Anda di halaman 1dari 7

Akuntansi syariah muncul sebagai jawaban atas konsep perhitungan sekaligus pencatatan

pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah. Dalam konsep akuntansi syariah,proses yang
dilaksanakan tidak hanya sebagai perhitungan dan pencatatan semata, akan tetapi lebih
mendalam adalah cakupan akuntabilitas dari pengelolaannya terhadap publik dan Allah Swt
(Adnan, 2005: 21). Salah satu bentuk transparansi dan akuntabilitas organisasi pengelola
zakat adalah adanya laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan media yang
menyajikan informasi yang diperlukan oleh para pihak yang berkepentingan baik pihak
internal maupun eksternal untuk digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Untuk
mendapatkan laporan keuangan yang berkualitas, organisasi pengelola zakat disyaratkan
memiliki sistem akuntansi. Kualitas laporan keuangan organisasi pengelola zakat sangat
dipengaruhi oleh seberapa bagus sistem akuntansi yang digunakan. Standar akuntansi yang
diimplementasikan organisasi pengelola zakat harus sesuai dengan standar akuntansi zakat
serta peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Terbitnya PSAK No. 109 tentang
akuntansi zakat, infak/sedekah merupakan jawaban atas pedoman pengelolaan dan pelaporan
keuangan pada organisasi pengelola zakat. Standar akuntansi zakat mengatur tentang
bagaimana suatu transaksi diakui atau dicatat, kapan harus diakui, bagaimana mengukurnya,
serta bagaimana mengungkapnya dalam laporan keuangan. (Ahmad, 2014: 5)

Peraturan perundang-undangan UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat


mewajibkan jika lembaga pengelola zakat agar laporan keuangannya dilaksanakan audit.
Audit yang dijalankan adalah audit atas laporan keuangan secara syariah. Pelaksanaan audit
merupakan proses penyampaian informasi kepada pihak yang ada di luar lembaga agar
mengahasilkan informasi yang lebih transparan. Tujuan dari transaparansi agar para donatur
dan masyarakat memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi atas dana yang disumbangkan ke
Lembaga Zakat. BAZNAS sebagai lembaga pengelola zakat yang resmi dari pemerintah
memiliki tugas untuk menghimpun dan menyalurkan dana Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS).

A. AUDIT SYARIAH

Audit syariah secara teori menjelaskan tentang proses yang terstruktur dalam mendapatkan
bukti yang relevan dan cukup guna menghasilkan pendapat tentang personel, proses
penyusunan laporan keuangan dan yang tidak termasuk dalam laporan keuangan yang sesuai
dengan prinsip diterimakan secara umum dan pelaporannya diperuntukkan bagi pengguna
(Kasim, 2013: 6). Cakupan audit syariah lebih luas apabila dibandingkan dengan audit
konvensional. Selain harus disesuaikan dengan prinsip syariah, audit syariah untuk
pertanggungjawabannya juga kepada Allah SWT. Pelaksanaan audit syariah berpedoman
pada Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 109 tenteng Zakat, Infak dan Sedekah. Berdasarkan
PSAK 109 laporan keuangan amil meliputi laporan posisi keuangan (Neraca), laporan
perubahan dana, laporan aset kelolaan, laporan arus kas dan catatan atas laporan keunagan.
Neraca, dan laporan penerimaan. Pengeluaran dan perubahan organisasi zakat, infak dan
sedekah merupakan penggabungan atas dana sedekah dan zakat, sedangkan untuk laporan
perubahan posisi keuangan secara keseluruhan digambarkan pada kondisi keuangan
organisassi pengelola zakat. isi laporan berupa kebijakan akuntansi dan prosedur yang
dijalankan sehingga menghasilkan angka untuk selanjutnya disajikan pada laporan keuangan
tersebut.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 14 tahun 2014, lembaga zakat syariah diaudit oleh
kementerian agama. Audit syariah yang dilaksanakan untuk menguji kepatuhan terhadap
aturan dan prinsip syariah yang diterimakan secara umum. Standar yang dipergunakan adalah
AAOIFI dan auditornya bersertifikat SAS atau setidaknya telah mengikuti seminar dan
berbagai pelatihan terkait audit lembaga keuangan syariah. Selain itu memiliki kepakaran
terkait fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI, undang-undang.

B. Audit Kepatuhan Syariah atas Lembaga Zakat

Pedoman audit syariah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia yaitu
penetapan tahapan dari audit syariah untuk pengelolaan zakat, infaq, sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnya. Tahapan yang dimaksud meliputi: tahapan perencanaan, pelaksanaan dan
pelaporan pada tingkatan BAZNAS propinsi, kabupaten, kota.

1. Audit Internal

Pengertian audit internal menurut pendapat Mulyadi: aktivitas yang bebas dalam suatu
organisasi pelaksanaan kegiatan dengan memeriksa keuangan, akuntansi dan aktivitas lainnya
guna memberikan jasa layanan pada pihak manajemen sebagai perwujudan tanggungjawab
(Mulyadi, 2014). Selanjutnya pengertian audit internal menurut Tugiman: internal audit
sebagai fungsi pemeriksaan yang amndiri dalam organisasi guna menguji dan mengevalausi
aktivitas organisasi tersebut (Tugiman, 2011). Informasi yang disajikan pada pelaporan
keuangan merupakan tanggungjawab dari pihak manajemen. Laporan keuangan harus
disajikan dengan jujur dan sesuai dengan kondisi yang ada.

Audit internal dibentuk dilingkungan internal organisasi yang memiliki peran melaksanakan
pemeriksaan dan evaluasi atas kegiatan internal organisasi sebagai bentuk dukungan atas
organisasi tersebut. Lembaga yang berkeinginan memiliki internal auditor hendaknya
memberikan dukungan penuh misalnya dengan penempatan posisi secara independen,
memberikan bonus dan insentif, gaji atau upah, meluangkan waktu untuk mendengarkan dan
mempelajari penyampain laporan dari internal auditor.

Tujuan audit internal adalah membantu manajemen beserta jajarannya di dalam pencapaian
pelaksanaan tugas dan kewajiban, mengatur secara otomatis serta mengevaluasi pengendalian
internal lembaga. Auditor harus memastikan seluruh kegiatan lembaga apakah telah
dijalankan sesuai dengan tujuan dari pendirian lembaga tersebut yang dalam hal ini adalah
praktik akuntansinya. Pelaksanaan praktik akuntansi telah dilaksanakan sesuai dengan
akuntansi yang diterimakan secara umum.

2. Audit Eksternal

Perbedaanya auditor internal dengan eksternal audit adalah jika audit internal melaksanakan
review yang berkelanjutan pada kegiatan lembaga, sedangkan auditor eksternal melaksanakan
audit secara rutin dalam tahunan atau periodik. Tujuan dari melakukan audit eksternal yaitu
untuk mengetahui apakah laporan keuangan lembaga menyajikan laporan yang nyata
terhadap finansial lembaga yang terkait. Audit ekternal dilakukan untuk mendorong
transparasi lembaga pengelola zakat.

Perlakuan akuntansi untuk aktivitas zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS) untuk BAZNAS
diterimakan ketika transaksi tersebut masuk dan transaksi keluar dicatatkan pada saat dana
disalurkan menurut program yang telah disusun dalam Rapat Kerja Anggaran Tahunan
(RKAT). Pada saat penerimaan dana ZIS kasir memasukkan nominal setoran sekaligus data
muzakki mempergunakan aplikasi SIMBA. Bukti setor dicetak rangkap dua, satu diberikan
pada Mustahiq dan satu lagi untuk arsip. Selain menggunakan aplikasi SIMBA, pihak kasir
melakukan rekap secara manual di jurnal pelaporan. Ketika pendistribusian dan penyaluran
dana ZIS pada para asnaf, kasir mencatat transaksi tersebut secara manual dan aplikasi
SIMBA setiap sepuluh hari pasca jurnal pelaporan disetor ke bagian perencanaan dan
pelaporan. Bagian keuangan menyusun laporan bulanan dan menyusun rincian penerimaan
dan pendistribusian dana untuk tiga bulan yang selanjutnya disalurkan ke UPZ. Laporan
keuangan bulanan digabung menjadi satu untuk disajikan sebagai laporan tahunan dan
selanjutnya untuk dilakukan audit oleh audit independen yaitu dari Kantor Akuntan Publik.

3. Audit Syariah
Audit syariah tidak jauh berbeda dengan audit konvensional. Perbedaannya terletak
pada tambahan obyek audit yang berhubungan dengan syariah. Beberapa hal yang
menjadi perhatikan dalam audit syariah di lembaga zakat adalah memastikan
pengumpulan zakat, mengelolaan dan pendistribusian zakat sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah. Dalam instrumen pengumpulan meliputi tentang muzakki penerimaan
kertas pembayaran, penerimaan lembaga zakat halal (harta atau dana yang disahkan)
atau bukan dari cucian uang. Hal ini juga memastikan penggunaan hak amil (dana
operasional untuk lembaga zakat) telah dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah dan lembaga zakat tidak mengambil lebih dari 1/8 atau sekitar 12.5% dari
total zakat (1/8 adalah bagian kewajaran untuk dana amil). Instrumen pendistribusian
termasuk lembaga zakat memastikan penerima zakat adalah orang yang tepat
berdasarkan kriteria Al-Qur’an dan memastikan dana zakat tidak berada di rekening
bank lebih dari 1 tahun.
Audit keuangan harus dilakukan oleh pihak independen, dalam hal ini adalah Kantor
Akuntan Publik (KAP) yang telah terdaftar. Cakupan audit yang dilakukan adalah
terhadap Laporan Keuangan lembaga zakat. Acuan standar
akuntansi yang digunakan adalah PSAK Syariah (PSAK 101 dan PSAK 109).
Berdasarkan PSAK 101, jenis laporan keuangan Amil yang lengkap terdiri dari :
1. Laporan Posisi Keuangan
2. Laporan Perubahan Dana
3. Laporan Perubahan Aset Kelolaan
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
Tujuan dari audit laporan keuangan diantaranya adalah untuk :
1. Bentuk transparansi dan akuntabilitas pengurus dalam mengelola dana zakat
2. Pemenuhan kewajiban regulasi
3. Menyatakan tingkat kewajaran dari laporan keuangan yang di susun
4. Peningkatan mutu dari laporan keuangan yang telah disusun (laporan keuangan
hasil audit akan terstandar sesuai PSAK 101)
C. Akuntansi Syariah
Akuntansi syariah adalah suatu cara untuk: mencatat, mengklasifikasikan, meringkas,
melaporkan, dan menganalisa yang menggunakan prinsip syariah dalam
pelaksanaanya untuk mendapatkan kemaslahatan untuk semua aspek yang ada (Eny
dkk, 2022: 4). Standar akuntansi ZIS yang berlaku saat ini dan digunakan oleh LKS
sebagaipedoman dalam pembukuan dan pelaporan keuangannya adalah PSAK No.
109 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tahun 2010. PSAK
ini berlaku untuk amil yakni suatu organisasi/entitas pengelola zakat yang
pembentukannya dan pengukuhannya diatur berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat dan
infak/sedekah, bukan untuk entitas syariah yang menerima dan menyalurkan ZIS
tetapi bukan kegiatan utamanya. Untuk entitas tersebut mengacu ke PSAK 101
mengenai Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Amil yang tidak mendapatkan izin
juga dapat menerapakan PSAK No. 109. PSAK ini merujuk kepada beberapa fatwa
MUI (Washilah dan Nurhayati : 2013) yaitu: 1) Fatwa MUI no. 8/2011 tentang amil
zakat, 2) Fatwa MUI No. 13/2011 tentang Hukum Zakat atas Harta Haram, 3) Fatwa
MUI No. 14/2011 tantang Penyaluran Harta Zakat dalam bentuk Aset Kelolaan. 4)
Fatwa MUI No.15/2011 tentang penarikan, pemeliharaan dan penyaluran harta zakat.

Tujuan Akuntansi Pengelolaan ZIS


a. Membantu memperlancar pelaksanaan tugas manajemen
b. Meningkatkan efisien dan efektivitas kerja
c. Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan
d. Meningjatkan kualitas laporan keuangan
e. Meningkatkan akuntabilitas finansial
f. Meningkatkan asset organisasi

D. Sistem Akuntansi Pelelolaan ZIS


Sistem akuntansi merupakan serangkaian tahap dan langkah-langkah sistematis yang
harus dilalui dalam melakukan fungsi akuntansi tertentu. Sistem akuntansi ZIS
meliputi :
1. sistem penerimaan kas,
2. sistem pengeluaran kas,
3. sistem akuntansi aset tetap, dan
4. sistem akuntansi selain kas.
E. Pelaporan Akuntansi ZIS
Setiap transaksi yang dilakukan oleh organisasi pengelola ZIS harus didukung dengan
bukti transaksi yang valid dan sah. Selain terdapat bukti transaksi yang valid dan sah,
transaksi tersebut harus dicatat dalam buku catatan akuntansi. Kelengkapan formulir
dan dokumen transaksi serta catatan akuntansi sangat penting dalam proses audit
keuangan.
Formulir untuk dokumen transaksi yang digunakan untuk mencatat transaksi yang
dilakukan oleh organisasi pengelola zakat antara lain:
1. Transaksi penerimaan kas
a. Kwitansi penerimaan zakat, infak dan sedekah
b. Bukti transfer bank (slip/setoran/kiriman uang) dari muzakki
c. Rekening koran bank
d. Print out buku tabungan
e. Bukti pelunasan piutang
f. Dokumen pinjaman
g. Tanda terima lainnya
2. Transaksi pengeluaran kas
a. Bukti pengeluaran kas
b. Bukti transaksi dari pihak ketiga misalnya faktur, tagihan dan sebagainya
c. Register cek
d. Bukti transfer
e. Bukti pelunasan uang
f. Bukti pengeluaran lainnya
3. Transaksi pendistribusian zakat, infak dan sedekah
a. Bukti penerimaan zakat, infak dan sedekah yang tanda tangani mustahik
b. Bukti acara serah terima bantuan
c. Bukti penyaluran zakat, infak dan sedekah lainnya
4. Transaksi pembelian
a. Surat order pembelian
b. Faktur dari pemasok
c. Bukti pembelian lainnya
5. Transaksi selain kas
a. Bukti memorial
b. Berita acara
c. Bukti lainnya

Buku catatan akuntansi yang digunakan antara lain meliputi :

1. Buku Jurnal
h. Jurnal umum
i. Jurnal penerimaan kas
j. Jurnal pengeluaran kas
2. Buku Besar
3. Buku Pembantu
a. Buku kas umum
b. Buku register cek
c. Buku rekapitulasi penerimaan ZIS
d. Buku rekapitulasi penyaluran ZIS
e. Buku pembantu bank
f. Buku pembantu persediaan
g. Buku pembantu asset tetap
h. Buku pembantu piutang
i. Buku pembantu lainnya

Anda mungkin juga menyukai