RISIKO DETEKSI DAN PERANCANGAN PENGUJIAN SUBSTANTIF
(Referensi : William C. Boynton & Raymond N. Johnson. Modern Auditing : Assurance Services and The Integrity of Financial Reporting, 7th Edition)
Disusun oleh : Yunita Pangala A031191177
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN 2021 A. MENENTUKAN RISIKO DETEKSI Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan menemukan salah saji material yang ada dalam sebuah asersi. Risiko deteksi yang direncanakan adalah dasar untuk menetapkan rencana tingkat pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor sebagai komponen keempat atau terakhir dalam penetapan strategi audit awal untuk suatu pernyataan/asersi. Auditor harus merencanakan dan melakukan kombinasi prosedur analitis dan pengujian rincian untuk membatasi risiko deteksi pada tingkat yang tepat. Sebelum merancang pengujian substantif, auditor harus mengevaluasi tingkat pengujian substantif yang direncanakan dan merevisi risiko deteksi yang direncanakan. 1. Mengevaluasi Tingkat Pengujian Substantif yang Direncanakan Pada saat mengevaluasi tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk setiap asersi laporan keuangan yang signifikan, auditor akan mempertimbangkan bukti yang diperoleh dari: a. Penilaian risiko bawaan b. Prosedur untuk memahami bisnis dan industri klien dan prosedur analitis terkait yang telah dilengkapi c. Pengujian pengendalian yang meliputi : Bukti tentang efektivitas pengendalian intern yang didapat ketika memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern. Bukti tentang efektivitas pengendalian intern yang mendukung tingkat penilaian risiko pengendalian yang lebih rendah. Auditor harus membandingkan tingkat aktual atau final tentang keyakinan yang diperoleh dari prosedur tersebut dengan penilaian tingkat risiko bawaan yang direncanakan, risiko prosedur analitis, dan risiko pengendalian. Jika tingkat risiko akhir yang dinilai adalah samadengan penilaian tingkat risiko yang direncanakan berarti auditor telah berhasil merancang pengujian susbstantif spesifik. Tingkat pengujian substantif harus direvisi sebelum merancang pengujian substantive spesifik untuk mengakomodasi suatu revisi dari tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. 2. Merevisi Risiko Deteksi yang Direncanakan Jika diperlukan tingkat risiko deteksi yang direvisi ditentukan untuk setiap asersi dengan cara yang sama dengan penentuan risiko deteksi yang direncanakan, kecuali bahwa hal tersebut didasarkan pada penilaian actual atau final atas risiko pengendalian, bukan penilaian tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk asersi tersebut. Jika auditor memilih untuk mengkuantifikasikan penilaian risiko, maka tingkat risiko deteksi yang direvisi dapat ditentukan dengan model risiko audit. Namun, jika auditor tidak mengkuantifikasikan penilaian risiko, maka tingkat risiko deteksi ditentukan dengan pertimbangan atau dengan matriks risiko. 3. Menspesifikasi Risiko Deteksi untuk Pengujian Substantif yang Berbeda dada Asersi yang Sama Istilah risiko deteksi digunakan dalam bagian terdahulu untuk risiko dimana seluruh pengujian substantif yang digunakan untuk menemukan bukti tentang asersi ternyata gagal mendeteksi salah saji material. Semakin rendah risiko tidak terdeteksinya salah saji yang material oleh prosedur analitis pendahuluan, semakin tinggi risiko deteksi untuk pengujian rincian yang mengikutinya. Model kuantitatif guna menentukan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap pengujian rincian berdasarkan penilaian kuantitatif risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko prosedur analitis.
B. MERANCANG PENGUJIAN SUBSTANTIF
Untuk mendapatkan dasar yang memadai dalam memberi pendapat atas laporan keuangan kliennya, auditor harus memperoleh bukti kompeten yang cukup seperti disyaratkan oleh standar pekerjaan lapangan ketiga dalam standar auditing. Pengujian substantif di satu sisi bisa menghasilkan bukti tentang kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan, dan di sisi lain pengujian substantif juga bisa menghasilkan bukti yang menunjukkan adanya kekeliruan jumlah rupiah atau salah saji dalam pencatatan atau pelaporan transaksi dan saldo- saldo. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan sifat, saat, dan luas pengujian yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi. 1. Sifat Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis dan keefektivan prosedur pengauditan yang akan dilakukan. Bila tingkat risiko deteksi yang diterima rendah maka auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif dan biasanya lebih mahal. Dan bila risiko deteksi yang diterima tinggi auditor menggunakan prosedur yang kurang efektif yang biasanya lebih murah. Pengujian substantif terdiri dari 3 jenis : a. Prosedur Analitis Digunakan dalam perencanaan audit untuk mengidentifikasi daerah atau tempat yang memiliki risiko tinggi terjadinya salah saji. Prosedur ini digunakan pada tahap pengujian sebagai pengujian substantif untuk mendapatkan bukti tentang asersi tertentu, digunakan juga sebagai pelengkap atas pengujian detil, tetapi dalam situasi yang lain prosedur ini justru bisa menjadi pengujian substantif yang utama. PSA No 22, Prosedur Analitis (SA 329.11), menyatakan bahwa efektivitas dan efisiensi prosedur analisis tergantung pada : Sifat asersi, Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan, Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk membuat taksiran, Ketepatan taksiran. b. Pengujian Rincian atas Transaksi Pengujian rincian atas transaksi terutama berupa penelusuran (tracing) dan pencocokan ke dokumen pendukung (vouching). Pengujian ini dilakukan auditor terutama untuk menemukan kesalahan jumlah rupiah bukan atas penyimpangan atas pengendalian. Tracing berguna dalam pengujian atas pelaporan terlalu rendah (understatement), sedangkan vouching ke dokumen terutama ditunjukkan untuk menemukan pelaporan terlalu tinggi (overstatement). Hasil pengujian digunakan untuk menarik kesimpulan tentang saldo rekening yang bersangkutan. c. Pengujian Rincian atas Saldo-Saldo Dilakukan untuk mendapatkan bukti bukti secara langsung tentang sebuah saldo rekening dan bukan pada masing masing pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut. Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur yang digunakan dan bukti yang diperoleh. d. Pengujian Rincian atas Estimasi Akuntansi Estimasi akuntansi merupakan perkiraan elemen laporan keuangan, item, atau akun atas tidak adanya pengukuran yang tepat. Biasanya meliputi pengujian atas saldo, tetapi selalu memerlukan bukti yang unik. Estimasi akuntansi biasanya meliputi elemen prospektif yang signifikan. Pertimbangan diperlukan dalam pembuatan estimasi akuntansi yang mempunyai dampak yang signifikan terhadap laporan keuangan perusahaan. Tujuan auditor dalam mengevaluasi estimasi akuntansi adalah untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup untuk memberikan kepastian yang layak bahwa : Seluruh estimasi yang penting dalam laporan keuangan telah dikembangkan Estimasi akuntansi telah sesuai dengan lingkungan atau situasi yang ada Estimasi akuntansi telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku dan diungkapkan secara memadai Struktur pengendalian intern perusahaan dapat mengurangi kemungkinan salah saji material pada estimasi akuntansi, dan dengan demikian dapat mengurangi luas pengujian substantive. Bukti tentang kewajaran estimasi dapat diperoleh auditor dari pendekatan berikut : Melakukan prosedur review dan uji proses manajemen dalam membuat estimasi Membuat ekspektasi yang independen atas estimasi Mereview transaksi dan kejadian yang terjadi sebelum menyelesaikan audit yang berkaitan dengan estimasi tersebut. Prosedur yang dapat dilakukan meliput (1) pertimbangan relevansi, reliabilitas, dan kecukupan data serta faktor-faktor lain yang digunakan oleh manajemen (2) pengevaluasian kelayakan dan konsistensi asumsinya, (3) pelaksanaan ulang tindakan yang telah dilakukan manajemen. 2. Penentuan Waktu Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima bisa berpengaruh pula pada saat pengujian substantif. Bila risiko deteksi tinggi pengujian bisa dilakukan beberapa bulan seblum akhir tahun, apabila risiko deteksi rendah pengujian substantif akan dilakukan pada tanggal akhir tahun atau mendekati akhir tahun. a. Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca Auditor bisa melakukan pengujian substantif atas detil suatu rekening pada tanggal interim. Keputusan untuk melakukan pengujian sebelum tanggal neraca harus didasarkan pada pertimbangan apakah auditor dapat : Mengendalikan tambahan risiko audit bahwa salah saji material yang ada pada saldo rekening pada tanggal neraca tidak akan terdeteksi oleh auditor. Mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian substantif pada akhir tahun guna memenuhi tujuan audit yang direncanakan, sehingga pengujian sebelum tanggal neraca bisa menjadi lebih murah. Tambahan risiko audit potensial akan dapat dikendalikan apabila pengujian substantif pada periode yang tersisa akan dapat memberi dasar yang layak untuk perluasan kesimpulan audit dari pengujian yang dilakukan pada tanggal interim ke tanggal neraca. Kondisi- kondisi yang bisa berpengaruh pada pengendalian risiko ini adalah (1) Struktur pengendalian interen selama periode tersisa cukup efektif, (2) Tidak terdapat keadaan atau kondisi yang mempengaruhi manajemen untuk membuat salah saji dalam laporan keuangan selama periode tersisa, (3) Saldo rekening akhir tahun yang diperiksa pada tanggal interimbisa diprekdisi secara masuk akal, baik mengenai jumlah , hubungan signifikan ,maupun komposisinya , (4) Sistem akuntansi klien akan memberi informasi mengenai transaksi tak biasa yang signifikan dan fluktuasi signifikan yang mungkin terjadi pada periode tersisa. Pengujian substantif sebelum tanggal neraca tidak meninggalkan kebutuhan akan pengujian substantif pada tanggal nereca. Pengujian untuk periode tersisa harus mencakup : Perbandingan saldo rekening-rekening pada dua tanggal untuk mengidentifikasi jumlah-jumlah yang nampak tidak biasa dan menyelidiki atas jumlah-jumlah tersebut. Prosedur analisis lain atau pengujian substantif detil lainnya untuk mendapatkan dasar yang layak untuk memperluas kesimpulan audit interim ke tanggal neraca. 3. Luas Pengujian Substantif Diperlukan bukti yang lebih banyak untuk mencapai tingkat risiko deteksi rendah yang bisa diterima dibandingkan dengan risiko deteksi tinggi. Auditor bisa menubah jumlah bukti yang diperoleh dengan mengubah luas pengujian substantif yang dilakukan. Perluasan dalam pratik mengandung arti besarnya sampel yang ingin diuji atau diterapkan prosedur tertentu. Ketika dibutuhkan bukti audit yang lebih meyakinkan berkaitan dengan efektivitas pengendalian yang dapat dilakukan auditor adalah menambah pengujian atas pengendalian. Dalam buku Haryono beberapa hal juga yang menjadi pertimbangan auditor dalam menentukan pengujian substantif adalah sebagai berikut: a. Frekuensi dilakukannya pengendalian oleh entitas selama periode tersebut b. Lamanya waktu selama periode audit yang didalamnya auditor dapat mengandalkan efektivitas pengendalian operasi c. Tingkat penyimpangan yang diharapkan dari suatu pengendalian d. Relevansi dan keandalan bukti audit yang diperoleh, yang berkaitan dengen efektivitas operasi pengendalian tersebut pada tingkat asersi e. Luasnya bukti audit yang diperoleh dari pengujian substantif lainnya terhadap asersi. 4. Pemilihan Staf Due Profesional Care in the Performance of Work menyebutkan bahwa “auditor harus menetapkan tugas dan supervisi yang sepadan dengan tingkat pengetahuan, keahlian, dan kemampuan mereka sehingga mereka dapat mengevaluasi bukti audit yang sedang mereka uji”. Sedangkan, Consideration of Frau in a Financial Statement Audit menyebutkan bahwa “auditor dapat merespon risiko salah saji material karena adanya kesalahan dalam penunjukan personil”. Pengujian substantif harus ditugaskan kepada personil dengan keahlian, kemampuan, dan pengalaman yang cukup.
C. MENGEMBANGKAN PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF
1. Penggunaan Teknologi Informasi untuk Mendukung Pengujian Substantif Pada saat klien menggunakan teknologi informasi untuk aplikasi akuntansi yang signifikan, auditor mempunyai kesempatan untuk menggunakan paket perangkat lunak audit (audit software) untuk membuat kegiatan audit lebih efektif dan efisien. a. Perangkat Lunak Audit (Audit Software) yang Umum Jenis software yang umum digunakan ialah Generalized Audit Software (GAS). Perangkat lunak tersebut digunakan oleh auditor untuk arsip-arsip komputer klien yang dihasilkan dalam berbagai data organisasi dan metode pemrosesan, sehingga hal tersebut dapat dihubungkan dari sau klien ke klien lainnya. Software tersedia dengan biaya yang sedang. Adapun fase-fase yang tercakup dalam penggunaan software adalah : Pengidentifikasian tujuan auditor dan tujuan pengujian yang dilakukan Penentuan kelayakan penggunaan software tersebut dalam sistem klien Perancangan aplikasi, yang meliputi logika, perhitungan dan bentuk outpunya Pengkodean dan pengujian aplikasi, termasuk pembuatan bentuk-bentuk standar dan informasi penting Pemrosesan aplikasi pada data arsip actual klien dan mereview hasil-hasilnya. Penggunaan software memungkinkan auditor mengerjakan data dalam jumlah yang besar dengan efektif. Hal tersebut juga mengurangi ketergantungan auditor kepada personil teknologi informasi klien. Beberapa contoh aplikasi pengujian substantive akan dijelaskan pada bagian berikut : Pemilihan dan Pencetakan Sampel-Sampel Audit Pengujian Kalkulasi dan Pembuatan Perhitungan Peringkasan Data dan Pelaksanaan Analisis Pembandingan Data Audit Dengan Catatan-Catatan Komputer 2. Program Audit Ilustratif untuk Pengujian Substantif Keputusan auditor sehubungan dengan rancangan pengujian substantif harus didokumentasikan dalam kertas kerja dalam bentuk program audit tertulis (SA 311.09). Program audit adalah daftar prosedur – prosedur audit yang harus dilakukan. Prosedur – prosedur biasanya tidak didaftar menurut asersi atau tujuan khusus audit dengan maksud untuk menghindari pengulangan prosedur yang diterapkan pada lebih dari satu asersi atau tujuan. Sebagai tambahan dalam daftar prosedur audit, setiap program audit harus memiliki kolom – kolom untuk suatu (1) referensi silang ke kertas kerja lain yang berisi bukti yang diperoleh dari setiap prosedur (bila memungkinkan); (2) titik awal (persetujuan) auditor yang melakukan setiap prosedur; (3) tampilan tanggal pada prosedur yang telah diselesaikan. Dalam praktik, auditor kadang – kadang membuat rincian yang berbeda untuk hal–hal tertentu dalam program auditnya. Sebagai contoh ditunjukkan secara lebih rinci tentang rencana sampel, termasuk besarnya sampel untuk berbagai pengujian dalam program audit itu sendiri. Namun dalam keadaan bagaimanapun program audit hendaknya cukup rinci agar dapat memberikan : a. Garis – garis besar pekerjaan yang akan dilakukan b. Dasar untuk koordinasi, supervisi, dan pengawasan audit c. Catatan mengenai pekerjaan yang dilakukan 3. Kerangka Kerja Umum Pengembangan Program Audit untuk Pengujian Substantif Pemahaman mengenai signifikansi kelompok transaksi dan pemicu ekonomi yang mendasari kelompok transaksi tersebut, memberikan konteks penting untuk melakukan dan mengevaluasi kewajaran bukti yang mendukung asersi manajemen dalam laporan keuangan. Pengujian substantif berikutnya sering dilakukan pada catatan-catatan buku pembantu, skedul pendukung, atau sampel-sampel yang ditarik darinya, maka merupakan hal yang logis untuk memulai dengan memastikan bahwa catatan pendukung dikerjakan sesuai dengan buku besar. Spesifikasi prosedur analitis dipertimbangkan berikutnya karena, ketersediaan prosedur efektif dapat mengurangi atau menghilangkan kebutuhan pengujian rincian yang lebih mahal. Pengujian rincian atas transaksi biasanya dilakukan berikutnya karena dalam beberapa kasus hal tersebut akan lebih murah untuk dilakukan daripada pengujian rincian atas saldo. Auditor kemudian harus melakukan pengujian rincian atas saldo untuk memperoleh bukti secara langsung tentang kewajaran penyajian saldo yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Program ini harus menspesifikasikan persyaratan khusus yang sebelumnya tidak ada dan prosedur untuk menentukan bahwa penyajian dan pengungkapan yang ada dalam asersi tersebut dikupas oleh program yang sesuai dengan GAAP. 4. Program Audit dalam Perikatan Awal Dalam sebuah perikatan awal, spesifikasi rinci dari pengujian substantive dalam program audit umumnya tidak sempurna. Pertimbangan khusus untuk merancang program audit dalam perikatan awal adalah (1) menentukan ketepatan saldo akun pada periode awal audit, dan (2) memastikan prinsip akuntansi yang digunakan dalam periode sebelumnya sebagai dasar untuk menentukan konsistensi penerapan prinsip semacam itu dalam periode berjalan. 5. Program Audit dalam Perikatan Berulang Auditor mempunyai akses ke program audit yang digunakan dalam periode sebelumnya dan kertas kerja yang berkaitan dengan program tersebut. Dalam situasi demikian, strategi awal audit biasanya ditetapkan auditor berdasarkan asumsi bahwa tingkat risiko dan program audit untuk pengujian substantif yang digunakan pada periode yang lalu akan tepat digunakan pada periode berjalan. Oleh karena itu, program audit untuk penugasan tahun berjalan seringkali disusun sebelum auditor menyelesaikan kegiatan mempelajari dan menilai struktur pengendalian intern.
D. PERTIMBANGAN KHUSUS DALAM MERANCANG PENGUJIAN SUBSTANTIF
1. Akun-Akun Laporan Laba Rugi Secara tradisional, pengujian rincian atas saldo lebih berfokus pada asersi laporan keuangan yang berkaitan dengan akun-akun neraca daripada akun laporan laba rugi. Pendekatan ini efisien dan logis karena setiap rekening laba rugi pasti akan terkait dengan satu atau lebih rekening neraca. Semua kategori asersi berlaku pula pada rekening-rekening laba- rugi, kecuali asersi hak dan kewajiban. Sehubungan dengan adanya keterkaitan ini, maka apabila dibandingkan dengan pengujian substantif untuk rekening-rekening neraca, pengujian atas rekening-rekening laba rugi lebih ditekankan pada prosedur analitis dan kurang pada pengujian detail. 2. Prosedur Analitis untuk Akun-Akun Laporan Laba Rugi Prosedur analitis dapat menjadi alat audit yang ampuh untuk memperoleh bukti audit tentang saldo laporan laba rugi. Jenis pengujian substantif ini dapat digunakan secara langsung atau tidak langsung. Pengujian langsung terjadi ketika akun pendapatan atau akun beban dibandingkan dengan data relevan lainnya untuk menentukan kewajaran saldo tersebut. Sedangkan, Pengujian tidak langsung terjadi apabila bukti mengenai saldo laporan laba rugi diperoleh dari prosedur analitis yang dipakai untuk akun neraca yang berhubungan. Auditor mungkin memilih untuk menggunakan prosedur analitis sebagai pengujian langsung atas beberapa saldo laporan laba rugi. Jika pengendalian terhadap transaksi penyesuaian penjualan cukup andal, hanya prosedur analitis yang dipakai untuk akun retur penjualan dan penyisihan. 3. Pengujian Rincian Atas Akun-Akun Laporan Laba Rugi Apabila bukti yang diperoleh dari prosedur analitis dan dari pengujian rincian atas akun- akun neraca yang berkaitan tidak mengurangi risiko deteksi menjadi lebih rendah. Hal ini dapat terjadi pada saat : a. Risiko bawaan tinggi – hal ini terjadi ketika asersi yang dipengaruhi oleh transaksi tidak rutin dan pertimbangan serta estimasi manajemen. b. Risiko pengendalian tinggi – Keadaan ini dapat terjadi ketika (1) pengendalian intern yang berkaitan dengan transaksi rutin dan tidak rutin tidak efektif atau (2) auditor memilih untuk tidak menguji pengendalian intern c. Prosedur analitis menentukan adanya fluktuasi hubungan yang tidak bias dan tidak diharapkan d. Akun memerlukan analisis – analisis biasanya diperlukan untuk akunakun yang (1) membutuhkan pengungkapan khusus dalam laporan laba rugi, (2) berisi informasi yang diperlukan dalam mempersiapkan SPT pajak dan laporan kepada instansi yang berwenang, dan (3) mempunyai judul akun yang kemungkinan mengandung kesalahan klasifikasi dan kekeliruan. 4. Akun-Akun yang Ada dalam Transaksi Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa Auditor harus mengidentifikasi transaksi pihak yang mempunyai hubungan istimewa dalam perencanaan audit. jenis transaksi ini menjadi perhatian auditor karena transaksi tersebut tidak dilakukan berdasarkan sikap yang independen dari pihak-pihak yang bersangkutan. AU 334.09 menunjukkan bahwa pengujian substantif harus mencakup : a. Memperoleh pemahaman tentang tujuan bisnis dari transaksi tersebut b. Memeriksa faktur, pelaksanaan persetujuan, kontrak, dan dokumen lain yang berkaitan c. Menentukan apakah transaksi telah disetujui oleh dewan komisaris d. Menguji kewajaran kompilasi jumlah yang akan digunakan e. Menyusun audit atas saldo akun antarperusahaan yang dilakukan berulang pada tanggal-tanggal berikutnya f. Menginspeksi dan memperoleh kepuasan berkaitan dengan transfer dan nilai jaminan Dalam melakukan audit atas transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa, auditor tidak perlu menentukan apakah suatu transaksi tertentu akan terjadi seandainya pihak-pihak yang bersangkutan tidak memiliki hubungan yang istimewa, dan berapa harga pertukaran dan termin yang sewajarnya digunakan. Tujuan auditor dalam hal ini adalah menentukan substansi transaksi pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dan pengaruhnya terhadap laporan keuangan.
Rencana akumulasi yang dibuat sederhana: Bagaimana dan mengapa berinvestasi di bidang keuangan dengan membangun rencana akumulasi otomatis yang disesuaikan untuk memanfaatkan tujuan Anda