Anda di halaman 1dari 20

AUDITING I

PENENTUAN RISIKO DETEKSI DAN MERANCANG


PENGUJIAN SUBSTANTIF

Oleh :
Kelompok 8

1. Made Arvin Ariantara (1933121302)


2. Yohana Safitri Vivenanda Jahor (1933121309)
3. Sabrina Listya Wahyu Putri Hasanah (1933121314)
4. Kadek Ayu Dhea Andini (1933121328)
5. Putu Ayu Sabdha Gotami (1933121332)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Warmadewa
Tahun 2021
PENENTUAN RISIKO DETEKSI
DAN MERANCANG PENGUJIAN SUBSTANTIF

1. MENENTUKAN TINGKAT RISIKO DETEKSI


Risiko deteksi adalah resiko bahwa auditor tidak akan menemukan salah satu
material yang ada dalam sebuah asersi. Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk
menetapkan rencana tingkat pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor sebagai
komponen keempat atau terakhir dalam penetapan strategi audit awal untuk suatu
pernyataan/asersi. Rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkan hubungan yang
dinyatakan dengan model sebagai berikut: (Mulyadi, 1998:225)

RD = RA / RB x RP

Keterangan :
RA = Risiko Audit
RB = Risiko Bawaan
RP = Risiko Pengendalian
RD = Risiko Deteksi

Rumus perhitungan risiko deteksi dapat diuraikan sebagai berikut:


Untuk tingkat Risiko Audit tertentu (RA) yang ditetapkan oleh auditor, Risiko Deteksi
(RD) berbanding terbalik dengan Risiko Bawaan (RB) dan Risiko Pengendalian (RP).
Hubungan antara strategi, risiko deteksi yang direncanakan, audit pendahuluan, dan
tingkat pengujian substantif: (Boynton, 2003:502)

Table 1 Strategi Audit Pendahuluan, Risiko Deteksi yang Direncanakan, dan Penekanan
pada Pengujian Audit yang Direncakan

Strategi Audit Risiko Deteksi Memperoleh Tingkat


Pendahuluan yang Keyakinan yang Pengujian
Direncanakan Direncanakan Substantif yang
dari : Direncanakan
Pendekatan Rendah atau Pengujian rincian Tingkat yang lebih
pengujian substantif sangat rendah atas transaksi dan tinggi
utama yang saldo
menekankan
pengujian rincian
Tingkat risiko Sedang atau Pengujian Tingkat yang lebih
pengendalian yang tinggi pengendalian rendah
dinilai lebih rendah
Pendekatan Rendah atau Prosedur analitis Tingkat yang lebih
pengujian substantif sangat rendah tinggi
utama yang
menekankan
prosedur analitis
Penekanan pada Sedang atau Bukti mengenai Tingkat sedang
risiko bawaan dan tinggi risiko bawaan dan atau lebih rendah
prosedur analitis prosedur analitis

Risiko deteksi terencana merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen
tertentu akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah saji
yang masih dapat ditoleransi. Jika nilai risiko deteksi terencana berkurang, maka auditor
harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai nilai risiko deteksi yang
berkurang, risiko ini menentukan nilai bukti subtantif yang direncanakan oleh auditor
untuk dikumpulkan.

2. SIFAT DAN LUAS PENGUJIAN SUBSTANTIF BERBEDA-BEDA UNTUK


MENENTUKAN TINGKAT RISIKO DETEKSI YANG DAPAT DITERIMA
a. Sifat Pengujian Substantif
Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis dan keefektivan prosedur
pengauditan yang akan dilakukan. Bila tingkat risiko deteksi yang diterima rendah
maka auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif dan biasanya lebih
mahal. Dan bila risiko deteksi yang diterima tinggi auditor menggunakan prosedur
yang kurang efektif yang biasanya lebih murah.
b. Saat Pengujian Substantif
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima bisa berpengaruh pula pada saat
pengujian substantif. Bila risiko deteksi tinggi pengujian bisa dilakukan beberapa
bulan sebelum akhir tahun, apabila risiko deteksi rendah pengujian substantif akan
dilakukan pada tanggal akhir tahun atau mendekati akhir tahun.
Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca
Auditor bisa melakukan pengujian substantif atas detil suatu rekening pada tanggal
interim. Keputusan untuk melakukan pengujian sebelum tanggal neraca harus
didasarkan pada pertimbangan apakah auditor dapat :
a) Mengendalikan bertambahnya risiko audit bahwa salah saji yang material akan
ada dalam akun tersebut pada tanggal neraca namun tidak dapat dideteksi oleh
auditor. Risiko tersebut semakin besar jika periode waktu yang tersisa antara
tanggal pengujian interm dan tanggal neraca diperpanjang.
b) Mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian substantif pada akhir tahun.
Menurut Boynton (2003:513) yang mengutip SAS No.45 meyebutkan bahwa
Kondisi-kondisi yang bisa berpengaruh pada pengendalian risiko :
a) Struktur pengendalian intern selama periode tersisa cukup efektif
b) Tidak terdapat keadaan atau kondisi yang mempengaruhi manajemen untuk
membuat salah saji dalam laporan keuangan selama periode tersisa.
c) Saldo rekening akhir tahun yang diperiksa pada tanggal interim bisa
diprediksi secara masuk akal, baik mengenai jumlah, hubungan signifikan,
maupun komposisinya.
d) Sistem akuntansi klien akan memberi informasi mengenai transaksi tak biasa
yang signifikan yang mungkin terjadi pada periode tersisa.

Pengujian substantif sebelum tanggal neraca tidak meninggalkan


kebutuhan akan pengujian substantif pada tanggal nereca. Pengujian untuk
periode tersisa harus mencakup :
a) Perbandingan saldo rekening-rekening pada dua tanggal untuk
mengidentifikasi jumlah-jumlah yang nampak tidak biasa dan menyelidiki
atas jumlah-jumlah tersebut.
b) Prosedur analisis lain atau pengujian substantif detil lainnya untuk
mendapatkan dasar yang layak untuk memperluas kesimpulan audit interim
ke tanggal neraca.
c. Luas Pengujian Substantif
Auditor bisa menentukan jumlah bukti yang harus diperoleh dengan
mengubah luas pengujian substantif yang dilakukan. ‘’Luas’’ dalam praktik
mengandung arti banyaknya item ada besarnya sampel yang dilakukan pengujian
atau diterapkan prosedur tertentu. Penentuan sampel secara statistik dalam pengujian
substantif dapat dilakukan untuk membantu auditor dalam menentukan ukuran
sampel yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat risiko deteksi.

3. PERANCANGAN PENGUJIAN SUBSTANTIF


Untuk mendapatkan dasar yang masuk akal dalam memberi pendapat atas
laporan keuangan kliennya, auditor harus memperoleh bukti kompeten yang cukup
seperti disyaratkan oleh standar pekerjaan lapangan ketiga dalam standar auditing.
Pengujian substantif di satu sisi bisa menghasilkan bukti tentang kewajaran setiap asersi
laporan keuangan yang signifikan, dan di sisi lain pengujian substantif juga bisa
menghasilkan bukti yang menunjukkan adanya kekeliruan jumlah rupiah atau salah saji
dalam pencatatan atau pelaporan transaksi dan saldo-saldo. Perancangan pengujian
substantif meliputi penentuan sifat, saat, dan luas pengujian yang diperlukan untuk
memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi.
a. Sifat Pengujian Substantif
Pengujian substantif terdiri dari 3 jenis (Falah Wilayudha, 2013:online):
1) Prosedur Analitis
Digunakan dalam perencanaan audit untuk mengidentifikasi daerah-daerah
atau tempat yang memiliki risiko tinggi terjadinya salah saji. Penggunaan
prosedur analitis dalam perencanaan audit untuk mendukung strategi audit dan
untuk mengidentifikasi bidang risiko yang lebih besar atas salah saji. Untuk
beberapa asersi, prosedur analitis dianggap kurang efektif dibanding pengujian
rincian. Namun demikian, dalam beberapa kasus berlaku kebalikannya. Pengujian
rincian atas transaksi bervolume besar dan pendapatan bernilai kecil, akan sangat
membosankan dan mahal. Di pihak lain, pendapatan dalam kasus seperti itu sering
diestimasi dengan derajat ketepatan yang wajar dengan menggunakan variable
independen seperti jumlah pelanggan, tingkat penagihan untuk berbagai jenis jasa,
data temperature, dan sebagainya.
Menurut Mulyadi (1998:227) prosedur analitis dapat digunakan oleh auditor pada:
a) Tahap perencanaan audit untuk mengidentifikasi bidang audit yang memiliki
risiko salah saji yang tinggi
b) Tahap pengujian dalam proses audit sebagai suatu pengujian substantif untuk
memperoleh bukti audit tentang asersi tertentu.
c) Tahap pengujian rinci sebagai prosedur audit tambahan
d) Tahap pengujian dalam pendekatan terutama substantif
PSA No 22, Prosedu Analitis (SPAP 329.11), menyatakan bahwa efektivitas dan
efisiensi prosedur analisis tergantung pada : Sifat asersi, Kelayakan dan
kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan, Ketersediaan dan keandalan
data yang digunakan untuk membuat taksiran, Ketepatan harapan.

Apabila hasil prosedur analisis sesuai dengan taksiran, dan tingkat risiko deteksi
yang bisa diterima untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu melakukan
pengujian detil. Prosedur ini biasanya tidak begitu mahal biaya pelaksanaannya.
Oleh karena itu, auditor dapat mempertimbangkan penggunaan prosedur ini untuk
mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat diterima sebelum memutuskan untuk
melakukan pengujian detil.

2) Pengujian Detail Transaksi


Pengujian ini dilakukan auditor terutama untuk menemukan kesalahan
jumlah rupiah bukan atas penyimpangan atas pengendalian. Pengujian detil
transaksi terutama berupa penelusuran (tracing) dan pencocokan ke dokumen
pendukung (vouching). Pengujian dilakukan auditor terutama untuk menentukan
kesalahan jumlah rupiah, bukan pada penyimpangan atas pengendalian.
Penelusuran berguna dalam pengujian atas pelaporan terlalu rendah
(understatement), sedangkan pencocokan ke dokumen terutama ditunjukkan
untuk menemukan pelaporan terlalu tinggi (overstatement). Hasil pengujian
digunakan untuk menarik kesimpulan tentang saldo rekening yang bersangkutan.
Pengujian biasanya dilakukan dengan menggunakan dokumen-dokumen yang
terdapat dalam arsip klien. Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur dan
dokumen yang digunakan. Efisiensi biaya akan tercapai bila auditor
melaksanakan pengujian berbarengan dengan pengujian pengendalian yang
disebut pengujian bertujuan ganda. Kekurangan dari pengujian ini adalah
banyaknya waktu yang tersita, lebih mahal bila dibandingkan dengan review
analistis, akan tetapi metode ini masih lebih murah jika dibandingkan dengan
pengujian detil atas saldo-saldo.

3) Pengujian Detail atas Saldo-Saldo


Dilakukan untuk mendapatkan bukti-bukti secara langsung tentang sebuah saldo
rekening dan bukan pada masing-masing pendebetan atau pengkreditan yang telah
menghasilkan saldo tersebut. Pengujian detil atas saldo-saldo dilakukan untuk
mendapatkan bukti secara langsung tentang sebuah saldo rekening, dan bukan
pada masing-masing pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo
tersebut. Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur yang digunakan dan
bukti yang diperoleh. Keefektifan pengujian ini juga bergantung pada prosedur
tertentu yang dilakukan dan jenis bukti yang diperoleh. Berikut digambarkan
bagaimana efektivitas pengujian saldo dapat disesuaikan guna memenuhi tingkat
risiko deteksi yang berbeda untuk penilaian atau alokasi asersi kas di bank:

Table 2 Efektivitas pengujian saldo dapat disesuaikan guna memenuhi tingkat


risiko deteksi

Risiko deteksi Pengujian Rincian atas Saldo


Tinggi Menscan rekonsiliasi bank yang disiapkan klien dan
menverifikasi ketepatan matematis atas rekonsiliasi
tersebut
Sedang Review rekonsiliasi bank yang disiapkan klien dan
menverifikasi pos-pos rekonsiliasi yang penting
serta ketepatan matematis rekonsiliasi tersebut.
Rendah Siapkan rekonsiliasi bank dengan menggunakan
laporan bank yang diperoleh dari klien dan
dilakukan verifikasi pos-pos rekonsiliasi yang
penting serta ketepatan matematisnya.
Sangat rendah Meminta laporan bank langsung dari bank,
menyiapkan rekonsiliasi bank, dan melakukan
verifikasi pada seluruh pos-pos rekonsiliasi serta
ketepatan matematisnya.
4) Pengujian Rincian atas Estimasi Akuntansi
Estimasi akuntansi merupakan perkiraan elemen laporan keuangan, item,
atau akun atas tidak adanya pengukuran yang tepat. Biasanya meliputi pengujian
atas saldo, tetapi selalu memerlukan bukti yang unik. Estimasi akuntansi biasanya
meliputi elemen prospektif yang signifikan. Pertimbangan diperlukan dalam
pembuatan estimasi akuntansi yang mempunyai dampak yang signifikan terhadap
laporan keuangan perusahaan. Tujuan auditor dalam mengevaluasi estimasi
akuntansi adalah untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup untuk
memberikan kepastian yang layak.
Dalam SPAP 342.7 disebutkan bahwa tujuan auditor pada waktu mengevaluasi
estimasi akuntansi adalah memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk
memberikan keyakinan memadai bahwa:
a) Semua estimasi akuntansi yang dapat material bagi laporan keuangan telah
ditetapkan
b) Estimasi akuntansi tersebut masuk akal dalam kondisi yang bersangkutan
c) Estimasi akuntansi disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
diungkapkan secara memadai
Untuk mengevaluasi kelayakan estimasi diatas, dalam SPAP 342.09 diuraikan
bahwa auditor harus mengonsentrasikan pada jumlah asumsi-asumsi dan faktor-
faktor penting yang digunakan manajemen, seperti (1) signifikasi terhadap
estimasi akuntansi, (2) sensitif terhadap variasi, (3) penyimpangan dari pola lama,
(4) subjektif serta dapat berpengaruh salah saji dan bias.
Bukti tentang kewajaran estimasi tersebut dapat diperoleh auditor dari satu atau
beberapa pendekatan berikut:
a) Melakukan prosedur untuk mereview dan menguji proses manajemen dalam
membuat estimasi
b) Membuat ekspektasi yang independen atas estimasi
c) Mereview transaksi dan keterjadian yang berikutnya yang terjadi sebelum
menyelesaikan audit yang berkaitan dengan estimasi tersebut.

5) Penerapan Empat Jenis Pengujian Substantif


Penerapan keempat jenis pengujian substantive dapat digambarkan dalam
konteks rekening-rekening berikut :
Untuk menentukan saldo akhir telah disajikan secara wajar, auditor harus
mempertimbangkan untuk mendapatkan bukti dari berbagai pengujian substantive
sebagai berikut :
1. Prosedur Analisis, meliputi :
a) Perbandingan antara nilai absolute saldo akhir tahun ini dalam rekening
kontrol dengan saldo akhir yang lalu, jumlah menurut anggaran, atau
ekspetasi lain.
b) Menggunakan saldo akhir untuk menentukan persentase piutang dagang
terhadap aktiva lancar untuk dibandingkan dengan persentase tahun lalu,
data industri, atau nilai ekspektasi lain.
c) Menggunakan saldo akhir untuk menghitung rasio perputaran piutang
untuk dibandingkan dengan perputaran piutang tahun lalu, data industri,
atau nilai ekspetasi lain.

2. Pengujian Detil Transaksi, meliputi :


a) Suatu sampel pendebetan dan pengkreditan atas rekening-rekening piutang.
b) Penelusuran data transaksi dari bukti transaksi dan jurnal ke pendebetan
dan pengkreditan dalam rekening-rekening piutang.

3. Pengujian Detil Saldo-Saldo, meliputi :


a) Menentukan total semua saldo akhir piutang dagang dalam buku pembantu,
sama dengan saldo piutang dagang di rekening kontrol.
b) Mengkonfirmasi saldo akhir sejumlah rekening piutang langsung ke
debitur atau pelanggan.

4. Pengujian Rincian Atas Saldo yang Melibatkan Estimasi Akuntansi.


Kemungkinanya meliputi :
a) Menguji penetapan umur piutang dengan memvouching jumlah-jumlah
dalam kategori penetapan umur piutang untuk akun-akun sampel ke
dokumen pendukung.
b) Untuk akun-akun yang telah berlalu, menguji bukti keterkaitan seperti
korespondensi dengan pelanggan dan agen-agen penagihan luar, laporan
kredit dan laporan keuangan pelanggan, serta membicarakan jumlah-
jumlah yang dapat ditagih dengan personel manajemen yang sesuai.
c) Mengevaluasi proses manajemen dalam mengestimasi akun penyisihan
piutang tak tertagih dengan peninjauan kembali.
d) Mengevaluasi kecukupan penyisihan informasi yang diberikan tentang
kecenderungan industri, kecendurungan penetapan umur piutang, dan
sejarah untuk pelanggan tertentu.

Dalam hal piutang dagang, ketiga jenis pengujian subtantif di atas semuanya
dapat diterapkan. Sedangkan untuk rekening – rekening yang lain, terkadang yang
dapat diterapkan hanya satu atau dua jenis saja untuk mendapatkan bukti yang
cukup untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. Untuk
menentukan bahwa rekening penjualan telah dilaporkan dengan jumlah yang
wajar, auditor bisa mendapatkan bukti melalui hal-hal berikut :
1. Prosedur Analisis
Prosedur-prosedur yang dilakukan meliputi:
a) Perbandingan antara jumlah absolute saldo akhir dengan saldo akhir tahun
lalu, jumlah menurut anggaran, atau nilai ekspetasi lain.
b) Perbandingan antara saldo akhir dengan saldo akhir menurut estimasi
independen.

2. Pengujian Detil Transaksi


Prosedur-prosedur audit yang dilakukan meliputi:
a) Pencocokan ke dokumen pendukung atas setiap pengkreditan dengan
pendebetan ke rekening piutang dagang, bukti pengiriman barang, dan
order penjualan.
b) Menelusur data transaksi dari dokumen dasar.

3. Pengujian Detil Saldo-Saldo


Mengingat bahwa penjualan memiliki hubungan langsung dengan piutang
dagang, maka berbagai bukti yang diperoleh untuk pengujian detil atas saldo
piutang dagang dapat juga digunakan sebagai bukti untuk saldo rekening
penjualan.
4. Pengujian Rincian atas Saldo yang Melibatkan Estimasi Akuntansi
Pengakuan pendapatan untuk beberapa perusahaan dilakukan secara langsung.
Oleh karena pentingnya estimasi presentasi penyelesaian, auditor dapat
menggunakan seorang ahli dalam industri untuk mengevaluasi estimasi
tersebut. Auditor dapat juga mengevaluasi retur penjualan dan penyisihan,
untuk membantu retur yang diestimasi dengan penjualan pada tahun berjalan.

b. Pemilihan Staf
Due Profesional Care in the Performance of Work menyebutkan bahwa
auditor harus menetapkan tugas dan supervise yang sepadan dengan tingkat
pengetahuan, keahlian, dan kemampuan mereka sehingga mereka dapat mengevaluasi
bukti audit yang sedang mereka uji.

c. Hubunganantara Komponen Risiko Audit dan Sifat, Waktu, serta Luas


Pengujian Substantif
Gambar 1 : hubungan antara komponen risiko audit dan sifat, waktu, serta
luas pengujian substantif
4. PENGEMBANGAN PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF
1. Penggunaan Teknologi Informasi untuk Mendukung Pengujian Substantif
Disamping menggunakan teknik audit berbantuan komputer untuk pengujian
pengendalian, perangkat lunak audit telah dikembangkan untuk berbagai aplikasi
pengujian substantif yang luas.
a. Perangkat Lunak Audit yang Umum
Perangkat lunak tersebut digunakan oleh auditor untuk arsip-arsip
komputer klien yang dihasilkan dalam berbagai data organisasi dan metode
pemrosesan, sehingga hal tersebut dapat dihubungkan dari satu klien ke klien
lainnya. Tergantung pada aplikasi, satu atau lebih fase berikut ini tercakup
dalam penggunaan paket peringkat lunak audit:
1) Pengidentifikasian tujuan auditor dan tujuan pengujian yang dilakukan
2) Penentuan kelayakan penggunaan paket perangkat lunak tersebut dengan
sistem klien
3) Perancangan aplikasi, yang meliputi logika, perhitungan, dan bentuk
outputnya
4) Pengkodean dan pengujian aplikasi, termasuk pembuatan bentuk-bentuk
standar dan informasi penting
5) Pemrosesan aplikasi pada data arsip aktual klien dan me-review hasil-
hasilnya.

b. Pemilihan dan Pencetakan Sampel-Sampel Audit


Sampel-sampel tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Piutang
usaha pelanggan secara individual mungkin dipilih untuk konfirmasi, atau
auditor mungkin tertarik dalam memperoleh daftar seluruh item yang nilainya
melebihi jumlah normal tertentu. Sampel tersebut dipilih berdasarkan berbagai
kriteria. Dalam kasus permintaan konfirmasi tersebut komputer juga dapat
digunakan untuk mencetak surat dan amplop permintaan konfirmasi.

c. Pengujian Kalkulasi dan Pembuatan Perhitungan


Kegunaan lainnya dari komputer adalah untuk menguji keakuratan
perhitungan dalam mesin yang dapat membaca arsip data. Pengujian
penjumlahan kesamping, penjumlahan kebawah atau perhitungan lain dapat
dilakukan. Kuantitas persediaan dapat dihitung dengan biaya per unit dan
jumlah persediaan yang di kalkulasi ulang, piutang usaha pelanggan dapat
dijumlah kebawah secara individual dan total seluruh akun yang dibuat.

d. Peringkasan Data dan Pelaksanaan Analisis


Auditor biasanya menginginkan data klien disusun kembali dalam cara
yang akan sesuai dengan tujuan tertentu. Dalam melaksanakan prosedur
analitis, auditor dapat menggunakan komputer untuk menghitung rasio yang
diinginkan dan data komperatif lainnya.

e. Perbandingan Data Audit dengan Catatan Komputer


Data audit yang dihasilkan dari pekerjaan yang dilakukan oleh auditor
dapat dibandingkan dengan informasi dalam catatan komputer. Uji hitung yang
dibuat oleh auditor atas kuantitas persediaan di tangan dapat dibandingkan
dengan kuantitas yang ditunjukkan pada catatan persediaan perpetual atau
kuantitas yang ditentukan oleh perusahaan sebagai hasil dari perhitungan fisik
persediaan.

2. Hubungan antara Asersi, Tujuan Audit Khusus, dan Pengujian Substantif


Dalam perancangan pengujian substantif, auditor harus menemukan bahwa
pengujian yang sesuai telah diidentifikasi untuk mencapai tujuan audit khusus yang
ada dalam setiap asersi.
a. Program Audit Ilustratif untuk Pengujian Substantif
Program audit merupakan daftar prosedur audit yang akan dilakukan. Selain
untuk daftar prosedur audit, setiap program audit harus mempunyai kolom
untuk (1) referensi silang kertas kerja lainnya yang berisi bukti yang diperoleh
dari setiap prosedur, (2) titik awal auditor yang melakukan setiap prosedur, dan
(3) tampilan tanggal pada prosedur yang telah diselesaikan. Program audit
harus cukup rinci memberikan : (a) Garis besar pekerjaan yang akan dilakukan;
(b) Dasar koordinasi, supervise, dan pengendalian audit; (c) Catatan pekerjaan
yang dilakukan.

3. Kerangka Kerja Umum Pengembangan Program Audit untuk Pengujian


Substantif
Dalam pengembangan program audit untuk pengujian substantif, kerangka
umum yang dapat dipakai sebagai acuan disajikan berikut ini :
1. Tentukan Prosedur Audit Awal
Prosedur audit awal ditujukan oleh auditor untuk memperoleh keyakinan bahwa
asersi dalam laporan keuangan didukung oleh catatan akuntansi yang andal.
Prosedur audit awal terdiri dari lima langkah, sebagai berikut :
a. Usut saldo pos yang tercantum di dalam neraca ke saldo akun yang
bersangkutan di dalam buku besar.
b. Hitung kembali saldo akun yang bersangkutan di dalam buku besar.
c. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber
posting dalam akun yang bersangkutan.
d. Usut saldo awal akun yang bersangkutan ke kertas kerja tahun yang lalu.
e. Usut posting pendebitan dan/atau pengkreditan akun tersebut ke dalam jurnal
yang bersangkutan.
f. Lakukan rekonsiliasi akun kontrol tersebut dalam buku besar ke buku
pembantu yang bersangkutan.
Langkah lima tersebut hanya dilaksanakan oleh auditor jika klien
menyelenggarakan buku pembantu untuk merinci akun yang bersangkutan
dalam buku besar.
2. Tentukan Prosedur Analitik yang Perlu Dilaksanakan
Pengujian analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami
bisnis klien dan dalam menemukan bidang yang memerlukan audit lebih
intensif. Dalam prosedur analitik, auditor menghitung berbagai ratio yang
kemudian dibandingkan dengan harapan auditor, misalnya ratio tahun yang lalu,
rerata ratio industri, atau ratio yang dianggarkan. Perbandingan ini membantu
auditor untuk mengungkapkan : (1) peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, (2)
perubahan akuntansi, (3) perubahan usaha, (4) fluktuasi acak, atau (5) salah saji.
3. Tentukan Pengujian Terhadap Transaksi Rinci
Pengujian terhadap transaksi rinci terdiri dari prosedur pengusutan (tracing) dan
pemeriksaan bukti pendukung (vouching) untuk membuktikan asersi keberadaan
atau keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi
penyajian dan pengungkapan transaksi atau golongan transaksi.
4. Tentukan Pengujian Terhadap Akun Rinci
4. Program Audit dalam Perikatan Pertama
Dalam sebuah perikatan awal, spesifikasi rinci dari pengujian substantif
dalam program audit umumnya tidak sempurna. Pertimbangan khusus untuk
merancang program audit dalam perikatan awal adalah (1) menentukan ketepatan
saldo akun pada periode awal audit, dan (2) memastikan prinsip akuntansi yang
digunakan dalam periode sebelumnya sebagai dasar untuk menentukan konsistensi
penerapan prinsip semacam itu dalam periode berjalan.

5. Program Audit dalam Perikatan Berulang


Auditor mempunyai akses ke program audit yang digunakan dalam periode
sebelumnya dan kertas kerja yang berkaitan dengan program tersebut. Program audit
untuk perikatan saat ini sering dipersiapkan sebelum auditor menyelesaikan
penelitian dan evaluasinya terhadap struktur pengendalian intern. Jika informasi
yang diperoleh dalam periode berjalan menunjukkan asumsi awal tingkat risiko dan
program yang dibuat tidak sepenuhnya sesuai, akan dilakukan modifikasi program.

5. PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN KHUSUS DALAM PERANCANGAN


PENGUJIAN SUBSTANTIF
1. Akun-Akun Laporan Laba Rugi
Secara tradisional, pengujian rincian atas saldo lebih berfokus pada asersi
laporan keuangan yang berkaitan dengan akun-akun neraca daripada akun laporan
laba rugi. Pendekatan ini efisien dan logis berkaitan dengan satu atau lebih akun-
akun neraca.:
Table 3 Pendekatan akun-akun neraca dan akun laporan rugi terkait

Akun-akun Neraca Akun laporan laba rugi terkait


Piutangusaha Penjualan
Persediaan Harga PokokPenjualan
Beban dibayar di muka Berbagai beban terkait
Investasi Pendapatan investasi
Aktiva tetap Beban penyusutan
Aktiva tak berwujud Beban amortisasi
Hutang akrual Beban bunga
Kewajiban berbunga
Jika dibandingkan dengan uji substantif atas akun neraca, pengujian laporan laba
rugi lebih condong ke prosedur analitis dan sedikit ke pengujian rincian.

a. Prosedur Analitis untuk Akun-Akun Laporan Laba Rugi


Jenis pengujian substantif ini dapat digunakan secara langsung atau
tidak langsung. Pengujian langsung terjadi ketika akun pendapatan atau akun
beban dibandingkan dengan data relevan lainnya untuk menentukan kewajaran
saldo tersebut. Pengujian ini tidak langsung terjadi apabila bukti mengenai
saldo laporan laba rugi diperoleh dari prosedur analitis yang dipakai untuk akun
neraca yang berhubungan.
Auditor mungkin memilih untuk menggunakan prosedur analitis
sebagai pengujian langsung atas beberapa saldo laporan laba rugi. Jika
pengendalian terhadap transaksi penyesuaian penjualan cukup andal, hanya
prosedur analitis yang dipakai untuk akun retur penjualan dan penyisihan.

b. Pengujian Rincian atas Akun-Akun Laporan Laba Rugi


Apabila bukti yang diperoleh dari prosedur analitis dan dari pengujian
rincian atas akun-akun neraca yang berkaitan tidak mengurangi risiko deteksi
menjadi lebih rendah. Hal ini dapat terjadi pada saat :
1) Risiko Bawaan Tinggi
Hal ini terjadi dalam kasus asersi-asersi yang dipengaruhi oleh transaksi
yang tidak rutin dan pertimbangan serta estimasi manajemen.
2) Risiko Pengendalian Tinggi
Keadaan ini dapat terjadi ketika (a) pengendalian intern yang berkaitan
dengan transaksi rutin dan tidak rutin tidak efektif atau (b) auditor memilih
untuk tidak menguji pengendalian intern
3) Prosedur analitis menentukan adanya fluktuasi hubungan yang tidak biasa
dan tidak diharapkan.
4) Akun Memerlukan Analisis
Analisis biasanya diperlukan untuk akun-akun yang (a) membutuhkan
pengungkapan khusus dalam laporan laba-rugi, (b) berisi informasi yang
diperlukan dalam mempersiapkan SPT pajak dan laporan kepada instansi
yang berwenang, seperti SEC (Amerika) atau Bapepam (Indonesia), dan
(c) mempunyai judul akun yang kemungkinan mengandung kesalahan
klasifikasi dan kekeliruan.

2. Akun-Akun yang Ada Dalam Transaksi Pihak yang Mempunyai Hubungan


Istimewa
Auditor harus mengidentifikasi transaksi pihak yang mempunyai hubungan
istimewa dalam perencanaan audit. Jenis transaksi ini menjadi perhatian auditor
karena transaksi tersebut tidak dilakukan berdasarkan sikap yang independen dari
pihak-pihak yang bersangkutan. Tujuan auditor dalam mengaudit transaksi pihak
yang mempunyai hubungan istimewa adalah untuk memperoleh bahan bukti
berkenaan dengan tujuan, sifat, dan luas transaksi tersebut dan pengaruhnya
terhadap laporan keuangan. SPAP 334.09 menunjukkan bahwa pengujian substantif
harus mencakup :
a) Memperoleh pemahaman tentang tujuan bisnis dari transaksi tersebut
b) Memeriksafaktur, pelaksanaan persetujuan, kontrak, dan dokumen lain yang
berkaitan
c) Menentukan apakah transaksi telah disetujui oleh dewan komisaris
d) Menguji kewajaran kompilasi jumlah yang akan digunakan
e) Menyusun audit atas saldo akun antar perusahaan yang dilakukan berulang pada
tanggal-tanggal berikutnya
f) Menginspeksi dan memperoleh kepuasan berkaitan dengan transfer dan nilai
jaminan

6. PERBEDAAN PENGUJIAN PENGENDALIAN DENGAN PENGUJIAN


SUBSTANTIF
1. Pengujian Pengendalian
Pengujian Pengendalian (Assessing Control Risk) merupakan suatu proses
mengevaluasi pengendalian intern suatu entitas dalam mencegah atau mendeteksi
salah saji yang material dalam laporan keuangan (AU 319.47). Tujuan dari menilai
risiko pengendalian adalah untuk membantu auditor dalam membuat suatu
pertimbangan mengenai risiko salah saji yang materil dalam asersi laporan keuangan.
 Prosedur Untuk Melaksanakan Pengujian Pengendalian
Ada empat prosedur untuk melaksanakan pengujian pengendalian yaitu :
1. Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan klien
2. Pengamatan terhadap karyawan klien dalam melaksanakan tugasnya
3. Melakukan inspeksi dokumen, catatan, dan laporan
4. Mengulang kembali pelaksanaan pengendalian oleh auditor
 Luas Pengujian Pengendalian
Luas pengujian pengendalian dipengaruhi langsung oleh tingkat risiko
pengendalian yang ditetapkan yang telah direncanakan oleh auditor. Semakin
rendah tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan, semakin banyak bukti yang
diperlukan yang harus dihimpun. Untuk klien lama, luas atau lingkup pengujian
pengendalian dipengaruhi juga oleh penggunaan bukti yang diperoleh pada
pelaksanaan audit tahun sebelumnya. Sebelum menggunakan bukti yang
diperoleh pada pelaksanaan audit tahun sebelumnya, auditor harus memastikan
bahwa tidak ada perubahan yang signifikan atas rancangan dan operasi berbagai
kebijakan dan prosedur pengendalian sejak pengujian pada pelaksanaan audit
tahun sebelumnya.

2. Pengujian Substantif
Pengujian substantif merupakan langkah ketiga dari tahap pelaksanaan
pemeriksaan. Pengujian substantif meliputi prosedur-prosedur audit yang dirancang
untuk mendeteksi monetary errors atau salah saji yang secara langsung berpengaruh
terhadap kewajaran saldo – saldo laporan keuangan.
 Prosedur Untuk Melaksanakan Pengujian Substantif
Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif yaitu:
1) Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan berkaitan dengan kinerja tugas
mereka.
2) Pengamatan atau observasi terhadap personil dalam melaksanakan tugas
mereka.
3) Menginspeksi dokumen dan catatan.
4) Melakukan penghitungan kembali.
5) Konfirmasi.
6) Analisis.
7) Tracing atau pengusutan.
8) Vouching atau penelusuran.
 Luas Pengujian Substantif
Semakin rendah tingkat risiko deteksi yang dapat diterima, semakin banyak bukti
yang harus dikumpulkan, auditor dapat mengubah jumlah bukti yang harus
dihimpun dengan cara mengubah luas pengujian substantif yang dilakukan.
Keputusan auditor tentang rancangan pengujian substantif didokumentasikan
dalam kertas kerja dalam bentuk program audit.
DAFTAR PUSTAKA

Kumalawati. (n.d.). About Us: kumalawati.gurusiana.id. Retrieved from


kumalawati.gurusiana.id Web site:
https://kumalawati.gurusiana.id/article/2020/6/metodologi-pengujian-pengendalian-
pengujian-subtantif-1507572?ba_status=not-logged&ba_status=not-
&bima_access_status=not-logged
Lobo, M. T. (2014). About Us: Academica.edu. Retrieved from Academica.edu Web site:
https://www.academia.edu/11314325/risiko_deteksi_dan_rancangan_uji_substantif

Anda mungkin juga menyukai