Inabah Dalam Kajian Teoritis
Inabah Dalam Kajian Teoritis
Pendahuluan
Sampai saat ini, salah satu tujuan orang-orang yang berkunjung ke Pondok Pesantren
Suryalaya adalah karena untuk memasukan anak atau saudaranya untuk di rehabilitasi gara-
gara kenakalan remaja atau karena penyalahgunaan obat-obat terlarang. Oleh karena itu, bagi
sebagian orang bahwa Pondok Pesantren Suryalaya hadir bukan karena Tasawufnya, bukan
karena ada lembaga-lembaga pendidikannya, namun mereka menganggap bahwa Pondok
Pesantren Suryalaya hadir karena memiliki panti rehabilitasi yang disebut dengan Pondok
Remaja Inabah.
Selain pendidikan formal, Abah Anom juga mendirikan Pondok Remaja Inabah
sebagai wujud perhatian ia terhadap kebutuhan umat dan merasa berkewajiban untuk menolong
umat yang sedang tertimpa musibah.
Pada tahun 1971 Pondok Pesantren Suryalaya membantu program pemerintah (Inpres
No 6 tahun 1971) dalam penanggulangan penyalahan narkoba dan kenakalan remaja untuk
mengembalikan para remaja korban penyalahgunaan narkoba ke jalan yang benar. Program ini
mulai dikembangkan pada tahun 1980 dengan diberi nama Pondok Remaja “Inabah”.
Kata Edgar Edar Suratman, Asda Bidang Kemasyarakatan Pemerintahan Kota Bogor,
“Salah satu perhatian Abah Anom adalah merehabilitasi pecandu narkoba melalui pendekatan
spiritual dan dzikir. Karena itu Pesantren Suryalaya dikenal banyak pihak sebagai pusat
rehabilitasi narkoba. Abah Anom mengembangkan rehabilitasi narkoba berbasis spiriutal
melalui “Pondok Inabah” yang dikembangkan sejak tahun 1980an. Tak ayal bila Badan
Narkotika Nasional (BNN), Mabes Polri dan berbagai lembaga anti Narkoba menjadikan
Pondok Pesantren Suryalaya sebagai mitra utama dalam upaya merehabilitasi korban maupun
perang terhadap narkoba di Tanah Air”.12
Abah Anom menjadikan Inabah tidak hanya sekedar nama bagi pesantren
rehabilitasinya, tapi lebih dari itu, ia adalah landasan teoritis untuk membebaskan pasien dari
gangguan kejiwaan karena ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang. Dalam kacamata
taswwuf, Inabah adalah nama dari sebuah peringkat ruhani (maqam) yang harus dilalui seorang
1
Tulisan ini bersumber dari Tesis penulis dengan judul Peran KH. Ahmad SHohibulwafa Tajul Arifin dalam
bidang Politik, Sosial dan Ekonomi
2 Lihat; Asep Salahudin; Komunikasi Kaum Tarekat. Disertasi Program Pascasarjana UNPAD. Hlm 220.
sufi dalam perjalanan ruhani menuju Allah SWT. Salah satu hasil dari murobatullah adalah
Inabah yang maknanya kembali dari maksiat menuju ketaatan kepada Allah SWT karena
merasa malu “melihat” Allah, jelas Abah Anom yang merujuk kepada kitab Thaharat Al-
Qulub.
Dalam teori Inabah untuk menancapkan iman dalam qolbu, tak ada cara lain
kecuali dengan dzikir laa ilaaha illalloh, cara ini dikalangan Tarekat Qodiriyah
Naqsyabandiyah disebut talqin. Demikian juga dalam mensikapi mereka yang
dirawat dipesantren Inabah. Mereka harus diberikan “pedang’ untuk menghalau
musuh-musuh di dalam hati mereka, pedang itu adalah dzikrullah.
Orang-orang yang ada di Inabah diperlakukan seperti orang yang terkena penyakit
hati, yang terjebak dalam kesulitan, kebinguan dan kesedihan. Mereka telah
dilalaikan dan disesatkan setan sehingga tak mampu lagi berdzikir pada_Nya.
Ibarat orang yang tak memiliki senjata lagi menghadapi musuh-musuhnya, alhasil,
obat untuk mereka adalah dzikir3.
Pengertian
Kata Inabah sendiri artinya kembali. Menurut K.H Zainal Abidin Anwar (2010:120-
121) bahwa di dalam Al-Quran terdapat kurang lebih delapan kata yang berkaitan dengan
inabah dengan berbagai turunannya yang intinya mengandung arti, “kembali kepada Allah”;
kembali sadar terhadap eksistensi diri dan tujuan hidupnya.
1. Anaba (QS. Ra’d :27), “Orang-orang kafir berkata mengapa tidak diturunkan kepadanya
(Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya. Katakanlah sesungguhnya Allah
mengetahui siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat
kepada-Nya”.
2. Anabu (Qs. Az-Zumar: 54) “…. Dan orang-orang yang menjauhi thagut (yaitu) tidak
menyembah dan kembali kepada Allah bagi mereka berita gembira sebab itu
sampaikanlah berita itu kepada hamba-hambaKu.
3. Anibu (Qs. Az- Zumar: 54) “…. Dan kembalilah kepada Tuhanmua dan berserah dirilah
kepada Nya sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong
(lagi)”.
4. Anibu (QS. Hud: 88) “… dan tidak ada taufik bagimu melainkan dengan (pertolongan)
Allah, hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku kembali.”
Metode yang diterapkan dalam terapi terhadap anak bina adalah dengan
menitikberatkan kepada kemampuan membersihkan dari hal-hal yang tercela yang berkaitan
dengan pembentukan karakter. Kastama (1994:130) dalam disertasinya tentang Inabah
menyimpulkan bahwa metode ilmiah harus diakui secara ilmiah dengan pertimbangan sebagai
berikut: metode Inabah masuk akal seperti ditunjukan dengan aktivitas harian dalam
kurikulum. Metode sistematis inabah mempercayakan sebuah konsep standar dan suatu
implementasi yang sadar pula. Dan akhirnya metode inabah telah terbukti efektif atas alasan-
alasan empiris, dengan sebuah catatan penyembuhan yang mencapai 80% dan teruji lebih dari
14 tahun (1979-1983).
Secara psikologis jadwal inabah yang padat keseluruhannya mencegah pasien dari
ketidakfokusan. Semua perhatiannya diperlukan untuk memenuhi permintaan dari kurikulum,
terutama daftar shalat yang panjang dan tentu dzikir. Keseluruhan pengalaman ini sangat jauh
berbeda dengan lingkungan yang menjerumuskan mereka ke dunia hitam yang masih
menghantui mereka. Berikut adalah tulisan media massa tentang karya besar Inabah ini4 :
4 Republika “BNN: Abah Anom suritauladan Perehab Pecandu Narkoba”. Senin, 05 September 2011.
Kurikulum Inabah
Mandi Taubat -
Shalat Sunnat Syukrul Wudhu 2 rakaat
Shalat Sunnat Tahiyyatul Masjid 2 rakaat
Shalat Sunnat Taubat 2 rakaat
1. 01.30 – 03.00
Shalat Sunnat Tahajjud 12 rakaat
Shalat Sunnat Tasbih 4 rakaat
Shalat Sunnat Witir 11 rakaat
Dzikir -
2. 03.00 – 04.00 Istirahat
Shalat Sunnat Syukrul Wudhu 2 rakaat
Shalat Sunnat Shubuh 2 rakaat
Shalat Sunnat Lidaf’il Bala 2 rakaat
3. 04.00 – 05.30
Shalat Shubuh 2 rakaat
Dzikir -
Khataman -
Shalat Sunat Isyroq 2 rakaat
4. 05.30 – 06.00 Shalat Sunat Isti’adah 2 rakaat
Shalat Sunat Istikharah 2 rakaat
Shalat Sunnat Syukrul Wudhu 2 rakaat
Shalat Sunnat Dhuha 8 rakaat
5. 07.30 – 08.30
Shalat Sunnat Kifaratul Bauli 2 rakaat
Dzikir -
6. 08.30 – 10.30 Istirahat
7. 11.00 – 11.30 Mandi siang
Shalat Sunat Syukrul Wudhu 2 rakaat
Shalat Sunat Qobla Dzuhur 2 rakaat
Shalat Dzuhur 4 rakaat
8. 11.30 – 12.15
Dzikir -
Shalat Sunat Ba’da Dzuhur 2 rakaat
Khataman -
9. 12.15 – 13.00 Makan Siang
10. 13.00– 14.30 Istirahat
11. 14.30 – 15.00 Persiapan Shalat Ashar
1. Shalat Sunat Syukrul Wudhu 2 rakaat
2. Shalat Sunat Qobla Ashri 2 rakaat
12. 15.00 – 15.45 3. Shalat Ashar 4 rakaat
4. Dzikir -
5. Khotaman -
13. 15.45 – 16.30 Belajar
Melihat jadwal diatas, secara umum 90% kegiatan di Inabah terdiri dari shalat dan
dzikir. Artinya bahwa proses penyadaran diri menjadi kunci utama di tempat rehabilitasi
ini.
Hasil penelitian dilakukan para sarjana lain menyebutkan tentang aspek terapitis
shalat. Syeikh Hakim Abu Abdullah Ghulam M menulis The Book Sufi Healing (2000:45)
yang menyebutkan manfaat terapeutik shalat mencakup tiga hal: pikiran, kata dan tindakan.
hikmah yang diperoleh dari gerakan-gerakan sholat itu tidak sedikit artinya bagi
kesehatan jasmaniah, dan dengan sendirinya akan membawa efek pada kesehatan
ruhaniah atau kesehatan mental seseorang. Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan, setiap
gerakan, sikap dan perubahan dalam gerak dan sikap tumbuh pada waktu
melaksanakan shalat adalah paling sempurna dalam memelihara kesehatan tubuh.
Seorang dokter Prancis Alex Carrel dikutip Utsman Najati menyatakan (2000:69).
“sembahyang dapat menimbulkan kegiatan rohaniah tertentu yang membuat terjadinya
kesembuhan cepat bagi sebagian pasien di tempat-tempat peribadatan.”
Hal yang mirip juga sama dinyatakan oleh Williams James tentang dampak
sembahyang, bahwa dengan sembahyang kita juga bisa “mendobrak pintu harta karun besar
dari kegiatan intelektual yang tidak bisa kita capai dalam kondisi-kondisi normal.”
Dale Carnegie dalam Da ‘al Qolaq ‘al Hayah seperti dikutip Najati (2000:69)
menyebutkan
Terdapat berbagai bentuk ibadah pada setiap agama, yang diberlakukan untuk
mengingatkan manusia akan keinsyafan tentang keuasaan Illahi Yang Maha Agung,
yang merupakan sukma ibadah itu dan menjadi hikmah rahasianya sehingga seorang
manusia tidak mengangkangi manusia yang lain, tidak berlaku sewenang-wenang
dan tidak yang satu menyerang yang lain. Sebab semuanya adalah hamba Allah.
Betapapun hebat adan mulianya sesesoran namun Allah lebih hebat, lebih mulia,
lebih agung dan lebih tinggi. Jadi, karena manusia lalai terhadap makna-makna yang
luhur ini maka diadakanlah ibadah untuk mengingatkan mereka. Oleh karena itulah
setiap ibadah yang benar tentu mempunyai dampak dalam pembentukan akhlak
pelakunya dan dalam pendidikan jiwanya. Dampak itu terjadi hanyalah dari ruh
ibadah tersebut dan keinsyafan yang pangkalnnya ialah pengagungan dan
kesyahduan. Jika ibadah tidak mengandung hal ini maka tidaklah disebut ibadah,
melainkan sekedar adat dan pamrih, sama dengan bentuk manusia dan patungnya
yang tidak disebut manusia, melainkan sekedar khayal, bahan tanah atau perunggu
semata.”