Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KLINIK

ENZIM KATALASE
SENIN, 24 OKTOBER 2022

M. ARIEF FARID RICHARD FERGIAN


2107101010081
A-06

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep radikal bebas, respon enzim katalase terhadap
radikal bebas, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim katalase.

Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan kerja enzim katalase pada variasi pH dan suhu

Tabung Prosedur Hasil Pengamatan Rujukan

Gelembung Gas Nyala Api Gelembung Gas Nyala Api

A Hati ayam + H2O2 - - +++++ ++++

B Hati ayam + HCl + - - + -


H2O2

C Hati ayam + NaOH - - ++ +


+ H2O2

D Hati ayam + H2O2 - - - -


dalam air panas
(58℃)

E Hati ayam + H2O2 - - +++ ++


dalam es batu
(0,2℃)

Tabel 2. Data Superoxide dismutase (SOD) via UniProt

Superoxide Dismutase (SOD) Gambar

Lokasi Sitoplasma, mitokondria, nukleus


Seluler

Interaksi 1. SOD2 (Superoxide dismutase [Mn]):


Menghancurkan radikal anion superoksida yang
normalnya diproduksi dalam sel dan bersifat toksik
dalam sistem.
2. CCS (Copper chaperone for superoxide dismutase)
3. CAT (Catalase): Melindungi sel dari toksisitas H2O2,
mendukung pertumbuhan sel T, sel B, sel myeloid
leukemia, sel melanoma, sel mastositoma, sel normal
& fibroblast yang bertransformasi.
4. VDAC1 (Voltage-dependent anion-selective
channel protein 1): Membentuk kanal melalui
membran luar mitokondria untuk difusi molekul-
molekul hidrofilik kecil dan melalui membran
plasma untuk regulasi volume sel dan mekanisme
apoptosis.
5. GPX1 (Glutathione peroxidase 1): Melindungi
hemoglobin dari penguraian oksidatif
6. KARS (Lysine; tRNA ligase): Mengkatalisis
penempelan asam amino tertentu juga sebagai
molekul persinyalan yang menginduksi respon imun
melalui aktivasi monosit/makrofag.
7. HSPA4 (Heat shock protein family A member 4)
8. GPX7 (Glutathione peroxidase 7): Melindungi
epitel esofagus dari oxidative stress yang diinduksi
hidrogen peroksida.
9. PARK7 (Protein/nucleic acid deglycase DJ-1)
10.GPX3 (Glutathione peroxidase 3): Melindungi sel
dan enzim dari kerusakan oksidatif melalui katalisis
reduksi H2O2, lipid peroksida, dan hidroperoksida
organik.

Penyakit 1. Amyotrophic lateral sclerosis 1 (ALS1): Kelainan


Terkait neurodegeneratif yang memengaruhi UMN (upper
motor neuron) pada otak dan LMN (lower motor
neuron) pada batang otak serta korda spinalis yang
berujung pada paralisis.
2. Spastic tetraplegia and axial hypotonia, progressive
(STAHP): Kelainan resesif autosom yang
menyebabkan hilangnya kemampuan motorik juga
dapat berpengaruh pada perkembangan kognitif.

Tabel 3. Data Katalase via UniProt

Katalase Gambar

Lokasi Peroksisom
Seluler

Interaksi 1. PEX5: Berikatan dengan C-terminal PTS1.


2. SOD1: Menghancurkan radikal yang
mengakibatkan toksisitas pada sistem biologi.
3. SOD2: Menghancurkan anion superoksida rasikal
yang normalnya dihasilkan oleh sel.
4. SCP2: Memediasi secara in-vitro transfer fosfolipid,
kolestrol, dan gangliosida antar membran.
5. ACOX1: Mengkatalisis desaturasi dari Acyl-CoA
menjadi 2-trans-enoyl-CoA
6. SOD3: Proteksi ruang ekstrasel dari efek toksik
yang reaktif terhadap oksigen dengan mengubah
superoksida radikal menjadi hidrogen peroksida dan
oksigen.
7. FOXO3: Aktivator transkripsional yang memicu
terjadinya apopotosis saat tidak adanya faktor
pertahanan, termasuk kematian sel neuron yang
diakibatkan stress oksidatif.
8. ACOX2: Mengoksidasi ester KoA dari asam
empedu.
9. HAO1; HSD17B4

Penyakit 1. Acatalasemia (ACATLAS): Kelainan yang ditandai


Terkait dengan hilangnya sebagian atau seluruh aktivitas
katalase pada sel darah merah dan merupakan
penyakit turunan yang bersifat autosom resesif.

Tabel 4. Data Glutation Peroksidase via UniProt

Glutation Peroksidase Gambar

Lokasi Sitoplasma
Seluler

Interaksi 1. GSR (Glutathione reductase): Mempertahankan


tingkat glutation tereduksi yang tinggi di sitosol.
2. SOD1, SOD2, SOD3 (Superoxide dismutase)
3. CAT (Catalase)
4. GSS (Glutathione synthetase)
5. SELENBP1 (Selenium-binding protein 1): Terlibat
dalam penginderaan xenobiotik reaktif.
6. ALOX5 (Arachidonate 5-lipoxygenase):
Mengkatalisis langkah pertama pada biosintesis
leukotrien.
7. PPARGC1A (Peroxisome proliferator-activated
receptor gamma coactivator 1-alpha)
8. TXNRD1 (Thioredoxin reductase 1): Menginduksi
polimerisasi aktin dan tubulin yang pengarah pada
pembentukan tonjolan membran sel.

Penyakit Defisiensi glutation peroksidase: Kelainan autosom


Terkait resesif yang berhubungan dengan anemia defisiensi dan
anemia heinz body.
BAB II
LANDASAN TEORI

Radikal bebas yang reaktif terhadap oksigen juga nitrogen dibentuk oleh sistem-sistem
endogen tubuh manusia yang terpapar pada kondisi fisik dan kimiawi serta kondisi patologis
yang berbeda. Berlangsungnya fungsi fisiologis yang normal bergantung pada jumlah dan
keberadaan radikal bebas, yang mana kadarnya harus seimbang dengan jumlah antioksidan.
Jumlah radikal bebas yang berlebih akan mengakibatkan kondisi yang disebut sebagai
oxidative stress sehingga mengubah lipid, protein, juga DNA yang dapat berujung pada
manifestasi penyakit. Radikal bebas sendiri dapat diartikan sebagai spesi molekul yang dalam
strukturkimiawinya memiliki elektron tak berpasangan pada orbit atomnya yang membuatnya
menjadi tidak stabil dan sangat reaktif, yang bisa menerima maupun memberikanelektronnya.
Radikal-radikal bebas yang berperan besar dalam kebanyakan penyakit adalah radikal
hidroksil, anion superoksida, hidrogen peroksida, oxygen singlet, hipoklorit, nitrit oksida, dan
peroksinitrit. Radikal bebas dapat terbentuk melalui reaksi enzimatik seperti padarantai sistem
pernafasan, fagositosis, sintesis prostaglandin, dan sistem sitokrom P-450 ataupun melalui
reaksi nonenzimatik yang diawali reaksi ionisasi. Beberapa sumber internal untuk
pembentukkan radikal bebas adalah mitokondria, xantin oksidase, peroksisom, inflamasi,
fagositosis, jalur arakidonat, aktivitas olahraga, iskemia/cedera reperfusi, sedangkan sumber
eksternalnya adalah dari merokok, polutan, radiasi, obat-obat tertentu, pestisida, hingga ozon.
Dua penyakit paling mematikan yang banyak jumlah kasusnya akibat radikal bebas adalah
kanker dan aterosklerosis (Patil et al. 2010).

Antioksidan merupakan zat yang dapat mengurangi oxidative stress akibat radikal
bebas yang dapat menginduksi karsinogenesis. Salah satu contoh antioksidan adalah B-karoten
yang memiliki kemampuan protektif terhadap penginduksi karsinogenesis seperti sinar UV.
Efek antikarsinogenik dari antioksidan ini juga dapat dibentuk dari proses alterasi efek
metabolisme karsinogen pada hati. Adanya vitamin seperti vitamin C juga dapat memberikan
efek antioksidan, serta vitamin E yang dapat menghambat karsinogenesis melalui stimulasi
sistem imun dengan peningkatan perlindungan humoral, produksi TNF limfosit, inhibisi
mutagenesis, perbaikan membran DNA, dan lainnya. Enzim katalase merupakan salah satu
antioksidan yang saat terekspos dengan oksigen akan mengkatalisis dekomposisi H2O2 menjadi
air dan oksigen (Patil et al. 2010).
Bahaya atau kerusakan yang mungkin ditimbulkan oleh spesi radikal bebas pada tubuh
dinetralkan oleh antioksidan seperti enzim katalase, superoksida dismutase, dan peroksidase.
Superoksida dismutase dan katalase merupakan kompleks antioksidan yangdigunakan pada
terapi cedera oksidatif seperti cedera oksidatif reperfusi iskemia myokardium. Kebanyakan
katalase merupakan homotetramer yang masing-masing memiliki heme besi dan tetramer
dengan berat molekul yang berkisar antara 225.000 - 270.000 Da. Enzim ini dimiliki oleh
semua organisme aerobik. Uji aktivitas enzim katalase kerap dilakukan untuk mengetahui pH
optimal beserta pengaruh temperatur terhadap kerja enzim pada manusia yang kisarannya sama
dengan kerja enzim pada ayam, sapi, juga kuda. Diperoleh pH yang optimum adalah 7,5 dengan
temperatur 30°C (Ciftci et al. 2007).

Katalase adalah zat asam lemah yang mana akivitas katalitiknya merupakan fungsi dari
anion enzim tersebut. Pada keadaan pH yang kurang dari 5 atau sangat asam, enzim akan
mengalami inaktivasi yang cepat. Adanya kenaikan suhu juga pH menjadi kondisi yang alkali
dapat merusak aktivitas enzim (Morgulis dkk. 1926). Defisiensi atau malfungsi dari enzim
katalase ini sering dikaitkan dengan patogenesis berbagai penyakit-penyakit degeneratif seperti
diabetes mellitus, hipertensi, anemia, vitiligo, Alzheimer, Parkinson, gangguan bipolar, kanker,
hingga skizofrenia (Yan et al. 2019).
BAB III
ISI

Pada percobaan kerja enzim katalase pada variasi pH dan suhu dilakukan pada lima
kondisiberbeda dalam lima buah tabung, yaitu tabung A sebagai tabung kontrol, tabung B pada
kondisi asam, tabung C pada kondisi basa, tabung D pada kondisi panas, dan tabung E pada
kondisi dingin. Hasil percobaan menunjukkan tidak terbentuknya gelembung gas maupun
nyala api pada kelima tabung, sementara itu, hasil rujukan yang seharusnya dijumpai pada
tabung A adalah nyala api dan gelembung gas yang banyak, sedikit gelembung gas pada tabung
B, sedikit gelembung gas dan nyala api pada tabung C, tidak dijumpainya gelembung gas
maupun nyala api pada tabung D, serta sejumlah gelembung gas dan nyala api pada tabung E.
Dapat dilihat bahwa hanya tabung D yang menunjukkan hasil yang sesuai.

Nilai pH yang optimum adalah 7,5 dengan temperatur 30°C untuk kerja enzim katalase,
yaitu pada kondisi kontrol atau pada tabung A. Kondisi pH yang terlalu asam akan segera
menginaktivasi kerja enzim, seperti hasil yang ditunjukkan pada tabung B. Sementara itu,
peningkatan suhu maupun pH akan menurunkan performansi atau kinerja enzim, sehingga
jumlah gelembung gas yang menandakan adanya air dan nyala api yang menandakan adanya
oksigen pada tabung C dan D tidak sebanyak pada tabung A atau pada kondisi optimum. Suhu
yang terlalu rendah seperti pada tabung E juga dapat merusak kerja enzim. Ketidaksesuaian
hasil percobaan dengan nilai rujukan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti tabung
yang kurang steril sehingga mengganggu kadar pH media maupun ekstrak hati ayam yang
digunakan terkontaminasi oleh zat-zat yang mengganggu keadaan enzim pada hati.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan


bahwasannya nilai pH yang optimum adalah 7,5 dengan suhu 30°C untuk kerja enzim katalase.
Kondisi pH yang terlalu asam akan segera menginaktivasi kerja enzim seperti hasil yang
ditunjukkan pada tabung B. Peningkatan suhu maupun pH seperti pada tabung C dan D akan
menurunkan performansi atau kinerja enzim sehingga jumlah gelembung gas yang
menandakan adanya air dan nyala api yang menandakan adanya oksigen pada tabung tidak
sebanyak pada tabung A atau pada kondisi optimum. Suhu yang terlalu tinggi juga dapat
merusak kerja enzim katalase.
REFERENSI

• Ciftci, M., Ozdemir, H., & Altikat, S. (2007). Purification and Characterization of Catalase
Enzymes from Chicken Liver and Sheep Eryhtrocytes. Asian Journal of Chemistry, 19(5),
3941-3953.
• Patil, A., Phatak, A., & Chandra, N. (2010). Free radicals, antioxidants and functional
foods: Impact on human health. Pharmacognosy reviews, 4(8), 118–126.
• Morgulis, S., Beber, M., & Rabkin, I. (1926). Studies on the effect of temperatures on the
catalase reaction.
• Yan, L. J., Jana, C. K., & Das, N. (2019). Role of Catalase in Oxidative Stress-and Age-
Associated Degenerative Diseases. Oxidative medicine and cellular longevity, 2019,
9613090.

Anda mungkin juga menyukai