Model pengembangan ini merupakan kebalikan dari model pertama. Inisiatif dan kerja kurikulum tidak datang dari atas, tetapi dari bawah, yaitu guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum pertama digunakan dalam sistem manajemen pendidikan/kurikulum terpusat, sedangkan model dasar dikembangkan dalam sistem pendidikan desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru, atau semua guru di sekolah berusaha untuk mengembangkan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat mempengaruhi sebagian kurikulum, satu atau lebih bidang studi, atau seluruh bidang studi dan seluruh bagian kurikulum. Ketika keadaan memungkinkan, baik dari segi guru maupun kondisi keuangan dan bahan pustaka, mengembangkan kurikulum model grass-roots tampaknya lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perancang, pelaksana, dan juga pelengkap pelajaran di kelasnya. Dia paling tahu kebutuhan kelasnya dan karena itu paling memenuhi syarat untuk merancang kurikulum untuk kelasnya. Pengembangan kurikulum yang bersifat grass-roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang pendidikan tertentu atau sekolah tertentu, tetapi dapat digunakan di sekolah atau wilayah lain. Pengembangan kurikulum desentralisasi dengan model grass-roots, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan kualitas sistem pendidikan, yang pada gilirannya menghasilkan manusia yang lebih mandiri dan kreatif. Sedangkan untuk pengembangan kurikulum di tingkat satuan pendidikan, tampaknya lebih cenderung dilaksanakan melalui model akar rumput. Akan tetapi, agar pengembangan kurikulum menjadi efektif tentunya harus didukung oleh ketersediaan sumber daya, terutama sumber daya manusia yang tersedia di sekolah. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam pengembangan kurikulum model grass-roots perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut 1) Guru harus memiliki kemampuan professional Guru merupakan ujung tombak keberhasilan program pendidikan, mau tidak mau guru harus memiliki berbagai keterampilan yang sesuai dengan peran dan tanggung jawab utamanya. Seorang guru yang mampu melaksanakan tugas pokok dan kewajibannya dapat disebut sebagai guru profesional. Seorang guru profesional tahu bagaimana mengimplementasikan kurikulum secara efektif dan efisien, mengembangkannya melalui berbagai inovasi dan kreativitas. Berkenaan dengan perannya sebagai pelaksana kurikulum, guru yang professional menurut Finch dan Crunkilton (dalam Sukmara,2017) akan menunjukkan perilaku sebagai berikut a. Selalu membuat rencana yang konkrit dan terperinci yang dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran. b. Berkehendak mengubah cara berpikir lama menjadi cara berpikir baru yang memposisikan siswa sebagai arsitek pembangun gagasan dan guru sebagai pelayan dan mitra siswa, sehingga peristiwa pembelajaran yang bermakna dapat terjadi pada seluruh siswa. c. Berpikir kritis dan berani menolak permintaan yang kurang mendidik. d. Ingin mengubah pola tindak dalam mendefinisikan peran siswa, guru dan gaya belajar. Peran siswa berubah dari konsumen (menyalin, mendengarkan dan menghafal) menjadi produsen (bertanya, meneliti, mengarang, menciptakan ide, laporan atau cerita). e. Berani meyakinkan kepala sekolah, orang tua, dan masyarakat agar dapat berpihak kepada mereka terhadap beberapa inovasi pendidikan yang edukatif, argumentatif logis, dan kritis. f. Kreatif dalam menciptakan dan menghasilkan karya pendidikan, seperti membuat alat bantu pembelajaran, menganalisis materi pembelajaran, menyiapkan berbagai alat penilaian, merencanakan berbagai organisasi kelas dan merencanakan kebutuhan kegiatan pembelajaran lainnya.
Uraian di atas menunjukkan betapa besarnya harapan
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran kepada keprofesionalan seorang guru dalam pemenuhan tugas dan tanggung jawabnya, terutama menyangkut keberhasilan belajar peserta didik. Guru dituntut memiliki keterampilan dan kemampuan untuk mengubah paradigma berpikir lama menjadi paradigma berpikir baru. 2) Guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan Pemilihan dan evaluasi bahan. Sebagai ujung tombak kegiatan pembelajaran di sekolah, guru pelaksana kurikulum harus menetapkan tujuan yang akan dibimbing oleh siswa. Oleh karena itu, guru harus berpartisipasi langsung dalam perumusan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Hal ini penting karena pada akhirnya gurulah satu-satunya orang yang mengerti dan mengetahui karakteristik siswanya. Dalam kaitan ini tidak dapat dipungkiri bahwa guru tidak boleh ketinggalan dalam pemilihan dan evaluasi materi, karena tujuan, materi dan evaluasi saling berkaitan. Tujuan menjadi dasar mata pelajaran, sedangkan mata pelajaran menjadi dasar evaluasi. Jadi ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini sesuai dengan Safari (2015) yang menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu program. Oleh karena itu, evaluasi merupakan alat untuk menentukan tingkat kinerja program sebagai dasar untuk mencapai hasil pembelajaran yang diharapkan. 3) Seringnya pertemuan kelompok dalam pembahasan kurikulum akan berdampak terhadap pemahaman guru akan menghasilkan konsensus tujuan, prinsip maupun rencana-rencana Pertemuan merupakan suatu ajang refleksi diri baik bagi guru sebagai pelaksana kurikulum maupun pemangku kepentingan lainnya. Melalui pertemuan tersebut dapat menemukan berbagai hambatan atau kendala yang dapat digunakan untuk mencari solusi. Keterbatasan atau hambatan tersebut tidak hanya mempengaruhi guru, tetapi juga kepala sekolah, orang tua, masyarakat atau lulusan sekolah. Oleh karena itu, kegiatan pertemuan juga dapat dilihat sebagai arena evaluasi terhadap berbagai kelemahan dan kelebihan dari pelaksanaan kurikulum yang dilakukan oleh sekolah. Dengan menemukan berbagai kelemahan dan kelebihan implementasi kurikulum, guru semakin memahami berbagai masalah yang dihadapinya. Akhirnya, guru menjadi semakin berkualitas dan profesional dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Hal ini dimungkinkan karena guru mengumpulkan berbagai pengalaman kehidupan nyata untuk menambah pemahaman dan pengetahuan mereka. Pengalaman nyata, wawasan dan pengetahuan yang dimiliki guru tersebut pada akhirnya akan berguna bagi pencapaian tujuan, prinsip, dan rencana-rencanan yang telah ditetapkan. Karena secara tidak langsung melalui pengalaman-pengalaman nyata yang didapat guru di lapangan akan dapat digunakan untuk pencapaian tujuan atau rencana-rencana yang telah ditetapkan tersebut. Akhirnya, guru akan memiliki prinsip-prinsip yang kuat untuk mengimplementasikan kurikulum secara efektif dan efisien.
Manajemen waktu dalam 4 langkah: Metode, strategi, dan teknik operasional untuk mengatur waktu sesuai keinginan Anda, menyeimbangkan tujuan pribadi dan profesional