project

Preserving Image of the Past: Application of Combined Documentation Techniques for Recording Damaged and Newly-Found Rock Art in Muna Island, Southeast
Sulawesi View project

All content following this page was uploaded by Ahmad Ginanjar Purnawibawa on 19 February 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN

The Prau Maritime Project

Tradisi
Maritim
Rembang

RA Ginanjar Purnawibawa
The Prau Maritime Project

Tradisi
Maritim
Rembang

RA Ginanjar Purnawibawa
2020
The Prau Maritime Project: Tradisi Maritim Rembang

Penulis
R. A. Ginanjar Purnawibawa

Editor

K ATA SAMBUTAN
Ninie Soesanti Tedjowasono

Desainer dan Penata Letak


Ahmad Zuhdi Allam

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak


sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin dari penerbit. Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat rahmat dan karunia-Nya,
ISBN 978-602-9054-71-2 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Rembang mengapresiasi penerbitan buku ‘Tradisi
Maritim Rembang’ sebagai bagian dari The Prau Maritime Project. Penerbitan buku ini melibatkan
Hak Cipta 2020
banyak pihak, sejak proses penelitian hingga sampai dengan laporannya. Oleh karena itu kami
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
ucapkan terima kasih kepada para peneliti, penulis serta kontributor yang telah membantu dalam
Depok, Jawa Barat, Indonesia
seluruh proses penelitian dan penyusunan laporan, sehingga buku laporan ini dapat menambah
khasanah pengetahuan tentang tinggalan maritim di Indonesia pada umumnya dan Rembang
khususnya.

Kegiatan ‘The Prau Maritime Project’ secara khusus bertujuan untuk melakukan perekaman data
tiga dimensi dari tinggalan Perahu Kuno Punjulharjo yang akurat sebagai upaya untuk menjaga
kelestariannya dalam bentuk digital. Sementara secara umum, penelitian ini juga bertujuan untuk
mendokumentasikan kegiatan masyarakat pesisir Utara Jawa dan sejarah serta tradisi pembuatan
perahu tradisional yang masih dipertahankan hingga masa kini.

Kabupaten Rembang menyimpan potensi peninggalan tradisi maritim yang masih terjaga sampai
sekarang. Dimulai dari awal Abad Masehi yaitu kedatangan ras Austronesia di Situs Plawangan yang
terkenal dengan nenek moyang pelaut yang cukup handal, hingga temuan Perahu Kuno Punjulharjo
pada abad ke 7 – 8 Masehi. Tinggalan-tinggalan tersebut merupakan bukti konkrit bahwa Rembang
merupakan wilayah dengan tradisi budaya maritim yang tetap terjaga hingga masa kini.

i
Pemerintah Kabupaten Rembang sangat menyambut baik, kegiatan ‘The Prau
Maritim Project’ di Rembang sebagai sebuah upaya mendasar agar tinggalan
budaya maritim yang masih ada tetap terjaga kelestariannya melalui sebuah
upaya publikasi kepada generasi mendatang. Di samping itu, diseminasi hasil
penelitian ini juga telah menggunakan media yang cukup familiar di kalangan
generasi muda, sehingga proses penyampaian informasi lebih mudah dipahami
dan diakses oleh seluruh penjuru negeri bahkan dunia.

Akhirnya dengan terbitnya buku laporan ini diharapakan bisa menambah


wawasan terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai sejarah dan tradisi maritim
K ATA PENGANTAR
yang ada di Kabupaten Rembang, serta memupuk rasa Kebhinnekaan di negeri ini
yang semakin lama semakin pudar. Perahu sebagai simbol budaya maritim yang
telah mempersatukan suku bangsa di Nusantara, bahkan bangsa-bangsa dari luar Bagi saya proses penulisan buku ini adalah perjalanan yang menyenangkan, dimulai dari rasa ingin
Nusantara. tahu yang mendalam ketika pertama kali mengunjungi Situs Perahu Kuno Punjulharjo beberapa
tahun yang lalu. Rupanya nasib kembali mempertemukan saya dengan perahu ini dalam penelitian
kerja sama antara Universitas Indonesia, University of Eastern Naples “L’Orientale”, Pusat Penelitian
Rembang, Desember 2020 Arkeologi Nasional, dan Balai Arkeologi Yogyakarta di tahun 2020. Penelitian ini juga yang membuat
saya semakin bertanya-tanya karena sangat banyak informasi mengenai perahu ini dan masa lalunya
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
yang belum kita pahami.
Kabupaten Rembang
Secara umum buku ini berusaha memberikan gambaran mengenai perjalanan tradisi maritim di
Indonesia, khususnya tradisi maritim di Kabupaten Rembang, secara ringan dan mudah dipahami.
Ir. Dwi Purwanto M.M. Seperti yang kita ketahui bersama, Perahu Kuno Punjulharjo sampai saat ini merupakan satu-satunya
perahu kuno yang terpreservasi dengan baik di Rembang, namun jejak aktivitas maritim masa lalu
masih ada dalam bentuk bangunan, jalur-jalur dagang, serta tradisi yang masih dilestarikan hingga
saat ini. Tidak hanya terbatas pada pembahasan mengenai tradisi maritim, buku ini juga memuat
informasi lain mengenai kesejarahan di Rembang dan bagaimana hal tersebut dapat menginspirasi
kita di masa kini. Dengan demikian, buku ini diharapkan dapat dibaca dan dinikmati oleh semua
kalangan tanpa terkecuali.

ii iii
Menyusun buku ini merupakan suatu kesenangan sekaligus tantangan tersendiri,
mengingat kompleksitas data yang harus dihimpun dan perubahan pola hidup
Daftar Isi
di masa kenormalan baru yang tengah kita jalani bersama. Ucapan terima kasih
saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya buku
ini. Buku ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari Kementerian Pendidikan Kata Sambutan i
dan Kebudayaan melalui Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) Tahun 2020,
dukungan penuh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Rembang,
Kata Pengantar iii
Balai Arkeologi Yogyakarta, Balai Konservasi Borobudur, dan Dr. Ninie Soesanti Daftar Isi v
Tedjowasono yang sudah bersedia menjadi editor buku ini. Semoga buku ini
dapat memberikan informasi dan inspirasi bagi semua pembaca. Jejak Tradisi Maritim di Nusantara 1
Perahu Kuno Punjulharjo 14
Jakarta, November 2020 Tradisi Maritim di Rembang, Tradisi yang 24
Berlanjut
Penulis
Rembang Menginspirasi: Kota Bandar, 38
Pergolakan Sosial, dan Toleransi

iv v
Lokasi-lokasi
Malaka penting dalam
Bira
Bandar yang menjadi pusat
Lokasi pembuatan perahu tradisional
buku ini
perdagangan rempah di
di Sulawesi Selatan dan rumah bagi
Nusantara
perahu pinisi dan padewakang.
Kapal Karam Cirebon
Temuan kapal karam Pulau Muna
abad ke-9/10 M yang memuat Lokasi gambar cadas yang
keramik Lima Dinasti. menunjukkan bentuk-bentuk perahu
pada masa prasejarah.

Pelabuhan Sunda Kelapa


Bandar bersejarah yang saat
ini terletak di Jakarta. Saat ini
kerap menjadi tempat bersandar
perahu pinisi.

Pulau Kangean
Candi Borobudur Lokasi pembuatan Perahu Samudraraksa
Didirikan pada abad ke-9 M, candi ini
memberikan gambaran kehidupan
maritim masa lalu di Nusantara. Di
dalam kompleks candi ini kini berada
Museum Samudraraksa. Rembang
Lokasi situs Perahu Kuno Punjulharjo,
pembuatan perahu di Kecamatan Sarang, dan
bengkel perahu masa kolonial di Dasun.
Entah bagaimana tercapainya persatuan itu,
entah bagaimana rupanya persatuan itu,
akan tetapi kapal yang membawa kita
ke Indonesia Merdeka
itulah Kapal Persatuan adanya
- Ir. Soekarno -
JEJAK TRADISI
MARITIM
DI NUSANTARA
Indonesia, atau yang sebelumnya disebut juga sebagai Nusantara,
dianugerahi kekayaan alam berupa pulau-pulau subur dan lautan yang
kaya. Sebanyak 17.491 pulau1 membentang dari timur ke barat membentuk
rangkaian kepulauan dengan karakter dan keunikan masing-masing.

Sebagai negara kepulauan, laut merupakan jembatan yang menyatukan


dan menghubungkan berbagai suku bangsa di Nusantara. Penguasaan
teknologi pembuatan perahu, navigasi, dan pelayaran membuat nenek
moyang kita mampu mengarungi lautan untuk berlayar antar pulau, bahkan
mampu melintasi samudra hingga sampai ke benua lain. Budaya kehidupan
kepulauan ini setidaknya telah dimulai sejak 5000 tahun yang lalu dengan
dimulainya migrasi penutur Austronesia dari Formosa ke Nusantara2.

Bukti-bukti tertua dari pelayaran prasejarah ini ditunjukkan oleh


penggambaran perahu pada gua-gua prasejarah yang ada di Pulau
Muna, Sulawesi Tenggara. Selain di Pulau Muna, gambar cadas perahu di
Nusantara juga ditemukan di Kalimantan Timur3, Sulawesi Selatan4, Pulau
Kei5, dan Papua Barat6. Hasil penelitian arkeologi menunjukkan pada masa
prasejarah, manusia sudah mengenal berbagai bentuk perahu dan cara
mengemudikan perahu menggunakan dayung dan layar7.

Gambar 1. Pantai Maleura, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara

14 1
Gambar 2. Perahu dalam Gambar Cadas di Leang Kobori (kiri) dan Leang Metanduno (kanan).

Pada masa selanjutnya, dengan semakin ramainya perdagangan antar pulau dan
antar bangsa di Nusantara, tradisi maritim menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari kehidupan sehari-hari. Pelayaran dan perdagangan membuat munculnya Gambar 3. Perahu Bercadik pada Relief Candi Borobudur, Relief Cerita Jataka Avadana Seri 1b 108. © The Prau Maritime Project 2020
bandar-bandar besar di sepanjang pesisir pulau-pulau di Nusantara. Perahu-
perahu lalu lalang membawa komoditas andalan dari satu pulau ke pulau lainnya.
Perahu yang disebutkan dalam catatan Fa Xian diduga merupakan jenis perahu
Catatan dari berita asing menunjukkan bahwa para pelaut Nusantara adalah kun-lun po10, perahu yang sejak awal Masehi digunakan oleh pelaut-pelaut
pelaut andal yang mampu berlayar jauh melintasi samudra. Fa Xian, seorang kepulauan Nusantara berlayar ke Cina dan India. Catatan dari berita Cina pada
penjelajah Cina, memberikan kesaksian dalam jurnal perjalanannya mengenai abad ke-3 menceritakan bahwa para pelaut Nusantara, atau yang mereka sebut
perahu Nusantara. Dalam perjalanan kembali ke Cina pada tahun 414 Masehi, sebagai kun-lun, berlayar dengan perahu besar yang memiliki empat layar dan
Fa Xian menumpang perahu besar yang sanggup menampung 200 orang. Perahu mampu menampung 600 orang11.
tersebut juga dilengkapi perbekalan untuk berlayar selama 50 hari9.
Selain berita-berita asing tersebut, bukti arkeologis yang menunjukkan bentuk
perahu pada abad-abad awal Masehi di Nusantara ditemukan pada pahatan relief
Candi Borobudur. Sebagian besar penggambaran perahu ini dipahatkan pada
relief cerita Jataka - Avadana, sementara sisanya dipahatkan pada relief cerita
Lalitavistara dan Gandawyuha.
Gambar Cadas atau Rock Art adalah gambar, motif, dan desain yang dibuat pada permukaan tebing, batu
besar, langit-langit dan dinding gua, serta permukaan alam lain8.

2 3
Perahu Borobudur yang paling besar digambarkan memiliki dua tiang kaki tiga sebagai penyangga Teori lain berpendapat bahwa sangat mungkin Perahu Borobudur merupakan jenis perahu kun-lun po yang
layar. Layar pada perahu berbentuk persegi panjang dan miring. Perahu ini juga memiliki kemudi ditumpangi dan dicatat oleh Fa Xian14. Dengan demikian berarti relief Perahu Borobudur merupakan representasi
samping dan cadik pada sisi-sisinya12. Terdapat beberapa pendapat yang berbeda mengenai peran simbolik dari perahu dagang yang digunakan untuk mengangkut komoditas perdagangan dari Nusantara ke Cina
Perahu Borobudur ini dalam tradisi maritim di Nusantara. Satu teori menyampaikan bahwa Perahu dan India. Gagasan ini rupanya menggelitik teori yang meyakini Mataram merupakan kerajaan bercorak agraris
Borobudur memiliki kesamaan dengan Kora Kora, yang digunakan untuk mengangkut banyak dan tidak memiliki kecakapan dalam teknologi perahu dan pelayaran.
petarung pria untuk menyerang suatu tempat atau untuk pertahanan laut . Jika teori ini benar,
13

maka cadik pada Perahu Borobudur bukan hanya penyeimbang perahu tetapi juga sebagai tempat
pendayung.

Gambar 4. Perahu Bercadik pada Relief Candi Borobudur, Relief Cerita Jataka Avadana Seri 1b 53. © The Prau Maritime Project 2020

Gambar 5. Perbandingan Perahu Kora-Kora (kiri) dan Perahu Bercadik pada Relief Candi Borobudur, Relief Cerita Jataka Avadana Seri 1b 86. ©
The Prau Maritime Project 2020 (kanan).

Pertanyaan mengenai kemampuan Perahu Borobudur mengarungi samudra dijawab tuntas pada 2003. Philip
Beale, dibantu oleh Nick Burningham, memprakarsai pembuatan replika perahu Borobudur, untuk membuktikan
ketangguhan perahu tersebut. Replika tersebut dibuat secara tradisional oleh Assad Abdullah, pembuat perahu
dari Pulau Kangean, Madura15. Perahu replika tersebut diberi nama ‘Samudraraksa’.

Samudraraksa berlayar dari Indonesia pada 18 Agustus 2003, dengan tujuan Madagaskar lalu dilanjutkan ke Accra,
Ghana. Perahu yang dinakhodai I Gusti Putu Ngurah Sedana mendarat di Ghana pada 24 Februari 2004, lengkap
dengan 27 kru dari berbagai latar belakang budaya16. Kini, perahu bersejarah tersebut disimpan di Museum
Samudraraksa, di dalam Kompleks Candi Borobudur, sebagai media pembelajaran bagi generasi muda.

Kora Kora merupakan perahu khas Indonesia Timur, tepatnya daerah Maluku, yang digunakan untuk
perdagangan dan peperangan. Kora kora berbentuk panjang dan sempit, dengan beberapa derek bercadik17.

4 5
memonopoli perdagangan rempah, membawa teknologi
perahu baru yang mengalahkan perahu-perahu berukuran
besar di Nusantara. Teknologi tersebut adalah ukuran
kapal yang lebih kecil dan penggunaan layar fore-and-aft,
sehingga dapat bermanuver lebih lincah dalam perang laut,
serta pemakaian meriam sebagai senjata utama di atas
perahu26.

Sumber Portugis sempat menyebutkan adanya pertempuran


antara perahu Portugis Flor de la Mar dengan junco
(jung) di Malaka. Pertempuran tersebut berjalan selama Gambar 7. Perahu kecil tanpa layar pada Candi Borobudur
Relief Cerita Lalitavistara Seri 1a 11. © The Prau Maritime
dua hari karena meriam-meriam perahu Portugis tidak Project 2020)
mampu menembus lambung jung. Jung baru menyerah

Gambar 6. Perahu Samudraraksa di Museum Samudraraksa, Borobudur. © The Prau Maritime Project 2020
ketika perahu Flor de la Mar berhasil merusak kemudi
jung sehingga memengaruhi geraknya27. Dibandingkan
dengan jung, perahu Portugis memiliki keunggulan dalam
Selain perahu berukuran besar yang digunakan untuk pelayaran laut, pada relief Candi Borobudur kemampuan bermanuver dan sistem persenjataan28.
juga ditemukan beberapa penggambaran perahu yang berukuran kecil. Jika kita mengacu pada
sumber tertulis, perahu kecil untuk pelayaran sungai sering disebutkan dalam prasasti-prasasti Sejak interaksi antara teknologi perahu Eropa dan

yang ditemukan di Jawa Tengah18 dan Jawa Timur19. Perahu-perahu ini digunakan untuk jasa Nusantara, keinginan para pemilik perahu dan juragan-

penyeberangan atau pelayaran sungai dan transportasi barang yang mendukung distribusi dan juragan untuk memiliki perahu yang andal dan tangguh Gambar 8. Penggambaran Perahu Jung Jawa.

perdagangan sepanjang jaringan sungai dari hulu ke hilir20. Model pelayaran sungai tersebut rupanya membuat banyak pembaharuan dalam teknologi perahu

juga ditemukan di banyak tempat di Semenanjung Melayu21, Sumatra22, dan Jawa23. Berbeda terjadi dalam waktu singkat. Efisiensi dan efektivitas

dengan perahu untuk pelayaran antar pulau yang menggunakan layar untuk memanfaatkan tenaga perahu dengan teknologi layar dan lambung dari Eropa ini

angin sebagai tenaga pendorongnya, perahu-perahu kecil untuk transportasi sungai ini sering kali dengan cepat diadopsi oleh pembuat perahu di Nusantara.

menggunakan dayung atau galah sebagai tenaga pendorongnya. Di pesisir Jawa dan Sumatra, para pengrajin perahu sering
mendapat pesanan dari VOC untuk membuat perahu-
Memasuki abad ke 13 dan 14, pelayaran dan perdagangan di Nusantara semakin ramai, terutama di perahu berukuran sedang tipe Barat. Hal ini membuat
pesisir utara Jawa. Perahu Jung menjadi jenis perahu yang kerap disebutkan pada masa ini. Perahu mereka semakin familier dengan sifat konstruksi perahu Gambar 9. Jenis Layar Tanja pada Perahu Nusantara.
Jung berukuran besar, tanpa cadik, dengan beberapa tiang dan layar, perahu ini disebut-sebut
mampu mengangkut barang hingga ratusan ton24. Berita Cina dari tahun 1293 juga menyebutkan
bahwa perahu-perahu berukuran besar tersebut juga digunakan untuk keperluan militer25.
Layar merupakan alasan utama perahu layar dapat bergerak memanfaatkan tenaga angin, di Nusantara dari
Kedatangan bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 dan awal abad-16 membawa pengaruh tersendiri masa klasik telah dikenal layar tanja. Jenis layar ini juga digambarkan pada relief perahu Candi Borobudur.
dalam perkembangan teknologi maritim di Nusantara. Bangsa Eropa yang datang dengan tujuan Sementara di Eropa lebih populer digunakan layar fore-and-aft yang memiliki aerodinamika tinggi.

6 7
Eropa, untuk kemudian dikawinkan dengan Endnotes
kearifan lokal. Salah satu contohnya adalah 1
Data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi 22
Sadzali, A. M. 2019. Hulu ke Hilir: Jaringan dan Sistem Perniagaan
perahu tipe mayang dan pencalang yang sering Indonesia (Kemenko Marves) Desember 2019 Sungai Kerajaan Srivijaya. Paradigma Jurnal Kajian Budaya vol. 9,
2
Horridge, A. 2015. Perahu Layar Tradisional Nusantara. Yogyakarta: no. 1.
digunakan di pesisir utara Jawa29.
Penerbit Ombak 23
Raffles, T. S. 1817. The History of Java. London: The Hon East India
3
Setiawan, P. 2004. Pesan dari jaman yang hilang: Gambar cadas Company.
Sementara itu di sebelah timur Nusantara Kalimantan. Seminar Penelitian Prancis di Indonesia, Museum 24
Schrieke, B. 1957. Indonesian sociological studies: ruler and realm
pada abad ke-18, berkembang jenis perahu Nasional, Jakarta. in early Jawa. Bandung: W. van Hove Ltd - The Hague
4
Kosasih, E. A. 1995. Lukisan Gua di Sulawesi Bagian Selatan: 25
Groeneveldt, 2009. op cit.
padewakang yang mengawinkan teknologi perahu
Refleksi Kehidupan Masyarakat Pendukungnya. Disertasi 26
Liebner, H. 2002. Perahu-perahu Tradisional Nusantara. Suatu
Nusantara dan Eropa. Perahu padewakang ini Departemen Arkeologi, Universitas Indonesia. Tidak diterbitkan. Tinjauan Sejarah Perkapalan dan Pelayaran. Proyek Pengkajian
5
Ballard, C. 1988. Dudumahan: A Rockart site on Kai Kecil, SE dan Pengembangan Masyarakat Pantai. Jakarta: Departemen
melayari Semenanjung Malaka hingga Papua,
Moluccas. Bulletin of the Indo-Pacific Prehistory Association Kelautan dan Perikanan.
bahkan tercatat berlayar hingga bagian utara 8:139-161. 27
Dick-Read, R. 2008. Penjelajah Bahari; Pengaruh Peradaban
Australia untuk mencari teripang30. Upaya
6
Arifin, K. dan P. Delanghe. 2004. Rock Art in West Papua. Paris: Nusantara di Afrika. Bandung: Mizan.
UNESCO Publishing 28
Wiryomantoro, B. 2020. Traditions and Transformations of
menghasilkan perahu layar terbaik terus berjalan 7
Oktaviana, A. A. 2012. Teknik menggerakkan perahu yang Habitation in Indonesia. Power, Architecture, and Urbanism.
hingga abad ke-19, para pembuat perahu terus terekam dalam seni cadas sebagai kekayaan seni dan maritim Springer.
di Indonesia. Dalam S. Rahardjo (ed). Arkeologi Untuk Publik, 29
Liebner, H. 2002. op cit.
berupaya menggabungkan kombinasi layar tanja pp.537-549. Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. 30
MacKnight, C.C. 1976. The Voyage in Marege: Macassar trepangers
(khas Nusantara) dengan layar fore-and-aft dari 8
Whitley, D. S. 2005. Introduction to Rock Art Research. Walnut in Northern Australia. Melbourne University Press
Creek: Left Coast Press Inc. 31
Liebner, H. 2002. loc cit.
Eropa yang terbukti andal. 9
Groeneveldt, W.P. 2009. Nusantara dalam Catatan Tionghoa. Alih
bahasa Gatot Triwira. Depok: Komunitas Bambu.
Hasil percobaan tersebut adalah lahirnya layar 10
Tanudirjo, D. A. 2007. Menelusuri kapal Samudraraksa pada Relief Sumber Gambar
dan perahu jenis pinisi. Jenis layar ini membuat Candi Borobudur..
11
Wang, G.W. 1959. The Nan Hai Trade, Journal of the Malaysian Gambar 1 Preserving Image of the Past Project, 2020
perahu mampu berlayar melawan angin, sehingga Branch of the Royal Asiatic Society, XXXI, no. 182. Gambar 2 Preserving Image of the Past Project, 2020
pelayaran tidak lagi menggantungkan diri dengan 12
Horridge, A. 2015. op cit. Gambar 5 kiri Het tweede Boeck Journael oft Dagh-Register,
13
Horridge, A. 2015. op cit. Hlm. 2 1601
angin musim, sebagaimana telah terjadi selama
14
Tanudirjo, 2007. op cit. Gambar 8 de Bry, J.T dan de Bry, J. I. 1599. Orientalische
berabad-abad sebelumnya. Selain itu sistem 15
Beale, P. 2006. From Indonesia to Africa: Borobudur Ship Indien (Little Voyages), Dritter Theil Indiae
Orientalis. Frankfurt.
layar ini lebih mudah dioperasikan, sehingga Expedition. Ziff Journal: 17-24.
16
Nontji, A. 2009. Penjelajahan dan Penelitian Laut Nusantara dari Gambar 9 Ilustrasi oleh Richard Gregory berdasarkan
perahu memerlukan lebih sedikit awak kapal Masa ke Masa. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Hawkins, 1982 dan Birmingham, 1996
dalam operasionalnya31. Saat ini perahu pinisi Pengetahuan Indonesia.
17
Horridge, A. 2015. op cit. Hlm. 7.
telah mendapat pengakuan oleh UNESCO 18
Lelono, H. T. 2009. Perahu-Perahu Masa Klasik, Bukti Kejayaan
sebagai warisan dunia tak benda (intangible Negeri Bahari Indonesia. Berkala Arkeologi tahun XXXIX, no.2,
world heritage), yang menunjukkan betapa luar November 2009
19
Prihatmoko, H. 2014. Transportasi Air dalam Perdagangan pada
biasanya perkembangan teknologi pembuatan Masa Jawa Kuno di Jawa Timur. Forum Arkeologi Vol. 27, Nomor
perahu di Indonesia. 3, November 2014 (155-174)
20
Lelono, H. T. 2009. loc cit.
21
Leong, S. H. 1990. Collecting Centres, Feeders Points, and
Gambar 10. Perahu pinisi dengan mesin di Pelabuhan Sunda Entreport in Malay Peninsula, circa 1000 BC - 1400 AD. Singapore:
Kelapa. © The Prau Maritime Project 2020 Singapore University Press.

8 9
LOKASI-LOKASI BERSEJARAH DI REMBANG

Dasun
Pelabuhan dan perbengkelan kapal
yang penting di Lasem

Perahu Kuno Punjulharjo


Lokasi penemuan perahu abad ke 7 paling Bonang
lengkap di Indonesia Salah satu lokasi Perang Kuning
antara VOC melawan pasukan Cina-Jawa

Kantor Residen Rembang


Saat ini diubah menjadi Museum R.A Kartini Kragan
Lokasi penyerbuan tentara Jepang ke Rembang
di tahun 1942

Sarang
Bengkel perahu tradisional
di Kabupaten Rembang

Lasem
Bandar tua di Rembang yang dihuni oleh
bumiputera dan keturunan Cina. Di dalamnya
terdapat Klenteng Cu An Kiong

Tulis, Selopuro
Pusat pemerintahan sementara residen
saat masa VOC

10 11
12 13
PERAHU KUNO
PUNJULHARJO
Pada 2008, salah satu temuan perahu kayu penting dalam sejarah maritim
di Indonesia secara tidak sengaja ditemukan oleh petani garam di Desa
Punjulharjo, Kabupaten Rembang. Perahu ini ditemukan dalam kondisi yang
hampir utuh1 dan berasosiasi dengan temuan berupa fragmen keramik, Pindai untuk mendengarkan
cerita tentang
tembikar, tempurung kelapa, tali ijuk, dan sisa-sisa organik lainnya2. Perahu Kuno Punjulharjo
Perahu Punjulharjo ini terbuat dari kayu dan memiliki ukuran panjang 15
meter serta lebar 4.6 meter3. Papan-papan kayu pada perahu disatukan
dengan pasak kayu dan teknik ikat, yang merupakan teknologi pembuatan
perahu khas kepulauan Asia Tenggara4. Teknik ikat digunakan untuk
memperkuat kapal, menggunakan tali ijuk sebagai pengikat antara gading-
gading dan tambuku.

Gambar 1. Situs Perahu Kuno Punjulharjo. © The Prau Maritime Project 2020.

14 15
Mengenai bahan baku pembuatan perahu, diketahui
perahu Punjulharjo dibuat dari jenis kayu yang ada
di Semenanjung Malaka, Sumatra, Kalimantan, dan
Jawa. Pengamatan mikroskopis pada bagian papan
menunjukkan kayu yang digunakan adalah kayu dari
spesies Palaquium gutta, atau yang disebut sebagai
kayu nyatoh. Sementara bagian stringer, diperkirakan
berasal dari spesies kayu Scorodocarpus borneoensiis
yang disebut juga sebagai kayu kulim. Bagian terakhir
yang diamati adalah pasak pada perahu, pasak
tersebut diperkirakan berasal dari spesies Melaleuca
leucadendron yang kita kenal sebagai kayu putih7.

Gambar 3. Ilustrasi teknik ikat pada perahu tradisional Nusantara


Bahkan kulit kayu putih hingga kini masih digunakan
oleh pembuat perahu di Sarang, Rembang sebagai sekat
kedap air di antara papan-papan perahu.
Gambar 2: Ilustrasi teknik ikat pada perahu tradisional
Nusantara Hingga kini masih belum diketahui dengan jelas latar
belakang dari perahu Punjulharjo. Apakah perahu tersebut
berada di lokasinya sekarang karena terdampar? Apakah
perahu tersebut merupakan perahu dagang? Bagaimana
rute pelayaran yang dilalui oleh perahu tersebut? Masih
Gambar 2. Bagian-bagian Perahu Kuno Punjulharjo
banyak misteri dari perahu ini yang menunggu untuk
Pindai untuk melihat dijawab. Satu hal yang kita tahu adalah sedimentasi yang
model 3D Perahu Kuno
terjadi di sekitar lokasi ditemukannya perahu Punjulharjo
Punjulharjo
terjadi dengan cepat selama beberapa ratus tahun
Teknik pembuatan perahu semacam ini diperkirakan ada di Nusantara sejak
terakhir.
abad ke-3 sampai abad ke-16. Sementara hasil pengamatan pada perahu
Punjulharjo menunjukkan bahwa teknik ikat pada perahu tersebut termasuk Sampai sekitar abad ke-16, diperkirakan Gunung
fase awal dari tradisi ikat tersebut . Hasil uji radiokarbon pada tali ijuk di
5
Muria (Pulau Muria) masih terpisah dari Pulau Jawa,
Perahu Punjulharjo, menunjukkan bahwa perahu tersebut berasal dari (660- terbentang Selat Muria dari Semarang hingga ke
780 M) abad ke -7 atau 8 Masehi6, sezaman dengan kerajaan Mataram Kuno Rembang yang memisahkan dua daratan tersebut8. Selat
dan Sriwijaya. Hal ini membuat perahu Punjulharjo kerap dibandingkan ini memungkinkan terjadinya pelayaran dari Semarang,
dengan perahu yang dipahatkan pada relief Candi Borobudur. melewati Kudus, Pati, menuju Rembang. Selat ini juga
Gambar 4. Kulit kayu putih (Melaleuca leucadendron) sebagai membuat kemungkinan adanya pelabuhan dalam di
sekat kedap air. © The Prau Maritime Project 2020.

16 17
sekitar Banjarejo, Grobogan yang diduga berhubungan Rembang sendiri merupakan salah satu dari sekian banyak bandar yang ada di pesisir utara Jawa.
dengan Medang dan Mataram Kuno . Setelah Selat 9
Tidak banyak catatan mengenai Rembang dari berita asing maupun sumber lokal, namun beberapa
Muria mengalami pendangkalan karena sedimentasi, sumber menyebutkan mengenai Lasem yang berada sekitar 10 kilometer dari Rembang. Disebutkan
garis pantai di pesisir utara tergeser ke arah Jepara bahwa Lasem memiliki tanah yang subur dan kaya sumber daya alam, beberapa komoditas
dan Semarang dan menutup jalur antara Semarang - andalannya adalah kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading11.
Rembang. Diperkirakan daratan di wilayah tersebut
Pesisir Utara Jawa secara alami bukanlah penghasil utama rempah di Nusantara12, sumber-sumber
yang memiliki ketinggian di bawah 25 mdpl merupakan
utama rempah tetap berasal dari Maluku dan pulau-pulau di timur. Pesisir Utara Jawa memiliki peran
wilayah yang dulunya adalah selat10.
penting sebagai penghubung, antara pasar yang ramai di Malaka dan pulau-pulau timur Nusantara.
Sejak abad ke-7 diperkirakan kerajaan-kerajaan di Jawa sudah memiliki hubungan dagang dan jalur
perdagangan ke Maluku13.
Gambar 5. Ilustrasi Selat Muria.
Gambar 6. Rekonstruksi Selat Muria melalui Citra Satelit.
© The Prau Maritime Project.
Gambar 7. Temuan Tembikar dari Perahu Punjulharjo. © The Prau Maritime Project

LAUT JAWA

Gunung Muria
Perahu Kuno Punjulharjo

Selat Muria

Banjarejo
Bengawan Solo

18 19
Contoh temuan perahu yang karam dalam upaya Belum dilakukannya analisis terhadap muatan Endnotes Sumber Gambar
perdagangan di Pesisir Utara ditemukan di Cirebon. perahu membuat masih banyak pertanyaan yang 1
Abbas, N. 2010. Perahu Kuna Punjulharjo: Sebuah hasil penelitian. Gambar 2 Zazzaro, C., Mochtar A., Adhityatama, S.
Perahu yang diperkirakan berukuran panjang 30 masih belum terjawab mengenai kehidupan masa Jurnal Penelitian Arkeologi 6:39-53. berdasarkan fotogrametri oleh Purnawibawa, R. A.
2
Lelono, T. M. H. 2011. Wadah dari Tempurung Kelapa di dalam G. & Zazzaro C.
meter tersebut ditemukan pada tahun 2003 pada lalu di perahu kuno ini. Apakah perahu Punjulharjo
Perahu Punjulharjo. Berkala Arkeologi, Vol. 31, No. 1. Gambar 3 diolah dari Horridge, A. 1981. The Prahu: traditional
kedalaman 54 meter, sekitar 100 kilometer dari merupakan perahu dagang? Ataukah merupakan 3
Abbas, N. 2010. op. cit. Sailing Boat of Indonesia. Oxford: Oxford University
4
Manguin, P. Y. 2008. The Boat Remains of Punjulharjo: A Preliminary Press.
pantai Cirebon. Perahu yang berasal dari abad ke-10 perahu nelayan? Atau perahu Punjulharjo memiliki
Report. Tidak diterbitkan. Gambar 5 diolah dari Kartapranata 2010/CC BY-SA 3.0
tersebut mengangkut lebih dari 250.000 artefak yang fungsi lain yang sama sekali di luar dugaan kita? Dari 5
Mochtar, A. 2018. The Seventh-Century Boat from Indonesia: A Gambar 8 Mochtar, A. 2018. The Seventh-Century Boat from
sebagian besar berasal dari periode Lima Dinasti14 mana perahu ini berasal dan kemana tujuannya? study of the Southeast Asian lashed-lug boatbuilding tradition. Indonesia: A study of the Southeast Asian lashed-
Flinders University: Master Thesis. lug boatbuilding tradition. Flinders University:
di Cina. Diperkirakan perahu ini berlayar dari sekitar Apakah perahu ini memiliki keterkaitan dengan 6
Abbas, N. 2010. loc. cit Master Thesis.
Selat Bangka atau Sumatera Selatan ke pelabuhan tradisi pembuatan perahu masa kini di Rembang? 7
Nugroho, D. W. 2009. Identifikasi Kayu Perahu Kuno Punjulharjo
Rembang Jawa Tengah. Berkala Arkeologi tahun XXIX, Edisi
Semarang15. Sama dengan perahu Punjulharjo, Akhirnya lebih banyak pertanyaan yang muncul dari
November (2), 2009. Hlm 15-27.
walaupun merupakan jenis yang lebih muda, perahu pembahasan ini dibandingkan jawaban yang kita 8
Sungkowo, A., dan Wirasanti, N. 2019. Semiotics Analysis of the
Landscape Reconstruction of Medang Kamulan Ancient Sites
yang ditemukan di Cirebon merupakan perahu tahu. Walaupun demikian, satu hal yang pasti temuan
Grobogan-Central Java. Advances in Social Science, Education
dengan gaya khas Austronesia yang ditemukan di Perahu Punjulharjo ini merupakan temuan penting and Humanities Research, vol 338.
Nusantara. bagi ahli arkeologi dan sejarah untuk menyusun
9
Sungkowo, A., dan Wirasanti, N. 2019. op cit.
10
Soekmono. 1967. A Geographical Reconstruction of Northeastern
kepingan sejarah maritim di Nusantara. Central Java and the Location of Medang. Cornell University
Meski ada kesamaan, perbedaan jelas terlihat dari
Press.
muatan yang ditemukan. Dibandingkan dengan 11
Sungkowo, A., dan Wirasanti, N. 2019. loc cit.
temuan kapal karam di Cirebon yang memuat ribuan
12
Sulistiyono, S. T. 2017. Peran Pantai Utara Jawa dalam Jaringan
Perdagangan Rempah. Dalam Seminar Nasional “Rempah
keramik, temuan di perahu Punjulharjo relatif sedikit. Mengubah Dunia”, Makassar 11-13 Agustus 2017.
Ketika ditemukan, di dalam perahu Punjulharjo 13
Marihandono, D., dan Kanumoyoso, B. 2016. Rempah, Jalur
Rempah, dan Dinamika Masyarakat Nusantara. Direktorat Sejarah,
ditemukan 239 pecahan tembikar: 164 fragmen Direktorat Jenderal kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan
tembikar polos dan 75 tembikar berhias. Hiasan yang Kebudayaan.
14
Chiew, L. Y. 2010. Five Dinasties Treasures Chinese Ceramics
ditemukan berupa jaring dan geometris. Ditemukan
Found in the Indonesian Cirebon Shipwreck. Southeast Asian
juga sebanyak 54 tempurung kelapa, dua di antaranya Ceramics Society.
15
Liebner, H. 2014. The Siren of Cirebon: a 10th Century Trading
diperkirakan merupakan pelampung alat pancing,
Vessel Lost in the Java Sea. Dissertation University of Leeds.
sementara 52 lainnya diperkirakan digunakan 16
Abbas, N. 2010. loc cit.
sebagai wadah. Selain itu, ditemukan empat logam
yang digunakan sebagai bandul pemberat jaring, dan
satu kepala arca batu berukuran kecil yang masih
belum bisa diidentifikasi16. Saat ini, koleksi temuan
dari perahu tersebut disimpan di Balai Arkeologi
D. I. Yogyakarta, Situs Perahu Kuno Punjulharjo, dan
kantor desa Punjulharjo. Gambar 8. Temuan dari Perahu Punjulharjo

20 21
Pantai Utara

luruskan pandang ke daratan tandus, ke petak-petak garam


ke laut lepas, layar putih-putih, perahu-perahu bebas
O laut Jawa di belakang desa-desa sengsara
laut Jawa di belakang kejatuhan dan kebangkitan suatu bangsa

laut adalah kita, perahu-perahu berkuasa


dari Arafura, Selat Sunda, Selat Malaka
demikian sejarah bangsa dalam masa jaya
sebelum Sultan Agung dan monopoli kapal dagang bersenjata

laut adalah kita, sebelum cengkeh dan pala


laut adalah kita, sesudah minyak dan baja
perahu-perahu begitu manis, kapal-kapal lebih perkasa
luruskan pandang ke laut, laut yang merdeka

Isma Sawitri (l. 1940)

22 Desa Nelayan di Bonang, Rembang (J.F. Niermeyer, A.W. Nieuwenhuis, J. Dekker,


23 L.A. Bakhuis. - Haarlem : Kleynenberg, Boissevain & Co., 1912-1913.)
TRADISI
MARITIM DI
REMBANG,
TRADISI YANG
BERLANJUT
Mencari tahu mengenai tradisi maritim, khususnya pembuatan
perahu di Rembang, merupakan pekerjaan yang cukup berliku.
Catatan mengenai tradisi pembuatan perahu di Rembang tidak
banyak disebutkan sebelum masuknya berita dari Eropa. Dari
yang diketahui, pada abad ke-14, Rembang masih menjadi vassal
dari Majapahit di bawah pejabat dengan gelar Bhre Lasem1.
Dengan posisi strategisnya sangat mungkin Lasem, bersama
dengan Gresik (Sedayu dan Jaratan), merupakan wilayah penting
bagi kekuatan maritim Majapahit.

Berita barat baru menyebutkan mengenai Lasem pada 1512;


disebutkan bahwa Alfonso de Alburquerque berlayar dari Malaka
ke Lasem dan kembali dengan membawa 60 orang pembuat
perahu dari Lasem2. Pada abad ke-15 dan 16 diperkirakan lokasi
utama pembuatan perahu-perahu berukuran besar di pesisir
Gambar 1. Perahu Nelayan di Rembang 1900an.

24 25
Walaupun memiliki sumber daya yang cukup,
sesungguhnya pembuatan perahu dan perdagangan di
pesisir utara Jawa mengalami stagnasi pada pertengahan
abad ke-17. Perseteruan Surabaya dengan Mataram,
yang berujung dengan usaha Mataram untuk menguasai
seluruh pulau Jawa secara tidak langsung memberikan
dampak pada kehidupan para pembuat perahu. Untuk
memuluskan upayanya, Mataram menyerang pusat-pusat
kegiatan ekonomi di wilayah pesisir, untuk melemahkan
posisi bandar-bandar tersebut. Untuk menghindari
masalah dan mencari lokasi berdagang yang aman,
banyak pedagang berpindah ke bandar-bandar lain yang
lebih aman di Makassar, Banten, dan Batavia. Eksodus
pelanggan utama dari pembuatan dan perbaikan perahu
ini membuat pekerjaan para pembuat perahu menjadi
surut5.

Industri pembuatan perahu ini terus mengalami


hambatan akibat strategi Mataram untuk menjaga
kekuasaannya di Nusantara. Dengan monopoli yang
dijalankan Mataram, beras yang merupakan komoditas
Gambar 2. Persebaran Hutan Jati di Jawa 1885. Gambar 3. Menebang pohon jati di Jawa 1920. andalan Pulau Jawa hanya boleh diekspor dari Jepara,
dan pelaut Jawa dilarang melakukan penjualan di
luar pulau. Puncaknya pada 1655 ketika Amangkurat I
utara Jawa berada di Rembang dan Cirebon3. Hal ini 1651 membuat VOC memperoleh izin mendirikan
memerintahkan penutupan semua pelabuhan dan
menunjukkan masyarakat pesisir di Rembang telah kantor di beberapa daerah di pesisir utara Jawa.
memindahkan perahu-perahu besar ke Jepara . Industri 6

memiliki kecakapan dalam teknologi pembuatan Beberapa lokasi yang penting adalah Gresik, Jepara,
pembuatan perahu memperoleh angin segar dan
perahu sejak dahulu. Demak, dan Rembang. Disebutkan bahwa bengkel
menggeliat kembali dengan dibuka kembali pelabuhan-
perahu berada di Rembang dan Lasem yang saat
Pada masa selanjutnya informasi mengenai adanya pelabuhan di pesisir utara pada 1661, kendati ada
itu membangun perahu dagang dan perahu perang
tradisi pembuatan perahu di Rembang dan area kendali yang ketat dari VOC.
untuk VOC4. Memiliki sumber daya hutan dan kayu
di sekitarnya banyak diperoleh dari sumber-
jati yang melimpah dan lokasinya di pesisir utara Pada 1675 dengan adanya permintaan akan perahu
sumber Belanda. Adanya perjanjian damai antara
membuat Rembang sangat strategis sebagai lokasi berkualitas dari Batavia, pembuatan perahu di Rembang
Mataram yang dipimpin oleh Amangkurat I dengan
perbengkelan kapal. Gambar 4. Penggunaan kerbau untuk menarik batang pohon kembali berkembang, terutama melalui koalisi pembuat
VOC (Verenigde Oost-Indische Company) pada jati.

26 27
a b

perahu dari Belanda dan peranakan Cina. Perahu yang dibuat


pada masa ini merupakan perahu dengan desain dan konstruksi
Eropa, walaupun banyak pembuat perahu skala kecil yang tetap
eksis membuat perahu bergaya tradisional Nusantara. Adanya
ketegangan politik sejak awal 1740an dan Perang Kuning yang
terjadi pada 1750 membuat tidak banyak informasi mengenai
pembuatan perahu di Rembang. Hanya diketahui bahwa produksi
perahu di Dasun oleh orang Cina terus berjalan. Pembuatan
perahu secara lintas budaya ini membuat Rembang pada sekitar
1770an mampu memproduksi hampir semua jenis perahu7 baik
yang bergaya Eropa atau gaya Nusantara.

Industri pembuatan perahu di Rembang kembali surut pada c d e

1808, ketika Daendels mendirikan Administratie des Booschen,


semacam lembaga yang mengelola kehutanan di masa Hindia
Belanda, dan mengeluarkan peraturan bahwa hutan adalah milik
negara dan menghapus hak milik umum serta peraturan dalam
penebangan kayu di hutan8. Walaupun ada kelonggaran dalam
penebangan kayu untuk pembuatan perahu, adanya kewajiban
pembayaran retribusi atau pembelian kayu di pasar dengan harga
sesuai peraturan pemerintah kolonial9 membuat biaya pembuatan
perahu menjadi berkali-kali lipat dari sebelumnya10.

Setelah tahun 1860an, pembuatan perahu di Rembang praktis


dikuasai oleh perusahaan swasta dari Eropa, seperti Nering
Bulge Company, Dunlop, dan P. Berendsen11 di awal abad ke-
f g
20. Bengkel-bengkel ini terletak di sepanjang Sungai Lasem di
Dasun untuk mempermudah pergerakan perahu besar. Beberapa
pembuat perahu dari kalangan Eropa antara lain Cornelis dan
Kees de Boer, serta insinyur G. Cool.

Gambar 5. (a). Galangan Kapal Kayu di Dasun pada tahun 1922


Gambar 5. (b,c,d,g). Pekerjaan pembuatan perahu di galangan milik P. Berendsen
Gambar 5. (e,f). Peluncuran dan perahu milik G. Cool tahun 1922
28 29
Pada pertengahan abad ke-20, industri pembuatan perahu di Rembang juga Pada abad ke-21 ini, rupanya tradisi maritim di Rembang masih bertahan.
terpengaruh dengan pecahnya perang dunia ke-2. Pada 28 Februari 1942, tentara Industri perikanan sebagai salah satu sektor ekonomi andalan Kabupaten
Jepang mendarat di sekitar Desa Kranggan, Lasem . Lokasi ini merupakan lokasi
12
Rembang merupakan penggerak utama kegiatan berbasis maritim, di samping
yang strategis untuk memotong pertahanan Belanda di Jawa Timur dan Jawa produksi garam yang juga banyak diproduksi di Rembang. Setidaknya di
Tengah. Jepang juga mengambil alih pelabuhan dan bengkel perahu di Dasun 13
Kabupaten Rembang terdapat 3688 perahu layar dan perahu motor16 yang
(Lasem), untuk mendukung keperluan ekonomi perang Jepang. aktif digunakan untuk mendukung industri perikanan.
Gambar 7. Bengkel Perahu yang
beroperasi saat ini di Kecamatan
Sarang, Rembang.
© The Prau Maritime Project

Gambar 6. Perahu jepang menuju Rembang (kiri) dan tentara Jepang mendarat di Rembang (kanan).

Setelah Masa Perang Dunia II dan transisi ke masa kemerdekaan, industri


pembuatan perahu di Dasun yang dikelola oleh perusahaan Belanda otomatis
terhenti. Pada masa ini, sentra pembuatan perahu di Rembang bergeser ke arah
Sarang dan Kragan yang merupakan pusat pembuatan perahu tradisional oleh
bumiputra14. Informasi dari para penggalang/pembuat perahu yang masih aktif di
Sarang menyebutkan bahwa pembuatan perahu telah menjadi pekerjaan lintas
generasi dalam keluarga mereka, setidaknya sejak 1960-1970an15.

30 31
Banyak dari perahu-perahu ini dibuat di yang dikuasai sistem angin setempat19, perahu jenis ini Perahu-perahu tradisional ini masih dibuat menggunakan teknik shell-first construction, dengan membangun
Kecamatan Sarang yang terletak kurang lebih memiliki panjang antara 9,15 hingga 12,2 meter dan ideal perahu dari lunas, kemudian dilanjutkan dengan menyusun papan-papan yang diperkuat dengan pasak besi.
20 Km di arah timur Rembang. Banyak pembuat dikemudikan oleh 6 orang awak kapal .20
Penggunaan pasak besi ini merupakan pengganti dari pasak kayu, karena lebih praktis dan menghemat waktu,
perahu di sini telah melakukan menjalankan dibandingkan harus membuat pasak kayu sendiri. Untuk membuat kedap air, di antara papan kayu diberikan lapisan
Perahu pencalang memiliki satu atau dua tiang layar,
usaha pembuatan perahu sejak 1960an. Pada kulit kayu putih. Baru kemudian konstruksi kapal diperkuat dengan gading-gading yang dipasangkan di dalam
dengan geladak yang menutupi lambung dan sebuah
saat ini perahu-perahu yang paling banyak dibuat lambung perahu. Sama seperti halnya dengan pembuatan perahu di Tanah Beru, Sulawesi Selatan, pembuatan
bilik yang berfungsi sebagai ruang muatan21. Pencalang
adalah perahu mayang dan pencalang . Perahu 17
perahu di Rembang dilakukan tanpa menggunakan gambar kerja. Keahlian ini menunjukkan penguasaan teknologi
biasanya dikemudikan oleh 8-20 awak kapal, tergantung
mayang dan pencalang sudah digunakan dan perahu yang telah tertanam di dalam diri para pembuat perahu di Rembang.
ukuran perahunya. Pencalang bisa memiliki ukuran dari
digemari oleh pelaut bumiputra dan Eropa sejak
10 sampai 16 meter. Pada masa VOC, biasanya pencalang Kayu-kayu yang digunakan bervariasi, untuk perahu berukuran kecil, kayu jati yang diperoleh dari wilayah hutan
abad ke-17 dengan lebih dari 50% perahu yang
berukuran 16.5 - 18 meter dengan kapasitas muat 20-35 di Rembang lebih sering dipergunakan. Sementara untuk perahu yang berukuran lebih besar dan berlayar hingga
digunakan saat itu adalah kedua jenis perahu
ton. Pada masa selanjutnya ukuran pencalang semakin ke laut terbuka, kayu yang digunakan adalah kayu-kayu yang didatangkan dari Kalimantan. Saat ini sebagian
tersebut18. Perahu mayang yang menggunakan
besar dengan ukuran 18-22 meter dengan muatan 60-80 perahu yang dibuat di Rembang merupakan perahu yang sudah dilengkapi dengan mesin, sedangkan perahu
layar tanja merupakan jenis perahu yang sangat
ton .
22
layar tradisional sering kali hanya dibuat berdasarkan pesanan khusus.
cocok untuk pelayaran di perairan utara Jawa

Gambar 9. Para pekerja membuat perahu


di Sarang. © The Prau Maritime Project.

Pindai untuk mendengar


cerita pembuatan perahu
tradisional di Rembang

Gambar 8. Perahu Mayang di Sarang, Rembang 1930 (kiri atas),


Perahu Mayang untuk sarana transportasi, tenda di perahu
disediakan untuk penumpang 1930 (kiri bawah), dan perahu
Mayang yang saat ini sedang dibangun di bengkel perahu,
Sarang (© The Prau Maritime Project)

32 33
Selain tradisi pembuatan perahu, tradisi maritim di Rembang secara di tahun 2000, dan tersisa empat perusahaan di tahun pekerjaan para pembuat perahu di Rembang. Saat
historis juga sangat dekat dengan produksi dan perdagangan garam dan 2005 . Hingga akhir 2020 pun harga per kilogram
30
ini para pembuat perahu harus beradaptasi dengan
ikan. Seperti yang disebutkan dalam Prasasti Karang Bogem dan Biluluk garam lokal di tingkat petani dihargai sangat rendah, kebutuhan pasar, dengan mulai mengakomodasi
menyebutkan bahwa Lasem merupakan penghasil garam dan ikan terbesar akibat membanjirnya garam impor. Dalam jangka pemasangan mesin pendingin pada perahu-perahu
untuk kebutuhan negeri . Pada masa penguasaan VOC di 1818, industri
23
panjang tentu saja hal ini dapat mengancam tradisi kayu buatan mereka supaya ikan tangkapan tetap
garam di Rembang dikuasakan kepada para residen. Namun sistem ini dan usaha pembuatan garam di berbagai wilayah segar sampai ke pelabuhan. Pada akhirnya, tradisi
justru memberikan kerugian pada Belanda, sehingga sistem pengelolaan yang secara historis merupakan sumber penghasil pembuatan perahu akan terus beradaptasi mengikuti
garam beberapa kali berubah, mulai dari pembentukan direksi khusus24, garam di Nusantara. pasang surut zaman. Menyesuaikan permintaan
pelibatan swasta , hingga akhirnya dikeluarkan Bepalingen tot Verzekering
25
dan keperluan para pelaku usaha di bidang maritim
Permasalahan juga dihadapi oleh para pembuat
van het Zoutmonopolie 26
yang mengatur monopoli produksi dan distribusi di Indonesia. Setelah bertahan sejauh ini melalui
perahu tradisional di Rembang. Persaingan bisnis
garam di Hindia Belanda. berbagai peristiwa, kita hanya berharap tradisi
dengan pembuatan kapal-kapal yang lebih modern,
pembuatan perahu ini akan terus bertahan hingga
Inti dari peraturan tersebut adalah kecuali dengan seizin pemerintah, harga dan ketersediaan kayu sebagai bahan baku
masa yang akan datang.
pembuatan garam dilarang dilakukan di Jawa dan Madura, Pantai Barat pembuatan perahu membuat adanya batasan dalam
dan Timur Sumatera, Tapanuli, Bengkulu, Lampung, Palembang, dan
Kalimantan27. Selain pelarangan produksi, perdagangan antar wilayah juga
dikendalikan dengan ketat dalam peraturan tersebut, misalnya di Jawa
hanya pelabuhan Batavia, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Surabaya,
dan Cilacap28. Selanjutnya wewenang monopoli bukan lagi dikendalikan
oleh residen, namun oleh Kepala Dinas Monopoli Garam (Hoofdt van den
Dienst der Zoutregie).

Setelah kemerdekaan, industri garam bukan lagi merupakan industri


andalan yang mendapat perhatian dari pemerintah. Bahkan sejak 1990,
pemerintah pusat sudah secara kontinu mengimpor garam29 dengan
alasan produksi garam lokal yang tidak mencukupi akibat anomali cuaca.
Bukan kebetulan juga sejak 1990 hingga 2005 data menunjukkan terjadi
penurunan jumlah petani garam yang ada di Rembang. Dari awalnya 784
orang petani di tahun 1990 turun menjadi 718 petani di tahun 2005.

Pun jumlah perusahaan garam rakyat menurun, dari semula ada 12


perusahaan di tahun 1990, kemudian berkurang menjadi enam perusahaan

Gambar 10 (atas). Kayu-kayu bahan baku pembuatan perahu diperoleh dari jati lokal dan kayu
yang didatangkan dari Kalimantan. © The Prau Maritime Project.
Gambar 11 (bawah). Tambak garam di Rembang. © The Prau Maritime Project.

34 35
Endnotes
1
Kaur, M., dan Isa, M. 2020. Between the Bay of Bengal and the Java 22
Groenewegen, G. 1789. Verzameling van vier en tachtig stuks
Sea. Marshall Cavendish International Asia Ltd. Hollandsche schepen geteekend en in koper gerbragt. Rotterdam:
2
Kaur, M., dan Isa, M. 2020. op cit. J. van den Brink.
3
Manguin, Y. P. 1993. Trading ships of the South China Sea. 23
Utomo, A. A. 2017. Potensi Bahari Lasem sebagai Sejarah Maritim
Shipbuilding Techniques and Their Role in the History of the Lokal. Sejarah dan Budaya, Tahun 11, Nomor 2, Desember 2017.
Development of Asian Trade Networks. Journal of the Economic 24
Gent, L.F., Penard, W.A., dan Rinkes, D.A. 1923. Gedenkboek voor
and Social History of the Orient, Vol. 36, No. 3 (1993), pp. 250-280. Nederlandsch-Indie Terlegenheid van het Regerings Jubilem van
4
Campbell, D. M. 1915. Java: Past & Present. A Description of the H.M. de Koningin 1898-1923. Leiden: G. Kolff
Most beautiful Country in the World, its Ancient History, people, 25
Stibbe, D.G. 1919. Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie.
Antiquities, and Products. London: William Heinemann. Leiden: Martinus Nijhoff.
5
Stenross, K. 2007. The Seafarers and maritime Entrepreneurs of 26
Indische Staatsblad No. 73, 1883
Madura, History, culture, and their role in the Java Sea Timber 27
Rochwulaningsih, Y. 2007. Petani Garam dalam Jeratan
trade. Dissertation Murdoch University. Kapitalisme: Analisis Kasus Petani Garam di Rembang, Jawa
6
Schrieke, B. 1966. Indonesian Sociological Studies, part I. The Tengah. Artikel dalam Masyarakat, Kebudayaan dan Politik. Vol.
Hague: van Hoeve. 20, No. 3, 2007-07, hal. 228-239
7
Knaap, G. 1996. Shallow waters, rising tide: shipping and trade in 28
Staatblad 1905, No. 307
Java around 1775. Leiden: KITLV Press. 29
Herawati, S. 2017. dalam https://www.cnnindonesia.com/ekono
8
Warto. 1993. Kerja Wajib Blandong: Eksploitasi Hutan di mi/20170812165041-92-234264/indonesia-sudah-impor-garam-
karesidenan Rembang, 1808-1865. Tesis: Universitas Indonesia. sejak-1990-silam
Tidak dipublikasikan. 30
Rembang Dalam Angka 1990, 2000, 2005
9
Besluit. 1819. Staatsblad No. 19.
10
Raffles, T.S. 1917. op cit.
11
Putte, 1868.
12
Oemar, M., Sudarjo, dan Suud, A. 1988. Sejarah Daerah Jawa Sumber Gambar
Tengah. Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Gambar 1 Koleksi Raden Mas Tumenggung Tjokronegoro
13
Winarno, E. 2015. Wawancara dalam https://majalah.tempo.co/
III, sekitar 1900.
read/laporan-khusus/148226/lenyapnya-pelabuhan-pelabuhan-
kuno-rembang. Gambar 2 diolah dari Reclus, E. The Universal Geography.
14
Winarno, E. 2020. Dalam wawancara dengan penulis, 10 Gambar 3 Royal Tropical Institute
Desember 2020. Gambar 4 Royal Tropical Institute
15
Wawancara dengan Sodiqin Yasir, pemilik bengkel UD Jati Indah., Gambar 5 a Koleksi G. Cool, KITLV
24 Oktober 2020. Gambar 5 b, c, d, g P. van Mourik, Andel, Album IX, KITLV
16
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang 2015. Gambar 5 e, f Koleksi G. Cool, KITLV
17
Wawancara dengan Sodiqin Yasir, pemilik bengkel UD Jati Indah., Gambar 6 de Jong, L. 1984. Het Koninkrijk der
24 Oktober 2020. Nederlanden in Tweede Wereldoorlog.
18
Liebner, H. 2002. Perahu-perahu Tradisional Nusantara. Suatu Gambar 8 ki. at. P. van Mourik, Andel, Album IX, KITLV.
Tinjauan Sejarah Perkapalan dan Pelayaran. Proyek Pengkajian Gambar 8 ki. bh. P. van Mourik, Andel, Album IX, KITLV.
dan Pengembangan Masyarakat Pantai. Jakarta: Departemen
Kelautan dan Perikanan.
19
Lapian, A.B. 2017. Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-
16 dan 17. Depok: Komunitas Bambu.
20
Knaap, G 1996. op cit.
21
Liebner, H. 2002. lo cit.

36 37
REMBANG
Tragedi Angke yang terjadi di bulan Oktober 1740 merupakan dampak yang terjadi dari upaya VOC untuk
mengurangi populasi etnis Cina di Batavia. Cara-cara yang ditempuh adalah dengan mengirim orang-orang Cina
dari Batavia ke wilayah koloni VOC, misalnya Sri Lanka dan Afrika Selatan3. Di tengah ketegangan tersebut, beredar

MENGINSPIRASI: KOTA
isu-isu bahwa orang-orang Cina yang dikirim ke wilayah koloni tersebut dilemparkan ke laut sebelum kapal-kapal
angkutan sampai di tujuan4.

BANDAR, PERGOLAKAN
Isu tersebut membuat suasana semakin tidak kondusif dan membuat munculnya gerakan perlawanan dari orang-
orang Cina. Mereka mulai mempersenjatai diri dan menyerang lokasi-lokasi strategis bagi VOC, termasuk pabrik-
pabrik gula5. Konflik akhirnya tidak terhindarkan ketika ribuan orang Cina dari Batavia, Tangerang, Bekasi dan

SOSIAL, DAN TOLERANSI


wilayah sekitarnya mengepung Batavia. Pada 9 Oktober 1740, Gubernur Jenderal Valckenier mengambil langkah
drastis dan mengerahkan pasukan untuk ‘membersihkan’ orang Cina di Batavia, yang berada di dalam dan luar
tembok kota, yang muda dan tua, yang sehat dan sakit, tidak ada yang lolos6.

Mengulik sejarah dan tradisi maritim di Rembang rupanya secara tidak langsung menunjukkan
sisi lain dari kota bersejarah ini. Sejarah panjang sebagai kota bandar yang membuat berbagai
bangsa datang silih berganti membuat akulturasi menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan
dari Rembang. Lasem, khususnya, saat ini masih menunjukkan budaya perpaduan antara
budaya peranakan Cina dan Jawa yang kental. Bentuk yang paling menarik dari perpaduan ini
diwujudkan dalam bentuk Batik Lasem yang khas, dominan warna merah, budaya peranakan
Cina dan toleransi yang kuat dalam keseharian masyarakat di Rembang.

Bentuk toleransi dan kerukunan ini sendiri tidak dapat dilepaskan dari sejarah sosial di
Rembang. Secara historis pedagang Cina sudah bermukim di Lasem sudah sejak adanya
perdagangan rempah di Nusantara. Diperkirakan sejak abad ke-11 telah ada pemukiman
pedagang Cina yang menetap dan kawin dengan bumiputra di sekitar Sungai Lasem1, bahkan
dipercaya sebagian komunitas Cina saat ini yang berada di Lasem merupakan keturunan dari
awak kapal dari ekspedisi Laksamana Cheng Ho di abad-14 yang menetap di Lasem2. Namun
jika kita akan membicarakan mengenai akar toleransi dan pergerakan sosial di Lasem, maka
tidak dapat dilepaskan dengan peristiwa Geger Pecinan atau Tragedi Angke (Chinezenmoord)
yang terjadi di Batavia pada 1740.

Gambar 1. Klenteng Cu An Kiong di Lasem 1880

38 39
Pembantaian yang berlangsung selama 13 hari memiliki sikap tidak kooperatif dan tidak menyenangi
tersebut berakhir tanggal 22 Oktober 1740, dengan upaya monopoli yang dijalankan oleh VOC, termasuk
tak kurang dari 10.000 orang Cina tewas dan ratusan
7
di dalamnya adalah Tumenggung Widyaningrat yang
lainnya luka berat, lebih dari 700 rumah dijarah dan membenci intervensi VOC di Mataram dan monopoli11
dirusak . Akibat peristiwa berdarah ini banyak dari
8
yang merugikan rakyat.
orang-orang Cina yang menyelamatkan diri keluar
Suasana di Lasem memanas pada tahun 1740an
dari Batavia. Tujuan utama mereka adalah menuju ke
dengan adanya perundingan antara Pakubuwono II
kota-kota yang banyak terdapat komunitas penduduk
dari Mataram dengan VOC12, yang menyatakan bahwa
Cina, misalnya Semarang dan Lasem9.
VOC memperoleh kuasa atas seluruh Pulau Madura,
Di Lasem para pelarian ini diterima oleh pemimpin kawasan timur Pasuruan, dan Rembang serta Jepara
Lasem, Tumenggung Widyaningrat, dan diizinkan bukan lagi bagian dari wilayah Mataram. Kemudian
membangun perkampungan baru di Karangturi, dilanjutkan VOC dengan pendirian pemerintah
Pereng, dan Soditan. Kedatangan para pengungsi ini regency dan kantor dagang di Rembang dan Jepara.
disambut dengan baik, mengingat sebagian besar Tindakan VOC ini dianggap mengikis wilayah dan
dari mereka terbiasa bekerja di perdagangan dan kekuasaan dari Kadipaten Lasem13.
pelabuhan yang menjadi nafas ekonomi utama di
Untuk membalas langkah VOC, Tumenggung
Lasem. Banyak dari pendatang Cina ini dipekerjakan
Widyaningrat bersama Tan Ke Wie (saudagar keturunan
oleh Tumenggung Widyaningrat untuk pekerjaan
Cina) dan Raden Panji Margono membentuk pasukan
normalisasi dan pengerukan sungai-sungai yang
untuk menyerang pos VOC di Rembang. Strategi
mengalami pendangkalan, untuk mempermudah lalu
yang digunakan adalah perang laut, serangan dimulai
lintas perahu di Dasun10.
menggunakan perahu dari pantai dan merangsak
Tumenggung Widyaningrat sendiri merupakan ke pusat kota. Kondisi pertahanan VOC yang belum
keturunan Cina bernama Oei Ing Kiat, yang diangkat rampung di Rembang membuat Rembang mudah
dan diberi gelar Tumenggung Widyaningrat pada 1727. direbut. Pasukan kemudian meneruskan penyerbuan
Oei Ing Kiat sebelumnya bekerja sebagai seorang ke Juwana dan Jepara. Pertempuran di Juwana dan
dampoawang (syahbandar) di pelabuhan Lasem. Jepara berlangsung lebih sengit, dan VOC segera
Posisi Lasem sendiri cukup unik, karena meskipun memperoleh keunggulan dengan datangnya bantuan
berada di bawah kuasa Mataram, adanya kerja sama dari legiun di Semarang dan Tuban.
dan tekanan hutang Mataram kepada VOC membuat
Pada 1743 Lasem berhasil diduduki VOC
VOC memiliki kuasa dan pengaruh untuk menunjuk
dan Tumenggung Widyaningrat dicopot dari
penguasa di kota-kota bandar di pesisir utara Jawa.
jabatannya. Gubernur Jenderal VOC pada masa itu,
Walaupun demikian, banyak dari pemimpin daerah ini
Gambar 2. Tragedi Angke (Chinezenmoord) 1740 Baron van Imhoff, mengangkat pejabat baru sebagai

40 41
bupati di Lasem. Suro Adimenggolo III diangkat sebagai pejabat boneka VOC Perang yang dikenang sebagai Perang Kuning ini dimulai dari Pantai Bonang
dan bertempat di Tulis, Selopuro. Adimenggolo III rupanya bukan sosok yang hingga Pelabuhan Dasun, saat itu pasukan santri dan keturunan Cina yang
popular dan tidak disukai oleh rakyat, ditambah lagi dengan diterbitkannya dipimpin Oei Ing Kiat melawan serdadu bantuan VOC dari Tuban. Sementara
maklumat mengenai pemusnahan candi dan pengumpulan pusaka yang Raden Panji Margono memimpin pasukan di Pantai Caruban dan Gada,
dimiliki oleh masyarakat. Akibatnya perlawanan terhadap regency terus menghadapi perlawanan dari serdadu VOC yang bertempat di Rembang.
terjadi, akhirnya Adimenggolo III meminta kepada VOC untuk memindahkan Peperangan berlangsung selama tiga bulan15, VOC terpaksa memanggil
kantor ke Magersari, Rembang pada 174814. semua pasukan bantuan dari Juwana, Pati, Blora, Jepara, dan Tuban untuk
menghadapi perlawanan masyarakat Rembang.
Pindahnya kantor regency ini membuat pengawasan terhadap para pemimpin
perang perlawanan tahun 1743 menjadi longgar, Tumenggung Widyaningrat Perlawanan rakyat Rembang akhirnya terhenti di awal tahun 1751, dengan
(Oei Ing Kiat) dan Raden Panji Margono mulai menggalang pasukan kembali. meninggalnya pemimpin-pemimpin utama pasukan. VOC kembali
Puncaknya pada Agustus 1750, dimulai dari khotbah Jumat dari Kiai Ali menduduki Lasem dan Rembang, pusat ekonomi kembali dikuasai dan
Gambar 3 (kiri).
Baidlawi di masjid kota yang menyerukan bahwa perang melawan kompeni Klenteng Cu An Kiong saat ini. pembersihan secara besar-besaran terhadap para pasukan perlawanan yang
© The Prau Maritime Project.
Belanda adalah perang melawan kezaliman dan jihad fi sabilillah. Khotbah itu tersisa dijalankan16. Salah satu lokasi strategis yang segera ditempati oleh
Gambar 4 (kanan).
membakar semangat masyarakat, nelayan, pedagang, santri, hingga ningrat Monumen Perjuangan Laskar Cina VOC adalah Pelabuhan Dasun, yang pada periode selanjutnya menjadi basis
semuanya bergabung dalam pasukan untuk melawan VOC. dan Jawa melawan VOC perusahaan-perusahaan pembuat perahu dari Eropa.
yang dibangun di depan
Klenteng Cu An Kiong, Lasem.
© The Prau Maritime Project. Periode pada pertengahan abad ke-18 ini, walaupun memberikan warna
gelap pada sejarah regional di Rembang, namun merupakan pembentuk
karakter masyarakat Rembang di masa-masa selanjutnya. Persatuan dan
rasa persaudaraan akibat persamaan nasib dan keinginan untuk melepaskan
diri dari cengkeraman VOC membuat terbentuknya hubungan yang unik antar
kelompok keturunan Cina, santri, dan bumiputra di Rembang. Hubungan yang
belum tentu ada di wilayah-wilayah lain di Nusantara pada masanya. Hal ini
seolah kembali mempertegas kota Rembang sebagai bandar yang terbuka
dan penuh toleransi sejak masa awal perdagangan di Nusantara.

Saat ini kerukunan dan keragaman ini diwujudkan dalam kegiatan sehari-
hari yang ada di masyarakat. Pernikahan antara keturunan Cina dengan
bumiputera sudah bukan merupakan hal yang baru, bahkan pernikahan
silang ini juga banyak terjadi di lingkungan keturunan Cina dan komunitas
santri di Lasem17. Terutama di Desa Karangturi, hubungan antar etnis ini juga
terjadi baik di sektor ekonomi, dengan banyaknya sentra batik Lasem yang
memiliki pekerja dari berbagai latar belakang18.

42 43
Endnotes Sumber Gambar
1
Handinoto. 2015. Lasem: Kota Tua Bernuansa Cina di Jawa Gambar 1 Woodbury & Page, Batavia.
Tengah. Yogyakarta: Ombak. Gambar 2 Ilustrasi dalam Atlas van Stolk 1985
2
Unjiya, M. A. 2014. Lasem Negeri dampoawang, Sejarah yang Gambar 5 Laman situs “jatengprov.go.id”
Terlupakan. Salma Idea.
3
Armstrong, J., dkk. 2001. Chinese Populations in Contemporary
Southeast Asian Societies. London: Routledge.
4
Campbell, D. M. 1915. Java: Past & Present. A Description of the
Most beautiful Country in the World, its Ancient History, people,
Antiquities, and Products. London: William Heinemann.
5
Remmelink, W. G. J.2002. Perang Cina dan Runtuhnya Negara
Jawa 1725-1743. Yogyakarta: Penerbit Jendela.
6
Soeratminto, L. 2004. Pembantaian Etnis Cina di Batavia 1740.
Wacana, April 2004.
7
Raffles. 1830. The History of Java.
8
Van Hoevell, W.R. 1840. Batavia in 1740. Tijdschrift voor Neerlands
Indie. Batavia.
9
Unjiya, M. A. 2014. op cit.
10
Unjiya, M. A. 2014. op cit.
Gambar 5. Batik Lasem, bentuk 11
Unjiya, M. A. 2014. op cit.
akulturasi budaya Jawa dan Cina. 12
Mangkunegoro I. 1989. Ringkasan Sejarah Perjuangannya.
Surakarta: Yayasan Mangadeg.
Kelompok keturunan Cina pun juga leluasa dalam menjalankan ritual-ritual 13
Unjiya, M. A. 2014. op cit.
keagamaan, demikian pula dengan bumiputra yang mayoritas memeluk agama 14
Unjiya, M. A. 2014. op cit.
15
Unjiya, M. A. 2014. loc cit. Hal 180.
Islam dan golongan santri yang dapat beribadah tanpa gangguan dan menghargai 16
Unjiya, M. A. 2014. loc cit. Hal 181.
keberagaman pemeluk agama lain. Perbedaan agama tidak menjadikan kelompok 17
Atabik, A. 2016. Percampuran Budaya Jawa dan Cina: Harmoni
yang berbeda tersebut saling tertutup, seperti halnya pemeluk agama Islam yang dan Toleransi Beragama Masyarakat Lasem. Dalam Sabda, Vol.
11, Tahun 2016.
ikut memeriahkan acara perayaan Imlek dan pemeluk agama Konghucu yang 18
Kurnianto, R. D., dan Israwi, R. 2019. Bentuk Toleransi Umat
menerima tamu untuk silaturahmi saat perayaan Idul Fitri .
19 Beragama Islam dan Konghucu di Desa Karangturi, Kecamatan
Lasem, Kabupaten Rembang. Dalam Jurnal Solidarity 8 (1) 2019.
Nilai dan toleransi yang telah ditanamkan lintas generasi ini merupakan salah
19
Kurnianto, R. D., dan Israwi, R. 2019. op cit.

satu kekayaan budaya tiada tara yang dimiliki oleh Kabupaten Rembang. Sejarah
panjang Rembang sebagai kota bandar di pesisir utara membuat masyarakat
Rembang cenderung terbuka dalam menerima budaya baru, namun tetap
mempertahankan nilai-nilai luhurnya. Masuknya budaya Cina dan ajaran Islam
bukan dilihat sebagai ancaman, namun sebagai peluang untuk membangun
komunitas yang saling membutuhkan dalam kehidupan keseharian dan saling
menghargai satu sama lain. Pada akhirnya sejarah panjang Rembang sebagai kota
bandar, pergerakan sosial, dan perjuangan yang membuat Rembang menjadi kota
yang toleran.

44
Pindai untuk belajar lebih
lanjut mengenai
“The Prau Maritime Project”
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia
Depok, Jawa Barat, Indonesia

48

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai