Bagaimana Aturan & Prosedur Pemeriksaan Pajak & Bagaimana Wajib Pajak Antisipasi
Bagaimana Aturan & Prosedur Pemeriksaan Pajak & Bagaimana Wajib Pajak Antisipasi
oleh :
Sempurna Bahri
Pimpinan Kantor Akuntan Publik (KAP) Sempurna Bahri
Pimpinan Kantor Konsultan Pajak Sempurna Bahri
Senin, 22 Agustus 2022
19.00 - 21.00 WIB
PEMERIKSAAN
APA ITU PEMERIKSAAN ?
Pemeriksaan pajak adalah Serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara
objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Dasar Hukum Pemeriksaan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ/2017 tentang Petunjuk Teknis
Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-11PJ/2017 tentang Rencana, Strategi, dan
Pengukuran Kinerja Pemeriksaan Tahun 2017
Ruang Lingkup Pemeriksaan
1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan
Surat Perintah Pemeriksaan;
2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan pemberitahuan secara tertulis sehubungan
dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan
Pemeriksaan;
4. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan Tim
Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
5. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
6. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan;
7. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam hal terdapat
perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan; dan
8. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui
pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan;
9. Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada pihak lain yang
tidak berhak.
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak berhak :
15
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis
Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak berhak :
16
Kewajiban Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan
jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib :
– Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya pembukuan
atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak;
– Memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
– Memberi kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan, barang bergerak dan/atau
tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen
yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi
petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang
pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksaan Pajak;
– Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa :
– Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya WP apabila dalam mengakses data yang dikelola secara
elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
– Memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak
bergerak; dan /atau
– Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal jumlah buku, cacatan,
dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal Pajak;
– Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; dan
– Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib :
Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung Anda sebagai Wajib Pajak, dan
Anda menolak untuk menerima SPHP, Anda harus menandatangani surat
penolakan menerima SPHP.
Pada prinsipnya SPHP dapat dapat diterima oleh Wajib Pajak, wakil atau
kuasa dari Wajib Pajak.
Anda wajib memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan
hasil Pemeriksaan dalam bentuk:
1. lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan dalam hal Anda
menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan; atau
2. surat sanggahan, dalam hal Anda tidak menyetujui sebagian atau seluruh
hasil Pemeriksaan Tanggapan tertulis harus Anda sampaikan dalam
jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya
SPHP dan dapat Anda perpanjang 3 (tiga) hari kerja sejak jangka waktu 7
(tujuh) hari berakhir.
menyampaikan tanggapan secara tertulis atas hasil Pemeriksaan yang berisi tentang persetujuan
atas seluruh hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3)
atau ayat (4); dan tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan
tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6),
Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan dengan mendasarkan pada tanggapan yang
disampaikan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan membuat berita acara yang
menjelaskan ketidakhadiran Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b, yang ditandatangani
oleh tim Pemeriksa Pajak.
3. Apabila Wajib Pajak:
menyampaikan tanggapan secara tertulis atas hasil Pemeriksaan yang berisi tentang
ketidaksetujuan atas sebagian atau seluruh hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) atau ayat (4); dan hadir dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan
tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6), Pemeriksa Pajak melakukan
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak dengan mendasarkan pada
tanggapan yang disampaikan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan hasil
pembahasannya dituangkan dalam risalah pembahasan, yang ditandatangani oleh tim
Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak.
7. Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan tim
Pemeriksa Pajak telah membuat dan menandatangani berita acara ketidakhadiran Wajib
Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ayat (4), atau ayat (6), Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilaksanakan.
8. Dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara tim Pemeriksa Pajak
dengan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, berdasarkan risalah
pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (5), Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan agar hasil Pemeriksaan yang belum disepakati tersebut dibahas
terlebih dahulu dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan.
9. Hasil pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dituangkan
dalam risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan.
10. Berdasarkan risalah pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),
ayat (4), atau ayat (5) dan/atau risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (9), tim Pemeriksa Pajak membuat berita
acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani tim Pemeriksa
Pajak dan Wajib Pajak.
11. Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (10),
tim Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita
acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
12. Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan baik dalam Pemeriksaan Kantor maupun
Pemeriksaan Lapangan harus diselesaikan paling lama 3 (tiga) minggu yang
dihitung sejak Wajib Pajak harus hadir sesuai dengan hari dan tanggal yang
tercantum dalam undangan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(6).
Tim Pembahas (Tim Quality Assurance)
Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur
Jenderal Pajak dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang belum
disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas. Menurut
Pasal 11A ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan No. 82/PMK.03/2011, Tim QA
Pemeriksaan bertugas:
a. membahas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak
dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
b. memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara Wajib
Pajak dengan Pemeriksa Pajak; dan
c. membuat risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang berisi simpulan
dan keputusan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf b, yang
ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan Tim Pemeriksa,
dan/atau dengan Wajib Pajak.
Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak agar
Tim QA Pemeriksaan yang berada di Kanwil DJP bisa
"menggelar sidang". Syarat-syarat pengajuan ke Tim QA
Pemeriksaan :
– Pembahasan dengan pemeriksa pajak paling lama 3 hari
kerja.
– Risalah Pembahasan ditandatangan oleh Wajib Pajak dan
di risalah tersebut disebutkan akan mengajukan
permohonan ke Tim QA Pemeriksaan.
– Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan belum
ditandatangan oleh Wajib Pajak.
– Wajib Pajak mengajukan permohonan sehari setelah
tandatangan Risalah Pembahasan.
ALL TAXES
Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh
Pemeriksa Pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan,
dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil
sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.
Jenis Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP)
KKP dibedakan antara KKP Umum dan KKP Khusus. KKP Umum adalah KKP selain KKP
Khusus, yang formatnya diatur dalam SE-08/PJ/2012. KKP Khusus adalah KKP yang tata
cara penyusunannya diatur tersendiri dalam peraturan lainnya selain SE-08/PJ/2012.
KKP Umum isinya terdiri dari KKP Induk, KKP Induk Per Jenis Pajak, dan KKP
Pendukung. Yang dimaksud KKP Induk adalah KKP yang merupakan rangkuman dari KKP
Induk Per Jenis Pajak. KKP Induk Per Jenis Pajak adalah KKP yang memuat objek pajak,
pajak terutang, kredit pajak, pajak yang kurang (lebih) dibayar, sanksi administrasi, pajak
yang masih harus (lebih) dibayar dan/atau Surat Tagihan Pajak. Sedangkan KKP
Pendukung adalah KKP yang memuat uraian lebih detail atau rincian dari suatu KKP.
Isi Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP)
KKP harus memberikan gambaran mengenai:
Dalam surat edaran, Ditjen Pajak akan membuat prioritas panggilan potensi maupun
pemeriksaan bagi wajib pajak (WP), baik orang pribadi (OP) maupun badan usaha.
Penerbitan SE ini juga sebagai pedoman serta memberikan keseragaman langkah dalam
melaksanakan kegiatan pemeriksaan oleh unit pemeriksaan (UP2). Tujuannya pun
meningkatkan tertib administrasi pemeriksaan. Memberikan Keseragaman dalam pelaksanaan
kegiatan pemeriksaan.
Pemeriksaan juga berdasarkan daftar sasaran prioritas panggilan potensi (DSP3) yang berada
di masing-masing KPP dan akan dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan kualitas
penggalian potensi. Adapun, peta kepatuhan dan DSP3 disusun agar setiap KPP dapat
menentukan secara spesifik daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan penggalian potensi.
Penyusunan peta kepatuhan dan DSP3 dilakukan berdasarkan analisis terhadap seluruh data
dan informasi yang dimiliki oleh KPP dengan mengkombinasikan baik data yang berasal dari
sistem informasi yang dimiliki DJP maupun data berdasarkan fakta lapangan.
Dalam SE ini juga sudah ditentukan variabel dalam menentukan WP yang masuk dalam
DSP3. Pertama, dilihat dari indikasi ketidakpatuhan tinggi (adanya tax gap).
Indikasi modus ketidakpatuhan WP, indentifikasi nilai potensi pajak, identifikasi kemampuan
WP untuk membayar ketetapan pajak, dan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
Dengan ini, penggalian potensi pada setiap KPP hanya dapat dilakukan terhadap WP yang
telah terdapat dalam DSP3, kecuali KPP memperoleh keterangan lain berupa data konkret
yang dapat ditindaklanjuti.
Adapun, telah ditentukan beberapa variabel yang digunakan dalam penentuan WP yang akan
masuk dalam DSP3. Pertama, indikasi ketidakpatuhan tinggi yang ditandai dengan adanya
kesenjangan gap antara profil WP berdasarkan SPT dengan profil ekonomi yang sebenarnya.
Profil ekonomi yang sebenarnya diketahui dari berbagai sumber baik dari data internal,
eksternal, maupun pengamatan di lapangan.
Kedua, indikasi modus ketidakpatuhan yang terdiri dari beberapa aspek. Misalnya, WP tidak
melaporkan omzet yang sebenarnya, WP membebankan biaya yang tidak seharusnya dengan
atau tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, WP yang mengakali Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dengan penggunaan data Faktur Pajak dengan pembeli tidak ber-NPWP atau
melaporkan penjualan lokal sebagai ekspor, WP yang melakukan perencanaan pajak agresif,
dan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (treaty abuse).
Ketiga, variabel identifikasi nilai potensi pajaknya. WP yang menjadi prioritas adalah yang
memiliki potensi pajak besar. Nilai potensi tersebut dihitung dalam rupiah sesuai dengan
indikator ketidakpatuhan WP dengan cara mengalikan tarif pajak dengan potensi tax gap.
Keempat, identifikasi kemampuan WP untuk membayar (collectability). Dalam hal ini, Kepala
KPP harus melakukan identifikasi kemampuan WP untuk membayar dengan melihat
keberlangsungan usaha dan harta yang dimiliki WP.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Republik Indonesia memasukkan data-data Wajib Pajak (WP)
yang selama tiga tahun belum pernah diperiksa dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak (all taxes)
sebagai salah satu indikator ketidakpatuhan. Artinya, WP yang belum pernah diperiksa ini bisa
masuk dalam daftar sasaran prioritas penggalian potensi (DSP3) yang saat ini tengah disusun oleh
Ditjen Pajak. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama
mengatakan, WP yang tidak pernah diperiksa ini menjadi salah satu indikator ketidakpatuhan
karena pelaporan pajaknya masih belum pernah dilakukan pengujian sama sekali. “Karena
pelaporan pajaknya masih semata-mata self assessment yang belum pernah kami lakukan
pengujian sehingga terdapat risiko ketidakpatuhan,” kata Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga
Saksama.
Meski begitu, mengingat ini hanya merupakan satu dari sekian banyak indikator ketidakpatuhan,
tidak otomatis WP yang tidak pernah diperiksa akan langsung ditetapkan tidak patuh. Sebab, masih
banyak indikator lainnya yang dilihat oleh Ditjen Pajak. “Jadi, walaupun masuk dalam DSP3,
apabila indikator lainnya negatif, misalnya Corporate Tax to Turn Over Ratio (CTTOR) atau lainnya
bagus, dia bisa saja tidak masuk ke DSP3 dan tidak dilakukan pemeriksaan,” jelasnya. Dalam Surat
Edaran Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan,
indikasi ketidakpatuhan WP dibedakan antara WP yang dilakukan pemeriksaan oleh 35 UP2
Penentu Penerimaan dengan WP yang terdaftar pada KPP Pratama.
Indikator ketidakpatuhan WP pada KPP Pratama juga dibedakan lagi, yakni
indikator ketidakpatuhan WP Orang Pribadi dan WP Badan.
DSPP merupakan daftar wajib pajak (WP) yang akan dilakukan pemeriksaan sepanjang
tahun berjalan. Ketentuan terkait DSPP ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No.
SE-24/PJ/2019. Adapun DSPP disusun berdasarkan pada Daftar Sasaran Prioritas
Penggalian Potensi (DSP3).
Peta Kepatuhan dan DSP3 disusun untuk menentukan secara spesifik daftar WP yang
akan dilakukan penggalian potensi. Peta Kepatuhan CRM Fungsi Pemeriksaan dan
Pengawasan yang disajikan ke dalam sistem informasi DJP.
DSPP merupakan daftar wajib pajak (WP) yang akan dilakukan pemeriksaan sepanjang
tahun berjalan. Ketentuan terkait DSPP ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No.
SE-24/PJ/2019. Adapun DSPP disusun berdasarkan pada Daftar Sasaran Prioritas
Penggalian Potensi (DSP3).
Peta Kepatuhan dan DSP3 disusun untuk menentukan secara spesifik daftar WP yang
akan dilakukan penggalian potensi. Peta Kepatuhan CRM Fungsi Pemeriksaan dan
Pengawasan yang disajikan ke dalam sistem informasi DJP.
1.terhadap Wajik Pajak yang belum diterbitkan NP2 untuk suatu Tahun Pajak,
atas Tahun Pajak tersebut tidak diterbitkan NP2 tetapi dilakukan penelitian
sebagaimana dimaksud pada huruf e) dan Wajib Pajak dimasukkan dalam
DPP sesuai dengan SE-24/2019; atau
2.terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan NP2 untuk suatu Tahun Pajak,
proses pemeriksaan tetap dilanjutkan tanpa penelitian sebagaimana dimaksud
pada huruf e)
Penelitian Untuk Tahun Pajak Sebelum Tahun Pajak Berjalan
Kertas Kerja Pemeriksaan terdiri dari semua dokumen yang dibuat sendiri
dan juga yang diperoleh dari hasil kerja reviewer sebagai dasar informasi
yang dipakai untuk membuat suatu kesimpulan dan opini
Tujuan KKP (Kertas Kerja Pemeriksaan)
• Bahan bukti dalam menerbitkan pendapat dan saran perbaikan (review report).
• Membantu dalam merencanakan, menjalankan, dan mereview proses review.
• Memungkinkan atasan untuk langsung menilai bahwa pekerjaan yang didelegasikan
telah dilaksanakan dengan baik.
• Membantu reviewer untuk menilai hasil kerja yang telah dilakukan sesuai dengan
rencana, dan mencangkup semua aspek finansial serta operasional yang dapat
dijadikan pedoman untuk memebrikan pendapat dan saran perbaikan.
• Sebagai dasar bahwa prosedur review telah diikuti, pengujian telah dilakukan, sebab-
sebab masalah diketahui, dan akibat dari masalah diungkapkan untuk mendukung
pendapat (opini) dan saran (perbaikan yang diberikan).
• Memungkinkan staf reviewer lain untuk dapat menyesuaikan dengan tugas yang
diberikan dari periode ke periode sesuai dengan rencana penggatian staf review.
• Sebagai alat bantu untuk mengembangkan profesionalisme bagi Internal review
Division.
• Menunjukkan kepada pihak lain bahwa suatu pekerjaan review telah dilaksanakan
sesuai dengan standar keahlian yang dimiliki oleh staf review hingga laporan evaluasi
akhir yang sesuai dengan “review process”.
Langkah Langkah Tax Review
Langkah-langkah
• Pahami Gambaran Umum Perusahaan
▪ Pendirian
▪ Kegiatan Usaha
▪ Permodalan
▪ Struktur Organisasi
▪ Lokasi Pusat dan Cabang
• Aspek Perpajakan Terkait
▪ Nama
▪ NPWP
▪ Alamat
▪ KPP Terdaftar
▪ Tgl Terdaftar
▪ Analisis Laporan Keuangan
▪ Review Siklus Akuntansi
▪ Siklus Review
▪ Akibat / Dampak Pemeriksaan
▪ Pemeriksaan Aspek Formal Perpajakan
• Pastikan apakah PPh 21, 23, 25 & PPN dalam satu tahun sudah lengkap diperiksa
• Gambaran SPT dan Laporan Keuangan
▪ Pemeriksaan Aspek Material
▪ PPh Badan
▪ PPN
▪ PPh Pasal 21
▪ PPh Pasal 22
▪ PPh Pasal 23
▪ PPh Pasal 4 Ayat 2
▪Buat Kesimpulan
SIKLUS AKUNTANSI
SIKLUS PEMERIKSAAN
Apa Manfaat Tax Review
A. Wajib Pajak memiliki kesempatan untuk melakukan perbaikan sehingga terhindar dari
konsekuensi sanksi perpajakan;
B. Wajib Pajak dapat mengidentifikasi lebih awal hal-hal yang diperlukan untuk
kepentingan pemeriksaan;
C. Wajib Pajak dapat membuat berbagai rekonsiliasi antara informasi komersial dan
informasi fiskal;
D. Wajib Pajak dapat memperkirakan arah pemeriksaan yang nanti akan dilakukan
bahkan dapat membuat berbagai skenario sehubungan dengan perkembangan
pemeriksaan;
E. Wajib Pajak dapat mempersiapkan diri lebih awal tidak hanya dalam menghadapi
pemeriksaan pajak tapi juga dalam proses keberatan atau banding;
Point Penting Kredit Pajak
1.Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur
2.Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya
3.Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa :
a) Uang pesangon
b) Uang manfaat pensiun
c) Tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan
d) Pembayaran lain sejenis
4.Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan
Review PPH Pasal 21
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
6. Imbalan kepada peserta kegiatan antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apupun, penerimaan dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh :
• Pembandingan antara jumlah penyerahan (omzet) PPN dalam SPT Masa PPN
terhadap penjualan yang dilaporkan dalam SPT PPh Badan perlu dilakukan untuk
melihat kesesuaian antara kedua sumber data tersebut sekaligus untuk
mengidentifikasi penyebab selisih yang terjadi.
Dalam praktek, tidak ada standar atau metode yang baku dalam melakukan
rekonsiliasi namun secara umum dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara:
a.Menyesuaikan angka penjualan dalam SPT PPh Badan ke angka penyerahan yang
seharusnya dilaporkan dalam SPT Masa PPN.
b. Menyesuaikan angka penyerahan dalam SPT Masa PPN ke angka penjualan yang
seharusnya dilaporkan dalam SPT PPh Badan.
FAKTOR-FAKTOR YANG PERLU DIPERHITUNGKAN DALAM EKUALISASI PAJAK
KELUARAN
DENGAN
SPT PPH BADAN
40
Penyerahan seharusnya menurut SPT Masa PPN (Jan – Des) 2014 1.040
Penyerahan menurut SPT Masa PPN (Jan - Des 2014) 1.040
Selisih 0
Ad.1.b. Menyesuaikan angka penyerahan dalam SPT Masa PPN terhadap angka
penjualan yang seharusnya dilaporkan dalam SPT PPh Badan
Merupakan pembandingan DPP PPh Pasal 21/26 dalam SPT Masa PPh
21 dengan Pos-pos Biaya yang menjadi objek PPh pasal 21/26 dalam
SPT PPh Badan (laba rugi fiskal)
b. Equalisasi SPT Masa PPh pasal 23/26 vs SPT Tahunan PPh Badan
Merupakan pembandingan DPP PPh Pasal 23/26 dalam SPT Masa PPh
23/26 dengan Pos-pos Biaya yang menjadi objek PPh pasal 23 dalam
SPT PPh Badan (laba rugi fiskal)
Rekonsiliasi Fiskal Biaya Luar Usaha
Rugi pengalihan harta Negatif / Positif Menghitung laba per fiskal dan
dibandingkan dengan
komersial
Kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sebagai biaya berdasarkan sistem pembukuan
yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan,
kecuali berkaitan langsung dengan usaha yang dikenakan PPh final/tidak termasuk objek pajak
(cfm. Pasal 9 PP 94/2010)
Ekualisasi Biaya Jasa, Sewa & Bunga vs PPh Pasal 23/26 & 4 Ayat
(2)/15
Penyebab Selisih:
• Biaya jasa, sewa, bunga & royalti; dividen bukan objek PPh Pasal
23/26 & 4 Ayat (2):
Pembelian material, pembayaran gaji pegawai outsourcing,
ketentuan Tax Treaty
• Keterlambatan pemotongan (perbedaan tahun pemotongan)
• Selisih kurs pencatatan pada pembukuan & pemotongan PPh Pasal
23/26 & 4 Ayat (2)
Kertas Kerja Ekualisasi
Biaya imbalan jasa, sewa, bunga,& royalti ; dividen cfm. SPT Tahunan xxxxxxxx
PPh Badan
Penghasilan bruto cfm. SPT Masa PPh Pasal 23/26; 4 Ayat (2); 15
Januari xxxxxxxx
…… xxxxxxxx
Desember xxxxxxxx
Total penghasilan bruto xxxxxxxx
Selisih xxxxxxxx
Pembelian material xxxxxxxx
Pembayaran gaji pegawai outsourcing xxxxxxxx
Bukan objek cfm. Tax Treaty xxxxxxxx
Selisih kurs xxxxxxxx
Total xxxxxxxx
Ekualisasi PPh Pasal 26 & PPN JLN
Penyebab selisih
• Objek PPN tetapi bukan objek PPh Pasal 26 cfm. Tax Treaty:
penyerahan jasa tidak melalui BUT
Januari xxxxxxxx
…… xxxxxxxx
Desember xxxxxxxx
Selisih xxxxxxxx
Total xxxxxxxx
CURICULUM VITAE
• IDENTITAS
• PENDIDIKAN
1995 – 1997 PT. Pratama Abadi Industri (Nike Footwear) Chief Accountant
1999 – 2007 Kantor Akuntan Publik Drs. Sukrisno Agoes, MM dan Rekan Manager
Feb 2009 – Mei 2022 Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Ardi, Sukimto & Rekan Partner