"Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia." Matius 24:37
Seperti apakah orang-orang di zaman Nuh dulu? Ternyata kehidupan mereka
pada waktu itu penuh dengan segala jenis kejahatan. Mereka sama sekali tidak mengindahkan hukum-hukum Allah, lebih senang melakukan dosa daripada kebenaran. Moral manusia benar-benar telah rusak. "...dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata," (Kejadian 6:5).
Di masa sekarang ini menjelang kedatangan Yesus yang kedua, keadaan
manusia tidak jauh berbeda dengan orang-orang zaman Nuh dulu, dimana segala jenis kejahatan merajalela di mana-mana (pembunuhan, kekerasan, tipu- muslihat, kedurhakaan dan sebagainya). Namun bukanlah berarti kehidupan orang-orang Kristen boleh tenggelam dan terlibat di dalamnya. Jika kita tidak berbeda dengan orang dunia maka kita juga akan mengalami hal yang sama seperti nenek moyang kita yaitu binasa. Tuhan menghendaki kita memiliki kehidupan seperti Nuh, "...seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang- orang sezamannya; ...Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (Kejadian 6:9). Karena ketaatannya, Nuh dan seisi keluarga selamat dari air bah. Tuhan mencari orang-orang yang taat dan hidup tidak bercela. Inilah yang paling dicari Tuhan di akhir zaman ini! Bukan orang-orang yang hidup dalam kefasikan dan kesuaman. Terhadap orang yang suam-suam kuku, Tuhan dengan sangat keras berkata, "...Aku akan memuntahkan engkau dari mulutKu." (Wahyu 3:16). Ketaatan menuntut kita menyangkali diri setiap hari, menyalibkan hawa nafsu kedagingan dan memiliki penyerahan diri total kepada Tuhan. Banyak yang berkata, "Mengapa harus capek-capek melayani Tuhan? Mendingan waktu kita digunakan untuk hal lain yang bisa menghasilkan uang. Jadi orang Kristen jangan rohani-rohani amat deh, gak ada untungnya". Namun bila kita menyia- nyiakan kesempatan, kelak kita akan menyesal karena setiap ketaatan selalu mendatangkan upah yaitu kehidupan kekal.
"...apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan
yang tidak dapat layu." 1 Petrus 5:4 Sukacita Saat Berjaga-jaga (Matius 24: 37-44) “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana TUHAN-mu datang.” (Matius 24: 42) Teks perikop kita kali ini adalah percakapan Tuhan Yesus Kristus dengan para murid-Nya di Bukit Zaitun. Sebuah peringatan yang indah untuk berjaga dengan setia dan sukacita. Untuk siap sedia secara rohani karena kedatangan Kristus kedua kali akan terjadi pada saat yang tak diduga-duga. Refleksi gambaran mengenai penghakiman bangsa-bangsa setelah Ia datang kembali ke bumi. Hingga kini, sesungguhnya belum ada seorang pun yang mengartikan semua nubuat mengenai akhir zaman dengan kepastian penuh. Percakapan Tuhan Yesus ini, cenderung menggiring kita menyerap unsur dan makna yang rahasia, yang perlu kerendahan hati, hanya tertuju kepada Tuhan Yesus sendiri. Perhatikan dan renungkan dengan dalam bahwa di ayat 39 dengan 43, Dia tidak menyamakan murid (yaitu orang kudus zaman gereja) dengan Nuh (yaitu orang percaya masa kesengsaraan besar), tetapi dengan korban air bah pada zaman Nuh. Maknanya adalah: orang kudus dalam satu arti adalah sama dengan korban air bah: mereka tidak akan mengetahui saat kedatangan Kristus dan akan terkejut ketika Ia datang. Karena itu semua orang kudus, termasuk kita orang yang beriman di “zaman now” yang penuh dengan berbagai goda, tekanan dan tipu daya, untuk senantiasa siap sedia, berjaga-jaga. Bukan dengan ketakutan apalagi putus asa. Tetapi dengan setia berpengharapan dan bersyukur-bersukacita dalam segala hal. Mari berjaga-jaga, jangan sampai kita tertinggal. Kedatangan Anak Manusia tidak diberitahukan agar kita berpola hidup dan berpola pikir selalu siap sedia. Agar terus menerus Tuhan Yesus Kristus menjadi pusat perhatian kita saat kita berdoa, berpikir, berkata-kata, berkarya, baik saat studi, melakukan tugas kerja, pelayanan, bahkan saat detik-menit (mudah-mudahan tidak sampai berjam-jam) tiap kita menggunakan handphone dan mengisi hari-hari dengan YouTube, WhatsApp dan atau instagram. Tentu bukan untuk membully, menghakimi dan meliciki, tetapi benar-benar kita berjuang untuk mengasihi, peduli, berbagi, saling menerima, saling mendukung, menghibur, membangun semangat, juga pengharapan yang baik dan bisa lega tertawa bersama selagi Tuhan masih berikan kesempatan. Semua hal itu jadi bukti otentik tiap hari dan sampai kedatangan Tuhan Yesus Kristus kedua kali, bahwa bukan kita sendiri saja yang berjaga-jaga, tetapi juga memengaruhi dan jika mungkin mengajak orang lain untuk berjaga-jaga dengan sukacita. Selamat memasuki Minggu-minggu Masa Adven. Bersukacita selalu saat berjaga-jaga. Amin.