Anda di halaman 1dari 4

2.

Model Pengembangan Grass-Roots


Model pengembangan ini merupakan kebalikan dari model pertama.
Inisiatif dan kerja kurikulum tidak datang dari atas, tetapi dari bawah, yaitu
guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum pertama digunakan dalam
sistem manajemen pendidikan/kurikulum terpusat, sedangkan model dasar
dikembangkan dalam sistem pendidikan desentralisasi. Dalam model
pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru, atau
semua guru di sekolah berusaha untuk mengembangkan kurikulum.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat mempengaruhi sebagian
kurikulum, satu atau lebih bidang studi, atau seluruh bidang studi dan seluruh
bagian kurikulum. Ketika keadaan memungkinkan, baik dari segi guru
maupun kondisi keuangan dan bahan pustaka, mengembangkan kurikulum
model grass-roots tampaknya lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan
bahwa guru adalah perancang, pelaksana, dan juga pelengkap pelajaran di
kelasnya. Dia paling tahu kebutuhan kelasnya dan karena itu paling memenuhi
syarat untuk merancang kurikulum untuk kelasnya. Pengembangan kurikulum
yang bersifat grass-roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang pendidikan
tertentu atau sekolah tertentu, tetapi dapat digunakan di sekolah atau wilayah
lain. Pengembangan kurikulum desentralisasi dengan model grass-roots,
memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan kualitas sistem
pendidikan, yang pada gilirannya menghasilkan manusia yang lebih mandiri
dan kreatif. Sedangkan untuk pengembangan kurikulum di tingkat satuan
pendidikan, tampaknya lebih cenderung dilaksanakan melalui model akar
rumput. Akan tetapi, agar pengembangan kurikulum menjadi efektif tentunya
harus didukung oleh ketersediaan sumber daya, terutama sumber daya
manusia yang tersedia di sekolah.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam pengembangan
kurikulum model grass-roots perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut
1) Guru harus memiliki kemampuan professional
Guru merupakan ujung tombak keberhasilan program
pendidikan, mau tidak mau guru harus memiliki berbagai keterampilan
yang sesuai dengan peran dan tanggung jawab utamanya. Seorang
guru yang mampu melaksanakan tugas pokok dan kewajibannya dapat
disebut sebagai guru profesional. Seorang guru profesional tahu
bagaimana mengimplementasikan kurikulum secara efektif dan
efisien, mengembangkannya melalui berbagai inovasi dan kreativitas.
Berkenaan dengan perannya sebagai pelaksana kurikulum,
guru yang professional menurut Finch dan Crunkilton (dalam
Sukmara,2017) akan menunjukkan perilaku sebagai berikut
a. Selalu membuat rencana yang konkrit dan terperinci yang
dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
b. Berkehendak mengubah cara berpikir lama menjadi cara
berpikir baru yang memposisikan siswa sebagai arsitek
pembangun gagasan dan guru sebagai pelayan dan mitra siswa,
sehingga peristiwa pembelajaran yang bermakna dapat terjadi
pada seluruh siswa.
c. Berpikir kritis dan berani menolak permintaan yang kurang
mendidik.
d. Ingin mengubah pola tindak dalam mendefinisikan peran
siswa, guru dan gaya belajar. Peran siswa berubah dari
konsumen (menyalin, mendengarkan dan menghafal) menjadi
produsen (bertanya, meneliti, mengarang, menciptakan ide,
laporan atau cerita).
e. Berani meyakinkan kepala sekolah, orang tua, dan masyarakat
agar dapat berpihak kepada mereka terhadap beberapa inovasi
pendidikan yang edukatif, argumentatif logis, dan kritis.
f. Kreatif dalam menciptakan dan menghasilkan karya
pendidikan, seperti membuat alat bantu pembelajaran,
menganalisis materi pembelajaran, menyiapkan berbagai alat
penilaian, merencanakan berbagai organisasi kelas dan
merencanakan kebutuhan kegiatan pembelajaran lainnya.

Uraian di atas menunjukkan betapa besarnya harapan


keberhasilan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran kepada
keprofesionalan seorang guru dalam pemenuhan tugas dan tanggung
jawabnya, terutama menyangkut keberhasilan belajar peserta didik.
Guru dituntut memiliki keterampilan dan kemampuan untuk
mengubah paradigma berpikir lama menjadi paradigma berpikir baru.
2) Guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan
Pemilihan dan evaluasi bahan. Sebagai ujung tombak kegiatan
pembelajaran di sekolah, guru pelaksana kurikulum harus menetapkan
tujuan yang akan dibimbing oleh siswa. Oleh karena itu, guru harus
berpartisipasi langsung dalam perumusan tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Hal ini penting karena pada akhirnya gurulah satu-satunya
orang yang mengerti dan mengetahui karakteristik siswanya.
Dalam kaitan ini tidak dapat dipungkiri bahwa guru tidak boleh
ketinggalan dalam pemilihan dan evaluasi materi, karena tujuan,
materi dan evaluasi saling berkaitan. Tujuan menjadi dasar mata
pelajaran, sedangkan mata pelajaran menjadi dasar evaluasi. Jadi
ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini sesuai dengan
Safari (2015) yang menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk
mengetahui berhasil atau tidaknya suatu program. Oleh karena itu,
evaluasi merupakan alat untuk menentukan tingkat kinerja program
sebagai dasar untuk mencapai hasil pembelajaran yang diharapkan.
3) Seringnya pertemuan kelompok dalam pembahasan kurikulum akan
berdampak terhadap pemahaman guru akan menghasilkan konsensus
tujuan, prinsip maupun rencana-rencana
Pertemuan merupakan suatu ajang refleksi diri baik bagi guru
sebagai pelaksana kurikulum maupun pemangku kepentingan lainnya.
Melalui pertemuan tersebut dapat menemukan berbagai hambatan atau
kendala yang dapat digunakan untuk mencari solusi. Keterbatasan atau
hambatan tersebut tidak hanya mempengaruhi guru, tetapi juga kepala
sekolah, orang tua, masyarakat atau lulusan sekolah. Oleh karena itu,
kegiatan pertemuan juga dapat dilihat sebagai arena evaluasi terhadap
berbagai kelemahan dan kelebihan dari pelaksanaan kurikulum yang
dilakukan oleh sekolah.
Dengan menemukan berbagai kelemahan dan kelebihan
implementasi kurikulum, guru semakin memahami berbagai masalah
yang dihadapinya. Akhirnya, guru menjadi semakin berkualitas dan
profesional dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Hal ini
dimungkinkan karena guru mengumpulkan berbagai pengalaman
kehidupan nyata untuk menambah pemahaman dan
pengetahuan mereka.
Pengalaman nyata, wawasan dan pengetahuan yang dimiliki
guru tersebut pada akhirnya akan berguna bagi pencapaian tujuan,
prinsip, dan rencana-rencanan yang telah ditetapkan. Karena secara
tidak langsung melalui pengalaman-pengalaman nyata yang didapat
guru di lapangan akan dapat digunakan untuk pencapaian tujuan atau
rencana-rencana yang telah ditetapkan tersebut. Akhirnya, guru akan
memiliki prinsip-prinsip yang kuat untuk mengimplementasikan
kurikulum secara efektif dan efisien.

Anda mungkin juga menyukai