Anda di halaman 1dari 32

BANK BIJI

A. Pengertian Bank Biji


Keanekaragaman hayati saat ini sedang menurun di Indonesia dan di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh
tekanan atau perubahan populasi tanaman (dibudidayakan dan liar), peningkatan populasi dan kebutuhan manusia,
program pemuliaan tanaman yang menyebabkan keseragaman genetik, perubahan lahan yang menyebabkan kerusakan
habitat, perubahan iklim, invasi spesies eksotik, dan pemanfaatan yang tidak diatur. Oleh karena itu, diperlukan
berbagai upaya konservasi baik secara ex-situ maupun in-situ untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati tersebut
baik pada tingkat genetik, spesies maupun ekosistem.
Bank biji merupakan metode konservasi ex-situ yang efektif untuk melestarikan keanekaragaman hayati pada
tingkat spesies dan genetik. Bank biji efektif karena murah dan mudah diimplementasikan, tidak memakan banyak
tempat, tetapi dapat melestarikan keanekaragaman hayati pada tingkat genetik dalam waktu yang relatif lama, dan
jumlah keanekaragaman genetik yang dapat dipertahankan relatif besar. Bank biji memainkan peran penting dalam
menghentikan laju kepunahan spesies.
Pusat Konservasi Tanaman Kebun Raya Bogor (PKT KRB) sebagai salah satu lembaga konservasi ex-situ pun
mulai mengadopsi upaya tersebut dengan menyusun tolok ukur konservasi biji koleksi kebun raya pada tahun 2006-
2011. Kegiatan ini bertujuan mengembangkan metode pengecambahan dan penyimpanan biji yang sesuai untuk setiap
jenis tanaman koleksi yang terseleksi, melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan untuk kegiatan pemrosesan,
pengujian dan penyimpanan biji dan memperbaiki sistem pengelolaan bank biji. Pada kesempatan kali ini, kami akan
menjelaskan berbagai kegiatan di bank biji pada Kebun Raya Eka Karya Bali (KREKB) dan Kebun Raya Purwodadi
pada tahun 2015.
B. Kegiatan di Bank Biji
 Bank Biji Kebun Raya Eka Karya Bali (2015)
1. Pengumpulan biji,
Biji yang diproses bank biji ini adalah biji yang dikumpulkan dari tumbuhan koleksi KREKB.
Mengingat tumbuhan koleksi KREKB dominan berusia muda dan produksi buahnya masih rendah, maka yang
menjadi prioritas pengumpulan adalah jenis tumbuhan yang produksi buahnya melimpah dan terutama memiliki
sifat penyimpanan ortodoks (benih tumbuhan yang mampu melakukan pertahanan hidup dalam jangka waktu
yang lama dalam kondisi kering).
Biji idealnya dikumpulkan dari populasi tumbuhan pada saat kadar air, viabilitasnya dan
kemampuannya berkecambah telah maksimum, tetapi di KREKB biji dikumpulkan dari tumbuhan koleksi
setelah melakukan pengamatan terhadap morfologi buah. Buah yang warnanya lebih gelap, daging buahnya
matang, mudah dipetik dari tangkai buah dan ukurannya lebih besar dianggap layak untuk di kumpulkan
bijinya.
2. Ekstraksi biji dan pengukuran kadar air pasca panen
Ekstraksi dilakukan segera setelah biji dikumpulkan. Namun ada pula yang dilakukan beberapa saat
setelahnya, terutama untuk biji yang memerlukan waktu pematangan lebih lanjut maupun memerlukan
perlakuan khusus untuk ekstraksinya.
Pengukuran kadar air biji mulai dilakukan segera setelah ekstraksi. Pengukuran kadar air dilakukan
dengan mengukur berat biji sebelum dan sesudah dioven pada suhu 104℃ selama 18 jam. Pengukuran kadar air
dilakukan kembali sebelum biji ortodoks dikemas dan disimpan dalam suhu dingin, serta setelah biji disimpan
dan akan diuji viabilitasnya.
Pengukuran kadar air pasca panen ini penting bagi bank biji KREKB. Jumlah biji yang dikumpulkan
umumnya tidak memungkinkan untuk pengujian kadar air secara rutin, sehingga kadar air dan massa biji
menjadi salah satu acuan dalam menentukan perilaku simpan.
3. Pengeringan biji
Pengeringan biji bank biji KREKB dilakukan di dalam desikator. Namun karena jumlah dan kapasitas desikator
terbatas, maka pengeringan dilakukan dengan membiarkan biji bersih terbuka pada suhu ruang. Biji biasanya
baru dikemas dalam botol/plastik kemas dan dimasukkan ke freezer jika sudah berada di desikator selama
setahun atau 3 bulan lebih dalam suhu ruang.
4. Pengujian viabilitas
Jumlah biji yang diperoleh umumnya terbatas jumlahnya sehingga pengujian viabilitas dengan perkecambahan
tidak dapat dilakukan rutin. Uji perkecambahan dilakukan pada pasca panen, sebulan setelahnya, setahun
setelahnya atau setahun sekali pada biji ortodoks yang telah disimpan pada freezer. Sekali uji membutuhkan 20
biji dan dilakukan sebanyak dua ulangan.
5. Penyimpanan biji
Sifat penyimpanan biji terbagi menjadi 3, yaitu biji ortodoks, recalcitrant dan intermediet. Biji ortodoks
adalah biji yang tahan dikeringkan hingga kadar air 5-10% tanpa menyebabkan kematian biji. Biji tersebut
tahan pada pengeringan dan penyimpanan dalam suhu rendah dan penyimpanan suhu rendah tersebut dapat
meningkatkan umur simpannya. Biji recalcitrant adalah biji yang tidak tahan pengeringan dan penyimpanan
suhu rendah sementara biji intermediet adalah biji yang kadar airnya tinggi seperti biji recalcitrant namun tahan
terhadap desikasi, meskipun tidak setahan biji ortodoks.
Pada prakteknya, penentuan karakter simpan di KREKB tidak hanya berdasarkan viabilitas biji setelah
desikasi dan penyimpanan suhu rendah namun juga oleh morfologi biji dan kadar air pasca panennya. Sifat
penyimpanan biji juga ditentukan melalui tinjauan pustaka karena banyaknya penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti lain.
6. Pengumpulan data pada database
Data koleksi biji seperti ukuran, bentuk, morfologi bunga, buah dan bijinya sangat penting untuk
pengenalan tumbuhan (memahami taksonomi dan sistematika tumbuhannya). Data habitat, seperti curah hujan,
ketinggian, kemiringan, bentuk lahan, geologi, fisiognomi vegetasi, tanaman yang berasosiasi dengannya dan
karakter tanahnya penting untuk kebutuhan restorasi. Sedangkan karakter populasi, seperti fenologi, jumlah
tanaman, persentase produsen biji, polinasi dan mekanisme pemencaran, predasi menjadi data yang penting
untuk menetapkan kebijakan konservasinya.
Pengumpulan data ini masih minim dilakukan di bank biji KREKB. Selama ini, pencatatan baru
dilakukan pada morfologi biji, data perkecambahan dan foto biji koleksi.
7. Pemanfaatan
Koleksi bank biji KREKB baru digunakan untuk menyumbang ke pihak lain (KR Bogor maupun
Guangzhou), memperbanyak koleksi yang sudah ada dan untuk kegiatan reboisasi di luar lingkungan KREKB.
Koleksi juga dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian mengenai perkecambahan.
3 fungsi yang diharapkan dari keberadaan bank biji di kebun raya: (i) complementary collections, yaitu
sebagai duplikat dari tanaman-tanaman koleksi kebun raya sehingga kesinambungan eksistensi jenis-jenis
tanaman koleksi dapat terjaga, (ii) supplementary collections, yaitu meningkatkan keanekaragaman koleksi
kebun raya, dan (iii) active collections, yaitu koleksi biji untuk pemanfaatan yang lebih luas seperti untuk
penelitian, reintroduksi dan tukar- menukar biji.
 Kebun Raya Purwodadi (2015)
1. Pemantauan Buah
Pemantauan buah selama tahun 2015 terdapat jumlah koleksi tumbuhan di kebun raya yang telah
dipantau sejumlah 775 nomor dengan rata-rata per bulan berkisar 215 jenis
2. Pengumpulan Biji
Kegiatan pengumpulan biji dilakukan apabila terdapat permintaan dan diketahui keberadaan
berdasarkan hasil pemantauan buah pada koleksi kebun. Permintaan biji dapat berasal dari pihak internal kebun
raya seperti peneliti, pembibitan, pengembangan maupun pihak eksternal dari luar kebun raya melalui jasin.
Pengumpulan biji selama tahun 2015 sejumlah 540. Jumlah jenis biji yang telah dikumpulkan selama satu tahun
adalah 321 jenis, dengan rata-rata perbulan adalah 40 jenis.
3. Pemrosesan Biji
Pemrosesan biji meliputi empat kegiatan yaitu: pengupasan, pencucian, pengeringan dan penyortiran.
Namun tidak setiap jenis biji dilakukan empat kegiatan pemrosesan tersebut, tergantung karakter bijinya.
Pemrosesan biji selama tahun 2015 sejumlah 24.683 biji. Rata-rata pemrosesan biji per bulan berkisar antara 29
– 36 jenis
4. Penyimpanan biji dan pengujian biji
Penyimpanan biji dalam koleksi - bank biji dibedakan menjadi dua tempat penyimpanan, yaitu
penyimpanan suhu ruang dan penyimpanan dalam pendingin. Penyimpanan biji pada suhu ruang ditempatkan
dalam lemari diperuntukkan bagi keperluan pameran, display atau pihak eksternal. Sedangkan penyimpanan biji
dalam pendingin berupa freezer/kulkas diperuntukkan untuk penelitian yang mengarah kepada fungsi bank biji
sebagai penunjang konservasi tumbuhan, yaitu mengetahui kemampuan viabilitas biji pada periode
penyimpanan biji. Dalam hal ini untuk biji yang bersifat ortodoks disimpan di dalam freezer dan yang
rekalsitran disimpan di dalam kulkas.
Perbedaan antara biji yang disimpan dalam suhu ruang dan pendingin adalah biji yang disimpan pada
suhu ruang tidak dilakukan uji viabilitas, sedangkan dalam freezer/kulkas dilakukan uji viabilitas biji secara
berkala serta data awal mengenai kadar air, desikasi biji dan karakterisasi biji. Sampai dengan akhir Desember
2015 jumlah biji yang tersimpan 384 nomor.
5. Kegiatan pelayanan dan pemeliharaan biji.
Kegiatan ini sebagai upaya penyediaan informasi kualitas biji, yang meliputi pengujian viabilitas, kadar
air dan karakterisasi biji. Pengujian viabilitas biji pada tahun 2015 telah dilakukan pada biji tanaman koleksi
maupun non koleksi KRP. Sebagian besar biji yang diuji viabilitasnya mendukung kegiatan penyimpanan biji
sebagai fungsi bank biji. Pada tahun 2015, hanya dilakukan pengujian untuk teknik penyimpanan biji terpilih
khususnya biji rekalsitran sebanyak 5 jenis yaitu Blighia sapida ,Santalum album, Parmentiera cereifera,
Dillenia philippinensis, dan Veitchia arecina. Kelima jenis tersebut diperlakukan dengan disimpan pada waktu
dan tempat penyimpanan yang berbeda. 4 jenis biji yang diuji.
Kegiatan pelayanan biji termasuk dalam sistem pengelolaan koleksi - bank biji. Dimana biji yang telah
dikumpulkan, diproses dan disimpan, dikeluarkan untuk berbagai keperluan (internal maupun eksternal) sebagai
bentuk pelayanan biji. Pengeluaran biji untuk keperluan internal (dalam kebun raya) berupa penelitian terutama
terkait pengujian biji maupun perbanyakaan para peneliti, untuk pengembangan adalah jenis-jenis yang
berpotensi langka dan ekonomis untuk dijual, untuk pembibitan berupa biji tumbuhan koleksi kritis dan untuk
registrasi sebagai penambahan museum biji. Selain itu pengeluaran biji untuk sumbangan, pameran, souvenir
maupun pihak eksternal (luar kebun raya). Total pengeluaran biji selama 2015 sejumlah 478 nomor dengan
rata-rata sekitar 36 jenis dan terbanyak dalam sebulan 48 jenis
C. Manfaat Bank Biji
Pemanfaatan tersebut masih jauh dari tujuan utama bank biji yaitu menyediakan material yang layak untuk
membentuk populasi baru, reintroduksi, atau memperkaya populasi yang sudah ada (Menges et al. 2004). Oleh karena
itu, diperlukan upaya penambahan koleksi dari populasi yang terdapat di alam. Hal ini bisa ditempuh dengan melakukan
eksplorasi tersendiri maupun bekerja sama dengan stakeholder lain, semisal instansi lokal, hobbyist, sukarelawan
maupun komunitas lokal seperti yang dilakukan UWBG (2014). Bank biji harus meningkatkan skalanya supaya mampu
menyimpan dalam skala besar dan harus meningkatkan kapasitasnya untuk mendiseminasikan pengetahuan mengenai
restorasi dan teknologi perbenihan melalui pelatihan-pelatihan kepada masyarakat luas. Kerja sama antar instansi, antar
kebun raya dan masyarakat di tingkat lokal dan internasional harus dikembangkan dan kesadaran pentingnya konservasi
genetik harus terus ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan dengan terus menerus meyakinkan pada stakeholder apa
kegunaan keanekaragaman genetik tersebut bagi kehidupan dan apa resikonya jika tidak dikonservasi.
PENGELOLAAN PAKAN
‌A. Kebun Binatang
Pengertian taman satwa (kebun binatang) menurut Perkumpulan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) adalah
suatu tempat atau wadah yang berbentuk taman dan atau ruang terbuka hijau dan atau jalur hijau yang merupakan tempat untuk
mengumpulkan, memelihara kesejahteraan dan memperagakan satwa liar untuk umum dan yang diatur penyelenggaraannya
sebagai lembaga konservasi ex-situ. Satwa liar yang dikumpulkan dalam wadah taman satwa adalah satwa liar yang dilindungi
dan tidak dilindungi oleh Peraturan Perundang-undangan, dan akan dipertahankan kemurnian jenisnya dengan cara dipelihara,
ditangkarkan di luar habitat aslinya.
Dalam upaya mewujudkan tujuan pelestarian satwa, dibutuhkan manajemen kebun binatang yang bertugas untuk
merencanakan, mengorganisasi, dan mengendalikan seluruh sumber daya yang dimiliki oleh kebun binatang untuk mencapai
tujuan konservasi dan kesejahteraan satwa. Manajemen kebun binatang tersebut dimaksudkan untuk tujuan konservasi satwa
[EAZA] European Association of Zoos and Aquaria. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan dan pemeliharaan satwa di kebun
binatang harus memperhatikan aspek-aspek kesejahteraan satwa antara lain bebas dari rasa lapar, haus, dan kekurangan gizi
dengan menyediakan air minum segar dan pakan untuk menjaga kesehatan dan kekuatan hewan; bebas dari ketidaknyamanan;
bebas dari rasa sakit dan penyakit; bebas dari rasa takut dan bebas bertingkah laku secara alami [FAWC] Farm Animal Welfare
Council.
Salah satu komponen penting dalam manajemen pemeliharaan satwa di kebun binatang adalah manajemen pakan. Hal
ini disebabkan nutrisi pakan memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap pertumbuhan, reproduksi dan kemampuan
bertahan satwa terhadap serangan penyakit. Kebutuhan nutrisi satwa primata sendiri bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan. Faktor tekanan dan stress pada satwa juga dapat menyebabkan perubahan konsumsi pakan pada
satwa, hal ini telah banyak dibuktikan pada beberapa satwa percobaan.

B. Pengelolaan Pakan di Kebun Binatang


1. Pakan Satwa
Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diberikan
kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak. pakan yang berkualitas akan sangat
mendukung peningkatan produksi maupun reproduksi ternak. Pakan adalah semua yang bisa dimakan oleh ternak dan
tidak mengganggu kesehatannya. Pada umumnya pengertian pakan (feed) digunakan untuk hewan yang meliputi
kuantitatif, kualitatif, kontinuitas serta keseimbangan zat pakan yang terkandung di dalamnya.
Manajemen pakan satwa dibedakan berdasarkan hewannya. Hewan dibedakan menjadi herbivora, karnivora,
frugivora (pemakan buah), folivora (pemakan pucuk daun), omnivora, dan insektivora. Selain jenis pakan, perlu
diketahui juga bentuk mulut, susunan gigi, dan sistem pencernaan hewan tersebut. Jumlah pakan yang diberikan
disesuaikan dengan kebutuhan hidup hewan, sementara cara penyajian dan frekuensi pemberian pakan disesuaikan
dengan perilaku alami hewan. Penyusunan formulasi pakan, memerlukan pengetahuan tentang perkiraan berat badan,
status hewan (pertumbuhan, bunting, laktasi, kerja), serta pengetahuan tentang makanan satwa dan cara menghitung
energi dalam pakan.
Pemberian pakan pada satwa liar membutuhkan banyak percobaan dan pergantian menu pakan. Urutan tata cara
pemberian pakan ini meliputi pemberian pakan, penghitungan sisa pakan, penghitungan alometrik, evaluasi pakan, dan
pemberian menu yang lebih sesuai. Keberhasilan menu pakan dilihat dari pertumbuhan satwa, keseimbangan berat dan
kesehatan satwa, kemampuan reproduksi, dan usia harapan satwa.
Pakan yang sering diberikan pada satwa antara lain berupa hijauan dan konsentrat (makanan penguat) seperti
hijauan segar. Hijauan Segar adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternak dalam bentuk segar, baik yang
dipotong terlebih dahulu (oleh manusia) maupun yang tidak (dipungut langsung oleh ternak). Hijauan segar umumnya
terdiri atas :
 Rumput-rumputan
Rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput benggala (Penicum maximum), rumput setaria (Setaria
sphacelata), rumput Brachiaria (Brachiaria decumbens), rumput mexico (Euchlaena mexicana) dan rumput
lapangan yang tumbuh secara liar.
 Kacang-kacangan: lamtoro (Leucaena leucocephala), stylo (Sty-losantes guianensis), centro (Centrosema
pubescens), Pueraria phaseoloides, Calopogonium muconoides dan jenis kacang-kacangan lain.
 Daun-daunan: Daun nangka, daun pisang, daun turi, daun petai cina dll.
 Jerami dan hijauan kering, yang termasuk kedalam kelompok ini adalah semua jenis jerami dan hijauan pakan
ternak yang sudah dipotong dan dikeringkan. Kandungan serat kasarnya lebih dari 18% (jerami, hay dan kulit
biji kacang-kacangan).
 Silase adalah hijauan pakan ternak yang disimpan dalam bentuk segar biasanya berasal dari tanaman sebangsa
padi-padian dan rumput-rumputan
 Konsentrat (pakan penguat) Contoh: dedak padi, jagung giling, bungkil kelapa, garam dan mineral.
 Daging, daging yang biasanya digunakan untuk pakan adalah daging ayam, dan ikan.
2. Proses Pemberian Pakan
Pemberian pakan biasanya dilakukan pada pagi hari antara pukul 08.00-09.00. Pemberian pakan dilakukan
setelah proses pembersihan kandang tidur. Sisa pakan yang sebelumnya dan kotoran harus terlebih dahulu dibersihkan
agar wadah tempat peletakan bahan pakan terjamin kebersihannya. Pada kondisi tertentu, adakalanya diberikan pakan
alternatif dengan memperhatikan kondisi kesehatan satwa seperti halnya pemberian bubur pada individu yang
mengalami penurunan nafsu makan atau daun pepaya pada individu yang sedang mengalami diare.
TERBENTUKNYA MAKHLUK HIDUP DI BUMI
Teori terbentuknya makhluk hidup telah banyak dikemukakan oleh para ahli, yaitu teori abiogenesis dan teori
biogenesis. Teori abiogenesis menyebutkan bahwa kehidupan berasal dari materi yang tidak hidup atau benda mati, dan
pembentukannya terjadi begitu saja atau secara spontan. Tokoh penganut dari teori abiogenesis adalah ilmuwan-ilmuwan di
masa lampau seperti Aristoteles (384-322 SM) yang kemudian, Antony van Leeuwenhoek, seorang Belanda, pada tahun 1677
ikut mendukungnya. Anthonie memperlihatkan, melalui mikroskopnya, bahwa makhluk renik berasal dari jerami yang
direndam. Teori abiogenesis ini dikritik karena tidak mampu memastikan kondisi atmosfer sebelum terbentuknya bumi. Selain
itu, peneliti Louis Pasteur mematahkan teori ini dengan percobaannya. Ia membuktikan bahwa kehidupan tidak bisa muncul
pada tempat-tempat yang tidak terkontaminasi oleh kehidupan.
Sedangkan teori biogenesis menyebutkan bahwa kehidupan berasal dari makhluk hidup pula. Salah ilmuwan yang
membuktikan teori biogenesis melalui percobaan adalah Louis Pasteur. Louis Pasteur berkesimpulan setelah percobaan
dilakukan, bahwa mikroorganisme bukan berasal dari air kaldu (benda mati), melainkan berasal dari spora-spora
mikroorganisme dalam udara. Hasil percobaan ini menumbangkan teori abiogenesis.
Teori terbentuknya makhluk hidup di bumi lainnya antara lain teori Cosmozoa, bahwa makhluk hidup di bumi berasal
dari luar bumi (planet lain). Benda hidup yang datang ini mungkin berbentuk spora aktif, jatuh ke bumi, lalu berkembang biak.
Teori lainnya dari Harold Urey (ahli kimia AS) mengemukakan bahwa atmosfer bumi pada mulanya kaya akan gas-gas metana
dan amonia. Menurut teori urey bumi pada mulanya kaya akan gas-gas metana (CH4); amonia (NH3); hidrogen (H2) dan air
(H2O) (zat ini merupakan unsur-unsur penting yang terdapat dalam tubuh manusia. Pendapat lainnya yaitu Hipotesis Oparin-
Haldane menyatakan adanya evolusi kimia yang mengarah pada terbentuknya makhluk hidup. Hipotesis itu didukung oleh
Stanley Miller dengan percobaan menyalakan bunga api listrik dalam tabung yang berisi amonia, metana, air dan hidrogen. Dari
hasil analisis diperoleh asam amino yang merupakan bahan dasar kehidupan.
Pada penelitian belakangan ini, dirujuk dari ScienceDaily, para ilmuwan di Scripps Research telah menemukan
serangkaian reaksi kimia baru yang menggunakan sianida, amonia, dan karbon dioksida untuk menghasilkan asam amino dan
asam nukleat, yang merupakan bahan penyusun protein dan DNA. Menurut penelitian yang dilakukan Pulletikurti dkk (2022),
sianida dapat mengaktifkan reaksi kimia yang mengubah molekul prebiotik dan air menjadi senyawa
organik dasar yang diperlukan untuk kehidupan. Tidak seperti reaksi yang diusulkan sebelumnya, reaksi ini bekerja pada suhu
kamar dan dalam kisaran pH yang luas. Pulletikurthi dkk menduga bahwa sianida, bahkan tanpa enzim, mungkin juga
membantu mengubah asam -keto menjadi asam amino.
Penciptaan Makhluk hidup dalam perspektif Al-Quran telah dijelaskan di dalam kitab suci umat islam tersebut,
sebagaimana dalam beberapa ayat yang menerangkan mengenai penciptaan manusia yang berasal dari tanah.
➢ Surah Al- Hajj ayat 5 (22:5)

Artinya : Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari
tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna
kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut
kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara
kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah
diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi
itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan (tumbuhan) yang indah.

➢ Surah Al Hijr ayat 26 (15: 26)


Artinya : Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang
diberi bentuk.
Serta di dalam Al-Quran juga dijelaskan mengenai penciptaan hewan seperti halnya pada Surah An Nur ayat 45
(24:45)

Artinya : Dan Allah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian ada yang berjalan di atas perutnya dan
sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa
yang Dia kehendaki. Sungguh, Allah MahaKuasa atas segala sesuatu.
Bottleneck Effect
Bottleneck effect merupakan salah satu contoh dari hanyutan gen yang terjadi ketika suatu ukuran populasi mengalami
penurunan yang drastis. Efek bottleneck mengacu pada cara pengurangan dan peningkatan ukuran populasi sehingga dapat
mempengaruhi distribusi variasi genetik di antara individu-individunya. Frekuensi alel pada populasi baru akan sangat berbeda
dengan populasi sebelumnya sehingga beberapa alel akan menghilang.Populasi yang sedikit akan lebih rentan terhadap
hanyutan genetik hingga beberapa generasi, yang berpotensi menyebabkan lebih banyak alel yang akan menghilang.
Bottleneck effect dapat disebabkan oleh bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus,
kebakaran, penyakit dan kekeringan. Disebabkan oleh manusia seperti perburuan liar. Bencana tersebut dapat memusnahkan
populasi, membunuh sebagian besar individu, dan hanya menyisakan populasi baru yang sedikit yang mampu bertahan.

Contoh dari Bottleneck effect adalah


1. Achromatopsia
Achromatopsia atau buta warna penuh pada populasi pulau Pingelap. Penyakit ini merupakan kondisi yang sangat
langka namun, prevalensinya di pulau Pingelap ditelusuri kembali ke tahun 1775 setelah topan dahsyat menyapu pulau
itu, dan hanya menyisakan sekitar 20 orang yang selamat. Salah satunya, Doahkaesa Mwanenihsed (penguasa pada
waktu itu). Saat ini diyakini telah menjadi pembawa alel penyebab kondisi genetik tersebut, tetapi kelainan
achromatopsia tidak muncul sampai generasi keempat setelah topan, dimana pada saat itu 2,7% orang Pingelapese
terpengaruh. Karena achromatopsia adalah kelainan resesif autosomal, perkawinan sedarah di antara keturunan
Doahkaesa Mwanenised akan meningkatkan frekuensi alel resesif.

2. Burung air Hawaii


Mandar Hawaii (Fulica alai) dan Gallinule Hawaii (Gallinula galeata sandvicensis) adalah burung air endemik
yang terancam punah di Kepulauan Hawai. Kedua spesies tersebut mengalami penurunan populasi parah pada awal
1900-an yang dikaitkan dengan hilangnya dan modifikasi lahan basah, masuknya tanaman dan predator, penyakit, dan
perubahan hidrologi. Populasi mulai meningkat pada akhir 1970-an, kemungkinan disebabkan oleh peningkatan
akuakultur dan perlindungan kawasan lahan basah, termasuk pendirian beberapa tempat perlindungan nasional di
Hawaii

3. Cheetah Afrika
Cheetah Afrika (Acinonyx jubatus), merupakan hewan darat tercepat di dunia, jumlahnya kurang dari 20.000
individu dalam rentang Afrika sub-Sahara yang
semakin berkurang. Menjelang akhir Pleistosen, beberapa 10.000-12.000 tahun yang lalu, spesies cheetah monofiletik
muncul dengan kisaran terbatas pada bagian tengah, Timur, dan Afrika Selatan. Selama periode ini menuju Akhir
Zaman Es terakhir, hampir 75% dari semua mamalia besar yang ada di Amerika Utara, Eropa, dan Australia tiba-tiba
punah. Penyebab Pleistosen Akhir kepunahan mamalia tidak diketahui apakah dikarenakan catatan perubahan iklim
lingkungan atau tekanan berburu manusia adalah kemungkinan penyebabnya.

4. Anjing laut gajah


Anjing laut gajah Utara pada akhir abad ke-19 hampir punah dikarenakan banyak diburu, pada satu titik tempat
hanya ada 20 yang masih hidup. Populasi mereka pulih menjadi lebih dari 30.000 selama abad berikutnya, tetapi variasi
genetik di antara anjing laut gajah utara jauh lebih sedikit daripada di antara populasi selatan, yang tidak mengalami
perburuan yang intens.

5. Tanaman Silversword Mauna Kea (Argyroxiphium sandwicense ssp. sandwicense) Pada tahun 1970-an dilakukan upaya
konservasi Silversword Mauna Kea yang terancam punah. Populasi alami yang kecil dari silversword bertambah selama
tahun 1970-an. Semua tanaman silversword yang ditanam ditemukan sebagai keturunan generasi pertama atau selanjutnya
dari hanya dua pendiri dari pihak ibu. Jumlah lokus polimorfik yang rendah pada individu yang dicangkok menyebabkan
bottleneck effect, sehingga menyebabkan hilangnya alel penanda di delapan lokus.


Bank Plasma
Plasma nutfah merupakan koleksi sumber daya genetik (SDG) yang berupa keanekaragaman tumbuhan, hewan atau
jasad remik untuk tujuan yang luas. Sastrapraja (1992) menyatakan bahwa plasma nutfah adalah substansi yang terdapat pada
suatu kelompok makhluk hidup yang merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dirakit untuk menciptakan jenis unggul
atau kultivar yang baru.
Plasma nutfah sebagai sumber genetik pembentuk varietas unggul dapat berasal dari varietas lokal, landraces, galur
introduksi yang disimpan dalam berbagai koleksi. Koleksi dalam jumlah kecil adalah base collection yang secara genetic hampir
sama dengan contoh asalnya, disimpan dalam jangka waktu panjang dan tidak dapat diberikan pihak lain. Sedangkan active
collection adalah aksesi yang dipergunakan, diperbanyak dan disebarkan dalam program pemuliaan . Plasma nutfah lokal
semakin tergeser akibat penggunaan varietas hibrida secara luas, sehingga diperlukan usaha eksplorasi yaitu kegiatan mencari,
mengumpulkan dan meneliti untuk mengamankan dari kepunahannya.
Plasma nutfah berguna untuk melestarikan sumber daya genetik untuk kebutuhan gen di masa depan, agar dapat
menyediakan gen-gen untuk mengantisipasi perubahan ras patogen dan tipe baru serangga hama yang bersifat dinamis, serta
penyediaan gen guna mengatasi cekaman abiotik alamiah.
Bank Plasma Nutfah merupakan pengelolaan plasma nutfah yang dilakukan melalui bank gen yang terletak di Balai
Besar Litbang dan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) memiliki kegiatan antara lain koleksi,
konservasi, karakterisasi, evaluasi dan dokumentasi data.
Bank gen (FAO) merupakan pusat untuk konservasi sumber daya genetik (SDG) pada kondisi yang sesuai untuk
kehidupan benih jangka panjang. Pengoperasian gen bank : menjaga identitas genetik, mempertahankan daya tumbuh, integritas
genetik, dan promosi akses, termasuk memfasilitasi pemanfaat material genetik yang disimpan.
Fasilitas Bank Gen Beberapa fasilitas yang dimiliki bank gen Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian – Bogor untuk konservasi sumber daya genetik (SDG) tanaman pangan meliputi:
● Laboratorium Bank Gen dan Genetika Tanaman, memiliki 6 buah deep freezer (temperatur -18℃), 3 buah chiller (temperatur
0-5℃) dan ruangan penyimpanan benih (temperatur 15-20℃ dan kelembaban 50%) untuk penyimpanan benih padi, jagung,
kedelai, sorgum dan kacang-kacangan.
● Field gene bank untuk konservasi lapang plasma nutfah ubikayu, ubi jalar dan ubi-ubian minor.
● Laboratorium Kultur In Vitro, yang dilengkapi perangkat penunjang untuk konservasi SDG tanaman pangan secara in vitro
dan kriopreservasi.
● Ruang komputer, untuk kegiatan pengembangan database SDG tanaman pangan.

Plasma nutfah harus dikonversi karena plasma nutfah sering mengalami erosi genetik yang mengakibatkan jumlah
plasma nutfah semakin menurun. Salah satu yang perlu diperhatikan dalam pelestarian plasma nutfah adalah penyimpanan.
Metode konservasi sumber daya genetik secara luas terbagi menjadi dua yaitu secara in-situ dan ex-situ.
1. Konservasi in-situ
Konservasi in-situ yaitu konservasi didalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Memanfaatkan
plasma nutfah dengan in-situ memungkinkan karakterisasi dan evaluasi tanaman serta memudahkan program
persilangan melalui persendian bunga atau serbuk sari secara cepat. Selain itu proses produksi secara klonal dapat
mempertahankan kemasan genetic materi. Namun demikian, metode koleksi ini rawan punah, terutama di Negara-
negara berkembang yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti hama penyakit, iklim ekstrim, kebakaran lahan,
konflik sosial, serta perubahan pemanfaatan lahan yang tadinya untuk koleksi plasma nutfah.
Pelestarian plasma nutfah dapat dilakukan dengan cara konvensional maupun bioteknologi. Kelebihan cara
konvensional adalah menggunakan lahan yang luas (aneka ragam plasma nutfah dapat dilestarikan), sedang
kekurangannya sulit memonitor dan kestabilan plasma nutfah sulit dijamin. Lebih lanjut diungkapkan mengenai
kelebihan cara modern membutuhkan ruang yang sempit (karena dilakukan secara in vitro), mudah memonitor, tenaga
kerja tidak banyak, sedang kekurangannya adalah investasi awal tinggi dan membutuhkan tenaga ahli yang berkualitas.
2. Konservasi ex-situ
Konservasi ex-situ merupakan metode konservasi yang mengkonservasi spesies di luar distribusi alami dari
populasi aslinya. Konservasi ex-situ bertujuan untuk mendapatkan kondisi penyimpanan yang ideal sehingga
penyimpanan plasma nutfah dapat dipertahankan dengan menekan proses metabolisme pada tingkat yang sangat mini.
Penyimpanan benih adalah salah satu metode preservasi genotif yang termudah dan termurah.
Konservasi ex-situ, merupakan pelestarian tanaman dengan memindah secara sengaja untuk memelihara lebih
intensif dengan cara mengurangi luas areal penanaman, menggunakan tenaga kerja yang cukup, sarana yang memadai,
atau bahkan menggunakan bahan dan alat yang canggih seperti yang diperuntukkan pada kultur teknik in vitro. Secara
umum sistem pelestarian plasma nutfah secara ex-situ belum memadai. karena keterbatasan lahan atau areal kebun.

Upaya untuk mempertahankan kelestarian plasma nutfah diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Melaksanakan eksplorasi pada
berbagai lokasi untuk mendapatkan berbagai koleksi varietas unggul lokal.
2. Pembuatan lokasi koleksi plasma nutfah dalam rangka budidaya tanaman koleksi dari hasil eksplorasi.
Pelestarian Plasma nutfah
Tumbuhan :
● Kebun plasma nutfah seperti pada PUSPITEK yang menekankan pada tumbuhan yang berpotensi ekonomi. Oleh karena itu
ditanam populasi jenis untuk menangkap keanekaragaman plasma nutfah. Kebun plasma nutfah merupakan kebun koleksi
untuk mengembangkan plasma nutfah yang unggul
● Arboretum merupakan koleksi botani yang khusus hanya diisi dengan koleksi jenis pepohonan. Karena sifatnya dapat pula
keanekaragaman pohon diwakili didalamnya, sehingga arboretum dapat berfungsi sebagai kebun pohon-pohon hutan.
● Taman hutan raya, adalah arboretum yang diberi fungsi tambahan sebagai tempat rekreasi. Memiliki sifatnya itu tempat ini
paling tepat dikelola pihak departemen kehutanan
● Kebun kampus sebagai suatu kebun koleksi untuk keperluan pendidikan serta laboratorium lapangan guna pendidikan
perplasmanutfahan.
● Kebun koleksi adalah kebun yang ditangani lembaga-lembaga penelitian yang umumnya berisi koleksi plasma nutfah jenis
unggul masa lalu serta perangkat plasma nutfah lainnya yang langsung dapat dimanfaatkan dalam perakitan jenis unggul
baru.
● Kebun Raja (bukan kebun raya) adalah penerus budaya bangsa dalam membina paru-paru kota yang diisi dengan beraneka
jenis tumbuhan setempat. Oleh karena itu, Kebun Raja sangat cocok untuk ditangani oleh provinsi, sehingga pemerintah
daerah dapat memanfaatkan plasma nutfah daerahnya guna berbagai macam keperluan
● Kebun raya merupakan tempat konservasi ex-situ berbagai jenis tumbuhan alam. Puslitbang Biologi LIPI dengan keempat
kebun rayanya yang semuanya meliputi areal seluas 35 ha terus membina koleksi plasma nutfah tanaman serta kerabat-
kerabat liar jenis tanaman budidaya Indonesia yang tidak ditangani lembaga lain.

Hewan :
● Pelestarian ex-situ plasma nutfah hewan adalah merupakan semua aktivitas konservasi material genetik secara in-vitro, di
luar habitat dimana mereka dikembangkan, termasuk penyimpanan beku dari semen, oosit, embrio, atau jaringan. Seperti
Kebun Binatang, Taman Safari, Taman Reptilia, Taman Burung, Seaworld Ancol, Taman Aquarium, Taman Mini
Indonesia Indah, dan tempat-tempat penangkaran merupakan tempat konservasi ex-situ dari jenis-jenis satwa liar dan ikan.
● Pelestarian plasma nutfah ikan di luar habitatnya (ex-situ) dapat dilakukan dalam bentuk wadah koleksi berupa kolam, bak,
akuarium, yang dilengkapi dengan sarana yang mempunyai kondisi tertentu untuk menyimpan plasma nutfah, sehingga
dapat dipertahankan daya hidup dan sifat genetiknya.
PERMASALAHAN KEBUN BINATANG: PENGELOLAAN SATWA
Kebun binatang adalah suatu tempat atau wadah yang mempunyai fungsi utama sebagai lembaga konservasi yang
melakukan upaya perawatan dan pengembangbiakan berbagai jenis satwa berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa
dalam rangka membentuk dan mengembangkan habitat baru, sebagai sarana perlindungan dan pelestarian jenis melalui kegiatan
penyelamatan, rehabilitasi dan reintroduksi alam serta dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta sarana rekreasi yang sehat.
Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, di air, di udara. Satwa mempunyai peranan
yang penting bagi kehidupan manusia baik ditinjau dari segi ekonomi, penelitian, pendidikan dan kebudayaan, maupun untuk
kepentingan rekreasi dan pariwisata, Oleh karena itu perlu upaya untuk tetap menjaga kesinambungan antara manusia dan alam
sekitar termasuk kesejahteraan satwa.
Dalam mengelola sebuah kebun binatang, kesejahteraan satwa (animal welfare) harus mendapatkan perhatian serius,
operator kebun binatang harus mengetahui cara mengenai penanganan satwa. Kesejahteraan satwa (animal welfare) adalah
suatu keadaan fisik dan psikologi hewan sebagai usaha untuk mengatasi lingkungannya. Animal welfare adalah segala urusan
yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan
ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia
Animal welfare berbicara mengenai kepedulian dan perlakuan manusia pada satwa dalam meningkatkan kualitas hidup
satwa secara individual. Animal Welfare memiliki 3 aspek penting yaitu : Welfare Science, Welfare ethics, dan Welfare law.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa
1. Welfare science mengukur efek pada hewan dalam situasi dan lingkungan berbeda, dari sudut pandang hewan.
2. Welfare ethics mengenai bagaimana manusia sebaiknya memperlakukan hewan. 3. Welfare law mengenai bagaimana
manusia harus memperlakukan hewan. Dalam penanganan binatang terdapat standar operasional yang mencakup transportasi
satwa, kebersihan makanan, pemberian lingkungan yang sesuai dan perawatan kesehatan satwa. Hal tersebut bertujuan agar
satwa tidak tertekan, sakit atau kelaparan sehingga kehidupan satwa tetap terjamin walau tidak berapa di habitat aslinya.
Standar minimum prinsip animal welfare di Lembaga Konservasi yang biasa disebut The Five Freedoms (lima kebebasan
binatang) diantaranya :
1. Bebas dari rasa lapar dan haus (Freedom from Hunger and Thirst) :
- wajib dipenuhi mutu pakan dan minum
- wajib memperhatikan jenis dan jumlah pakan dan minum
- wajib memperhatikan menu dan cara penyajian pakan dan minum
2. Bebas dari ketidaknyamanan lingkungan (Freedom from Discomfort) : - Tempat tinggal disesuaikan
dengan habitat alami
- Perlindungan dari kondisi cuaca buruk
- ketersediaan udara segar
- tempat yang teduh dan hangat serta terjangkau dari sinar matahari jika memang diperlukan
- ketersediaan lorong bawah tanah bagi satwa yang suka menggali tanah
- ketersediaan kualitas air
3. Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit (Freedom from Pain, Injury and Disease) : - Perawatan kesehatan dari dokter
hewan dan paramedik
- mencegah kemungkinan jatuh sakit atau menderita luka-luka
4. Bebas dari rasa takut dan tertekan (Freedom from Fear and Distress)
yang disebabkan oleh:
- Intimidasi dari satwa yang hidup dalam kelompok sosial yang berlebihan - Ancaman predator dari
luar
- Fluktuasi dan kebosanan
- Kegaduhan dan kebisingan
- Penciuman dan penglihatan
5. Bebas untuk mengekspresikan perilaku alami (Freedom to Behave Normally) : Semua satwa yang ada dalam kandang harus
mendapat kesempatan dengan porsi yang tepat untuk dapat melakukan perilaku alami. Sehingga perlu memberikan
lingkungan yang luas, agar satwa dapat melakukan gerakan alami dan bergaul dengan satwa lain.
Standar keamanan kebun binatang melingkupi pembuatan kandang, pagar pembatas dan Animal keeper (penjaga binatang) di
tiap kandang.
● Pembuatan kandang harus disesuaikan dengan lingkungan tempat tinggal satwa sehingga satwa tidak merasa stress atau
tertekan yang nantinya dapat membahayakan pengunjung. ● Pagar pembatas yang ada di sekeliling kandang juga bertujuan
agar keamanan pengunjung
terjadi, desain pagar pembatas yang kokoh atau memiliki parit atau anyaman jeruji kawat dapat melindungi pengunjung
dari satwa.
● Animal keeper bertugas untuk mengontrol satwa yang ada dalam kawasan kebun binatang, pemilihan Animal keeper haruslah
sesuai dan diperlukan pelatihan dalam penanganan satwa, sehingga nantinya jika ada amukan satwa Animal keeper –lah
yang bertugas untuk menenangkannya

Manajemen populasi satwa di kebun binatang


1. Sumber satwa
Satwa di kebun binatang kebanyakan merupakan keturunan dari satwa dari kebun binatang lainnya. Ketika satwa
dipindahkan dari satu kebun binatang ke kebun lainnya, satwa tersebut akan dikarantina supaya dapat beradaptasi pada
lingkungan kebun binatang baru. 2. Pengelolaan ruang
Pengelolaan ruang diperlukan karena satwa yang ada memiliki kebutuhan ruang/habitat yang berbeda-beda. Pengelolaan
ruang juga diperlukan menjaga kemurnian gen dari satwa tersebut dan untuk mengurangi resiko perkawinan sedarah
(Inbreeding).
3. Pengelolaan populasi
Bentuk pengelolaan populasi pada kebun binatang antara lain pemindahan satwa ke kebun binatang lain, kontrasepsi,
penjualan satwa yang jumlahnya berlebih, dan euthanasia (dimatikan)

Manajemen Reproduksi Satwa


Satwa harus dipelihara sesuai dengan sistem sosial dengan mempertimbangkan sistem pemisahan atau kontrasepsi.
Perencanaan reproduksi untuk individu dan populasi adalah bagian penting dari pengelolaan hewan kebun binatang.
Pembibitan dan membesarkan keturunan tetap menjadi perilaku alami penting yang memungkinkan hewan kebun binatang
berkembang di lingkungan penangkaran. Rencana reproduksi hewan harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu: genetika,
kapasitas reproduksi, status spesies, dan kontrasepsi. Upaya kontrasepsi di kebun binatang beragam dan mencakup teknik
permanen atau semipermanen (yaitu, pengebirian bedah, vasektomi, ovariohisterektomi, ligasi tuba) serta cara reversibel
seperti pemisahan jenis kelamin, kontrasepsi hormonal (kombinasi oral atau kontrasepsi progestin saja, implan progestin ,
implan agonis GnRH, suntikan, atau vaksin); dan imunos kontrasepsi.
Upaya merencanakan pemulihan berdasarkan kekerabatan dan faktor lain di seluruh populasi yang dikelola dalam
penangkaran. Pengelolaan ditujukan untuk memastikan keragaman genetik spesies di masa depan. Pemantauan reproduksi
dimungkinkan untuk beberapa spesies menggunakan berbagai teknik, termasuk pemantauan kadar hormon melalui
pengambilan sampel urin atau feses. Pemantauan non-invasif ini dapat membantu menentukan waktu pengenalan pejantan
atau intervensi dalam reproduksi. Saat melahirkan, pejantan dari beberapa spesies harus disingkirkan selama beberapa
minggu untuk mencegah serangan pada betina pasca persalinan atau keturunannya.

Permasalahan Kebun binatang dengan pengelolaan satwanya


1. Seekor rusa dari Timor Leste di Kebun Binatang Kasang Kulim, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, dipelihara dengan
kondisi fisik yang memprihatinkan menampakkan tulang rusuk yang menonjol. Namun, pemilik kebun binatang
mengatakan bahwa rusa itu bukanlah kurus, melainkan bentuk asli rusa Timor Leste yang berkerangka besar dan tidak
berbulu di bagian perut. Namun, menurut pengamatan dokter hewan Anissa Wandha Sari dari Pekanbaru, rusa yang sehat
tidak terlihat lesu, tidak ada leleran di mata, dan tidak memiliki kulit yang kusam. Kondisi tersebut tampak pada rusa di
Kebun Binatang Kasang Kulim.
2. Beruang-beruang pada Kebun Binatang Kasang Kulim memiliki mata putih. Dokter hewan Anissa Wandha Sari dari
Pekanbaru menjelaskan mata yang terlihat putih terdapat dua kemungkinan, Apabila warna putihnya di dalam mata, bisa
jadi katarak. Dan apabila warna putihnya di luar mata, dapat diartikan bahwa kemungkinan ada cairan mukus atau leleran
yang berarti dalam kondisi sakit juga. Karena semestinya tidak ada keanehan apapun di dalam matanya
3. Perdagangan satwa liar oleh kebun binatang. kebun binatang mini milik PT Nuansa Alam Nusantara di Padang Lawas Utara,
Sumatera Utara, yang memamerkan spesies langka secara ilegal, termasuk komodo dan orang utan Sumatra. Pada kasus ini,
satwa dari alam dijual secara ilegal ke seluruh penjuru dunia, baik sebagai atraksi di kebun binatang, hewan peliharaan,
untuk makanan, souvenir atau sebagai obat.
METAPOPULASI

1.1 Latar Belakang


Seiring berjalannya waktu, suatu spesies dapat punah dari suatu lokasi, sementara populasi baru dapat terbentuk di
lokasi lain yang sesuai dan berdekatan dengan lokasi semula. Berbagai spesies yang hidup dalam habitat sementara dapat
digolongkan sebagai metapopulasi. Metapopulasi (populasi dari populasi) adalah sejumlah populasi yang membentuk suatu
mosaik yang dinamis dan saling berhubungan melalui peristiwa-peristiwa migrasi maupun penyebaran pasif (Hanski dan
Simberloff 1997; Kircher dkk 2003; Akcakaya dkk 2004).
Pada spesies tertentu, setiap populasi atau anggota metapopulasi berumur pendek dan sebaran setiap spesies akan selalu
berubah dari suatu generasi ke generasi berikut. Pada spesies lain, metapopulasi dapat disusun oleh suatu atau lebih
populasi inti (core/source) dengan jumlah yang mapan, serta dikelilingi beberapa populasi satelit (sink) yang berfluktuasi,
akibat peristiwa migrasi.
Metapopulasi juga dapat muncul sebagai populasi yang relatif stabil ketika perpindahan individu hanya terjadi sesekali.
Metapopulasi dapat dijadikan sebagai pemodelan yang baik. Berbagai program pun telah dikembangakan untuk
menstimulasi dinamika metapopulasi di alam (Hokit dkk 2001; Donovan dan Welden 2002). Dalam penelitian,
metapopulasi biasanya memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai keadaan suatu spesies bila dibandingkan dengan
mempelajari hanya satu atau beberapa populasi.

2.1 Metapopulasi
Metapopulasi diperkenalkan pertama kali oleh Levins pada tahun 1970, untuk menggambarkan sebuah populasi dalam
sekelompok populasi (Gilpin dan Hanski dalam Ferina, 1998). Metapopulasi adalah suatu sistem dimana tingkat rata-rata
keberadaan serta rekolonisasi yang mengakibatkan terjadinya perpindahan individu yang menjamin terjadinya hubungan
secara genetis antara masing-masing sub populasi.
Sebuah metapopulasi secara umum dipertimbangkan terdiri dari beberapa populasi yang berbeda yang bersama
menempati area dengan habitat yang sesuai yang sekarang tidak ditempati lagi. Dalam teori metapopulasi klasik, masing-
masing siklus populasi yang relatif bebas dari populasi lain akan menjadi punah sebagai konsekuensi dari stokastik
demografi (fluktuasi ukuran populasi tergantung dari kejadian demografi acak); populasi yang lebih kecil akan lebih rawan
menjadi punah.
Walaupun populasi individu memiliki masa hidup yang terbatas, metapopulasi secara keseluruhan biasanya stabil
karena imigrasi dari suatu populasi (sebagai contoh mungkin karena ledakan jumlah populasi). Mereka juga melakukan
migrasi ke populasi kecil dan menyelamatkan populasi tersebut dari kepunahan (disebut sebagai efek penyelamatan).
Teori metapopulasi pertama kali dikembangkan untuk ekosistem terestrial, dan kemudian diaplikasikan untuk real laut.
Pada ilmu perikanan, pengertian “sub populasi” sama dengan istilah ilmiah metapopulasi “populasi lokal. Perkembangan
teori metapopulasi, berhubungan dengan perkembangan teori dinamika “source-sink”, memberikan perhatian yang lebih
terhadap pentingnya hubungan antara populasi yang terpisah. Walaupun tidak ada populasi tunggal yang bisa menjamin
kelangsungan hidup jangka panjang, efek kombinasi dari banyak populasi mampu melakukan hal tersebut.
Konsep metapopulasi sangat erat hubungannya dengan biogeografi (Mac Arthur dan Wilson dalam Ferina, 1998),
dengan mempertimbangkan baik kolonisasi maupun tingkat keberadaan sebagai proses yang mendasarinya. Secara khusus,
hubungan antara konsep metapopulasi terhadap Ekologi Lanskap, mempengaruhi sintesa yang kuat. Proses penyebaran
menghasilkan faktor yang sangat penting, yang menentukan daerah demografis
serta struktur secara spesial dari meta-populasi tersebut. Hanson (dalam Ferina, 1998) mengatakan bahwa ada (tiga) faktor
utama yang berpengaruh terhadap proses penyebaran tersebut, yaitu:
a. Ambang batas ekonomi;
b. Konflik yang terjadi pada pengadaan sumber daya;
c. Pembatalan pemeliharaan.
Model metapopulasi memiliki kelebihan, karena pada kenyataannya populasi lokal bersifat dinamis, dan terdapat
kemungkinan pertukaran maupun perpindahan individu. Para ahli biologi dapat memperhitungkan dampak dari efek semula
dan hanyutan genetik pada suatu spesies. Contoh yang menunjukkan bahwa pendekatan metapopulasi dapat berguna untuk
mengelola suatu spesies:
1. Pada “California mountain sheep” Ovis canadensis yang hidup di gurun di barat daya California terjadi perubahan
mosaik populasi. Hewan tersebut terlihat berpindah antar jajaran pegunungan meninggalkan daerah yang telah
dihuni dan menghuni wilayah baru yang belum dihuni. Upaya pelestarian spesies ini dapat dilakukan dengan
melindungi jalur perpindahan dan wilayah yang berpotensi dihuni olehnya.
2. “Furbish’s lousewort” (Pedicularis furbishiae) merupakan tumbuhan endemik yang tumbuh disepanjang sungai St.
John di Maine dan New Brunswick, yang mengalami banjir berkala (Menges, 1990). Banjir seringkali
menghancurkan populasi tumbuhan yang ada, namun banjir juga dapat mengakibatkan terbentuk rataan ditepi
sungai, habitat yang sesuai untuk membentuk populasi baru spesies ini. Studi yang berkenaan dengan satu populasi
saja akan menghasilkan gambaran yang tidak utuh terhadap spesies ini, karena populasi yang ada berumur pendek
dan menghasilkan biji yang disebarkan melalui air ke lokasi yang baru.
Metapopulasi merupakan konsep ekologi lanskap yang sangat penting yang berhubungan dengan dinamika populasi
(Bunce and Jongman, 1993).
a. Ekologi Lanskap
Ekologi lanskap Istilah ini diciptakan oleh Carl Troll, seorang ahli geografi Jerman, pada tahun 1939. Ekologi
lanskap merupakan ilmu yang mengkaji tentang struktur, fungsi dan perubahan yang terjadi di lanskap. Lanskap
didefinisikan sebagai
hamparan lahan yang heterogen yang tersusun dari sekelompok ekosistem yang saling berinteraksi (Forman and
Gordon, 1986). Struktur lanskap diartikan sebagai pola ruang dari berbagai komponen lanskap yang menyangkut
ukuran, keanekaragaman, kerapatan dan konfigurasinya. Ekologi Lanskap dapat berguna bagi konservasi alam
karena menyangkut pemikiran dari pengaturan habitat, pemikiran konsekuensi struktur dan proses untuk spesies
yang berbeda. Terdapat tiga (3) pandangan dalam ekologi lanskap antara lain : (Ferina , Almo, 1998).
1. Manusia : Pada perspektif manusia, lanskap dikelompokkan pada fungsi utama yang mempunyai arti untuk
kehidupan manusia.
2. Geobotanical : Distribusi spasial dari komponen lingkungan abiotik dan biotik, dari lanskap tanah sampai
yang didekati oleh tanaman, dan pada distribusi tanaman utama sebagai komunitas, tanah hutan dan
sebagainya.
3. Hewan : Pandangan akhir ini konsepnya dihubungkan dengan pengamatan lanskap manusia, walaupun
terdapat perbedaan substansial dalam mendekati secara langsung.
Inti konseptual dan teoritis ekologi lanskap link disiplin ilmu alam dengan manusia yang berkaitan.
Pemandangan ekologi dapat digambarkan oleh beberapa tema inti:
1. Pola spasial atau struktur dari lanskap, mulai dari padang gurun ke kota, 2. hubungan antara pola dan
proses di lanskap,
3. hubungan aktivitas manusia untuk pola lanskap, proses dan perubahan, 4. efek skala dan gangguan
pada lahan
5. Perkembangan ekologi lanskap menggambarkan hubungan penting antara pola spasial dan proses ekologi.
Perkembangan ini menggabungkan metode kuantitatif yang memiliki pranala pola spasial dan proses ekologis
pada skala spasial dan temporal luas. Ini hubungan antara waktu, ruang, dan perubahan lingkungan dapat
membantu manajer dalam menerapkan rencana untuk memecahkan lingkungan masalah. Perhatian meningkat
dalam beberapa tahun terakhir pada dinamika spasial telah menyoroti kebutuhan untuk metode kuantitatif baru
yang dapat menganalisis pola, menentukan pentingnya proses spasial eksplisit, dan mengembangkan model yang
handal. multivariat teknik
analisis yang sering digunakan untuk menguji tingkat vegetasi pola lanskap. Studi menggunakan teknik statistik,
seperti analisis klaster , analisis korespondensi kanonik (CCA), atau analisis korespondensi detrended (DCA),
untuk mengklasifikasi vegetasi. Analisis Gradient adalah cara lain untuk menentukan struktur vegetasi di seluruh
lanskap atau untuk membantu lahan basah habitat kritis untuk menggambarkan konservasi atau mitigasi tujuan
(Choesin dan Boerner 2002).
b. Fragmentasi Habitat
Fragmentasi Habitat adalah sebuah proses perubahan lingkungan yang berperan penting dalam evolusi dan
biologi konservasi. Sebagaimana yang tersirat pada namanya, ia mendeskripsikan kemunculan fragmentasi
lingkungan pada habitat suatu organisme. Fragmentasi habitat dapat disebabkan oleh proses-proses geologis yang
secara perlahan mengubah tata letak lingkungan maupun oleh aktivitas manusia yang dapat mengubah lingkungan
secara cepat. Proses fragmentasi habitat secara alami diduga merupakan salah satu sebab utama spesiasi, sedangkan
proses fragmentasi habitat oleh manusia menyebabkan kepunahan banyak spesies. Fragmentasi dan pemusnahan
habitat Kera di Afrika Tengah Deforestasi dan pembangunan jalan yang semakin meningkat pada hutan Amazon
mengancam keanekaragaman hayati. Fragmentasi habitat sering kali disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti
agrikultur dan urbanisasi. Habitat yang sebelumnya terhubung menjadi terbagi menjadi dua fragmen. Setelah
pembersihan habitat yang intensif, kedua fragmen yang terpisah tersebut akan terisolasi satu dengan lainnya.
Fragmentasi habitat mengiringi pengubahan habitat. Satu contoh proses ini adalah pembangunan jalan inspeksi
atau jalan untuk membuka wilayah terisolasi (pedalaman). Pembangunan jalan menjadikan habitat alami bekantan
berpetak-petak. Apabila dikaitkan dengan perilaku bekantan, pemetak-petakan tidak hanya memutuskan daerah
jelajah bekantan, tetapi juga menghambat perilaku sosialnya dan bahkan dapat meningkatkan terjadinya perkawinan
kerabat dekat (inbreeding).
Masalah berikutnya yang paling merugikan adalah pembunuhan langsung bekantan. Bekantan dibunuh melalui
peracunan, karena dianggap sebagai hama tanaman pertanian (bebuahan). Dagingnya dikonsumsi oleh salah satu
suku di Kalimantan. Bagian-bagian tubuh primata ini juga dimanfaatkan sebagai umpan
dalam penjeratan biawak dan ular sawa, Bahkan kabar terakhir menyatakan bahwa bekantan dan beberapa spesies
primata lainnya (lutung dan monyet) diburu dan dagingnya diambil untuk bahan pakan buaya yang diternakkan di
Kalimantan Timur, Harga 1 kg daging sekitar Rp. 4.000.
Oleh sebab itu, diperlukan upaya yang serius pula untuk mengatasinya: a. Upaya yang harus segera dilakukan
adalah penetapan dan pemantapan tata ruang yang pasti. Pada saat ini peraturan tata ruang selalu direvisi dan
perivisiannya mengarah pada keinginan pihak penguasa untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Kawasan lindung diubah jadi kawasan budidaya, karena di kawasan lindung ditemukan kayu-kayu berukuran
besar dan laku di pasaran. Sebaliknya, kawasan budidaya diubah jadi kawasan lindung sebagai dalih untuk
dapat ditunjukkan kepada masyarakat bahwa penguasa bertanggung jawab pada pelestarian alam.
b. Upaya lainnya adalah pembangkitan dan pengembangan komitmen multipihak (pemerintah dan semua
lapisan masyarakat) untuk mempertahankan kelestarian bekantan dan habitatnya. Upaya ini perlu segera
dilakukan terutama pada 1) pemerintah yang hanya memikirkan PAD, 2) masyarakat yang memperlakukan
bekantan secara tidak baik dan 3) masyarakat yang menguasai kawasan budidaya dan kawasan budidaya ini
justru menjadi habitat alami bagi bekantan.
Upaya-upaya ini tentunya masih jauh dari cukup dan masih memerlukan upaya pendukung lainnya. Penegakan
hukum hendaknya tidak hanya sebagai pemanis bibir. Penyebarluasan informasi harus lebih digalakkan, karena
masih banyak masyarakat yang tidak atau belum tahu status bekantan. Pengembangan ekoturisme dapat juga
dijadikan alternatif pelestarian.
Aktifitas perubahan lanskap, seperti konversi lahan pertanian menjadi lokasi pemukiman menyebabkan
terjadinya fragmentasi dan kehilangan habitat. Fragmentasi habitat dicirikan terpecahnya lanskap yang luas menjadi
bidang-bidang lahan (patch) yang lebih kecil dan biasanya patch ini secara ekologis banyak yang kurang
berhubungan satu sama lain (Theobald, 2000).
Dalam suatu metapopulasi, penghancuran habitat dari populasi inti dapat mengakibatkan kepunahan berbagai
populasi satelit yang bergantung pada populasi inti tersebut sebagai sumber kolonisasi. Selain itu, perpindahan
dapat terhambat oleh gangguan manusia seperti pembuatan pagar, jalan, dan bendungan. Fragmentasi habitat akibat
kegiatan manusia dapat memecah populasi berukuran besar yang saling berhubungan sehingga menjadi
metapopulasi kecil yang menghuni fragmen habitat untuk sementara waktu.
Saat ukuran populasi sudah terlalu kecil, dan tingkat perpindahan sudah terlalu rendah, maka populasi yang
terisolasi akan punah secara perlahan, dan tidak memungkinkan terjadinya rekolonisasi. Manajemen spesies yang
efektif memerlukan pemahaman yang baik mengenai dinamika metapopulasi dan perbaikan atau restorasi habitat
yang rusak maupun pengamanan jalur-jalur perpindahan individu atau populasi. Di Indonesia, populasi anoa yang
endemik di Sulawesi ternyata memiliki keanekaragaman genetika yang jauh lebih luas daripada yang diperkirakan
sebelumnya sehingga harus diperhitungkan dalam perencanaan konservasi.
c. Dinamika Populasi
Kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu tertentu disebut populasi Misalnya,
populasi pohon kelapa di kelurahan Tegakan pada tahun 1989 berjumlah 2552 batang. Ukuran populasi berubah
sepanjang waktu. Perubahan ukuran dalam populasi ini disebut dinamika populasi. Perubahan ini dapat dihitung
dengan menggunakan rumus perubahan jumlah dibagi waktu. Hasilnya adalah kecepatan perubahan dalam
populasi. Misalnya, tahun 1980 populasi Pinus di Tawangmangu ada 700 batang. Kemudian pada tahun 1990
dihitung lagi ada 500 batang pohon Pinus. Dari fakta tersebut kita lihat bahwa selama 10 tahun terjadi pengurangan
pohon pinus sebanyak 200 batang pohon. Untuk mengetahui kecepatan perubahan maka kita membagi jumlah
batang pohon yang berkurang dengan lamanya waktu perubahan terjadi :
700 - 500 = 200 batang
1990 - 1980 = 10 tahun
= 20 batang/tahun
Dari rumus hitungan di atas kita dapatkan kesimpulan bahwa rata-rata berkurangnya pohon tiap tahun adalah
20 batang. Akan tetapi, perlu diingat bahwa penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi ada berbagai hal. Dari
alam mungkin disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit, sedangkan dari manusia misalnya
karena tebang pilih. Namun, pada dasarnya populasi mempunyai karakteristik yang khas untuk kelompoknya yang
tidak dimiliki oleh masing-masing individu anggotanya. Karakteristik ini antara lain : kepadatan (densitas), laju
kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), potensi biotik, penyebaran umur, dan bentuk pertumbuhan.
Natalitas dan mortalitas merupakan penentu utama pertumbuhan populasi.
Dinamika populasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini khusus untuk organisme yang dapat
bergerak, misalnya hewan dan manusia. Imigrasi adalah perpindahan satu atau lebih organisme ke daerah lain atau
peristiwa didatanginya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme; daerah yang didatangi sudah terdapat kelompok
dari jenisnya. Imigrasi ini akan meningkatkan populasi.
Emigrasi adalah peristiwa ditinggalkannya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme, sehingga populasi akan
menurun. Secara garis besar, imigrasi dan natalitas akan meningkatkan jumlah populasi, sedangkan mortalitas dan
emigrasi akan menurunkan jumlah populasi. Populasi hewan atau tumbuhan dapat berubah, namun perubahan tidak
selalu menyolok. Pertambahan atau penurunan populasi dapat menyolok bila ada gangguan drastis dari
lingkungannya, misalnya adanya penyakit, bencana alam, dan wabah hama.
3.1 Kesimpulan
Suatu spesies dapat punah dari suatu lokasi, sementara populasi baru dapat terbentuk di lokasi lain yang sesuai dan
berdekatan dengan lokasi semula. Berbagai spesies yang hidup dalam habitat sementara dapat digolongkan sebagai
metapopulasi. Metapopulasi (populasi dari populasi) adalah sejumlah populasi yang membentuk suatu mosaik yang
dinamis dan saling berhubungan melalui peristiwa-peristiwa migrasi maupun penyebaran pasif.
“Arboretum”
Secara filosofi “Arbor” berarti pohon dan “retum” berarti tempat atau ruang. Arboretum adalah suatu tempat yang
digunakan untuk mengumpulkan atau mengoleksi tanaman atau tumbuhan. Arboretum juga merupakan salah satu lingkungan
yang didalamnya menjadi tempat atau habitat bagi beberapa makhluk hidup (fauna). Arboretum juga bisa disebut
sebagai Botanical garden (kebun botani) atau hutan buatan yang ditujukan untuk tempat pelestarian dan penelitian. Di dalam
arboretum sendiri terbentuk berbagai macam ekosistem yang dijadikan sebagai habitat atau tempat hidup bagi macam-macam
hewan.
Ekosistem adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup (biotik) dengan lingkungannya (abiotik). Di dalam
ekosistem terjadi berbagai macam interaksi, baik komponen biotik dan abiotik; sesama biotik maupun abiotik. Arboretum berisi
berbagai jenis atau tipe ekosistem yang membentuk suatu habitat atau tempat hidup bagi berbagai jenis makhluk hidup seperti
ikan, burung, hewan invertebrata, hewan ternak (mammalia). Arboretum sendiri merupakan suatu lahan buatan yang bertujuan
untuk mengoleksi berbagai macam tanaman dari berbagai daerah. Fungsi arboretum sendiri tidak hanya sebatas mengoleksi
tanaman, tapi juga terdapat fungsi hidrologi, perputaran siklus biogeokimia, siklus nitrogen, dan lainnya. Sehingga arboretum
menjadi suatu lahan atau tempat yang menarik untuk di kaji dari segi ekologi dan dari segi penelitian (dapat berfungsi sebagai
laboratorium alam).
Arboretum diisi oleh berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Tumbuhan yang terdapat di arboretum dapat digolongkan
menjadi beberapa macam jenis tumbuhan berdasarkan fungsinya, seperti terdapatnya jenis tanaman hias, jenis tanaman jati diri,
jenis tanaman obat, jenis tanaman langka, dan jenis tanaman buah. Selain tumbuhan juga terdapat beberapa spesies hewan yang
telah terinventarisir seperti jenis ular, jenis mamalia, puluhan jenis aves, dan hewan lainnya seperti ikan, serangga, gastropoda,
bivalvia dan sebagainya.
Terdapat berbagai kegiatan yang dapat dilakukan di arboretum berkaitan untuk meningkatkan “edukasi ekologi”,
dengan menyediakan program-program yang memacu pengunjung untuk lebih mengenal lebih dekat alam beserta isinya. Salah
satu program yang dibuat adalah program cinta lingkungan, program cinta tanaman, program cinta hewan. Selain itu juga
pengunjung akan disuguhi berbagai permainan yang dapat di nikmati di alam (Outbound).

Gambar: Arboretum Ir. Lukito Daryadi, M.Sc. di Jakarta


Contoh salah satu Arboretum adalah Arboretum Ir. Lukito Daryadi, M.Sc. berlokasi di Kompleks Manggala Wanabakti,
Kecamatan Tanah Abang, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Berada di tengah metropolitan sebagai bagian dari Ruang Terbuka
Hijau (RTH) yang penting dalam membersihkan udara layaknya "paru-paru" bagi Kota Jakarta. Arboretum ini letaknya ada di
kawasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Senayan, Jakarta Pusat. Berada di tengah ibu kota, hutan ini
seolah menjadi oase bagi masyarakat Jakarta dan sekitarnya yang haus akan kesejukan namun tak ingin pergi jauh sampai ke
luar kota.
Tempat ini dibangun dengan empat tujuan yaitu menyediakan lingkungan yang sehat, aman, tenang, nyaman, dan indah.
Sebagai fasilitas menjaga pohon langka, pohon hutan, dan tanaman obat. Menjaga keseimbangan penting antara lingkungan dan
perkotaan terutama untuk mengolah udara kembali bersih. Serta menyediakan habitat hewan terutama burung. Pepohonan yang
tumbuh di Arboretum juga bermanfaat untuk menyerap gas karbondioksida (CO2) dari polusi dan memproduksi oksigen yang
baik untuk mahkluk hidup. Maka tak heran, pengunjung betah di sana karena bisa menghirup udara segar.
BENCANA-BENCANA YANG PERNAH TERJADI DI BUMI
1.1 Latar Belakang

Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia [1]. Bencana
alam apapun bentuknya memang tidak diinginkan. Sayangnya kejadian pun terus saja ada. Berbagai usaha tidak jarang
dianggap maksimal tetapi kenyataan sering tidak terelakkan. Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam.
Kehilangan dan kerusakan termasuk yang paling sering harus dialami bersama datangnya bencana itu. Harta benda dan
manusia terpaksa harus direlakan, dan itu semua bukan masalah yang mudah. Dalam arti mudah difahami dan mudah
diterima oleh mereka yang mengalami. Beberapa bencana alam yang terjadi bahkan cukup besar di muka bumi ini.
Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan,
hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, taifun, tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit [1].
Beberapa bencana alam terjadi tidak secara alami. Contohnya adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan
dalam jumlah besar yang disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam. Dua jenis bencana alam yang diakibatkan
dariluar angkasa jarang mempengaruhi manusia, seperti asteroid dan badai matahari [2]. Sebenarnya gejala alam
merupakan gejala yang sangat alamiah dan biasa terjadi pada bumi. Namun, hanya ketika gejala alam tersebut melanda
manusia (nyawa) dan segala produk budidayanya (kepemilikan, harta dan benda), kita baru dapat menyebutnya sebagai
bencana. Maka dari itu makalah ini ditulis untuk membahas mengenai bencana-bencana yang pernah terjadi di bumi ini.
Serta bagaimana dampak yang ditimbulkan dan cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

2.1 Macam-Macam Bencana Alam di Bumi


2.1.1. Tsunami
Tsunami adalah ombak yang sangat besar yang menyapu daratan akibat adanya gempa bumi di laut,
tumbukan benda besar atau cepat di laut, angin ribut, dan lain sebagainya. Tsunami sangat berbahaya karena bisa
menyapu bersih pemukiman warga dan menyeret segala isinya ke laut lepas yang dalam. Tsunami yang besar bisa
membunuh banyak manusia dan makhluk hidup yang terkena dampak tsunami.
Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan
gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa
bumi bawah laut [1]. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika
meletusnya Gunung Krakatau. Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang
terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam.
2.1.2. Gempa Bumi
Gempa bumi adalah goncangan yang mengguncang suatu daerah mulai dari yang tingkat rendah sampai
tingkat tinggi yang membahayakan. Gempa dengan skala tinggi dapat menghancurkan permukaan bumi.
Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh
lempengan yang bergerak. Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan. Gempa bumi yang
paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam
kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada
kedalaman lebih dari 600 km [1]. Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di
dalam gunung berapi.
2.1.3. Gunung Meletus
Gunung meletus adalah gunung yang memuntahkan materi-materi dari dalam bumi seperti debu, awan
panas, asap, kerikil, batu-batuan, lahar panas, lahar dingin,
magma, dan lain sebagainya. Gunung meletus biasanya bisa diprediksi waktunya sehinggi korban jiwa dan harta
benda bisa diminimalisir. Gunung berapi terbentuk dari magma, yaitu batuan cair yang terdalam di dalam bumi.
Magma terbentuk akibat panasnya suhu di dalam interior bumi. Pada kedalaman tertentu, suhu panas ini sangat
tinggi sehingga mampu melelehkan batu-batuan di dalam bumi. Saat batuan ini meleleh, dihasilkanlah gas yang
kemudian bercampur dengan magma. Sebagian besar magma terbentuk pada kedalaman 60 hingga 160 km di
bawah permukaan bumi. Sebagian lainnya terbentuk pada kedalaman 24 hingga 48 km. Sebagian besar magma
dan material vulkanik lainnya kemudian menyembur keluar melalui lubang ini. Setelah semburan berhenti, kawah
(crater) yang menyerupai mangkuk biasanya terbentuk pada bagian puncak gunung berapi [1].
2.1.4. Banjir
Banjir adalah peristiwa terjadinya air yang mengenai daratan dan dapat menyebabkan kerusakan fisik pada
daratan tersebut dan dapat membuat kerugian sosial dan ekonomi pada lingkungan sekitar yang terkena banjir.
Secara alamiah banjir disebabkan oleh terjadinya hujan lokal dan propagasi limpasan dari daerah hulu pada satu
daerah tangkapan. Secara non ilmiah banjir dapat terjadi karena ulah manusia.
Proses terjadinya banjir secara alamiah itu seperti,turunnya hujan jatuh kepermukaan bumi dan tertahan oleh
tumbuh-tumbuhan setelah itu masuk kepermukaan tanah mengalir ketempat yang lebih rendah setelah itu terjadi
penguapan dan keluar kepermukaan daratan [1].
Banjir yang terjadi secara almiah dapat menjadi bancana bagi manusia bila banjir itu mengenai manusia dan
menyebabkan kerugian bagi manusia.Sedangkan proses terjadinya banjir secara non alamiah karena ulah manusia
seperti,membuang sampah tidak pada tempatnya dan menyebabkan aliran air tidak lancar sehingga air tersebut
terapung di tempat pembuangannya semakin lama semakin menguap setelah itu tinggi dan keluar sehingga
mengenai daratan dan menyebabkan banjir.
2.1.5. Angin Puting Beliung
Angin puting beliung adalah angin dengan kecepatan tinggi yang berhembus di suatu daerah yang dapat
merusak berbagai benda yang ada di permukaan tanah. Angin yang sangat besar seperti badai, tornado, dan lain-
lain bisa menerbangkan benda-benda
serta merobohkan bangunan yang ada sehingga sangat berbahaya bagi manusia. Proses terjadinya angin puting
beliung, biasanya terjadi pada musim pancaroba pada siang hari suhu udara panas, pengap, dan awan hitam
mengumpul, akibat radiasi matahari di siang hari tumbuh awan secara vertikal, selanjutnya di dalam awan tersebut
terjadi pergolakan arus udara naik dan turun dengan kecepatan yang cukup tinggi [1][3]. Arus udara yang turun
dengan kecepatan yang tinggi menghembus ke permukaan bumi secara tiba-tiba dan berjalan secara acak. Rata-
rata angin puting beliung terjadi karena udara panas, badai, dan tornado.
2.1.6. Tanah Longsor
Tanah longsor juga sering disebut sebagai gerakan tanah. Tanah longsor merupakan salah satu peristiwa
geologi yang terjadi akibat adanya pergerakan massa batuan atau tanah dengan berbagai macam tipe dan jenis
tanah, misalnya jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Peristiwa tanah longsor yang terjadi dimana saja
pasti mempunyai alasan atau penyebab. Adanya tanah longsor karena disebabkan oleh beberapa hal tertentu. Hal-
hal yang menyebabkan terjadinya tanah longsor bisa dikarenakan peristiwa alami maupun hal- hal yang
disebabkan oleh manusia.
Erosi tanah ini bisa menyerang bagian kaki- kaki lereng sehingga bertambah curam. Ketika ini dibiarkan terus
menerus maka hal ini bisa menyebabkan tanah longsor, karena tidak ada penopang yang kuat di bagian kaki
lerengnya. Getaran yang berasal dari gempa bumi bisa merupakan getaran yang kuat, sedang maupun ringan
mampu menimbulkan tekanan pada partikel- partikel mineral dan bidang lemah pada massa batuan dan tanah
yang dapat mengakibatkan longsornya lereng-lereng tersebut [1].
Gunung berapi yang meletus atau erupsi mengeluarkan material-material seperti debu dan juga lahar dingin.
Apabila material- material ini bertumpuk terlalu berat maka ada kemungkinan tanah atau lereng yang
menopangnya tidak akan kuat sehingga menyebabkan terjadinya tanah longsor [3]. Ketika curah hujan ini deras
maka aliran air hujan akan menghantam tanah yang ada di permukaan Bumi. Hal ini jika terjadi secara terus
menerus maka tanah yang tidak kuat (tanah yang miring dan berada di lereng) akan tidak dapat menahan aliran air
dan terpaan air hujan, sehingga lama kelamaan hal ini akan menyebabkan tanah longsor [1].
2.2 Dampak dari Bencana Alam di Bumi
Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Kerusakan
infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit,
hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan
yang melindungi daratan. Salah satu bencana alam yang paling menimbulkan dampak paling besar, misalnya gempa bumi,
tsunami, dan tanah longsor [2]. Dalam hitungan detik dan menit, jumlah besar luka-luka yang sebagian besar menyebabkan
kematian. Bencana seperti tanah longsor pun dapat memakan korban yang signifikan pada komunitas manusia karena
mencakup suatu wilayah tanpa ada peringatan terlebih dahulu dan dapat dipicu oleh bencana alam lain terutama gempa
bumi, letusan gunung berapi, hujan lebat atau angin putting beliung dan topan [3].
2.3 Penanganan Terhadap Bencana Alam di Bumi
Dalam upaya menerapkan manajemen penanggulangan bencana, dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahapan sebagai
berikut [4]:
1) Tahap pra-bencana
Tahap yang dilaksanakan ketika sedang tidak terjadi bencana dan ketika sedang dalam ancaman potensi bencana.
Tahapan ini meliputi tahap pencegahan dan mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi serta menanggulangi resiko
bencana. Rangkaian upaya yang dilakukan dapat berupa perbaikan dan modifikasi lingkungan fisik maupun
penyadaran serta peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Kegiatan yang secara umum dapat dilakukan pada tahapan ini adalah:
- Membuat peta atau denah wilayah yang sangat rawan terhadap bencana
- Pembuatan alarm bencana
- Membuat bangunan tahan terhadap bencana tertentu
- Memberi penyuluhan serta pendidikan yang mendalam terhadap masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana.
- Menyusun langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang mungkin
menghadapi risiko dari bencana berulang.
- Melakukan langkah-langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk
meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi.
2) Tahap tanggap darurat
Tahap ini dirancang dan dilaksanakan pada saat sedang terjadi bencana. Tahap tanggap darurat dilakukan saat
kejadian bencana terjadi. Kegiatan pada tahap tanggap darurat yang secara umum berlaku pada semua jenis bencana
antara lain: - Menyelamatkan diri dan orang terdekat.
- Tidak panik
- Lari atau menjauh dari pusat bencana tidak perlu membawa barang-barang apa pun. - Lindungi diri dari benda-
benda yang mungkin melukai diri.
3) Tahap pasca bencana
Tahap ini dilakukan saat setelah terjadi bencana. Pada tahap ini meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi
seperti bantuan dana darurat, inventaris dan evaluasi kerusakan yang terjadi. Kemudian melakukan pemulihan dan
rehabilitasi. - Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
- Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana,
baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana

3.1 Kesimpulan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Contoh bencana
alam antara lain antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, angin puting beliung, dan tanah langsor.
Sedangkan bencana non alam contohnya adalah konflik social, epidemi dan wabah penyakit.
PENGELOLAAN KANDANG
A. Pengertian Kandang
Kandang merupakan suatu bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal ternak untuk sebagian atau sepanjang
hidupnya. Selain kandang suatu peternakan yang dikelola dengan tata laksana pemeliharaaan yang baik memerlukan
sarana fisik sebagai penunjang dan kelengkapan. Sarana fisik tersebut antara lain kantor kelola, gudang, kebun hijauan
makanan ternak dan jalan. Komplek kandang dan bangunan-bangunan pendukung tersebut disebut sebagai
perkandangan. Dengan demikian perkandangan adalah segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana
maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang kelengkapan dalam suatu peternakan.
B. Fungsi dan Persyaratan Kandang Ternak
a. Fungsi Kandang Ternak
Umumnya, kandang dibuat agar ternak yang dipelihara terhindar dari panas matahari yang menyengat, hujan
secara langsung, cuaca ekstrim maupun hal lain yang rawan membuat ternak terkena penyakit. Kandang juga
merupakan rumah bagi ternak yang dapat mencegah ternak dari orang yang tidak bertanggung jawab, dari
gangguan binatang malam dan binatang buas. Selain itu dengan adanya kandang maka kontrol pada ternak bisa
lebih bagus dan teratur. Pemberian pakan pada ternak sapi akan lebih mudah, ternak juga tidak membuang
kotoran sembarangan dan bisa dimanfaatkan kotorannya tersebut untuk dijual atau diolah sebagai pupuk.
Termasuk bisa memantau pola tingkah laku hewan yang sedang sakit dengan lebih aman dan spesifik di dalam
kandang.
b. Syarat Kandang Ternak Sapi
Dalam membuat kandang perlu memperhatikan beberapa persyaratan di bawah ini:
i. Ketersediaan air dan pakan sehari-hari dapat tercukupi.
ii. Tersedianya sumber air untuk membersihkan kandang dan memandikan ternak
iii. Jauh dari pemukiman penduduk / tidak mengganggu kesehatan sekitar.
iv. Akses jalan yang memadai untuk menuju kandang.
v. Posisi kandang berada didataran yang lebih tinggi untuk mencegah genangan air berlebih.
vi. Lahan sebaiknya luas agar mempermudah jika suatu saat kandang akan diperbesar.
vii. Ketersediaan bahan dan peralatan dalam pembuatan kandang.
viii. Penyaluran limbah maupun kotoran mudah dan terkelola dengan baik.
C. Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan kandang ternak
a. Konstruksi Kandang
Sebelum memasuki fase perancangan kandang secara teknis, perlu diperkirakan bentuknya dengan pola
pemeliharaan yang akan dipakai. Hal - hal yang harus ada di dalam kandang adalah sebagai berikut:
i. Atap Kandang
ii. Lantai Kandang
iii. Dinding Kandnag
iv. Lorong
v. Tempat Makan dan Minum
vi. Selokan
vii. Penampungan Limbah Feses dan Urine
b. Sanitasi Kandang
Dalam upaya melaksanakan sanitasi yang baik dan benar dalam suatu usaha peternakan, hal yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
i. Matahari dapat masuk ke dalam kandang
ii. Sirkulasi udara dapa berlangsung secara lancar
iii. Saluran-saluran air pembuangan harus dijaga tetap bersih
iv. Tempat-tempat pembuangan kotoran harus terletak jauh dari kandang · Kebersiahan lantai kandang harus dijaga dari
feses
v. Kebersihan sapi harus dijaga dengan cara memandikannya secara teratur
vi. Peralaan-peralatan yang dipergunakan dalam peternakan harus bersih dari kotoran.
D. Tipe Kandang Ternak
Kandang berdasarkan bentuknya :
1. Kandang Tipe Tunggal
Kandang tunggal merupakan tipe kandang yang ditempati oleh satu ternak di lengkapi oleh tempat pakan dan tempat
minum. Penempatan ternak pada kandang tunggal dilakukan dengan metode satu baris atau sejajar, sedangkan pada
bagian belakang adalah parit pembuangan kotoran.
2. Kandang Tipe Ganda
Kandang ganda merupakan tipe kandang yang ternaknya saling berhadapan (head to head) atau tolak belakang (tail

to tail), dan dilengkapi oleh tempat pakan dan tempat minum.

3. Kandang Tipe Paddock


Kandang paddock merupakan tipe kandang dengan penempatan ternal secara individual dan memiliki umbaran
sehingga memungkinkan ternak untuk bisa bergerak lebih bebas dibanding dengan kandang tipe individu dan
kandang tipe ganda. Kandang ini dikhususkan untuk ternak agar dapat melakukan exercise.

RANGKUMAN BIOKONSERVASI (BUKU INDONESIA DALAM REKAYASA KEHIDUPAN)

J. CARA TIK MEMANIPULASI POLA PIKIR


Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) yang berkembang saat ini banyak memberikan pengaruh terhadap perilaku manusia
karena menaarkan banyak kemudahan dalam berbagai kegiatan sehari-hari hampir semua dapat dibantu oleh TIK. Selain sangat
membantu memudahkan kegiatan dan mencari informasi, TIK juga memberikan dampak negatif seperti mengganggu
konsentrasi dan fokus dalam melakukan kegiatan di dunia nyata dimana kita seringkali masih memikirkan mengenai berbagai
informasi yang beredar di dunia maya (internet). Dulu saat TIK belum berkembang pesat seperti saat ini yang banyak diwarnai
dengan berbagai media sosial, akses informasi yang diperoleh masyarakat hanya beredar dari pembicaraan mulut ke mulut
secara langsung, telepon, dan media penyiaran yang terikat kode etik. Namun, saat ini semua lapisan masyarakat yang
mempunyai smart phone dapat mengakses berbagai informasi yang beredar di internet tanpa diketahui secara pasti apakah
informasi tersebut benar atau hoaks. Selain itu, berkembangnya TIK juga mempengaruhi pola pikir masyarakat yang
menginginkan segala sesuatu menjadi instan, kecanduan terhadap beberapa aplikasi, bahkan dapat menyerang DNA melalui
gelombang hypno electromagnetic yang dipancarkan oleh perangkat sekitar dimana berpengaruh terhadap hormone pengendali
emosi dan stress.

K. TIK MENGUBAH POLA KEHIDUPAN


Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) tidak hanya memanipulasi manusia secara pola piker tetapi juga mengakar hingga
perilaku seperti terbentuknya sifat apatis dimana seseorang memprioritaskan kepentingan pribadi, berkurang rasa simpati dan
kurang peduli terhadap lingkungan sekitar. Selain itu, menimbulkan sikap antisosial yang membuat seseorang lebih senang
melakukan aktivitas dengan ponsel. Perilaku konsumtif juga timbul akibat perkembangan TIK karena manusia memiliki ego
untuk mengikuti trend di media social yang diasumsikan untuk menaikkan derajatnya dan membuat manusia sulit membedakan
mana kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi terlebih dahulu.

L. NILAI-NILAI KEHIDUPAN HASIL REKAYASA KEHIDUPAN


Perkembangan zaman tidak hanya melahirkan sesuatu yang positif tetapi juga nilai-nilai kehidupan yang berdampak negatif
terhadap kehidupan sosial seperti meluasnya sekularisme dimana meng-agungkan teknologi yang berkembang sebagai solusi
dari segala permasalahan, disisi lain sikap hedonism juga berkembang yang awalnya hanya sebagai hiburan hingga kini mejadi
sebuah hal yang lazim dipertontonkan. Virtualisme merupakan salah satu dampak dari perkembangan teknologi dimana manusia
lebih sering berinteraksi melalui ponsel atau pernagkat sejenis sehingga menggerus rasa kekeluargaan. Individualisme juga ikut
berkembang dengan banyaknya sifat apatis dan antisosial yang muncul akbiat terlalu asyik dengan ponsel yang menyediakan
informasi yang bersifat edukasi maupun hiburan serta globalisme yang akan membawa dunia dipenuhi dengan banyaknya
produk perkembangan teknologi yang membuat manusi semakin mudah dalam berkegiatan namun juga malas untuk
meggerakkan anggota tubuh dan otak unutk berpikir.

Kandang berdasarkan fungsinya


1. Kandang Isolasi dan Karantina
Kandang karantina dipergunakan untuk mengkarantina ternak yang baru masuk atau baru datang dengan tujuan
pemeriksaan kondisi ternak yang baru datang tersebut, sedangkan kandang isolasi hanya digunakan untuk
memisahkan ternal yang sedang sakit agar tidak menular ke ternak yang lainnya.
2. Kandang pembibitan
Kandang pembibitan digunakan untuk pemeliharan induk/calon induk dengan tujuan untuk menghasilkan anak. Tipe
kandang untuk program pembibitan ternak berdasarkan program perkawinanya, yaitu menggunakan kandang individu
atau kandang kelompok
3. Kandang beranak
Kandang beranak atau kandang menyusui adalah kandang untuk pemeliharaan khusus induk atau calon induk yang
telah bunting tua sampai disapih dengan tujuan menjaga keselamatan dan keberlangsungan hidup pedet. Kontruksi
kandang beranak harus memberi kenyamanan dan keleluasaan bagi induk dan anaknya selama menyusui. Kandang
beranak termasuk tipe individu yang dilengkapi dengan palungan pada bagian depan, dan selokan pada bagian
dibelakang ternak, serta di belakang kandang dilengkapi dengan halaman pelumbaran. Lantai kandang selalu bersih,
kering dan tidak licin.
4. Kandang pembesaran
Kandang pembesaran untuk pemeliharaan ternak lepas sapih sampai dewasa. Tipe kandang ini adalah kandang kelompok
yang mempunyai umbaran. Kontruksi kandang pembesaran untuk ternak lepas sapih harus menjamin ternak tidak bisa
keluar pagar serta mampu mencapai pakan di dalam palungan
5. Kandang penggemukan
Kandang penggemukan untuk ternak sampai mencapai bobot tertentu. Lama pemeliharaan ternak pada kandang
penggemukan berkisar antara 3-5 bulan, tergantung pada kondisi awal ternak (umur dan bobot badan) dan ransum yang
diberikan.
6. Kandang pejantan
Kandang pejantan untuk pemeliharan ternak jantan yang khusus digunakan sebagai pemacek. Tipe kandang pejantan adalah
individu yang dilengkapi dengan palungan (sisi depan) dan saluran pembuangan kotoran pada sisi belakang. Kontruksi
kandang pejantan harus kuat serta mampu menahan benturan dan dorongan serta memberikan kenyamanan dan keleluasaan
bagi ternak.
GENETIC DRIFT
Hukum Hardy – Weinberg
Menjelaskan bahwa populasi tidak mengalami evolusi → frekuensi alel dan genotip dalam gen pool tidak mengalami perubahan
selama beberapa generasi

Hukum Hardy – Weinberg hanya dapat terjadi apabila :


1. Populasi sangat besar → pada populasi yang sangat besar terjadinya genetic drift tidak menyebabkan perubahan frekuensi
gen di dalam genpool. Tetapi dalam populasi yang kecil, penyimpangan genetik bisa merubah frekuensi gen
2. Terisolasi dari populasi lain → terpisah dengan populasi yang lain sehingga kemungkinan terjadinya gen flow (aliran gen)
karena perkawinan antar populasi tidak terjadi 3. Tidak terjadi mutasi → perubahan satu alel menjadi bentuk alel lain akan
merubah gen pool
4. Perkawinan Acak → di dalam suatu populasi setiap anggota di dalam populasi mempunyai kemungkinan yang sama untuk
saling melakukan perkawinan. Kalau ada faktor keinginan untuk memilih pasangan kawin, maka hukum H-W tidak akan
terjadi
5. Tidak ada seleksi alam → apabila semua individu mempunyai kemampuan hidup, tidak ada persaingan dalam
mempertahankan hidup, maka dunia akan penuh dengan makhluk hidup yang beraneka macam jenisnya. Kenyataannya
populasi makhluk hidup relatif stabil → berarti ada yang mati karena tidak dapat mempertahankan hidup atau populasinya
makin menurun karena menurunnya kemampuan memperbanyak diri

Definisi Genetic Drift


Definisi sederhana dari penyimpangan genetik (juga disebut sebagai efek Sewall Wright atau penyimpangan alel) adalah
metode untuk mengubah frekuensi alel populasi secara kebetulan di mana beberapa individu dengan alel spesifik bereproduksi
lebih dari yang lain, proses ini dapat mengakibatkan hilangnya alel yang menguntungkan atau fiksasi alel berbahaya karena
frekuensi gen berubah secara kebetulan dan bukan karena alel yang bermanfaat seperti alel alami teori seleksi.
Penyimpangan genetik berkontribusi pada evolusi alami spesies, dapat menyebabkan fiksasi alel baru yang telah
diperbaiki secara resesif pada individu sebelumnya dan pengembangan fitur baru dalam populasi. Penyimpangan genetik terjadi
pada semua spesies; Namun, ini jauh lebih signifikan dalam populasi kecil di mana jumlah individu telah berkurang karena
bencana alam (bottleneck effect) atau ketika sejumlah individu terpisah dari populasi mereka untuk membentuk koloni baru
(founder effect).
Faktanya, penyimpangan genetik bersifat acak karena terjadi sebagai akibat dari kebetulan murni, namun, itu
mempengaruhi populasi kecil secara signifikan tidak seperti populasi besar yang tidak rentan terhadap perubahan karena
kebetulan. Tidak seperti seleksi alam, hasil penyimpangan genetik tidak dapat diprediksi, itu seperti membalik koin tanpa
mengetahui sisi mana yang akan Anda dapatkan, hasil penyimpangan gen selalu karena kebetulan murni.
Penyebab Genetic Drift
Meskipun penyimpangan genetik adalah hasil dari kebetulan, tetapi genetic drift dipengaruhi oleh banyak faktor seperti :

1. Jumlah individu dalam populasi, di mana efek penyimpangan genetik lebih dominan pada populasi kecil
2. Jumlah individu yang berkontribusi dalam penyimpangan genetik karena beberapa individu tidak menghasilkan keturunan
3. Terjadinya bencana alam yang mempengaruhi ukuran penduduk; Dengan demikian, bencana ini akan meningkatkan
signifikansi penyimpangan genetik acak di antara populasi serta perubahan pola aliran gen alami.
4. Fragmentasi habitat merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi penyimpangan gen dimana manusia hidup di
habitat nonurban sehingga populasi non-manusia tersebar atau bahkan dihilangkan. Akibatnya, aliran gen di antara populasi
ini menurun sementara penyimpangan gen menjadi lebih signifikan.

Manusia dapat mengubah efek penyimpangan gen di mana mereka dapat memindahkan individu ke lingkungan baru
secara sukarela atau tidak sengaja karena urbanisasi, urbanisasi mempengaruhi spesies yang kurang bergerak sampai batas lebih
dari spesies bergerak dengan meningkatkan laju aliran gen di antara spesies ini. Aliran gen yang difasilitasi oleh manusia
biasanya dikenal sebagai "Aliran gen yang difasilitasi manusia" itu juga dapat memperkenalkan gen baru ke dalam populasi
yang memungkinkan alel dan mutasi baru. Dispersi populasi akibat urbanisasi dapat menurunkan pengaruh penyimpangan
genetik karena efek bottleneck akan berkurang.

Jenis Genetic Drift

Efek penyimpangan genetik tidak tergantung pada manfaat alel, karena alel berbahaya dapat diperbaiki dan alel yang
menguntungkan dapat hilang secara kebetulan. Terlepas dari efeknya, gen resesif langka dapat menjadi lebih umum dengan efek
penyimpangan genetik ketika populasi terkena bencana alam (bottleneck effect) atau ketika sekelompok individu terpisah dari
populasi (founder effect) di mana efek penyimpangan genetik sangat muncul pada populasi kecil. Secara lebih rinci, kami
membahas bottleneck effect vs founder effect :

1. Bottleneck Effect
Definisi efek bottleneck adalah penurunan jumlah individu dalam suatu populasi karena bencana alam, efek bottleneck
drift genetik biasanya mempengaruhi distribusi genetik di antara populasi, oleh karena itu, efek penyimpangan genetik
menjadi lebih signifikan. Akibatnya, variasi genetik di antara populasi ini akan berkurang karena jumlah individu yang
kawin akan berkurang.
Ketika tingkat penyimpangan genetik meningkat dalam suatu populasi ini menyebabkan hilangnya atau fiksasi beberapa
alel, fenomena ini dijelaskan dalam hal penurunan ukuran efektif genetik. Meskipun populasi yang mengalami
kemacetan dapat bereproduksi dan menjadi lebih besar ukurannya lagi, namun, variasi genetik di antara populasi ini
menurun pada tingkat yang mewakili ukuran bencana sampai individu baru dimasukkan ke dalam populasi melalui
migrasi atau ketika mutasi baru terjadi. Kekuatan biologi bottleneck dipengaruhi oleh ukuran dan durasinya, faktor-
faktor ini dihitung secara matematis untuk menentukan pengaruh bottleneck pada variasi genetik populasi.

Gambar 1 : Contoh efek bottleneck: Populasi ini telah dipengaruhi oleh bencana alam di mana hanya beberapa
individu yang selamat, efek penyimpangan gen akan mempengaruhi populasi yang masih hidup selama beberapa
generasi (Sumber : Clark, openstax).

2. Founder Effect

Ketika populasi kecil dapat terbentuk karena efek pendiri ketika sejumlah kecil individu meninggalkan populasi mereka
untuk memulai koloni baru, individu-individu ini tidak selalu mencakup seluruh rangkaian genetik populasi; oleh
karena itu, efek penyimpangan gen signifikan dalam populasi kecil ini. Contoh founder effect paling sering ditemukan
di antara spesies jamur di mana spora menyebar dan menjajah di lingkungan yang berbeda membentuk koloni baru yang
mungkin tidak memiliki alel yang sama dengan populasi dari mana mereka berasal.

Genetic Drift VS Gene Flow

Aliran gen adalah aliran alel dari satu generasi ke generasi lainnya melalui migrasi atau dispersi, beberapa populasi
biasanya tidak mengalami migrasi atau dispersi sementara yang lain lebih fleksibel, misalnya, tanaman dan jamur mengirim
serbuk sari atau spora mereka menjauh dari populasi mereka untuk berkoloni di lingkungan yang berbeda. Meskipun beberapa
populasi mungkin tampak stabil, namun, mereka tidak stabil seperti yang terlihat, seperti singa yang meninggalkan ibu mereka
setelah perkembangan untuk mencari betina yang tidak terkait dengan
populasi mereka. Aliran gen di antara populasi ini berkontribusi pada perubahan kumpulan gen setiap populasi serta pengenalan
gen baru untuk melanjutkan proses evolusi.

Penyimpangan gen dilawan oleh aliran gen karena suatu populasi biasanya tidak tinggal kecil untuk waktu yang lama
untuk dipengaruhi oleh penyimpangan genetik. Namun, aliran gen dapat menangkal efek penyimpangan genetik hanya jika
aliran gen populasi cukup untuk meningkatkan frekuensi alel yang hilang oleh penyimpangan gen. Aliran gen dapat terjadi
sebagai akibat dari penyebaran benih pasif atau migrasi aktif, penelitian telah menunjukkan bahwa hanya satu migran per
generasi yang dapat meningkatkan diferensiasi genetik di antara populasi itu juga dapat mencegah efek penyimpangan genetik
dalam mengurangi variasi genetik di antara populasi. Perhatikan bahwa aturan ini hanya berlaku untuk populasi ideal, sementara
populasi nonideal mungkin memerlukan lebih dari satu migran untuk menangkal efek penyimpangan genetik.
DEFINISI DAN FUNGSI TAMAN KOTA
1. Taman Kota
Pengertian taman secara umum adalah sebuah area yang mempunyai ruang, luasan, iklim, dan kondisi khusus
lainnya seperti tujuan serta fungsi spesifik dari pembangunan taman (Sintia dan Murhananto, 2004). Menurut Nazzaruddin
(1994) dalam Ilmiajayanti dan Dewi (2015), taman adalah sebidang lahan terbuka dengan luasan tertentu di dalamnya
ditanam pepohonan, perdu, semak dan rerumputan yang dapat dikombinasikan dengan kreasi dari bahan lainnya. Umumnya
dipergunakan untuk olahraga, bersantai, bermain, dan sebagainya. Jenis taman terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Taman publik aktif
Taman publik aktif adalah taman yang memiliki fungsi sebagai tempat bermain dan olahraga, dilengkapi dengan
elemen-elemen pendukung taman bermain dan lapangan olahraga, contohnya: alun-alun, central park di New York.
2. Taman publik pasif
Taman publik pasif adalah taman yang hanya sebagai elemen estetis saja, sehingga kebanyakan untuk menjaga
keindahan tanaman di dalam taman tersebut akan dipasang pagar di sepanjang sisi luar taman. Contohnya:
Bundestagen Park, Cologne Germany.
Menurut Unterman dan Small (1986) taman dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan sifat kepemilikannya
yaitu:
1. Taman publik (umum) yaitu taman yang bisa digunakan oleh umum. 2. Taman semi publik yaitu taman milik pribadi
yang dapat digunakan oleh umum atau dapat digunakan secara bersama-sama.
3. Taman pribadi yaitu taman milik pribadi yang tidak dapat digunakan oleh umum.

Berdasarkan ukuran dan skala cakupan penggunanya, taman umum di perkotaan biasanya dibedakan atas taman
kota, taman lingkungan, dan taman ketetanggaan. Taman kota adalah taman umum pada skala kota, yang peruntukannya
sebagai fasilitas untuk rekreasi, olahraga, dan sosialisasi masyarakat di kota yang bersangkutan.

Lokasi taman biasanya terletak pada lokasi yang strategis dan mudah diakses dari berbagai penjuru kota, sedangkan
penanggung jawab taman kota adalah pemerintah kota, meskipun demikian dalam pengelolaan dapat berkolaborasi dengan
pihak swasta (Arifin,
Hadi S, A. Munandar, N.H.S. Arifin, Q. Pramukanto, dan V.D. Damayanti, 2007). Menurut Arifin (2006), dalam
perancangan taman perlu dilakukan pemilihan dan penataan secara detail mengenai elemen-elemennya, agar taman dapat
fungsional dan estetis. Elemen taman dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Berdasarkan jenis dasar elemen meliputi:


- Elemen alami
- Elemen buatan

b. Berdasarkan kesan yang ditimbulkan:


- Elemen lunak (soft material) seperti tanaman dan satwa.
- Elemen keras (hard material) seperti groundcover, pagar, schlupture, bangku taman, kolam, lampu taman, patung,
pergola.

c. Berdasarkan kemungkinan perubahan:


Taman dalam skala besar (dalam konteks lanskap), memiliki elemen perancangan yang lebih beragam dimana memiliki
perbedaan dalam hal kemungkinan dirubah. Elemen tersebut diklasifikasikan menjadi :
- Elemen mayor (elemen yang sulit diubah), seperti sungai, gunung, pantai, hujan, kabut, suhu, kelembaban udara, radiasi
matahari, angin, petir.
- Elemen minor (elemen yang sulit diubah), seperti sungai kecil, bukit kecil, tanaman, dan elemen buatan manusia.

2. Fungsi Taman
Taman merupakan bagian dari ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau yang telah ada baik secara alami ataupun buatan
diharapkan dapat menjalankan empat (4) fungsi dan memenuhi setiap kriteria yang terdapat pada masing-masing fungsi
sebagai berikut : 1. Fungsi ekologis
- Berfungsi sebagai paru-paru kota
- Berperan dalam mengatur iklim mikro
- Berfungsi sebagai peneduh
- Menjadi lokasi serapan air hujan (Medco Foundation, 2017).
2. Fungsi sosial
- Menjadi media komunikasi warga
- Sebagai wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam
- Mempunyai aksesibilitas yang mudah (Permen PU No.5, 2008).
- Menjadi tempat beraktivitas sosial seperti berolahraga dan rekreasi - Menunjang kesehatan
pengunjung
- Menjamin keamanan pengunjung
- Menjadikan pengunjung merasa nyaman (Asgitami, 2017).
- Mengakomodir kebutuhan masyarakat pada tiap aras (Arifin dkk, 2007). 3. Fungsi ekonomi
- Menyediakan sumber produk yang bisa dijual seperti tanaman bunga, buah, daun, dan sayur mayur.
- Menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, dan lain-lain (Permen PU No.5, 2008).
4. Fungsi estetika
- Menunjang keindahan kota
- Menjadi pembingkai pemandangan untuk melembutkan kesan kaku dari bangunan kota (Cunawan, 2005).
- Terjaga kebersihannya
- Indah dipandang (Heath, 1988 dalam Asgitami, 2017).
- Mempunyai proporsi vegetasi yang lebih dominan (Zahra dkk, 2014). - Kondisi sarana prasarana baik
(Asgitami, 2017).

Menurut The Green Flag Award (2017) yang merupakan standart nasional taman di Inggris, untuk menilai kualitas
Taman dan Ruang Terbuka Hijau ditentukan kriteria sebagai berikut:
1. Tempat yang Ramah (a welcoming place)
Ketika mendekati atau memasuki taman, kesan keseluruhan untuk setiap anggota masyarakat harus positif (terlepas
dari tujuan kunjungan). Kesan positif terhadap taman dapat didukung dengan:
- Akses yang mudah dan aman
- Sirkulasi yang jelas
- Kesetaraan akses bagi semua anggota masyarakat
2. Sehat, nyaman, dan aman
- Peralatan dan fasilitas harus aman dan nyaman untuk digunakan - Harus menjadi tempat yang aman untuk semua
anggota masyarakat yang menggunakan.
- Kebijakan tentang kesehatan dan keselamatan harus ada dalam prakteknya dan secara teratur ditinjau.
- Toilet, air minum, pertolongan pertama, telepon umum dan peralatan darurat yang relevan (misal pelampung) harus
tersedia di dalam atau di dekat taman, dan secara jelas tertandai.
3. Bersih dan Terpelihara (clean and well maintained)
Taman harus dalam keadaan bersih dan terpelihara untuk menjaga nilai estetika, kesehatan dan keamanan, maka
poin-poin yang harus dipenuhi diantaranya: - Sampah buangan harus dikelola dengan baik
- Tanah, tanaman, dan bangunan harus dipelihara dengan baik.
- Kebijakan tentang sampah, perusakan dan pemeliharaan harus ada, dalam praktek, dan selalu dikaji ulang.
4. Keberlanjutan (sustainability)
Metode yang digunakan dalam memelihara taman dan fasilitas harus ramah lingkungan, dengan praktek terbaik, dan
dengan teknologi terbaru.
- Memiliki kebijakan lingkungan atau aturan dan strategi manajemen yang dilaksanakan dan selalu dikaji ulang.
- Meminimalisir penggunaan pestisida
- Tidak menggunakan kotoran hewan untuk pupuk
- Memiliki konservasi energi, pengurangan polusi, daur ulang limbah, dan langkah-langkah konservasi sumber daya
lainnya.
5. Konservasi dan Cagar Budaya (conservation and heritage)
Perhatian khusus harus diberikan untuk konservasi dan pengelolaan yang ditujukan pada:
- Elemen alam, satwa liar dan fauna
- Lanskap
- Elemen bangunan dan struktural Taman harus dapat melayani fungsi mereka dengan baik tanpa merugikan lingkungan
sekitarnya.
6. Peran Serta Masyarakat (community involvement)

Manajemen taman harus secara aktif mengajak dan melibatkan anggota masyarakat dalam kegiatan di lingkungan
taman dengan cara:
- Promosi kepada komunitas-komunitas untuk terlibat kegiatan di dalam taman. - Mempublikasikan bukti
keterlibatan masyarakat dalam kegiatan didalam taman. - Menyediakan fasilitas yang tepat guna untuk semua elemen
masyarakat. 7. Pengelolaan (management)
Rencana pengelolaan harus jelas dan harus menjawab semua kriteria di atas serta menjawab segala aspek terkait
lainnya. Pengelolaan taman harus secara aktif diimplementasikan dan dikaji ulang.
HERBARIUM
Herbarium merupakan kegiatan pengawetan yang biasa dilakukan sebagai sarana mengidentifikasi lanjutan pada jenis
tumbuhan. Herbarium digunakan sebagai sarana membantu identifikasi tumbuhan lainnya yang sekiranya memiliki persamaan
morfologi.

➢ Macam-macam Herbarium
1. Herbarium basah
adalah awetan dari hasil eksplorasi yang sudah diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat aslinya.
2. Herbarium kering
adalah awetan yang dibuat dengan cara dikeringkan, namun masih bisa terlihat ciri-ciri morfologinya.

➢ Ada 3 Tahap Pembuatan Herbarium (Steenis, 1988):


1. Tahap Pengumpulan
Tahap ini dilakukan dengan cara eksplorasi lapangan. Ambilah terutama dari bagian tumbuhan yang berbunga atau
malahan yang berbuah. Buatlah sedikitnya 2 sampel yang lengkap dari tiap jenis. Bagian dari tumbuhan yang besar
sedikitnya panjangnya 30-40 cm dan sedikitnya harus ada satu daun dan satu inflorescencia yang lengkap, kecuali
kalau bagiannya yang khusus masih terlalu besar. Lihatlah bagian tumbuhan yang berada dibawah tanah. Sediakan
buku untuk mencatat kehususan seperti : warna, bau, bagian dalam tanah, tinggi tempat dari permukaan laut, tempat,
banyaknya tanaman tersebut.
2. Tahap Pengeringan
a. Tumbuhan diatur diatas kertas kasar dan kering, yang tidak mengkilat, misalkan kertas Koran.
b. Letakan diantara beberapa halaman yang dobel dan sertakan dalam setiap jenis catatan yang dibuat untuk tanaman
tersebut. Juga biasanya digunakan etiket gantung yang diikatkan pada bahan tumbuh-tumbuhan, yang nomornya
adalah berhubungan dengan buku catatan lapangan.
c. Tumbuh-tumbuhan yang berdaging tebal, direndam beberapa detik dalam air yang mendidih. Lalu tekanlah secara
perlahan-lahan.
d. Gantilah untuk beberapa hari kertas pengering tersebut. Ditempat yang kelembabannya sangat tinggi, dapat dijemur
dibawah sinar mata hari atau didekatkan di dekat api (diutamakan dari arang). Tanaman dikatakan kering kalau
dirasakan tidak dingin lagi dan juga terasa kaku.
e. Diusahakan bahwa seluruh sample terus-menerus dalam keadaan kering. Makin cepat mereka mongering, maka makin
baik warna itu dapat dipertahankan.
3. Tahap Pengawetan
Tanaman yang dikeringkan selalu bersifat hygroscopis, akan mudah sekali terserang jamur. Oleh karena itu,
usahakanlah penyimpanan herbarium di tempat kering dan jemurlah koleksi tersebut sekali-kali dibawah sinar
matahari.
4. Tahap Pembuatan
Tempel herbarium, kalau dapat pada helaian yang terlepas, sehingga kelak dapat ditempatkan menurut selera yang
dikehendaki. Tempelkan nama pada kertas dengan kertas label. Tuliskan diatas kertas herbarium data mengenai
tanggal, tempat ditemukan, tempat mereka tumbuh, nama penemu, catatan khusus, nama familia dan nama spesies.
PENGELOLAAN PENUNJANG KELANGSUNGAN KEBUN
BINATANG
Pengelolaan kebun binatang harus mengerti cara-cara transportasi hewan, pencegahaan kebakaran dan kebersihan makanan
satwa/hewan dan hal lain yang berkaitan dengan tata kerja kebun binatang yang baik, antara lain :
1.1 Animal Welfare (kesejahteraan satwa).
Lima prinsip dibawah, diuraikan dengan jelas untuk memeberikan rangka kerja didalam praktek kebun binatang. Kelima
dasar prinsip ini dari “Lima kebebasan”, Yaitu : 1. Bebas rasa lapar dan haus (pemberian makanan cukup dan air minum
bersih setiap harinya).
2. Bebas rasa tidak nyaman (pemberian lingkungan akomodasi hidup yang nyaman). 3. Bebas dari sakit dan luka
(pemberian perawatan untuk satwa sakit, pencegahan penyakit).
4. Bebas berperilaku liar alami (pemberian lingkungan hidup dan kesempatan mengutarakan sifat-sifat dasar prilaku khas
alami).
5. Bebas rasa takut dan stress (pemberian perlindungan untuk menghindari rasa takut dan stress).
1.2 Pemberian Makanan dan Minuman
Berikut adalah beberapa standar yang harus dilakukan pada saat pemberian makanan dan minuman kepada hewan yang ada
dalam taman wisata safari :
1. Pemberian makanan harus makanan alami yang disesuaikan dengan habitat satwa asli.
2. Tidak disarankan memberikan makanan manusia untuk satwa, seperti makanan berminyak gorengan, garam, gula,
minuman yang mengandung bahan kimia. 3. Pengunjung disarankan memberikan makanan yang disediakan oleh
pengelola, seperti aneka sayur-sayuran, ubi, jagung mentah, daun segar, buah-buahan atau kacang-kacangan yang tidak
digoreng atau diproses.
4. Air minum yang diberikan harus bersih dan disediakan setiap hari. Wadah air harus dicuci rutin untuk mencegah kuman
penyakit.
5. Jumlah takaran dan jumlah makanan dan minuman harus cukup dan sesuai dengan kebutuhan satwa.
6. Wadah tempat makanan harus dicuci setiap hari sebelum dan sesudah dipakai. Makanan tidak boleh lembab atau basah
(sehingga jamuran) atau terkena kontaminasi oleh serangga, kecoak, burung, tikus atau hama lainnya.
7. Makanan basah atau minuman seperti susu segar, harus disimpan dilemari dingin (kulkas) supaya tidak basi atau rusak.
8. Pekerja dan animal keeper harus mengikuti intruksi ketat untuk kebersihan diri masing masing, dan harus mengikuti
praktek kebersihan dalam mempersiapkan makanan satwa, untuk menghindari cross contamination (penjangkitan atau
penyebaran kuman) dari alat alat yang digunakan dan tempat mempersiapkan makanan tersebut.
9. Ukuran dan model wadah tempat makanan dan minuman harus disesuaikan dengan kebutuhan satwa, supaya mudah
dijangkau.
10. Makanan yang tidak termakan harus diambil dan dibersihkan, supaya kandang tetap bersih.
11. Gizi dan nutrisi yang diberikan harus berdasarkan ketentuan yang diberikan dokter hewan dan harus tercatat lengkap di
buku kemudian dimasukkan dalam daftar makanan dan minuman yang bisa diperiksa sewaktu waktu oleh dokter
hewan.
1.3 Pemberian Lingkungan yang Cocok dan Nyaman Lingkungan Tempat hidup satwa harus disesuaikan dengan
kebutuhan setiap satwa. Tempat hidup mereka harus termasuk tempat berteduh dari basahnya hujan, dari panas matahari,
dingin dan tempat bernaung yang cocok, misalnya untuk satwa yang kebiasaannya menggali lubang ditanah, harus diberi
fasilitas untuk membuat lubang. 1. Satwa yang bersifat memanjat, harus diberikan fasilitas memanjat tiga dimensi (keatas,
kesamping dan kebawah). Satwa harus diberikan kesempatan menggerakan otot badan mereka.
2. Suhu, ventilasi udara, sinar alami dan kebisingan di dalam kandang harus disesuaikan dengan habitat asli.
3. Satwa yang baru datang dikebun binatang harus diberikan kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
Penyesuaian itu harus dilaksanakan bertahap untuk tidak membuat satwa stress. Keeper dan staff memperhatikan satwa
yang stress dan memperlakukan dengan sabar dan tidak membuat satwa bertambah stress.
4. Tank atau kolam air untuk satwa harus terdapat pergantian hawa, dan kebersihan harus dijaga rutin.
5. Kualitas air harus diperiksa terutama untuk satwa air yang tinggal dikolam. 6. Semua satwa yang hidup di alam
terbuka harus diberikan shelter (tempat berteduh) yang nyaman untuk kebaikan satwa. Kandang satwa harus dibuat
sedemikian rupa agar satwa dapat menunjukan perilaku alami, baik untuk lari karena ketakutan, bersembunyi,
memanjat, berenang, dsb.
7. Kandang dan pagar harus dirawat dengan rutin dan dalam kondisi yang baik, sehingga tidak melukai satwa dan animal
keeper.
8. Setiap kerusakan bangunan yang membahayakan satwa, pekerja dan para pengunjung, harus diperbaiki dan
merupakan tanggung jawab kebun binatang. 9. Tumbuh-tumbuhan liar yang beracun yang tumbuh didalam kandang
yang bisa mencelakakan satwa bila termakan harus dibersihkan.
10. Kolam atau tempat satwa berkubang harus mempunyai tempat berinjak untuk keluar dan masuk kolam.
11. Setiap bahan bangunan baik cat, produk lain atau makanan, harus tidak mengandung kimia atau racun untuk satwa.
12. Kebun binatang harus mempunyai fasilitas back-up (penyanggah) dan kesiagaan stok makanan untuk mencegah atau
antisipasi keadaan darurat seperti persediaan simpanan air minum yang cukup, persediaan stok simpanan untuk
makanan satwa yang cukup, staff darurat, dokter hewan, obat-obatan darurat dll. Persediaan tersebut harus senantiasa
diperiksa dan diperbaharui.
13. Alat-alat kerja dan perlengkapan harus disimpan setelah dipakai agar tidak melukai satwa.
14. Sampah harus dibersihkan rutin setiap hari untuk mencegah bahaya termakan dan penyakit.
15. Sanitasi (drainage) untuk semua saluran air tertutup dan terbuka, harus lancar, tidak ada genangan air yang menjadi
sarang kuman dan penyakit.

1.4 Pemberian Perawatan Kesehatan Satwa


Beberapa standar yang harus dilakukan ketika satwa mengalami gangguan kesehatan sebgai berikut :
1. Tempat tinggal satwa harus dirancang sedemikian rupa untuk mengurangi bahaya luka terhadap satwa. Kandang harus
mempunyai ruangan yang dirancang supaya satwa bisa memisahkan diri apabila ada perkelahian oleh satwa. Enclosure
(kelompok) satwa harus disesuaikan untuk mencegah supaya tidak ada ancaman dari satwa lain. Perlu dijaga agar satwa
yang ditempatkan dalam satu enclosure (kelompok), tidak tidak saling melukai dan berkelahi.
2. Pengobatan dari dokter hewan yang ahli dan pencegahan penyakit harus diberikan dengan penuh ketelitian. Setiap upaya
harus diberikan untuk memberikan makanan yang cocok, lingkungan yang bersih, untuk mencegah terjangkitnya yang
bisa menular pada satwa lain atau menular pada manusia.
3. Kondisi, kesehatan dan prilaku satwa harus diperiksa paling sedikit dua kali sehari oleh staff yang bertanggung jawab.
Perlu sekali satwa sakit diberikan pengobatan oleh dokter hewan.
4. Peralatan klinik dan kedokteran untuk pengecekan kesehatan dan pengobatan satwa harus lengkap dan sterilisasi untuk
menjaga kebersihan, cadangan obat-obatan harus selalu tersedia
1.1 Syarat–syarat yang harus dilakukan untuk menjaga kebersihan kandang (enclosure)
Untuk menjaga kesehatan, yaitu sebagai berikut :
1. Ukuran dan rancangan kandang harus disesuaikan dengan keperluan satwa. 2. Menghidari menempatkan satwa
sembarangan sehingga terjadi dominasi atau perkelahian.
3. Tidak menempatkan satwa di kandang sempit sehingga tidak mempunyai ruangan untuk bergerak, dsb.
4. Membersihkan kandang dan saluran air dengan rutin.
5. Pohon yang tumbuh didalam kandang harus diperiksa agar tidak rubuh atau mencelakai satwa, pohon dan
tumbuhtumbuhan dalam kandang tidak boleh beracun.
6. Jarak antara pengunjung dan satwa harus diperhatikan agar menghindari bahaya atau penjalaran penyakit menular.
.1.2 Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan isolasi dan karantina terhadap satwa
1. Sampah dari klinik pemeriksaan kesehatan dan pengobatan satwa harus dibuang sesuai dengan peraturan pemerintah
daerah. Sampah yang mengandung kuman harus dimusnahkan atau dibakar ditempat khusus, diluar kebun binatang.
2. Kesehatan pekerja di kebun binatang dan animal keeper harus diperhatikan agar tidak terjadi penularan penyakit manusia
ke satwa maupun sebaliknya. Oleh karena itu pengelola kebun binatang harus mutlak menyediakan alat perlengkapan
dan bahan-bahan pembersih yang cocok.
3. Pekerja dan animal keeper harus diperiksa kesehatannya setiap tahun, untuk mencegah tertularnya penyakit dari satwa
maupun sebaliknya.

PERJALANAN PERKEMBANGAN FLORA DAN FAUNA DI INDONESIA


1.1 Persebaran Fauna di Indonesia
Indonesia terletak antara dua kawasan persebaran fauna dunia,yaitu kawasan Oriental di bagian utara dan kawasan Australia
di bagian selatan. Dengan kondisi seperti ini, Indonesia memiliki sebagian kekayaan jenis hayati Asia dan Australia. Jenis
fauna di Indonesia sangat banyak dan kehidupannya dipengaruhi oleh keadaan tumbuh-tumbuhan dan iklim daerahnya.
1.1.1 Indonesia Bagian Barat
Di wilayah Indonesia bagian barat terdapat fauna yang mirip fauna di daerah Asia. Beberapa contoh fauna di
Indonesia bagian barat adalah harimau di Jawa, Madura, dan Bali, beruang di Sumatera dan Kalimantan, gajah di
hutan-hutan Sumatera, badak di Sumatera dan Jawa, banteng di Jawa dan Kalimantan, berbagai jenis primata seperti
orang utan, siamang, monyet ekor panjang, owa, terdapat di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, tapir di Sumatera dan
Kalimantan, kera gibon di Sumatera dan Kalimantan
1.1.2 Indonesia Bagian Tengah
Fauna yang terdapat di wilayah Indonesia bagian tengah bersifat khas dan berbeda dengan fauna lainnya.
Contoh fauna di wilayah Indonesia bagian tengah adalah biawak dan komodo, terdapat di Pulau Komodo, NTT, anoa
di Sulawesi, babi rusa di Sulawesi dan bagian barat Kepulauan Maluku, burung maleo di Sulawesi dan Kepulauan
Sangihe.
1.1.3 Indonesia Bagian Timur
Fauna di wilayah Indonesia bagian timur mirip dengan fauna Australia. Beberapa contoh fauna Indonesia
bagian timur adalah kanguru pohon di Pulau Papua, tikus berkantung di Pulau Papua dan Kepulauan Aru, burung
kasuari di Pulau Papua Kepulauan Aru dan Pulau Seram, burung Cendrawasih di Pulau Papua dan Kepulauan Aru,
burung kakatua berjambul merah dan berjambul putih di Maluku. Wilayah fauna Indonesia bagia barat dan timur
dibatasi oleh garis Weber. Pembagian wilayah fauna di Indonesia berdasarkan pada garis Wallace dan Weber. Garis
Wallace merupakan garis imajiner yang dicetuskan oleh Alfred Russel Wallace. Hal ini didasarkan pada kesimpulan
Wallace tentang kehasan fauna Sulawesi yang merupakan aerah peralihan antara fauna Asia dan Australia. Garis
Wallace ditarik dari sebelah timur Filipina, melalui selat Makassar hingga perbatasan antara Pulau Bali dan Pulau
Lombok.
Max Weber menentukan batas perbandingan antara fauna bercorak Asia dengan fauna bercorak Australia. Oleh
karena itu, Weber membuat garis imajiner di antara wilayah Indonesia timur yang mencakup Maluku dan Papua
dengan wilayah Indonesia lainnya.

2.1 Persebaran Flora di Indonesia


Indonesia sebagai negara tropis mempunyai luas hutan tropis dengan urutan kedua setelah hutan tropis Amazon. Dengan
wilayah yang cukup luas, Indonesia memiliki jenis ragam flora yang banyak dan perlu dijaga kelestariannya. Keanekaragaman
hayati khususnya untuk flora,
jumlah spesies tumbuhan tinggi sebanya 37.000 jenis, dan Indonesia merupakan urutan kedua dalam keanekaragaman hayati.
Keberadaan bermacam-macam tumbuhan di berbagai tempat dipengaruhi oleh faktor iklim, terutama curah hujan dan suhu
udara. Indonesia beriklim tropis dan banyak mendapatkan curah hujan sehingga memiliki banyak hutan hujan tropis.berdasrkan
klasifikasi iklim Koppen, hutan Indonesia dapat dibedakan mejadi tiga wilayah sebagai berikut:
2.1.1 Indonesia Bagian Barat
Wilayah Indonesia bagian barat memiliki iklim Af (tropis basah). Wilayah iklim Af biasanya memiliki curah hujan rata-
rata sekitar 60 mm perbulan. Ciri-ciri vegetasinya adalah: Pohon-pohon berdaun rindang Sinar matahari tidak dapat
masuk dan uap air tidak dapat naik ke atas sehingga tanah dan udaranya lembab, ketinggian pohon rata-rata 60 meter,
banyak terdapat pohon memanjat seperti rotan, banyak tumbuh epiphyta (tumbuhan yang menempel, seperti pakis dan
anggrek)
2.1.2 Indonesia Bagian Timur
Bagian Indonesia yang termasuk ke dalam Indonesia bagian timur adalah Pulau Papua serta pulau kecil yang terdapat di
sekitarnya.Wilayah ini termasuk iklim tropis (Aw) dengan musim kemarau yang panjang sehingga flora yang tumbuh
berupa hutan sabana dengan ciri-ciri: Terdapat padang rumput yang luas Terdapat semak belukar Hanya terdapat
beberapa pohon yang rendah Contoh flora yang terdapat di wilayah ini adalah tumbuhan bakau, sagu, anggrek.
Jenis tumbuhan yang tersebar di wilayah Indonesia meliputi hutan tropis, hutan musim, hutan pegunungan, hutan bakau
dan sabana tropis. Penyebaran tumbuhan ini di indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim terutama curah hujan dan
suhu udara. Indonesia beriklim tropis dan banyak mendapatkan curah hujan sehingga memiliki banyak hutan hujan
tropis.
2.1.3 Flora Bagian Tengah
Seperti dengan namanya flora ini terletak di wilayah tengah atau peralihan dari wilayah timur dan barat. Wilayah
yang termasuk di dalamnya adalah wilayah pulau Sulawesi, Maluku dan nusa tenggara. Di pulau Sulawesi setidaknya
terdapat 4.222 jenis flora yang memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan yang ada di Filipina, Maluku, nusa
tenggara, dan jawa. Flora di bagian peralihan ini jika terdapat di pantai akan mirip dengan yang ada di papua namun
untuk flora yang berada di gurun sangat mirip dengan yang ada di Kalimantan. Jenis flora endemik di wilayah ini
adalah kayu eboni atau yang biasa dikenal dengan kayu besi di pulau Sulawesi. Saat ini kayu eboni atau kayu besi
masuk dalam jajaran flora yang dilindungi karena sudah terancam punah keberadaannya. Kualitas kayu yang kuat dan
awet membuatnya memiliki harga mahal.

Anda mungkin juga menyukai