Anda di halaman 1dari 3

MKU - WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM

TUGAS RESUME PEKAN KE–7

KEBUDAYAAN MARITIM

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD RAIF RAFI’I

D131211063

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI LINGKUNGAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA

2022
KEBUDAYAAN MARITIM

• Definisi Kebudayaan Maritim


Budaya maritim adalah kompleks gagasan, ide, pengetahuan, nilai, norma, aturan
yang terkait bidang maritim dan dijadikan pedoman perilaku ekonomi, bisnis, jasa dan
politik individu/kelompok masyarakat nelayan dan non nelayan untuk mencapai
kepentingan sosial ekonominya guna menghasilkan produk. Terkait hal ini
individu/kelompok sebagai organisme berhubungan secara timbal balik/resiprositas
dengan lingkungannya (lingkungan fisik/alam dan sosial budaya, lingkungan buatan).
Dalam kepustakaan antropologi, terdapat tiga spesifikasi kajian (dengan
konsep/item masing-masing) berkaitan hubungan masyarakat manusia dengan lingkungan
laut. Pertama, ialah antropologi maritim yang penekanannya pada aktivitas kepelayaran
dan pengetahuan serta teknologi dan infrastruktur berkaitan pelayaran. Kedua, antropologi
marin yang kajiannya menekankan pada aktivitas pemanfaatan sumber daya laut, terutama
penangkapan ikan, serta berbagai pranata yang berkaitan dengannya antara lain agama dan
kepercayaan, mitologi dan cerita rakyat, seni dan upacara. Ketiga, antropologi
penangkapan ikan/perikanan yang menekankan studinya pada aktivitas, pengetahuan,
kelompok kerja, dan saran prasarana serta berbagai pranata berkaitan dengannya.
Spesifikasi kajian seperti ini mengikuti arah pengembangan yang ditempuh oleh setiap
bidang ilmu yang dimaksudkan untuk pedalaman pemahaman pada fenomena yang dikaji
serta penajaman pendekatan teoritis yang diterapkan dan dikembangkan.
Budaya atau Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karyaseni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi
dengan orang-orang yang berbudaya dan menyesuiakan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
• Kebudayaan Maritim Sebagai Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Seperti halnya pada berbagai provinsi nelayan pada kawasan timur Indonesia yg
lain, motorisasi kayak dan kapal penangkapan ikan di desa-desa nelayan Sulawesi Selatan
mutakhir mulai ditahun-tahun 1970-an. Mula-mula hanya beberapa orang nelayan
berstatus ponggawa (pengusaha dan pemilik ala-ala produksi) bisa mengkredit motor dari
pengusaha besar di kota Makasar (Bos di dalam istilah lokal). Introduksi perbaikan motor
ke desa-desa nelayan melalui Dinas Perikanan, akan tetapi pengusaha/ penjual besar yang
berkedudukan pada kota, khususnya Makassar, yang memegang kontribusi penting
menyertakan dan mensosialisasikan sekaligus mengasongkan inovasi motor kepada lepek
nelayan dengan perantara para ponggawa dari desa-desa pantai dan pulau-pulau di
Sulawesi Daksina dengan ketentuan kredit tradisional. Menurut informasi, bahwa di
mulanya semua unit motor yang merembes ke desa-desa nelayan hanya berukuran 4, 5-10
pk. Motor-motor kecil dipasang dalam luar kano (outboard motor). Di tahun 1980-an
diperkirakan sudah ada separuh daripada perahu-perahu nelayan yang terselip telah
memasukan dengan motor dalam (inboard motor) sanggup 10-30 pk. Di tahun-tahun 1990-
an beberapa terbesar sampan nelayan sudah menggunakan motor berkekuatan minimal 20
pk. Perahu-perahu nelayan yang menyalakan gae/rengge serta bagang (pukat apung besar)
bahkan hitung panjang menggunakan dua mesin bertenaga 100-130 pk. Tinggal nelayan
pancing serta jaring halus-halus yang bertindak di perairan pantai yang sebagian raksasa
masih menggunakan motor mungil berukuran 5-10 pk dengan perahu-perahu kuntet. Motor
sejajar tenaga penggerak menggantikan komponen layar siap dipasang di semua jenis/tipe
perahu konvensional mulai dari ukuran kecil cukup pada perahu besar dan tipe bodi/kapal.
Sejak pertama kali motor diadopsi sampai sekarang belum ada aksen diperoleh mulai
masyarakat nelayan akan memilikinya sikap penolakan terhadap pembaruan tersebut.
Semua nelayan suka motor, sedangkan ternyata cuma sebagian antara lain mempunyai
peluang pada kepemilikan inovasi tersebut. Boleh dikatakan bahwa memiliki perahu motor
sekecil apapun merupakan harapan setiap nelayan.

Anda mungkin juga menyukai