Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
KELAS 4G
AKUNTANSI PROGRAM S1
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Auditor sangat dituntut akan kemampuannya memberikan jasa yang
terbaik dalam setiap pengauditan, dan sesuai dengan yang dibutuhkan serta
diperintahkan oleh pimpinan tertinggi instansi atau badan. Agar audit dapat
bermanfaat bagi para pemakainya, auditor independen memiliki tanggung jawab
untuk menghasilkan pendapat yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan
dan memiliki obyektivitas yang tinggi. Oleh karena itu sebelum menjalankan
proses audit, tentu saja proses audit harus direncakan terlebih dahulu.
Salah satu tahap audit ialah perencanaan (audit planning). Perencanaan
audit adalah suatu tahapan yang terperinci, yang menyangkut prosedur dan
rencana auditor yang akan digunakan dalam pelaksanaan suatu audit. Tujuan
audit, jadwal kerja audit, dan staf yang akan diikutsertakan dalam proses audit,
harus diterangkan secara jelas dalam perencanaan audit. Tujuan audit
planning ialah untuk menentukan pada area mana, bagaimana, kapan serta oleh
siapa (anggota tim yang mana) audit akan dilakukan. Langkah penting
dalam audit planningmengidentifikasikan faktor risiko. Untuk itu auditor
menyiapkan rencana kerja audit (audit program) mengenai batas, jadwal, dan
prosedur untuk mencapai sasaran audit. Setelah audit program disusun dan team
auditor telah dibentuk, selanjutnya para anggota team harus melakukan
pengenalan terhadap sistem yang akan diaudit.
Oleh karena itu, penulis akan membahas mengenai langkah kedelapan
yang merupakan langkah terakhir dalam fase perencanaan audit. Langkah yang
paling penting ini karena akan menentukan keseluruhan program audit yang akan
diikuti oleh auditor, termasuk semua prosedur audit, ukuran sampel, unsure-unsur
yang dipilih serta waktunya. Pentingnya membuat keputusan yang tepat dalam
membentuk perencanaan audit secara keseluruhan dan mengembangkan suatu
program audit yang terperinci dengan mempertimbangkan efektivitas bukti
maupun efisiensi audit. Dimana keseluruhan perencanaan audit didiskusikan yang
berarti memilih gabungan dari kelima jenis pengujian yang akan menghasilkan
audit yang efektif dan efisien. ini mencakup pembahasan mengenai kelebihan dan
kekurangan dari setiap jenis pengujian, termasuk pertimbangan biaya dari setiap
jenis pengujian tersebut. Setelah memutuskan gabungan jenis pengujian yang
paling menghemat biaya, auditor akan merancang program audit secara terperinci.
1.3 Tujuan
Tujuan penulis membuat paper ini adalah untuk :
1. Mengetahui jenis-jenis pengujian.
2. Mengetahui bagaimana memilih jenis pengujian yang tepat untuk dilakukan.
3. Mengetahui bagaimana dampak teknologi informasi terhadap pengujian audit.
4. Mengetahui apa itu bukti gabungan.
5. Mengetahui bagaimana merancang program audit.
6. Mengetahui bagaimana hubungan tujuan audit terkait transaksi dengan tujuan
audit terkait saldo serta tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jenis-Jenis Pengujian
Dalam mengembangkan rencana audit keseluruhan, auditor menggunakan
lima jenis pengujian untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan
secara wajar. Pengujian pengendalian dilakukan untuk mendukung pengurangan
pengukuran risiko pengendalian, sementara auditor menggunakan prosedur
analitis dan pengujian terperinci saldo untuk memenuhi risiko deteksi. Pengujian
substantif transaksi memengaruhi risiko pengendalian maupun risiko deteksi yang
direncanakan, karena mereka menguji efektivitas pengendalian internal serta
jumlah nominal transaksi.
a. Prosedur Pengukuran Risiko
Prosedur pengukuran risiko dilakukan untuk menilai risiko salah saji
material dalam laporan keuangan. Auditor melakukan pengujian pengendalian,
pengujian substantif transaksi, prosedur analitis, serta pengujian atas perincian
saldo dalam melakuan penilaian terhadap salah saji material sebagaimana
diharuskan dalam PSA 26 (SA 350). Gabungan dari keempat jenis prosedur
audit lanjutan ini akan memberikan dasar bagi opini auditor.
Bagian terbesar dari prosedur pengukuran risiko dilakukan untuk
mendapatkan suatu pemahaman atas pengendalian internal, serta digunakan
untuk mengukur risiko pengendalian untuk setiap tujuan audit terkait
transaksi.
b. Pengujian Pengendalian
Pemahaman auditor terhadap pengendalian internal digunakan untuk
mengukur risiko pengendalian untuk setiap tujuan audit transaksi. Untuk
mendapatkan bukti yang tepat dan mencukupi untuk mendukung pengukuran
tersebut, auditor melakukan pengujian pengendalian. Pengujian pengendalian,
baik secara manual dan otomatis, dapat mencakup jenis bukti berikut ini :
Melakukan tanya jawab yang memadai dengan personel klien.
Memeriksa dokumen, catatan dan laporan.
Mengamati aktivitas terkait pengendalian.
Mengerjakan ulang prosedur-prosedur klien.
Auditor melakukan penelusuran system sebagai bagian dari prosedur
untuk mendapatkan pemahaman sebagai upaya membantunya dal menentukan
apakah pengendalian sudah diterapkan. Penelusuran biasanya diterapkan pada
satu atau beberapa transaksi dan mengikuti transaksi tersebut disepanjang
pemrosesannya. Pengujian pengendalian juga digunakan untuk menentukan
apakah penggunaaan pengendalian tersebut telah efektif dan biasanya
digunakan untuk menguji sebuah sampel transaksi. Prosedur yang dilakukan
untuk mendapakan pemahaman ats pengendalian internal biasanya tidak
memberikan bukti tepat yang memadai untuk mendukung bahwa pengendalian
telah berjalann efektif. Jumlah bukti tambahan yang diharuskan untuk menguji
pengendalian bergantung pada dua hal berikut :
1. Keluasan bukti yang didapatkan dalam memperoleh pemahaman atas
pengendalian internal.
2. Pengurangan risiko pengendalian yang direncanakan.
Salah satu cara dimana auditor dapat membuktikan pencatatan
transaksi adalah dengan melakukan pengujian pengendalian. Jika pengendalian
telah diterapkan dalam transaksi penjualan dan penerimaaan kas, auditor dapat
melakuakn pengujian pengandalaian untuk menentukan apakah keenam tujuan
audit terkait transaksi untuk sikls tersebut telah terpenuhi.
c. Pengujian Substantif Transaksi
Pengujian substantive merupakan prosedur yang dirancang untuk
menguji salah saji rupiah yang secara langsung berpengaruh pada ketepatan
saldo laporan keuangan. Auditor mengandalkan tiga jenis pengujian substantif.
Ketiga jenis itu adalah pengujian substantif transaksi, prosedur analitis
substantif, serta pengujian terperinci saldo.
Pengujian substantif transaksi digunakan untuk menentukan apakah
keenam tujuan audit terkait transaksi telah terpenuhi untuk setiap kelompok
transaksi. Pengujian pengendalian maupun pengujian substantif transaksi
dilakukan untuk transaksi-transaksi dalam siklus tersebut, bukan di saldo akhir
akun-akunnya. Auditor memverifikasi pencatatan dan pengikhtisaran transaksi
penjualan dan penerimaan kas dengan melakukan pengujian substantif
transaksi. Auditor dapat melakukan pengujian pengendalian secaar terpisah
dari semua pengujian lainnya, namun sering kali lebi efisien untuk melakukan
bersamaan dengan pengujian substantif transaksi.
d. Prosedur Analitis
Prosedur analitis melibatkan perbandingan-perbandingan jumlah yang
tercatat dengan ekspektasi yang dikembangkan oleh auditor. Standar audit
mengharuskan prosedur analitis dilakukan selama perencanaan dan penyesaaln
audit. Prosedur analitis juga dapat dilakukan untuk mengaudit saldo akun. Dua
tujuan utama dari prosedur analitis dalam mengaudit saldo akun adalah untuk :
Menandai adanya kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan.
Memberikan bukti substantif.
Prosedur analitis yang dilakukan selama tahap perencanaan audit
biasanya berbeda dari yang dilakukan dalam tahap pengujian. Standar audit
menyatakan bahwa prosedur analitis merupakan salah satu jenis pengujian
substantif ketika dilakukan untuk memberikan bukti mengenai suatu saldo
akhir akun.
e. Pengujian Terperinci Saldo
Pengujian terperinci saldo memfokuskan pada saldo akhir buku besar
baik untuk akun-akun neraca maupun laba rugi. Penekanan utama dalam
sebagian besar pengujian atas perincian saldo adalah pada neraca. Pengujian
saldo akhir sangat penting karena bukti yang biasanya didapatkan dari suatu
sumber yang independen dipandang sangat dipercaya. Seperti halnya untuk
transaksi, pengujian auditor atas perincian saldo juga harus memenuhi semua
tujuan audit terkait saldo untuk setiap akun-akun neraca yang signifikan.
Pengujian terperinci saldo membantu menciptakan ketepatan moneter akun-
akun yang tekait, sehingga merupakan pengujian substantif.
f. Ikhtiar Jenis-Jenis Pengujian
Pengujian pengendalian membantu auditor dalam mengevaluasi
apakah pengendalian terhadap transaksi dalam siklus tersebut telah cukup
efektif untuk mendukung pengurangan penilaian risiko pengendalian, sehingga
memungkinkan pengurangan pengujian substantif. Pengendalian pengujian
juga membentuk dasar laporan auditor atas pengendalian internal terhadap
laporan keuangan untuk klien-klien yang merupakan perusahaan publik.
Pengujian substantif transaksi digunakan untuk memverifikasi transakasi yang
dicatat dalam jurnal dan dipindahbukukan ke dalam buku besar. Prosedur
analitis menekankan pada keyakinan keseluruhan atas transaksi-transaksi dan
saldo-saldo buku besar. Pengujian atas perincian saldo menekankan pada saldo
akhir dalam buku besar.
Dengan menggabungkan jenis pengujian audit, auditor mendapatkan
keyakinan keseluruhan yang lebih tinggi untuk transaksi dan akun dalam siklus
enjualan dan penagihan dibandingkan dengan keyakinan yang didapatkan dari
setiap pengujian lainnya. Untuk meningkatkan keyakinan keseluruhan pada
suatu siklus, auditor dapat meningkatkan keyakinan yang didapatkan dari
setiap pengujian lainnya.
3.2 Saran
Dengan membaca paper ini, pembaca diharapkan agar dapat menambah
pengetahuan dan wawasan berkaitan dengan keseluruhan perencanaan dan
program audit. Selain itu, dalam hal ini ditekankan kepada pembaca agar lebih
bisa memahami bagaimana pentingnya keseluruhan perencanaan auditing dan
program-program audit yang ada.
DAFTAR PUSTAKA