Anda di halaman 1dari 12

DESKRIPSI MATERI

PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT

Dosen Pengampu: Sofyan Helmi Purba,SE,M.Ak

PENGANTAR

Prosedur Audit merupakan teknik yang harus dijalankan oleh auditor, dalam pelaksanaan
pekerjaan harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, sedangkan untuk Dokumentasi
Audit merupakan suatu hal yang wajib di persiapkan oleh auditor sebagai bukti dari hasil
pemeriksaan.
.

TUJUAN PERKULIAHAN

Setelah mempelajari materi perkuliahan, mahasiswa mampu:


 Menjelaskan bagaimana teknik dalam pengujian subtantif
 Menjelaskan bagaimana pengujian analisis
 Menjalskan bagaimana menentukan program audit atas pengujian subtantif
 Menjalaskan bagiaman cara dalam mendokumentasikan audit

DESKRIPSI MATERI :

1. Perancangan Pengujian Subtantif

Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang

memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pengujian substantif

menyediakan bukti mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan.

Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan:Menurut Arrens dan Loebbecke

yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf (2003), “bukti audit adalah segala informasi
yang digunakan oleh auditor dalam menentukan kesesuian informasi yang sedang diaudit

dengan kriteria yang ditetapkan.”

a. sifat pengujian

b. waktu pengujian

c. dan luas pengujian substantif yang perlu untuk memenuhi tingkat risiko deteksi

yang dapat diterima untuk setiap asersi.

2. Jenis Prosedur Subtantif

a. Pengujian Detail Saldo

Metodologi yang digunakan oleh auditor untuk merancang pengujian detail saldo

akun beorientasi pada tujuan spesifik audit. Pengujian detail saldo akun yang

direncanakan harus memadai untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit dengan

memuaskan.

Metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat tahapan, yaitu:

1. Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.

2. Menetapkan risiko pengendalian.

3. Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis.

4. Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit

secara memuaskan.
Metodologi yang digunakan untuk merancang pengujian detail saldo

tersebut, adalah sama untuk setiap akun dalam laporan keuangan. Perancangan

pengujian detail saldo pada umumnya merupakan bagian yang paling sulit

dilakukan. Hal ini disebabkan perancangan pengujian detail saldo memerlukan

pertimbangan profesional yang tinggi.

Bila diantara risiko deteksi yang ditentukan dihubungkan dengan pengujian

rinci saldo yang akan dilakukan maka akan jelas terlihat bahwa semakin rendah

tingkat risiko, semakin rinci dan teliti tindakan yang akan diambil.

b. Pengujian Detail Transaksi

Pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan:

1. Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien.

2. Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi tersebut dalam jurnal.

3. Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku besar

dan buku pembantu.

Apabila auditor mempunyai keyakinan bahwa transaksi tersebut telah

dicatat dan diposting secara tepat, maka auditor dapat meyakini bahwa saldo total

buku besar adalah benar.

Pengujian detail transaksi terutama dilakukan dengan tracing dan

vouching. Pada pengujian detail transaksi ini, auditor mengarahkan pengujiannya


untuk memperoleh temuan mengenai ada tidaknya kesalahan yang bersifat

moneter. Auditor tidak mengarahkan pengujian detail transaksi ini untuk

memperoleh temuan tentang penyimpangan atas kebijakan dan prosedur

pengendalian.

Pada pengujian detail transaksi ini, auditor menggunakan bukti yang

diperoleh untuk mencapai suatu kesimpulan mengenai kewajaran saldo akun.

Auditor biasanya menggunakan dokumen yang tersedia pada file klien dalam

pengujian ini. Efektivitas pengujian detail transaksi tergantung pada prosedur dan

dokumen yang digunakan.

Pengujian detail transaksi pada umumnya lebih banyak menyita waktu

daripada prosedur analitis. Oleh karena itu, pengujian ini lebih banyak

membutuhkan biaya daripada prosedur analitis. Meskipun demikian, pengujian

detail transaksi lebih sedikit membutuhkan biaya daripada pengujian detail saldo.

3. Prosedur Analisis

Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio

yang dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang

dikembangkan oleh auditor. Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses

audit dan terdiri dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan

mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data

keuangan lainnya, atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur analitik

mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga model yang rumit yang

mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data.


Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk

akal di antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi

yang sebaliknya. Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam

hubungan ini mencakup antara lain, peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan

akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji.

Pemahaman hubungan keuangan adalah penting dalam merencanakan dan

mengevaluasi hasil prosedur analitik, dan secara umum juga menuntut dimilikinya

pengetahuan tentang klien dan industri yang menjadi tempat usaha klien. Pemahaman

atas tujuan prosedur analitik dan keterbatasannya juga penting. Oleh karena itu,

identifikasi hubungan dan jenis data yang digunakan, serta kesimpulan yang diambil

apabila membandingkan jumlah yang tercatat dengan yang diharapkan, membutuhkan

pertimbangan auditor.

Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur

audit lainnya.

b. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu

yang berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi.

c. Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir

audit.
Auditor mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari

pengujian substantif untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang

mana, atau kombinasi prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan

tersebut. Untuk asersi tertentu, prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat

keyakinan memadai. Namun, pada asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif

atau seefisien pengujian rinci dalam memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan.

Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam

mengidentifikasikan kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain:

a. Sifat asersi.

b. Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan.

c. Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan

harapan.

d. Ketepatan harapan.

4. Prosedur Analitik dalam Perencanaan Audit

Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam

perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk memperoleh

bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik

perencanaan audit harus ditujukan untuk:


a. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa

yang terjadi sejak tanggal audit terakhir dan,

b. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang

bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk

mengidentifikasikan hal seperti adanya transaksi dan peristiwa yang tidak

biasa, dan jumlah, rasio serta trend yang dapat menunjukkan masalah yang

berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan audit.

Prosedur analitik yang diterapkan dalam perencanaan audit umumnya

menggunakan data gabungan yang digunakan untuk pengambilan keputusan di tingkat

atas. Lebih lanjut kecanggihan, lingkup, dan saat audit, yang didasarkan atas

pertimbangan auditor dapat berbeda tergantung atas ukuran dan kerumitan klien. Untuk

beberapa entitas, prosedur analitik dapat terdiri dari review atas perubahan saldo akun

tahun sebelumnya dengan tahun berjalan, dengan menggunakan buku besar atau daftar

saldo (trial balance) tahap awal yang belum disesuaikan. Sebaliknya, untuk entitas yang

lain, prosedur analitik mungkin meliputi analisis lapotan keuangan triwulan yang

ekstensif.

5. Program Audit Substantif

Program audit adalah dokumen yang memuat pernyataan tujuan audit dan rencana

langkah-langkah audit (biasanya dalam bentuk kalimat perintah) untuk mencapai tujuan

audit tersebut. Contoh tujuan audit: untuk mengetahui keberadaan barang inventaris.
Langkah auditnya: Lakukan inventarisasi fisik (stock opname) barang inventaris, hasilnya

dituangkan dalam berita acara.

Penyusunan program audit dilakukan pada tahap persiapan dalam rangka

pengujian dan pengendalian dan pada tahap audit pendahuluan dalam rangka pengujian

transaksi atau saldo-saldo atau pengembangan temuan, sehingga dengan demikian

program audit dapat dikelompokkan menjadi:

 Program audit untuk pengujian pengendalian, yaitu program audit untuk

menguji pengendalian intern (internal control) yang dijalankan manajemen

terkait dengan informasi/kegiatan yang akan diaudit.

 Program audit untuk pengujian substantif (substative test). Secara sederhana

program audit ini dapat dijelaskan sebagai rencana kerja untuk menguji

kesesuaian informasi yang diuji dengan data pendukungnya.

Pada audit keuangan, program audit untuk pengujian substantif dan pengujian

pengendalian dapat disusun sekaligus, terutama karena standar penyajian pos-pos laporan

keuangan sudah baku sifatnya. Tetapi pada audit operasional dan audit kepatuhan,

program audit substantif biasanya baru bisa dibuat setelah pengujian pengendalian selesai

dilaksanakan, yaitu setelah auditor mengetahui kelemahan pengendalian/temuan

sementara yang perlu diperdalam.


Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif, yaitu:

1. Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan terkait dengan kinerja tugas

mereka.

2. Pengamatan atau observasi terhadap personel dalam melaksanakan tugas.

3. Menginspeksi dokumen dan catatan.

4. Melakukan penghitungan kembali atau reperforming.

5. Konfirmasi.

6. Analisis.

7. Tracing atau pengusutan.

8. Vouching atau penelusuran.

6. Dokumentasi Audit (Kertas Kerja Audit)

a) Fungsi dan Sifat Kertas Kerja

Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor tentang

prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang

diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya. Contoh kertas

kerja adalah program audit, analisis, memorandum, surat konfirmasi, representasi,

ikhtisar dari dokumen-dokumen perusahaan, dan daftar atau komentar yang dibuat atau

diperoleh auditor. Kertas kerja dapat pula berupa data yang disimpan dalam pita

magnetik, film, atau media yang lain.


Auditor harus membuat dan memelihara kertas kerja, yang isi maupun bentuknya

harus didesain untuk memenuhi keadaan-keadaan yang dihadapinya dalam perikatan

tertentu. Informasi yang tercantum dalam kertas kerja merupakan catatan utama

pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh auditor dan simpulan-simpulan yang dibuatnya

mengenai masalah-masalah yang signifikan.

Kertas kerja terutama berfungsi untuk:

1. Menyediakan penunjang utama bagi laporan auditor, termasuk representasi

tentang pengamatan atas standar pekerjaan lapangan, yang tersirat

ditunjukkan dalam laporan auditor dengan disebutkannya frasa “berdasarkan

standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia”.

2. Membantu auditor dalam pelaksanaan dan supervisi audit.

Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor mengenai kuantitas, bentuk,

dan isi kerta kerja untuk perikatan tertentu mencakup:

1. Sifat perikatan auditor.

2. Sifat laporan auditor.

3. Sifat laporan keuangan, daftar, dan keterangan yang perlu bagi auditor dalam

pembuatan laporan.

4. Sifat dan kondisi catatan clien.

5. Tingkat risiko pengendalian taksiran.

6. Kebutuhan dalam keadaan tertentu untuk mengadakan supervisi dan review

atas pekerjaan yang dilakukan para asisten.


b) Isi Kertas Kerja

Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh

auditor, namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan

laporan keuangan atau informasi lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan

yang dapat diterapkan telah diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang

memperlihatkan:

1. Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menujukan

diamatinya standar pekerjaan lapangan yang pertama.

2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk

merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang

telah dilakukan.

3. Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan

pengujian yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup

sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan

auditan, yang menujukan diamatinya standar pekerjaan lapangan ketiga.

c) Kepemilikan Dan Penyimpanan Kertas Kerja

Kertas kerja adalah milik auditor. Namun hak dan kepemilikan atas kertas kerja

masih tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan

Publik yang berkaitan dengan hubungan yang bersifat rahasia dengan klien. Seringkali

kertas kerja tertentu auditor dapat berfungsi sebagai sumber acuan bagi kliennya, namun

kertas kerja harus tidak dipandang sebagai bagian dari, atau sebagai pengganti terhadap,

catatan akuntansi klien. Auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga
keamanan kertas kerja dan harus menyimpannya dalam periode yang dapat memenuhi

kebutuhan praktiknya dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku mengenai

penyimpan dokumen.

Anda mungkin juga menyukai