OLEH :
NIM : L011191133
KELAS : WSBM B
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat beliau kami dapat menyusun makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini kami buat agar siswa lebih paham tentang sosial budaya maritim
kota Makassar.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran bagi pembaca khususnya para siswa. Kami sadar makalah
ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu kepada dosen
pembimbing, kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami
di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Indonesia merupakan suatu Negara dengan luas perairan lebih besar dari pada luas
daratan, maka dari itu Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. Dengan Isitilah
Negara Maritim, tentu saja identik dengan hasil lautnya dan keindahan wisata bahari
yang ditawarkannya, tentu saja Indonesia juara. Tetapi dibalik peluang yang ada, banyak
sekali tantangan yang harus dihadapi Bangsa ini untuk menjadikan Indonesia sebagai
poros maritim dunia. Keindahan alam yang dimiliki Indoenesia banyak terdapat di
wilayah pesisir yang sangat kaya akan keanekaragaman sumber daya alam hayatinya.
Ekosistem di laut Indonesia sangat beragam, sehingga memunculkan daya tarik
tersendiri terhadap wisatawan yang berkunjung, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Dengan banyaknya pulau yang dimiliki, potensi wisata alam ini tentunya akan
mendatangkan pemasukan yang banyak bagi Negara jika dikelola dengan baik.
Untuk hasil perikanannya, laut Indonesia menyimpan kekayaan hasil laut yang
melimpah. Dengan keanekaragaman dan berlimpahnya kekayaan laut negeri ini,
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor ikan, udang, dan berbagai jenis
hewan laut lainnya untuk dikirim ke luar negeri utuk diolah sebagai bahan makanan.
Hal ini menunjukkan masyarakat luar negeri pun menyukai hasil tangkapan laut dari
Indonesia. Tentu ini juga merupakan sebuah peluang dan tantangan bagi Indonesia
karena banyak oknum yang memanfaatkan kekayaa bahari Indonesia dengan
menangkap ikan secara ilegal (ilegal fishing). Hal ini, tentu menuntut peran yang lebih
besar dari TNI AL dalam mengamankan dan menegakkan kedaulatan bangsa di laut,
khususnya di wilayah yurisdiksi Nasional.
Presiden Jowo Widodo bercita-cita ingin menjadikan Indonesia sebagai poros
maritim dunia dan Komitmennya ini terlihat dengan membentuk Menko Kemaritiman
yang dijabat oleh Rizal Ramli. Namun untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros
maritime dunia masih dihadapkan pada kondisi yang sangat berat.
Salah satu wilayah yang menyimpan kekayaan bahari adalah Kota Makassar karena
secara geografis, letak “Kota Daeng” ini merupakan pintu gerbang Kawasan Timur
Indonesia, dan menjadi salah satu pintu gerbang ekspor hasil perdagangan perikanan
secara umum. Menyadari potensi serta peluang untuk memajukan industri perikanan
yang berkelanjutan, WWF-Indonesia bersama Yayasan Mattirotasi dan Learning Center
EAFM Universitas Hasanuddin, yang didukung oleh Pemerintah Kota dan Dinas
Kelautan Perikanan (DKP) Kota Makassar telah melakukan inisiasi melalui diskusi
intensif sejak akhir bulan Desember 2014 hingga awal Januari 2015. Diskusi tersebut
menghasilkan beberapa rencana kegiatan pengelolaan perikanan berkelanjutan untuk
periode tahun 2015 - 2017.
Oleh karena itu, untuk memaksimalkan potensi maritim Makassar, Wali Kota Makassar
Mohammad Ramdhan Pomanto mendorong Indonesia National Shipowners
Association (INSA) untuk memperkuat Poros Maritim yang dimulai dari Makassar. Hal
itu disampaikannya saat membuka Rapat Anggota Cabang (RAC) INSA XIV yang
mengangkat tema Mengawal Program Tol Laut Nasional Menuju Kedaulatan Ekonomi
Nasional Maritim di Grand Clarion Hotel, Makassar, Kamis (28/04).
Pria yang akrab disapa Danny bercerita bahwa orang-orang Makassar merupakan pelaut
yang handal, bahkan nama pelaut Makassar dihormati oleh pelaut-peaut dunia lain
karena kehebatannya. Tidak heran jika para pelaut Makassar dijuluki Celebes De
Makassares, yang berarti orang–orang Makassar yang ulung dan mahsyur. Jejak
kemahsyuran pelaut Makassar dapat ditemukan pada hukum laut internasional yang
mengadopsi hukum Amanagappa yang berisi 21 pasal, beberapa bagiannya sangat rinci
menjelaskan mengenai ketentuan-ketentuan dalam pelayaran.
Danny berharap keberadaan INSA dapat mendukung gagasan Poros Maritim yang
dimulai dari Makassar. Mengingat latar belakang sejarah Makassar yang sangat
mendukung, dan berbagai fasilitas yang ada di Makassar seperti pelabuhan internasional
dan Makassar New Port yang akan hadir di Makassar
Motorisasi Perahu/kapal Nelayan
Karena motor sendiri adalah salah satu komponen modal vital yang
membutuhkan biaya operasional secara terus-menerus, maka ini harus difungsikan
dengan penggunaan alat-alat tangkap produktif. Di Sulawesi Selatan, di antara
sekian banyak alat tangkap tradisional yang masih digunakan nelayan, terdapat
beberapa di antaranya lebih berasosiasi dengan motor seperti pukat gae (Bugis)
atau rengge (Makasar), jala/panjak (payang), bagang, pancing sunu(p.kerapu),
pancing tongkol, bubu, kompresor (sarana selam), dan lain-lain. Trawl (pukat
harimau) termasuk alat tangkap baru dan modern yang kemudian dilarang dan
memang tidak pernah disukai oleh nelayan lapisan bawah karena merugikan
mereka, merusak sumberdaya dan ekologi. Alat-alat tangkap tradisional tersebut di
atas kemudian menjadi lebih produktif berkat dioperasikan dengan perahu-perahu
motor. Dapat dikatakan bahwa adopsi inovasi motor dapat memberikan sumbangan
kepada pengembangan dan kontinyuitasteknologi tangkap tradisional tersebut, jadi
bukannya memusnahkannya.
Dinamika Struktural
Struktur inti atau elementer dari kelompok organisasi ini ialah P.laut
atau Juragan dan Sawi. P.Laut berstatus pemimpin pelayaran dan aktivitas
produksi dan sebagai pemilik alat-alat produksi. Para P.Laut memiliki pengetahuan
kelautan, pengetahuan dan ketrampilan manajerial, sementara para sawi hanya
memiliki pengetahuan kelautan dan ketrampilan kerja/produksi semata.
Suatu perubahan struktural yang berarti terjadi ketika suatu usaha perikanan
mengalami. perkembangan jumlah unit perahu dan alat-alat produksi yang
dikuasai oleh seorang P.Laut/Juragan tadi sebagai akibat dari pengaruh
kapitalisme. Untuk pengembangan dan eksistensi usaha,
maka P.Laut/Juragan tidak lagi ikut memimpin pelayaran dan proses produksi di
laut, melainkan tetap tinggal di darat/pulau untuk mengelola perolehan pinjaman
modal dari pihak lain, mengurus biaya-biaya anggota yang beroperasi di laut,
membangun jaringan pemasaran, dan lain-lain. Di sinilah pada awalnya muncul
satu status baru pada strata tertinggi dalam kelompok kerja nelayan yang
disebut P.Darat/P.Pulau. Untuk memimpin pelayaran dan aktivitas produksi di
laut, P.Darat merekrut juragan-juragan baru untuk menggantikan
posisinya dalam memimpin unit-unit usaha yang sedang
berkembang dan meningkat jumlahnya. Para P.Laut/Juragan dalam proses
dinamika ini sebagian masih berstatus pemilik, sebagain lainnya hanyalah berstatus
pemimpin operasi kelompok nelayan. Para juragan yang direkrut dari sawi-sawi
berbakat/potensial dikenal juga dengan istilah P.Caddi,
sedangkan P.Darat disebut P.Lompo.
Dari gambaran dan ilustrasi unsur-unsur budaya nelayan dan pelayar disajian
sebelumnya, dapat diramu dan diseleksi berbagai unsur nilai budaya maritim yang
dianggap potensial untuk direvitalisasi dan dikembangkan ke depan sebagai
landasan bagi pembangunan budaya maritim di Indonesia pada segala unsur atau
aspeknya. Unsur-unsur nilai dan norma budaya positif yang mengakar dalam
berbagai kelompok nelayan dan pelayar dari berbagai suku bangsa (ethnic groups)
yaitu : Komunalisme, Arif lingkungan, Religius, Berkehidupan
bersama/kolektivitas, Egalitarian, Rukun dan setia kawan dalam kelompoknya,
Saling mempercayai, Patuh/taat norma, Bertanggung jawab, Disiplin, Kreatif-
inovatif, Teguh pendirian, Kepetualangan, Berani menanggung risiko, Adaptif dan
kompetitif, Berwawasan kelautan dan kepulauan, Multikulturalis, Nasionalis,
Berpandangan dunia/keterbukaan
b. Kemiskinan
Tekanan terhadap sumber daya pesisir sering diperberat oleh tingginya angka
kemiskinan di wilayah tersebut. Kemiskinan sering pula menjadi lingkaran karena
penduduk yang miskin sering menjadi sebab rusaknya lingkungan pesisir, namun
penduduk miskin pula yang akan menanggung dampak dari kerusakan lingkungan.
Dengan kondisi tersebut, tidak mengherankan jika praktik perikanan yang merusak
masih sering terjadi di wilayah pesisir.
c. Faktor Penyebab
Secara garis besar ada dua cara memandang kemiskinan. Sebagian orang
berpendapat, kemiskinan adalah suatu proses, sedangkan sebagian lagi memandang
kemiskinan sebagai suatu akibat atau fenomena dalam masyarakat.
Pertama, konflik kelas, yaitu konflik yang terjadi antar kelas sosial nelayan dalam
memperebutkan wilayah penangkapan (fishing ground), yang mirip dengan
kategori gearwar conflict-nya Charles (2001). Ini terjadi karena nelayan tradisional
merasakan ketidakadilan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan akibat perbedaan
tingkat penguasaan kapital. Seperti, konflik yang terjadi akibat beroperasinya kapal
trail pada perairan pesisir yang sebenarnya merupakan wilayah penangkapan
nelayan tradisional.
Kedua, konflik orientasi, adalah konflik yang terjadi antar nelayan yang memiliki
perbedaan orientasi dalam pemanfaatan sumberdaya, yaitu antara nelayan yang
memiliki kepedulian terhadap cara-cara pemanfaatan sumberdaya yang ramah
lingkungan (orientasi jangka panjang) dengan nelayan yang melakukan kegiatan
pemanfaatan yang bersifat merusak lingkungan, seperti penggunaan bom, potasium,
dan lain sebagainya (orientasi jangka pendek).
Ketiga, konflik agraria, merupakan konflik yang terjadi akibat perebutan fishing
ground, yang bisa terjadi antar kelas nelayan, maupun inter-kelas nelayan. Ini juga
bisa terjadi antara nelayan dengan pihak lain non-nelayan, seperti antara nelayan
dengan pelaku usaha lain, seperti akuakultur, wisata, pertambangan, yang oleh
Charles (2001) diistilahkan sebagai external allocation conflict.
DAFTAR PUSTAKA