HP KEBUDAYAAN MARITIM
IZZAH KARIMAH (J011191007)
KHUZNUL KHATIMAH S. (J011191021)
Setiap kebudayaan dan masyarakat di dunia, tidak terkecuali kebudayaan dan masyarakat
maritim, cepat atau lambat pasti mengalami dinamika / perkembangan. Diakui secara umum
bahwa kebudayaan merupakan unsur penting dalam proses pembangunan atau keberlanjutan
suatu bangsa. Lebih-lebih jika bangsa itu sedang membentuk watak dan kepribadiannya yang
lebih serasi dengan tantangan zamannya.
Dalam masyarakat maritim, termasuk di Indonesia, telah tumbuh berbagai sektor dan
subsektor ekonomi kemaritiman baru yang memunculkan segmen-segmen atau kategori-kategori
sosial seperti petambangan, pekerja industri, pengelola dan karyawan wisata, marinir,
akademisi/peneliti, birokrat, dan lain-lain. Tumbuh kembangnya sektor-sektor ekonomi dan jasa
dengan segmen-segmen masyarakat maritim tersebut memerlukan dan diikuti dengan
perkembangan dan perubahan- perubahan kelembagaannya menjadi wadah dan regulasinya.
Tumbuhnya sektor- sektor ekonomi baru dan berkembangnya sektor-sektor ekonomi
kemaritiman lama, terutama perikanan dan pelayaran, gambaran tentang fenomena dinamika
sosial budaya maritim.
Sulawesi Selatan secara geografis terletak pada posisi 00 12o LS dan 1160 48 - 112 36’
BT dan diapit oleg tiga wilayah laut yaitu : Teluk Bone disebelah Timur, Laut Flores di sebelah
Selatan dan Selat Makassar di sebelah barat dan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat da
Sulawesi Tengah sebelah utara dan Provinsi Sulawesi Tenggara sebelah timur. Kondisi geografis
Provinsi Sulawesi Selatan menggambarkan potensi sumberdaya alam yang kaya baik di darat
maupun di laut. Panjang garis pantai sekitar 1.973,7 km, Pemerintah daerah Sulawesi Selatan
bertanggung jawab mengelola wilayah laut dan pesisir seluas kurang lebih 60.000 km2 di daerah
ini juga dikenal gugusan kepulauan antara lain : Kepulauan Spermonde atau kepulauan
Sangkarang, kepulauan Pangkep, dan Atol Takabonerate.
Unsur-unsur kebudayaan meliputi semua kebudayaan yang ada dunia, baik yang kecil,
sedang, besar, maupun yang kompleks. Menurut konsepnya Malinowski, kebudayaan di dunia
ini mempunyai tujuh unsur universal, yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian,
organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Seluruh unsur itu saling terkait antara
yang satu dengan yang lain dan tidak bisa dipisahkan yang membentuk satu kesatuan
menyeluruh (holistic), kehidupan sosial budaya masyarakat maritim di Indonesia sangat
majemuk. Fenomena ini terjadi akibat pengaruh interaksi masyarakat dengan Tuhan sebagai
pencipta-Nya, antar masyarakat sendiri maupun masyarakat tersebut dengan lingkungannya.
Dalam pengolahan hasil perikanan dari hasil tangkap merupakan kegiatan transisi antara
sistem produksi dengan sistem distribusi, dimana kegiatan tersebut sangan penting mengingat
komoditas hasil laut dalam semua jenis sangat ditentukan oleh sistem pengolahan yang baik.
Ada beberapa teknik pengelohan (pengawetan) yang dikenal didaerah sulawesi selatan yaitu
Pallu Ce’la (Pengalengan), Pindang, Pengeringan, Penggaraman, Pengasapan, dll. lokasi
kegiatan pengolahan seperti ini ditemukan anatara lain sekitar pelabuhan paotere (Makassar),
pasa ikan/TPI lappa (Sinjai), Galesong (Takalar), dan pasar ikan dari daerah lainnya.
Adapun beberapa jenis produksi ekonomi bidang perikanan di Sulawesi Selatan yaitu :
1. Perikanan tangkap,
2. Perikanan budidaya,
3. Pengolahan hasil perikanan,
4. Bioteknologi kelautan,
5. Pariwisata bahari,
6. Angkutan laut,
7. Jasa perdagangan,
8. Konstruksi dan rekayasa maritim (shipyard, bangunan laut).
Yang tesebar dibeberapa daerah seperi pelabuhan paotere (Makassar), pasa ikan/TPI
lappa (Sinjai), Galesong (Takalar), dan pasar ikan dari daerah lainnya.
7 norma lama yang diterapkan oleh masyarakat nelayan maritim Sulawesi Selatan dalam
kelembagaan sosial ialah :
Adapun jenis lembaga sosial masyarakat maritim sulawesi selatan pada umumnya ialah :