Anda di halaman 1dari 9

TUGAS WAWASAN KEMARITIMAN 2

Budaya Kemaritiman Masyarakat Local Sulawesi Tenggara

OLEH :

NAMA : MUHAMMAD BILAL SANI


STAMBUK : F1D1 19 037
KELAS :A
JURUSAN : BIOLOGI

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAUAN ALAM
UNVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Panyayang, Penyusun memanjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang

telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kita semua, sehingga penyusun

bisa menyelesaikan makalah ini dengan topik “Sejarah Kemaritiman Dari Masa

Kolonial Belanda Hingga Reformasi”.

Ucapan terimakasih penyususn sampaikan kepada teman-teman yang telah

membantu serta memberikan ide, gagasan dan pemikirannya kepada penyusun hingga

penyusun mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Walaupun penulis telah menyusun materi ini kemungkinan terdapat kelebihan

maupun kekurangan. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mengharapkan

masukan dari pihak pengajar dan pihak pembaca, agar makalah yang telah disusun ini

bisa di sempurnakan.

Baubau, 24 0ktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................3

A. Latar Belakang................................................................................................................3

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................5

C. Tujuan.............................................................................................................................5

D. Manfaat...........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................5

A. Budaya Maritim Masyarakat Local Sulawesi Tenggara..................................................5

BAB IV PENUTUP.................................................................................................................7

A. Kesimpulan.....................................................................................................................7

B. Saran................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................8
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tradisi maritim orang Buton dan migrasi hingga kini merupakan

kekuatan budaya yang penting dikaji, tidak hanya karena latar historisnya tetapi

juga dapat menjadi sumber nilai kehidupan bagi mereka dalam menata masa

depannya. Tradisi ini telah melampau berbagai zaman dan generasi, dengan segala

tantangannya, telah mengukuhkan orang Buton sebagai suku bangsa bahari

Indonesia bersama dengan suku bangsa lainnya yakni Bajo, Bugis, Makassar,

Mandar, dan Madura. Menjalani lakon hidup sebagai pelayar tidak mudah

dilaluinya tanpa landasan nilai kehidupan yang kuat diyakininya. Segala upaya

pemerintah kolonial pada akhir abad ke-19 untuk menyempurnakan wilayah

kekuasaannya, dengan mengoperasikan maskapai pelayaran Koninklijke

Paketvaart Matschappij tampak tidak mampu menutup ruang pelayaran pribumi

Bagi pelayar, perahu (bangka/wangka) memiliki peran yang sangat

penting dalam rona kehidupan mereka di laut. Bahkan, karena pentingnya, istilah

sabangka ‘perahu’ pun digunakan sebagai sapaan kepada kehidupan di darat,

untuk menyebut kawan/teman/sahabat. Kesatuan kata dan langkah dalam usaha

pelayaran dan perdagangan maritim merupakan unsure utama penguat tradisi

maritim. Dengan semangat selalu bersama atau satunya kata dan perbuatan, segala

tantangan kehidupan di laut, baik yang bersumber dari ruang samudra maupun dari

manusia, dapat dihadapi. Itulah sebabnya, ketika perahu telah dilayarkan dan
meninggalkan pantai,pantang bagi pelayar untuk mengubah haluan, apalagi

kembali lagi ke pantai. Semangat yang dimaksud adalah asarope, diambil dari kata

rope yakni bagian depan atau haluan perahu, diawali dengan kata asa yang

bermakna satu atau sama.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang di dapat adalah

bagaimana budaya maritim masyarakat local Sulawesi Tenggara?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang dapat dilihat adalah

untuk mengetahui budaya maritim masyarakat local Sulawesi Tenggara.

D. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh pada penulisan makalah ini, yaitu dapat

mengetahui budaya maritim masyarakat local Sulawesi Tenggara.


BAB II PEMBAHASAN

A. Budaya Maritim Masyarakat Buton

Sebagai pelaut pedagang orang Buton seperti halnya Suku Bugis

Makassar, merupakan suku yang melakukan diaspora di berbagai kawasan wilayah

Indonesia seperti di Makassar, Papua, Maluku, Kalimantan, Kepulauan Riau, dan

lain sebagainya. Di Makassar, migran Buton yang telah hadir sejak beberapa abad

pada masa berlakunya kesultanan Buton dan membangun perkampungannya

sendiri yang disebut Kampung Butung di Makassar. Konon migrant Buton Ke

Ambon dalam skala besar dimulai pada akhir abad ke-19, sebagian besar berasal

dari Binongko dan bekerja pada perkebunan diberbagai tempat di Kepulauan

Maluku. Dalam beberapa catatan sejarah, jenis perahu yang sering digunakan

orang Buton sebagai sarana transportasi dalam aktifitas kebaharian adalah perahu

lambo. Aktifitas kebaharian yang umum dilakukan adalah melakukan perdagangan

dengan membawa hasil-hasil laut seperti lola (trochus niloticus), teripang, sirip

ikan hiu, dan lain-lain. Pada musim barat, mereka melakukan pelayaran

perdagangan dengan tujuan untuk wilayah barat yaitu Surabaya, Gresik, Tanjung

Pinang, bahkan sampai di wilayah Malaysia dan Singapura. Pada saat pelayaran

dari arah barat, pelayar tersebut membawa barang seperi kain, piring, guci dan

lain-lain. Selain itu untuk kebutuhan rumah tangganya, barang-barang tersebut

juga adalah barang untuk dijual di Kota Baubau,. Pelayaran ke wilayah timur

melingkupi Ambon, Halmahera, Pulau Banda, Ternate, dan Papua.


Dalam aktifitas pelayaran orang Buton menggunakan perahu layar yang

masih sederhana. Jenis perahu yang sering digunakan oleh Orang Buton

berdasarkan ukurannya, sebagai berikut: (1) Boti dengan berbagai ukuran yakni

ukuran kecil (bertiang satu) yang biasanya digunakan Orang Buton untuk

pelayaran antar pulau di sekitaran Provinsi Sulawesi Tenggara, berukuran sedang

(bertiang dua), digunakan untuk pelayaran antar pulau di nusantara bahkan ke luar

negeri, (2) Sope-sope adalah perahu yang ukurannya lebih kecil dari boti, bertiang

satu, layarnya berbentuk jajaran genjang atau segitiga. Jenis perahu ini umumnya

digunakan untuk pelayaran antar pulau di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, (3)

Jarangka adalah perahu yang lebih kecil dari sope-sope, mempunyai sayap pada

kedua sisinya agar tidak mudah terbalik. Jenis perahu ini umumnya digunakan

dalam aktifitas penangkapan ikan dengan jala dan pukat, dan (4) Koli-koli adalah

perahu terkecil (sampan) biasanya digunakan untuk memancing ikan, selain itu

juga digunakan untuk sekoci pada jenis perahu boti.

Bulan Juni sampai pada bulan Agustus dikenal sebagai musim timur

(timbu) karena letak perairan laut bagian timur Pulau Buton yang berhadapan

langsung dengan Laut Banda, musim ini adalah musim ombak besar. Ketinggian

ombak dan cuaca yang kuarng bersahabat, sangat menyulitkan nelayan pada

kawasan pantai timur Pulau Buton untuk melakukan aktifitas penangkapan ikan.

Karenanya pada bulanbulan tersebut harga ikan di seluruh wilayah Pulau Buton

cenderung mengalami kenaikan.


BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa budaya kemaritiman

di pulau buton memiliki Aktifitas kebaharian yang umum dilakukan adalah

melakukan perdagangan dengan membawa hasil-hasil laut seperti lola (trochus

niloticus), teripang, sirip ikan hiu, dan lain-lain. Dalam aktifitas pelayaran orang

Buton menggunakan perahu layar yang masih sederhana seperti boti, Sope-sope,

jarangka, dan koli-koli.

B. Saran

Saran saya kepada pembaca agar memberi kritik dan saran untuk

menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi ilmu buat kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.butonmagz.id/2018/12/budaya-bahari-di-buton-disebut-sabangka.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai