Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penakiran risiko pengendalian merupakan suatu proses evaluasi
efektivitas desain dan operasi kebijakan dan prosedur sturtur pengendalian
intern entitas. Pentingnya konsep penaksiran risiko pengendalian yakni
dalam rangka pencegahan atau pendeteksian salah saji material di dalam
laporan keuangan.
Definisi Penakiran risiko pengendalian mengharuskan seorang
auditor agar mengetahu dengan jelas tahap-tahap yang ditempuh oleh
auditor dalam menaksir risiko dan desain pengujian yang bersangkutan.
Oleh karena itu pentingnya Penakiran risiko dan Desain Pengujian,
guna memeperlancar tugas seorang auditor akan dibahas pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari Penakiran risiko pengendalian ?
b. Mengapa konsep Penakiran risiko pengendalian penting kaitannya
terhadap material dalam laporan keuangan ?
c. Bagaimana hubungan antara strategi audit awal, risiko deteksi yang
direncanakan dan tingakat pengujian substantive ?
d. Apa saja kerangaka umum yang dapat dipakai untuk acuan dalam
pengujian substantive ?

C. Tujuan Perumusan Masalah


a. Untuk mengetahui definisi dari Penakiran risiko pengendalian
b. Untuk mengetahui konsep Penakiran risiko pengendalian penting
kaitannya terhadap material dalam laporan keuangan
c. Untuk mengetahui hubungan antara strategi audit awal, risiko
deteksi yang direncanakan dan tingakat pengujian substantif
d. Untuk mengetahui kerangaka umum yang dapat dipakai untuk
acuan dalam pengujian substantive

BAB II
ISI

RISIKO DETEKSI DAN RANCANGAN UJI SUBSTANTIF


A. PENENTUAN RISIKO DETEKSI
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan dapat mendeteksi
salah saji material yang ada dalam suatu asersi. Suatu rencana tingkat risiko
deteksi yang bisa diterima harus ditetapkan untuk setiap asersi laporan keuangan
yang signifikan. Apapun tingkat risiko yang digunakan auditor ( cara kualitatif
atau cara non-kuantitatif ), rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkan
hubungan yang dinyatakan dengan model sebagai berikut :
RD =

RA
RB x RP

Keterangan :
RA = Risiko Audit

RB = Risiko Bawaan

RP = Risiko Pengendalian

RD = Risiko Deteksi

Model di atas menunjukkan bahwa pada suatu tingkat risiko audit tertentu
(RA) yang ditetapkan auditor, risiko deteksi (RD) adalah berhubungan terbalik
dengan tingkat risiko bawaan (RB) dan risiko pengendalian (RP) yang ditentukan.
Apabila digunakan dalam tahap perencanaan untuk menetapkan rencana risiko
deteksi, maka RP mencerminkan rencana tingkat risiko pengendalian yang
ditetapkan sebagai komponen pertama dari strategi audit awal.
Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk menetapkan rencana tingkat
pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor sebagai komponen terakhir
dalam penetapan strategi audit awal untuk suatu asersi.
1. Evaluasi Atas Rencana Tingkat Pengujian Substantif
Setelah mendapat pemahaman tentang kebijakan dan prosedur struktur
pengendalian intern yang relevan dan menentukan risiko pengendalian untuk
asersi-asersi laporan keuangan, auditor harus membandingkan antara tingkat
risiko pengendalian sesungguhnya dengan rencana tingkat risiko pengendalian
untuk asersi yang bersangkutan. Apabila tingkat risiko pengendalian akhir sama
dengan tingkat risiko pengendalian awal, auditor bisa melangkah ke tahap
perancangan pengujian substantif spesifik berdasarkan rencana tingkat pengujian
substantif yang telah ditetapkan sebagai komponen terakhir dari strategi audit
awal. Namun apabila tidak, tingkat pengujian substantif harus direvisi sebelum
merancang pengujian substantif spesifik untuk mengakomodasi tingkat risiko
deteksi yang bisa diterima setelah direvisi.
2. Merevisi Rencana Risiko Deteksi
Apabila memungkinkan, tingkat risiko deteksi yang dapat diterima setelah
direvisi ditetapkan untuk setiap asersi dengan cara yang sama seperti rencana
risiko deteksi, kecuali bahwa penetapannya didasarkan pada risiko pengendalian
sesungguhnya bukan pada rencana tingkat risiko pengendalian untuk asersi yang
bersangkutan.

B. PENETAPAN RISIKO DETEKSI UNTUK PENGUJIAN

SUBSTANTIF

YANG BERBEDA ATAS ASERSI YANG SAMA


Dalam merancang pengujian substantif, auditor kadang kadang
menginginkan untuk menetapkan tingkat risiko deteksi berbeda yang akan
digunakan dalam pengujian substantif yang berbeda pula mengenai asersi yang
sama.
1.

Perancangan Pengujian Substantif


Pengujian substantif di satu sisi bisa menghasilkan bukti tentang
kewajaran setiap asersi lapoaran keuangan yang signifikan, dan di sisi lain
pengujian substantif juga bisa menghasilkan bukti yang menunjukkan adanya
kekeliruan jumlah rupiah atau salah saji dalam pencatatan atau pelaporan transaksi
dan saldo saldo. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan sifat, saat
dan luas pengujian yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang
dapat diterima untuk setiap asersi.

2.

Sifat Pengujian Substantif


Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis dan efektivitas
prosedur pengauditan yang akan dilakukan. Apabila tingkat risiko deteksi yang
dapat diterima rendah, auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif
yang biasanya lebih mahal. Apabila tingkat risiko deteksi yang dapat diterima
tinggi, auditor dapat menggunakan prosedur yang kurang efektif yang lebih
murah. Pengujian substantif terdiri dari tiga jenis yaitu :

a.

Prosedur Analitis
Prosedur analitis seringkali dipandang kurang efektif bila dibandingkan
dengan pengujian detil. Namun demikian, dalam keadaan tertentu prosedur ini
justru dipandang lebih efektif. Sebagai contoh, perbandingan antara jumlah
seluruh pembayaran kepada seorang pemasok dengan barang yang sesungguhnya
diterima, bisa memberi petunjuk tentang adanya kelebihan pembayaran. Hal ini
mungkin tidak terdeteksi pada waktu dilakukan pengujian atas masing masing
transaksi pembayaran kepada pemasok.

PSA No.22, Prosedur Analitis ( SA 329.11 ), menyatakan bahwa


efektivitas dan efisiensi prosedur analitis tergantung pada :

Sifat asersi
Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan
Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk membuat taksiran
Ketepatan taksiran
Apabila hasil prosedur analitis sesuai dengan taksiran, dan tingkat risiko

deteksi yang bisa diterima untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu melakukan
pengujian detil. Prosedur analitis biasanya ,tidak begitu mahal biaya
pelaksanaannya. Oleh karena itu, auditor perlu mempertimbangkan seberapa jauh
prosedur ini dapat digunakan untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima sebelum auditor memutuskan untuk melakukan pengujian detil.
b.

Pengujian Detil Transaksi


Pengujian detil transaksi terutama berupa penelusuran ( Tracing ) dan
pencocokan ke dokumen pendukung ( vouching ). Sebagai contoh, detil transaksi
bisa ditelusur dari dokumen pendukung. Misalnya faktur penjualan dan voucher
ke dalam catatan akuntansi seperti jurnal penjualan dan dan register voucher.
Dalam pengujian ini auditor memeriksa sebagian ( dengan sampel ) atau
seluruh pendebetan dan pengkreditan atas suatu rekening. Hasil pengujian tersebut
digunakan untuk menarik kesimpulan tentang saldo rekening yang bersangkutan.
Pengujian ini biasanya dilakukan dengan menggunakan dokumen-dokumen yang
terdapat dalam arsip klien. Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur dan
dokumen yang digunakan.
Pengujian detil transaksi biasanya lebih banyak menyita waktu dan
biayanya juga lebih mahal. Efisiensi biaya akan tercapai bila auditor
melaksanakan pengujian berbarengan dengan pengujian pengendalian yang
disebut pengujian bertujuan ganda.

c.

Pengujian Detil Saldo Saldo


Pengujian detil atas saldo saldo dilakukan untuk mendapatkan bukti
secara langsung tentang sebuah saldo rekening, dan bukan pada masing masing
pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut.

Efektifitas pengujian ini juga tergantung pada prosedur yang digunakan dan tipe
bukti yang diperoleh. Berikut adalah contoh bagaimana efektifitas pengujian atas
saldo saldo dapat direncanakan untuk memenuhi berbagai tingkat risiko deteksi
untuk asersi penilaian atau pengalokasian rekening kas di bank.
Risiko Deteksi
Tinggi

Pengujian Detil atas Saldo-Saldo


Periksa sekilas (scan) rekonsiliasi bank
yang dibuat klien dan verifikasi ketelitian

Moderat

perhitungan dalam rekonsiliasi


Review rekonsiliasi bank yang dibuat klien
dan

verifikasi

bagian-bagian

penting

rekonsiliasi serta ketelitian perhitungan


Rendah

dalam rekonsiliasi
Buatlah
rekonsiliasi

bank

dengan

menggunakan laporan bank yang diperoleh


dari

klien

penting
Sangat Rendah

dan

periksa

rekonsiliasi

bagian-bagian

serta

ketelitian

perhitungan
Dapatkan laporan bank langsung dari bank,
buatlah rekonsiliasi bank, dan verifikasi
semua

hal

yang

direkonsiliasi

ketelitian perhitungan
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa apabila risiko deteksi
tinggi, maka auditor cukup menggunakan dokumen intern dan melakukan hanya
sedikit prosedur audit. Apabila risiko deteksi sangat rendah, auditor akan
menggunakan dokumen yang diperoleh langsung dari bank dan melaksanakan
prosedur audit yang ekstensif.
3.

Saat Pengujian Substantif


Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima bisa berpengaruh pula pada saat
pengujian substantif. Apabila risiko deteksi tinggi, pengujian bisa dilakukan
beberapa bulan sebelum akhir tahun. Sebaliknya apabila risiko deteksi untuk suatu

serta

deteksi rendah, maka pengujian substantif biasanya akan dilakukan pada tanggal
akhir tahun atau mendekati akhir tahun.
Auditor bisa melakukan pengujian substantif atas detil suatu rekening pada
tanggal interim. Keputusan untuk melakukan pengujian sebelum tanggal neraca
harus didasarkan pada pertimbangan apakah auditor dapat :

Mengendalikan tambahan risiko audit bahwa salah saji material yang ada pada
saldo rekening pada tanggal neraca tidak akan terdeteksi oleh auditor.

Mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian substantif pada akhir tahun


guna memenuhi tujuan audit yang direncanakan, sehingga pengujian sebelum
tanggal neraca bisa menjadi lebih murah.
Tambahan risiko audit potensial akan dapat dikendalikan apabila pengujian
substantif pada periode yang tersisa akan dapat memberi dasar yang layak untuk
perluasan kesimpulan audit dari pengujian yang dilakukan pada tanggal interim ke
tanggal neraca. Kondisi- kondisi yang bisa berpengaruh pada pengendalian risiko
ini adalah :

1. Struktur pengendalian interen selama periode tersisa cukup efektif.


2. Tidak terdapat keadaan atau kondisi yang mempengaruhi manajemen untuk
membuat salah saji dalam laporan keuangan selama periode tersisa
3. Saldo rekening akhir tahun yang diperiksa pada tanggal interimbisa diprekdisi
secara masuk akal, baik mengenai jumlah , hubungan signifikan ,maupun
komposisinya
4. Sistem akuntansi klien akan memberi informasi mengenai transaksi tak biasa yang
signifikan dan fluktuasi signifikan yang mungkin terjadi pada periode tersisa.
Pengujian subtantif sebelum tanggal neraca tidak menghilangkan kebutuhan
akan pengujian subtantif pada tanggal neraca. Pengujian untuk periode tersiksa
harus mencakup:

Perbandingan saldo rekening rekening pada dua tanggal untuk mengidentifikasi


jumlah jumlah yang nampak tidak biasa dan penyelidikan atas jumlah tersebut.

Prosedur analitis lain atau pengujian substantive detil lainnya untuk


mendapatkan dasar yang layak untuk memperluas kesimpulan audit interim ke
tanggal neraca.
Apabila direncanakan dan dilaksanakan dengan tepat, gabungan pengujian
substantif sebelum tanggal neraca dan pengujian substantif untuk periode tersisa
akan menghasilkan bukti kompeten yang cukup bagi auditor sebagai dasar yang
layak untuk memberikan pendapat mengenai laporan keuangan klien.

4.

Luas Pengujian Substantif


Diperlukan bukti yang lebih banyak untuk mencapai tingkat resiko deteksi
rendah yang bisa diterima dibandingkan dengan risiko deteksi tinggi. Auditor bisa
menentukan berbagai jumlah bukti yang harus diperoleh dengan mengubah luas
pengujian substantive yang dilakukan. Luas dalam pratik mengandung arti
banyaknya hal ( items) atau besarnya sampel yang terhadapnya dilakukan
pengujian atau diterapkan prosedur tertentu. Besarnya yang akan diuji
membutuhkan pertimbangan professional. Penentuan sample secara statistik
dalam pengujian substantif dapat dilakukan untuk membantu auditor dalam
menentukan ukuran sampel yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat risiko
deteksi yang telah ditetapkan.

C. PENGEMBANGAN

PROGRAM

AUDIT

UNTUK

PENGUJIAN

SUBSTANTIF
Tujuan audit suatu laporan keuangan secara keseluruhan adalah untuk
menyatakan pendapat apakah laporan klien telah disajikan secara wajar dalam
segala hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Auditor
juga menetapkan berbagai tujuan audit khusus untuk setiap rekening berdasarkan
lima kategori asersi laporan keuangan. Dalam merancang pengujian substantif,
auditor harus menentukan bahwa pengujian yang tepat telah diidentifikasi untuk
mencapai setiap tujuan audit spesifik yang berkaitan dengan setiap asersi. Apabila
hal ini dilakukan untuk setiap rekening, maka tujuan keseluruhan akan tercapai.

D.

CONTOH PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF


Keputusan auditor sehubungan dengan rancangan pengujian substantif
harus didokumentasikan dalam kertas kerja dalam bentuk program audit tertulis
(SA 311.09). Program audit adalah daftar prosedur prosedur audit yang harus
dilakukan. Prosedur prosedur biasanya tidak didaftar menurut asersi atau tujuan
khusus audit dengan maksud untuk menghindari pengulangan prosedur yang
diterapkan pada lebih dari satu asersi atau tujuan.
Sebagai tambahan dalam daftar prosedur audit, setiap program audit harus
memiliki kolom kolom untuk suatu referensi silang ke kertas kerja lain yang
berisi bukti yang diperoleh dari setiap prosedur (bila memungkinkan); paraf
auditor yang melaksanakan masing masing prosedur; dan tanggal pelaksanaan
prosedur diselesaikan.
Dalam praktik, auditor kadang kadang membuat rincian yang berbeda
untuk halhal tertentu dalam program auditnya. Sebagai contoh ditunjukkan
secara lebih rinci tentang rencana sampel, termasuk besarnya sampel untuk
berbagai pengujian dalam program audit itu sendiri. Namun dalam keadaan
bagaimanapun program audit hendaknya cukup detil agar dapat memberikan :

Garis garis besar pekerjaan yang akan dilakukan

Dasar untuk koordinasi, supervisi, dan pengawasan audit

Catatan mengenai pekerjaan yang dilakukan

E. KERANGKA UMUM PENGEMBANGAN PROGRAM AUDIT UNTUK


PENGUJIAN SUBSTANTIF
Perencanaan Awal
(1) Identifikasi asersi-asersi laporan keuangan yang harus dicakup oleh program audit
misalkan asersi-asersi keberadaan atau keterjadian, kelengkapan hak dan
kewajiban, penilaian atas pengalokasian, dan penyajian atau pengungkapan yang
berkaitan dengan saldo akhir persediaan.
(2) Kembangkan tujuan-tujuan audit spesifik untuk setiap kategori asersi

(3) Tentukan risiko bawaan dan risiko pengendalian dan tentukan pula tingkat risiko
deteksi akhir untuk setiap asersi, sejalan dengan tingkat risiko audit keseluruhan
dan tingkat materialitas yang dapat diterima.
(4) Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari prosedur-prosedur untuk
mendapatkan pemahaman mengenai kebijakan dan prosedur pengendalian intern
yang relevan, catatan akuntansi, dokumen pendukung dan proses akuntansi
(termasuk alur audit) dan proses pelaporan keuangan yang berhubungan dengan
asersi-asersi.
(5) Pertimbangkan pilihan pilihan yang berhubungan dengan perancangan
pengujian substantif.
Program Audit dalam Penugasan Pertama
Dalam suatu penugasan pertama, spesifikasi pengujian substantif yang
detil dalam program audit biasanya belum akan disusun secara lengkap hingga
selesainya kegiatan mempelajari dan menilai struktur pengendalian intern dan
ditentukannya tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi
signifikan. Dua hal yang memerlukan pertimbangan khusus dalam merancang
program audit untuk audit sebagai penugasan pertama adalah penentuan ketepatan
saldo-saldo awal rekening pada periode yang diaudit; dan penentuan prinsipprinsip akuntansi yang digunakan pada periode yang lalu sebagai dasar untuk
menentukan konsistensi penerapan prinsip tersebut pada periode berjalan.
Program Audit Dalam Penugasan Ulangan
Dalam suatu penugasan ulangan, auditor memiliki akses pada semua
program yang digunakan pada periode yang lalu dan kertas kerja yang berkaitan
dengan program tersebut. Dalam situasi demikian, startegi awal audit biasanya
ditetapkan auditor berdasarkan asumsi bahwqa tingkat risiko dan program audit
untuk pengujian substantif yang digunakan pada periode yang lalu akan tepat
digunakan pada periode berjalan. Oleh karena itu, program audit untuk penugasan
tahun berjalan seringkali disusun sebelum auditor menyelesaikan kegiatan
mempelajari dan menilai struktur pengendalian intern.

F. PERTIMBANGAN KHUSUS DALAM PERANCANGAN PENGUJIAN


SUBSTANTIF
(1)

REKENING-REKENING LABA RUGI


Secara tradisional pengujian detil saldo rekening lebih difokuskan pada
rekening-rekening laporan keuangan yang disajikan dalam neraca (rekening riil)
dibandingkan dengan rekening-rekening laba rugi (rekening nominal). Pendekatan
ini efisien dan logis karena setiap rekening laba rugi pasti akan terkait dengan satu
atau lebih rekening neraca. Semua kategori asersi berlaku pula pada rekeningrekening laba-rugi, kecuali asersi hak dan kewajiban. Sehubungan dengan adanya
keterkaitan ini, maka apabila dibandingkan dengan pengujian substantif untuk
rekening-rekening neraca, pengujian atas rekening-rekening laba rugi lebih
ditekankan pada prosedur analitis dan kurang pada pengujian detil.
Prosedur Analitis untuk Rekening-Rekening Laba Rugi
Prosedur analitis bisa menjadi alat audit yang sangat ampuh dalam
mendapatkan bukti tentang saldo-saldo rekening laba rugi. Jenis pengujian
substantif ini bisa digunakan secara langsung atau tidak langsung. Pengujian
langsung terjadi apabila sebuah rekening pendapatan atau rekening biaya
dibandingkan dengan data yang relevan untuk menentukan kewajaran saldonya.
Pengujian tak langsung terjadi apabila bukti mengenai saldo laba rugi berasal dari
hasil prosedur analitis yang diterapkan pada pengujian saldo neraca yang
berkaitan. Dalam keadaan tertentu auditor bisa memilih untuk menggunakan
prosedur analitis hanya sebagai pengujian langsung atas beberapa saldo rekening
laba rugi.
Pengujian Detil untuk Rekening-rekening Laba Rugi
Apabila bukti yang diperoleh dari prosedur analitis dan dari pengujian
detil atas rekening neraca yang berkaitan tidak mengurangi risiko deteksi pada
tingkat rendah yang dapat diterima, maka diperlukan pengujian detil langsung atas
asersi-asersi yang berhubungan dengan rekening laba rugi. Hal ini terjadi apabila :
Risiko bawaan tinggi

Risiko pengendalian tinggi


Prosedur analitis menunjukkan adanya hubungan tidak biasa dan fluktuasi tak
diharapkan
Rekening memerlukan analisis.
(2)

REKENING-REKENING YANG BERKAITAN DENGAN ESTIMASI


AKUNTANSI
Estimasi akuntansi adalah perkiraan mengenai suatu elemen laporan
keuangan, pos, atau rekening yang terjadi bila tidak bisa diukur secara pasti.
Estimasi akuntansi mempunyai pengaruh signifikan terhadap laporan keuangan
perusahaan. PSA No. 37, Audit atas Estimasi Akuntansi (SA 342.07) menyatakan
bahwa tujuan auditor dalam mengevaluasi estimasi akuntansi adalah untuk
memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk memberikan keyakinan
memadai bahwa semua estimasi akuntansi yang material bagi laporan keuangan
telah ditetapkan; estimasi akuntansi tersebut masuk akal dalam kondisi yang
bersangkutan; estimasi akuntansi disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku dan diungkapkan secara memadai.
Struktur pengendalian intern perusahaan bisa mengurangi kemungkinan
terjadinya salah saji material yang berasal dari estimasi akuntansi dan oleh
karenanya mengurangi luasnya pengujian substantif.

(3)

REKENING-REKENING BERKAITAN DENGAN TRANSAKSI DENGAN


PIHAK YANG MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWA
Auditor harus mengidentifikasi transaksi dengan pihak yang memiliki
hubungan istimewa, dalam rangka membuat perencaaan audit. Tujuan auditor
dalam pengauditan atas transaksi-transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak
yang memiliki hubungan istimewa adalah untuk mendapatkan bukti mengenai
tujuan, sifat dan luasnya transaksi iniserta dampaknya terhadap laporan keuangan.
Dalam melakukan audit atas transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki
hubungan istimewa, auditor tidak diharapkan untuk menentukan apakah suatu
transaksi tertentu akan terjadi, seandainya pihak-pihak yang bersangkutan tidak

memiliki hubugan yang istimewa, dan berapa harga pertukaran dan termin yang
seajarnya digunakan. Tujuan auditor dalam hal ini adalah menentukan substansi
transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dan pengaruhnya
terhadap laporan keuangan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Penaksiran risiko pengendalian adalah proses evaluasi efektivitas desain


dan operasi kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern. Berbagai
pengujian pengendalian yang dapat dipilih oleh auditor dalam pelaksanaan
auditnya antara lain:
1. Pengujian Pengendalian Bersamaan (Current test of control) yang terdiri
dari prosedur pemerolehan pemahaman atas struktur pengendalian intern

2. Pengujian Pengendalian yang Direncanakan. yang tujuannya yakni untuk


menentukan taksiran awal risiko pengendalian moderat atau rendah sesuai
dengan tingkat pengujian substantif yang direncanakan.
3. Pengujian Pengendalian Tambahan, yang merupakan pengujian yang
dilaksanakan oleh auditor jika berdasarkan hasil pengujian pengendalian
bersamaan yang memperlihatkan pengendalian intern yang efektif.
4. Pengujian dengan tujuan ganda yang merupakan pengujian yang didesain
sedemikian rupa sehingga auditor dapat mengumpulkan bukti tentang
efektivitas struktur pengendalan intern.

Adapun Kerangka umum pengembangan program audit untk pengujian


substantive adalah sebagai berikut: Tentukan Prosedur Awal Audit, Tentukan
prosedur analitik yang perlu dilaksanakan, Tentukan pengujian terhadap transaksi
rinci dan Tentukan pengujian terhadap akun rinci.

B. SARAN
Setelah mengetahui Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan
dapat mendeteksi salah saji material yang ada dalam suatu asersi untuk itu
disarankan untuk setiap perusahaan agar selalu mempertimbangkan resiko deteksi
ini dalam setiap pengambilan keputusan penting perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Puradireja, Kanaka dan Mulyadi. Auditing, Edisi 5, Cetakan ke 1. Jakarta:


Penerbit Salemba Empat, 1997.
Halim, Abdul MBA. Akuntansi, Edisi 2. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2001.

Anda mungkin juga menyukai