Anda di halaman 1dari 15

PERAWATAN DAN PEMENUHAN

IBADAH TAMBAHAN PASIEN


MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Rohani Pasien
Semester Ganjil Tahun 2018
Dosen Pengampu : Moh. Anwar Yasfin, M.Pd.

Oleh :

Siti Nur Jannah 1540120004


Nizar Nasyrul Muttaqin 1540120016
Husnul Muaffiroh 1540120030

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


DAKWAH DAN KOMUNIKASI
BIMBINGAN KONSELING ISLAM (BKI)
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling tinggi derajatnya
dibandingkan dengan mahluk Allah yang lain. Karena manusia diberi kelebihan
berupa akal dan fikiran agar dapat membedakan antara yang baik dan yang
buruk. Dengan keistimewaannya tersebut diharapkan manusia dapat hidup
bahagia di dunia dan akhirat. Sesuai dengan tujuan penciptaannya, maka tinjauan
tentang hakekat manusia dengan berbagai dimensi kemanusiaannya, potensinya
dan permasalahannya menjadi titik tolak bagi pentingnya kegiatan bimbingan dan
keagamaan bagi manusia, di mana salah satu dari tujuan bimbingan dan
keagamaan adalah untuk memelihara dan mencapai kesehatan mental. Jadi jelas,
bahwa sasaran bimbingan keagamaan adalah manusia dengan berbagai latar
kehidupannya. Salah satu latar kehidupan manusia di masyarakat adalah rumah
sakit khususnya pasien rawat inap terutama yang menderita penyakit kronis
mengalami kecemasan, ketakutan, kesedihan bahkan putus asa dalam
menghadapi penyakit yang di deritanya.
Pada dasarnya manusia menginginkan dirinya sehat, baik jasmani maupun
rohani, Allah menurunkan Al-Qur’an yang di dalamnya ada petunjuk dalam
pengobatan terhadap penyakit yang menjangkit pada diri manusia baik fisik
maupun psikis.
Sebagian besar orang yang sedang sakit akan mengalami timbulnya
goncangan mental dan jiwanya karena penyakit yang dideritanya. Pasien yang
mengalami kondisi tersebut sangat memerlukan bantuan spiritual yang dapat
menimbulkan rasa optimis dan selalu sabar dalam menghadapi cobaan dari
Allah. Sebagaimana Allah telah memerintahkan manusia untuk selalu sabar dalam
menghadapi segala musibah yang menghadangnya, baik itu ujian, cobaan,
ataupun peringatan dari Allah. Karena jika dia sabar, maka Allah akan
menampakkan kebaikannya, dengan tujuan agar selanjutnya manusia bisa
memahami kemaslahatan yang tersembunyi dibalik itu.

1
Namun dalam kenyataannya sebagian besar orang yang menderita sakit
tidak bisa menerima keadaannya. Dalam kondisi seperti ini mereka menghadapi
dilema di luar kemampuannya. Seperti, perasaan cemas, marah, tidak percaya diri
dan mudah putus asa, dengan kondisi semacam itu maka perlu adanya bimbingan
keagamaan bagi pasien di rumah sakit. Dengan tujuan agar pasien mendapatkan
keikhlasan, kesabaran dan ketenangan dalam menghadapi sakitnya. Dengan
demikian penulis akan membahas tema tentang “Perawatan dan Pemenuhan
Ibadah Tambahan Pasien”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Bimbingan dan Terapi dengan doa ?
2. Apa saja doa-doa penting untuk pasien ?
3. Bagaimana bimbingan pasien dengan biblioterapi ?

2
BAB II
PEMBAHASAN
Perawatan dan Pemenuhan Ibadah Tambahan Pasien
A. Batasan Pengertian
Ibadah tambahan adalah ibadah selain ibadah pokok yang dapat
dilaksanakan oleh pasien selama ia berada di rumah sakit. Jenis ibadah
tambahan yang dapat dilakukan oleh pasien sesuai dengan kemampuan
pasien yaitu : (1) Doa dan dzikir, (2) Tilawah atau membaca al – Qur’an,
(3) Salat Sunnah, (4) Shaum Sunnah, (5) Bibliotherapy.
B. Bimbingan dan Terapi dengan Doa
Kata doa dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab du’a,
menurut Ahmad bin Ali bin Hajar Abu Fadhil al-Atsqalani (Jilid I, tt: 49)
kata du’a mengandung banyak arti dan maksud tertentu, beberapa
pengertian itu yaitu: permintaan, memohon pertolongan, panggilan,
seruan. Sedangkan secara istilah umum menurut Husain Mazhahiri (2002:
1-2) doa berarti permohonan dengan merendahkan diri dan kembali
(inabah) kepda Allah atas segala hajat dan kebutuhan. Sedangkan Imam
Qusyairi (tt:264-265) mengatakan bahwa doa adalah kunci kebutuhan,
penghibur orang-orang yang duka, perlindungan orang-orang yang terjepit,
dan pelega bagi orang-orang yang terhimpit kebutuhan. Dikalangan ahli
tashawur doa tidak hanya sekedar permintaan, doa juga dapat berarti
ibadah, pujian dan ungkapan rasa syukur atas segala karunia yang telah
Allah berkan. Berdoa hukumnya wajib, hl ini didasarkan kepada salah satu
ayat al-Quran surat 40 (al-Mu’min): 60 yang artinya :

‫نوُرِقناَنل َمَّ ن بر ب ل لك َمَّٱٱددلعوُ ر نن َمَّ أ دٱسسنترجدب َمَّلندلك َمَّاَنن َمَّٱٱ ن رليِنن َمَّ ن ديسسنتدكلربوُرِنن َمَّنعدن َمَّرعنباَندرت ن َمَّسسنيددلخللوُنن َمَّ ن نج ن نن َمَّنداَرخرريِنن‬
‫إ‬
Dan Tuhanmu berfirman : Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam
dalam keadaan hina dina.
Isyarat wajibnya berdoa didapat dari bentuk kata dalam ayat di atas
adalah dalam bentuk amr yaitu perintah, dimana setiap bentuk perintah
hukum asalnya adalah wajib. Ayat ini juga menegaskan bagi siapa saja
yang tidak berdoa maka Allah menganggapnya sebagai orang yang

3
sombong dan diancam dengan neraka jahanam (Sambas dan Sukayat,
2002:37). Sedangkan sumber doa bermacam-macam yaitu :
1. Doa yang bersumber dari al-Quran, modelnya ada empat:
a. Dengan redaksi yang langsung dibuat oleh Allah.
b. Doa para nabi yang diberitakan kembali oleh al-Qur’an
c. Doa yang diperintahkan secara eksplisit dalam bentuk kalimat
perintah kemudian diredaksikan kembali dalam bentuk kalimat doa
oleh penerima perintah doa.
d. Doa dengan Asma al-Husna
2. Doa warisan para nabi
3. Doa dari para sahabat, tabi’in dan tabi’ittabi’in
4. Doa dari kaum salaf al-shalih serta ulama-ulama dan para ahli
tashawuf
5. Doa yang bersumber dari ‘urf yang tidak bertentangan dengan al-
Quran dan al-Sunnah dan tidak mengandung kemusyrikan.
Bagi orang sakit doa memiliki dua fungsi, yaitu fungsi ikhtiar dan
fungsi obat. Doa merupakan salah satu ikhtiar, yaitu ikhtiar memohon
pertolongan Allah selain ia juga berikhtiar dengan cara mencari
pengobatan. Sedangkan fungsi doa sebagai obat telah banyak dibuktikan
oleh berbagai penelitian, hingga salah seorang ilmuan peraih hadian nobel
Alexis Carrel mengatakan bahwa kegunaan doa bisa dibuktikan sama
validnya dengan membuktikan dalam bidang fisika (Anwar, 2002 :113).
Banyak orang mengira bahwa fungsi doa dan dzikir itu hanya
bersifat ritual, sugesti, sarana, katarsis, saluran rasa frustasi bahkan
dianggap sebagai placebo atau sebagai obat tipuan atau bohongan. Padahal
doa juga dapat memiliki efek terapi terhadap berbagai penyakit fisik
termasuk kepada penyakit fisik pasien sehingga dapat membantu
kesembuhan pasien.
Hal ini terjadi karen efek terapi doa dalam agam bahkan tidak
dibatasi secara tegas terhadap penyakit fisik atau untuk penyakit kejiwaan
saja. Ini menunjukkan bahwa menurut ajaran agama doa memiliki peluang
efek terapi baik terhadap penyakit kejiwaan maupun terhadap penyakit
fisik. Dengan kata lain doa dapat berperan dalam psikoterapi bahkan
terhadap somatoterapi yaitu terapi terhadap tubuh manusia. Pendapat ini

4
didasarkan kepada analisis para ahli tafsir ketika menguraikan surat al-Isra
(17) : 82.
‫ن‬ ‫د َٱلظ ظل م م‬
‫مي ن‬ ‫ن َوننل َي ن م‬
‫زي ل‬ ‫ممني ن‬ ‫مةة َل زرل ل‬
‫مرؤ م‬ ‫فاةء َوننررح ن‬
‫ش ن‬
‫و َ م‬
‫ما َهل ن‬
‫ن َ ن‬ ‫ن َٱرل ل‬
‫قررنءا م‬ ‫م ن‬ ‫ونن لن نزز ل‬
‫ل َ م‬
َ ٨٢َ ‫ساررا‬ ‫خ ن‬ ‫إ مظل َ ن‬
Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar (obat)
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.
Menurut Muhammad Husai al-Thabathaba’i (Jilid XIII, 1397:195),
kata syifa dalam ayat tersebut mengandung makna terapi ruhaniyah dan
jasmaniyah. Sedangkan Muhsin al-Faydh al-Kasyani menagaskan bahwa
lafal-lafal al-Qur’an dapat menyembuhkan penyakit bada, sedangkan
makna-maknanya dapat menyembuhkan penyakit jiwa. Pendapat ini
dikuatkan juga Ibnu Qayyim al-Jauzi yang menyebutkan bahwa bacaan
ayat-ayat al-Qur’an mempu mengobati penyakit jiwa dan badan manusia.
Pendapat di atas dikuatkan dengan penemuan Proffesor al-Amiri
yang mengajukan teori pengaruh sebagai berikut :
1. Fisik dapat mempengaruhi Fisik (obat terhadap tubuh)
2. Fisik dapat mempengaruhi Non Fisik (Obat Psikotropika terhadap
Jiwa)
3. Non Fisik dapat mempengaruhi Fisik ( Doa terhadap tubuh)
4. Non Fisik dapat mempengaruhi Non Fisik (Do’a terhadap Sihir)
Dari teori ini dapat dilihat bahwa doa sebagai sesuatu yang non
fisik dapat mempengaruhi dua hal sekaligus yaitu fisik tubuh manusia dan
sisi kejiwaan manusia. Dengan demikian doa dapat membantu dua hal
sekaligus terhadap pasien, yaitu kesembuhan fisik dan kesembuhan
kejiwaan. Dengan kata lin do’a dapat dijadikan alat intervensi terhadap
kejiwaan pasien karena jiwa sebagai sesuatu yang juga non fisik.
Keuntungan kedua doa juga sekaligus dapat memberikan efek bagi
kesembuhan penyakit fisik pasien.
Dalam sejarah agama-agama doa telah terbukti membantu proses
penyembuhan berbagai penyakit. Sementara dalam kenyataan sampai saat
ini bahkan sampai masa mendatan banyak ornga yang telah membuktikan
peran doa dalam proses penyembuhan penyakit hingga terdapat contoh-
contoh ekstrim dimana berbagai penyakit yang lolos dari terapi fisik medis

5
(somatoterapi) ternyata dapat sembuh hanya dengan bantua doa. Ini
membuktikan bahwa doa orang yang menyakini fungsi doa terhadap
terapi, tetapi sedikit yang dapat memahami dan menggunakan fungsi daoa
tersebut terutama fungsi terapi dari doa dalam proses membantu
penyembuhan penyakit. Padahal dengan ditemukannya berbagai doa
secara spesifik bagi penyakit-penyakit fisik tertentu adalah salah satu bukti
otentik bahwa doa sejak turunkanya memang telah memiliki efek terapi
terhadap berbagai penyakit fisik.
Menggunakan doa untuk kesembuhan penyakit-penyakit tertentu
terutama yang terkait dengan gangguan jin atau perbuatan sihir dinamakan
ruqyah yang telah dikenal sejak zaman sebelum Rasulullah saw. Karena
itu Rasulullah mengajarkan bagaiman tuntunan meruqyah berdasarkan
ketentuan syari’at, Menurut al-Qahtani terdapat hadits dalam Kitab Sunan
Ibnu Majah yang meriwayatkan, bahwa kata ruqyah sendiri berdasar dari
kata-kata malaikat Jibril ketika mendoakan Rasulullah saat sakit dengan
kalimat doa:
Bismillahi arqika min kulli syai-in yudzika min hasadi hasidi hasidin wa
minn kulli dzi a’inin Allahu yasfika
(Dengan menyebut nam Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang
menyebabkanmu sakit, yakni dari kedengkian pendengki dan dari setiap
sihir)
Dilihat dari bntuk kebutuhan doa-doa yang diperlukan bagi pasien
terbagi kepada dua kelompok doa, yaitu :
a. Kelompok doa umum
b. Kelompok doa khusus
Kelompok doa khusus terdiri dari: (1) doa perlindungan dari
kejahatan setan dan sihir, (2) dzikir ketika sedang sakit, (3) doa mohon
disembuhkan untuk diri sendiri dan orang lain, (4) doa bagi pasien luka
bakar, (5) doa bagi pasien demam tinggi dan mengigau, (6) doa sebelum
minum obat, (7) doa bagi pasien susah tidur atau insomnia, dll.
Proses pelayanan doa terhadap pasien di Rumah Sakit dapat dilakukan
dengan beberapa prinsip sebagai berikut :
1. Dilakukan secara profesional oleh perawat di Rumah sakit sesuai
dengan agama kepercayaan pasien.

6
2. Pada prinsipnya pelayanan doa bukan bermaksud mengubah
keyakinan agama pasien, melainkan menguatkan kekuatan bathin
pasien untuk membantu proses kesembuhan bersama-sama terapi
lainya. Konsekuensinya perawat aspek ini harus memiliki kelebihan,
yaitu fasih melafalkan dan mampu mendoakan pasien.
3. Memiliki kode etik dan protap yang jelas
4. Pelaksanaan professional ini dapat diambil dari perawat medis dengan
plus diberi pendidikan mengenal Askep Rohis.
Sedangkan beberapa cara memberikan pelayanan doa kepada pasien
yaitu :
a. Pasien dituntun untuk bersama-sama melafalkan doa oleh perawat
b. Pasien hanya mengamini doa yang dibacakan perawat
c. Pasien sendiri disuruh berdoa yang ia bisa, perawat mengamini
d. Pasien diberi berbagai tulisan doa oleh perawat untuk ia pilih
melafalkannya sesuai kebutuhan, dibimbing oleh perawat
e. Pasien diberi tulisan/buku doa untuk dibaca tanpa disaksikan oleh
perawt
f. Perawat secara khusus mendoakan pasien pada waktu-waktu khusus,
misalnya ketika di rumah, di masjid, atau di tempat perawat, baik
perorangan maupun secara bersama-sama perawat lain.
g. Pelayanan doa dapat mengambil waktu khusus, aktifitas khusus, atau
kejadian khusus, saat kritis, saat pendampingan atau kapan saja ketika
dibutuhkan oleh pasien atau keluarga.
h. Utnuk kepentingan terapi sebaiknya doa dibaca sesering dan sebanyak
mungkin.
C. Doa –Doa Penting untuk Pasien.
1. Doa untuk menghilangkan rasa takut/menghadapi situasi kritis
2. Doa bagi pasien frustasi
3. Doa bagi pasien demam tinggi dan mengigau
4. Doa bagi pasien insomnia
5. Doa bagi pasien luka/luka bakar /mengalmai nyeri yang sangat
6. Doa ngilu dan sakit – sakit badan
7. Mohon perlindungan dari kejahatan setan, santet dan sihir
8. Doa menjenguk pasien
9. Doa memohon cepat sembuh
10. Doa ketika hendak minum obat
11. Doa mohon perlindungan ketika ada penyakit menular
Terlampir
D. Biblioterapi
a. Pengertian

7
Biblioterapi berasal dari dua suku kata yaitu kata biblion dan
therapeia. Biblion berarti buku atau bahan bacaan, sedangkan thrapeia
artinya penyembuhan. Dari analisis kata ini biblioterapi dapat diartikan
sebagai upaya penyembuhan melalui bahan bacaan atau buku. Bahan
bacaan dalam biblioterapi berfungsi untuk mengalihkan orientasi
pikiran negatif dan memberikan pandangan-pandangan yang positif
sehingga menggugah kesadaran penderita untuk bangkit menata
hidupnya dan pada gilirannya membantu mempercepat proses
penyembuhan.
Biblioterapi dapat diartikan juga sebagai program membaca terarah
yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman pasien dengan
dirinya sendri dan untuk memperluas cakrawal budayanya serta
memberikan beranekaragam pengalaman emosionalnya. Bacaan-
bacaan seperti itu biasanya diarahkan oleh terapis. Terapi dengan
membaca ini utamanya digunakan untuk menyembuhkan penderita
stress, deptesi dan kegelisahan (anxiety) atau mengubah cara pandang
pasien terhadap penyakit yang dideritanya. Terapi ini menggunakan
ruangan di perpustakaan dengan berbagai macam buku yang sifatnya
memberikan motivasi kepada pasien, atau terapis membawa buku
kepada pasien jika pasien tidak dapat bergerk ke ruang perpustakaan.
Secara umum, ada empat kategori bahan bacaan atau buku yang
dapat digunakan dalam biblioterapi :
Kategori yang pertama adalah buku yang mengandung manual
eksplisit self-help. Buku tersebut didesain untuk memungkinkan orang-
orang memahami dan memecahkan masalah tertentu dalam hidup
mereka melalui tuntunan dan langkah – langkah dalam hidup mereka
melalui tuntunan dan langkah – langkah dalam buku tersebut. Tipe
buku self-help ini biasanya mengandung latihan, saran tindakan, oleh
karena itu sering kali dianggap berorientasi behaviorial.
Kategori yang kedua adalah buku teks, biasanya berkenaan dengan
topik-topik psikologis tertentu, yang secara esensial mendiskusikan
iede dan pengalaman ketimbang berorientasi secara eksplisit ke arah

8
perubahan perilaku. Misalnya buku manajemen sress, memahami
perilaku penderia stroke, hidup dengan HIV/AIDS, dan lain-lain.
Tipe ketika adalah berbentuk novel, baik yang digali dari
pengalaman nyata penulisnya, atau pengalaman orang lain yang di tulis
oleh seorang penulis. Pengalaman ini bisanya terkait dengan dunia
orang sait dan penyakit. Misalnya bagaimana kisah ‘true story”
seorang penderita kanker ganas yang sudah di vonis mati oleh dokter
tetapi ia dapat bertahan hidup bahkan ajaib. Kisah ini ia tuangkan
sendiri ke dalam sebuah novel, diharap dengan isi tulisan ini banyak
penderita penyakit sejenis dapat tetap optimis berjuang. Dan masih
banyak lagi jenis – jenis novel serupa yang terkait dengan berbagai
penderitaan penyakit seperti penderita schizofren, penderita kusta, dan
lain – lain.
Ke empat adalah pengembangan mutakhir dari biblioterapi di
rumah sakit adalah memanfaa berbagai bentuk leaflet, brosur, bahan
bacaan dalam bentuk tips – tips ringan, bahkan memanfaatkan seni
kaligrafi dengan sumber dari kitab suci, hadits Nabi, kata-kata bijak
dan lain-laing yang dapat membangkitkan motivasi kesembuhan bagi
pasien.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian jenis atau tingkat maslah
yang dapat diselesaikan dengan teknik biblioterapi adalah
1. Masalah keseharian
2. Masalah pendidikan
3. Masalah pekerjaan
4. Masalah kesehatan
5. Masalah sosial
Wujud masalah tersebut seperti tidak tahu cara belajar yang efektif,
sulit menghilangkan rasa malu, tidak mampu bersikap asertif, kurang
percaya diri, sulit menurunkan berat badan, menghilangkan kebiasaan
merokok atau ketergantungan pada alkohol. Bagi pasien – pasien di
rumah sakit banyak yang mengilhami pasien yang menderita penyakit
berat dan mereka dapat bangkit, bertahan bahkan sembuh seperti :
kanker, tumor, stroke, cacat dan lain-lain.
b. Aplikasi dan Tahapan Biblioterapi

9
Untuk melaksanakan terapi melakui biblioterapi sebaiknya dilakukan
pengkajian terlebih dahulu melalui tahapan sebagai berikut :
1) Identifikasi kebutuhan – kebutuhan bacaan konseli. Tugas ini
dilakukan melalui pengamatan, berbincang dengan pasien, orang
tua, dan keluarga pasien. Tahapan ini juga dapat dimanfaatkan
sebagai tahap inkubasi dan memancing minat pasien untuk
membaca.
2) Susuaikan kondisi pasien dengan bahan-bahan bacaan yang tepat
dan dibutuhkan pasient. Alangkah lebih baiknya jenis bacaan
tersebut sesuai dengan permintaan pasien.
3) Putuskan waktu dan sesi serta bagaimana sesi diperkenalkan pada
pasien, bila perlu ada kontrak kesesuaian waktu kapan pasien
memintatanya asal tidak ada kontrak indikasi.
4) Rancanglah aktivitas – aktivitas tindak lanjut setelah membaca,
seperti diskusi, sharing, atau masuk ke bahan bacaan lanjut lainnya
seesuai kebutuhan.
5) Motivasi pasien dengan aktivitas seperti mengajukan pertanyaan
untuk menuju ke pembahasan tentang tema yang dibicarakan
6) Libatkan pasien dalam fase membaca, berkomentar atau
mendengarkan. Ajukan pertanyaan – pertanyaan pokok dan
mulailah berdiskusi kecil tentang hasil bacaan. Secara berkala,
simpulkan apa yang di dapat, jangan lupa tanya apa komentar,
efek, dan manfaat bagi pasien.
7) Barilah jeda waktu agar pasien bisa mereflesikan materi bacaanya
untuk mengontrol apa yang telah ia dapat.
8) Jika pasien merasa tidak cocok dengan bahan bacaan, segeralah
ganti atau bila perlu dapat dihentikan jika terjadi kontra indikasi
atau hal p hal yang membahayakan pasien.
Dalam penerapan biblioterapi pasien biasanya melewati empat
tahapan berikut ini :
1) Tahap Identifikasi, jika bahan bacaanya tepat pasien dapat
mengidentifiasi dirinya dengan karakter, peristiwa, dan situasi yang
ada dalam buku, baik yang bersifat nyata atau fiksi
2) Katarsis, konseli menjadi terlibat secara emosional dalam kisah
dan berbagai bagian dari bahan bacaan. Dalam tahap inilah pasien

10
dapat menyalurkan emosi-emosi yang terpendam dalam dirinya
secara aman dan nyaman. Dalam proses katarsis inilah sebenarnya
proses terapi terjadi, karena pada saat ini terjadi pelepasan beban
yang selama ini disimpan.
3) Wawasan mendalam (insight), setelah katarsis konseli menjadi
sadar bahwa permasalahannya bisa disalurkan atau dicarikan jalan
keluarnya. Permasalahan konseli mungkin saja dia temukan dalam
karakter tokoh dalam buku sehingga dalam menyelesaikannya dia
dapat mempertimbangkan langkah-langkah yang ada dalam cerita
buku. Biasanya pasien menemukan koping baru bagaimana ia
dapat bersikap, bertindak, bahkan mengendalikan sakit dan
penyakitnya.
4) Penguatan, konselor, perawat, pembina ruhani sangat berperan
untuk memberikan penguatan akan apa yang telah didapat oleh
pasien melalui berbagai diskusi kecil yang intensif. Selain itu dapat
juga sekaligus meniadakan berbagai ekses negatif pasien sebagai
residu atau efek tak terduka dari hasil bacaan.
Oslen (2006) menyarankan lima tahap penerapan biblioterapi, baik
dilakukan secara perorangan maupun kelompok :
1) Awali dengan motivasi. Konselor dapat memberikan kegiatan
pendahuluan, seprti permainan atau bermain pera, yang dapat
memotivasi peserta untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan
konseling.
2) Berikan waktu yang cukup. Koselor mengajak peserta hingga
selesai. Yakinkan, terapis telah akrab dengan bahan – bahan bacaan
yang disediakan.
3) Lakukan inkubasi. Konselor memberikan waktu pada peserta untuk
merenungkan materi yang baru saja mereka baca.
4) Tindak lanjut. Sebaiknya tindak lanjut dilakukan dengan metode
diskusi. Lewat diskusi peserta mendapatkan ruang untuk saling
tukar pandangan sehingga memunculkan gagasan baru. Lalu,
terapis membantu peserta untuk merealisasikan pengetahuan itu
dalam hidupnya.

11
5) Evaluasi. Sebaiknya evaluasi dilakukan secara mandiri oleh
peserta. Hal ini memancing peserta untuk memperoleh kesimpulan
yang tuntas dan memahami arti pengalaman yang dialami.
c. Biblioterapi dalam Islam
Menurut Muhbib Abdul Wahab (2013) hanya Islam satu satunya
agama di dunia yang perintah pertama dalam wahyunya dengan
membaca dalam QS. Al-A’laq (96):1-3. Istilah membaca dalam bahasa
al-Qur’an yaitu Iqra’ mengandung makna yang luas yaitu : membaca,
menghimpun informasi, data, pengetahuan, wawasan, meneliti,
memahami, menganalisis dan memaknai. Karean itu perintah iqra tidak
hanya dimaknai sekedar membaca dalam arti melafalkan simbol bunyi
dadri tulisan melainkan harus dimaknai dalam konteks yang universal.
Aktifitas membaca merupakan sendi tegaknya kehidupan dan
peradaban manusia. Pemanfaatan membaca saat ini juga telah dapat
difungsikan sebagai fungsi terapi. Dengan demikian Islam memandang
iqro bukan hanya terapi terhadap kebodohan, tetapi juga dapat berefek
terapi bagi berbagai penyakit terutama penyakit kejiwaan atau
psikosomatik.
Yang paling menarik dalam beberapa penelitian mutakhir, sumber
bacaan terseabut adalah langsung Al-Qur’an. Di beberapa negara
sekuler saja seperti di Amerika Serikat, negara – negara Eropa, kini
mulai dikembangkan terapi dengan membaca (Al-I’laj bi al-qira’ah).
Di Florida AS pernah beberapa orang volunteer non muslim. Dari hasil
eksperimen itu membuktikan bahwa 97% bacaan al-Quran dapat
menormalkan fungsi – fungsi syaraf dan menurunkan ketegangan jiwa,
membuat suasana hati menjadi lebih rileks, meskipun mereka tidak
memahami bahasa al-qur’an.
Kesimpulan di atas sejalan dengan pendapat Muhammad Husain
Al-Thabathaba’i (Jilid XIII, 1397:195), yang berpendapat bahwa kata
syifa yang terdapat dalam ayat al-Qur’an mengandung makna terapi
ruhaniyah dan jasmaniyah. Sedangkan Muhsin al-Faydh al-Kasyani
(Jilid III, 1091:213) menegaskan bahwa lafal-lafal al-Qur’an dapat
menyembuhkan penyakit badan, sedangkan makna-maknanya dapat

12
menyembuhkan penyakit jiwa. Pedapat ini dikuatkan juga Ibnu
Qayyim al – Jauzi (1992:52-53) yang menyebutkan bahwa bacaan
ayat-ayat al-Qur’an mampu mengobati penyakit jiwa dan badan
manusia, baik dibaca sendiri maupun bagi yang mendengarkannya.
Dalam sejarah biblioterapi sebenarnya sudah dikembangkan sejak
abad ke – 13 di Rumah Sakit al-Mashour Kairo Mesir. Para pasien
selai diberi obat medis mereka juga mendengarkan bacaan ayat-ayat
suci al-qur’an. Hasilnya luar biasa positif, para pasien mendapat
ketenangan hati dan mempercepat proses penyembuhan penyakitnya.
Menurut Dr Sya’ban Khalifah dalam bukunya al-I’laj bi al-qira’ah
menegaskan bahwa rumah-rumah sakit terutama yang pasiennya
banyak beragama islam sudah saanya mengembangkan biblioterapi
dengan memanfaatkan efek terapi dai al-Qur’an sebagai bacaan yang
dapat diperdengarkan. Dengan demikian biblioterapi ini dapat
dikembangkan dikombinasikan dengan terapi lain seperti musik,
lantunan lagu religius, brosur, leaflet, kaligrafi dan lain-lain yang dapat
disimak oleh fikiran dan perasaan manusia.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Suatu penelitian di barat mengungkap bahwa penyebab sakit 70%
adalah masalah psikologis. Ini menunjukkan bahwa sakit fisik mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan psikologis penderita. Tidak terlalu
penting untuk mengatakan bahwa masalah psikologis menjadi penyebab
rasa sakit atau sebaliknya sakit fisik yang kemudian menyebabkan masalah

13
psikologis, akan tetapi dalam pandangan kami keduanya mempunyai
kemungkinan yang sama. Seperti yang telah kami uraikan dalam bagian-
bagian sebelumnya sangat jelas bahwa bimbingan rohani pasien mutlak
dibituhkan oleh pasien.
Dengan demikian maka suatu Rumah Sakit sudah semestinya
memiliki petugas khusus bimbingan rohani pasien. Bimbingan rohani
pasien akan sangat membantu dokter dalam melakukan pengobatan medis.
Jadi dalam upaya memberikan layanan pengobatan kepada pasien bisa
dilakukan dari dua sisi yaitu secara medis oleh dokter dan sisi rohani atau
psikologis oleh seorang petugas Bimroh.

DAFTAR PUSTAKA

Zaenal Arifin, Isep. 2017. Bimbingan dan Perawatan Rohani Islam di Rumah
Sakit. Bandung : Fokusmedia

14

Anda mungkin juga menyukai