Anda di halaman 1dari 104

i

ii
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Helda Anci Naklui
NIM : 1901060115
Judul Skripsi : Studi Kinetika, Isotherm dan Termodinamika Adsorpsi Zat Warna
Eriochrome Black-T (EBT) Menggunakan Adssorben Berbasis
Biomassa Kulit Pisang Bile (Musa paradisiaca) Asal Pulau Flores
NTT, Teraktivasi HCl
Skripsi ini telah diterima oleh Panitia Ujian Sarjana Program Studi Pendidikan
Kimia, Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Nusa Cendana
Kupang, dalam ujian skripsi yang dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal :
Waktu :
Dinyatakan :
Dengan Predikat
DEWAN PENGUJI
1. Dorthea M. W. Nay, S.Pd., M.Si. P : Ketua Pemguji (………)
NIP. 19930502 202203 2 021
2. Heru Christianto, S.Pd., M.Pd : Anggota Penguji I (………)
NIP. 19921213 201903 1 011
3. Prof. Dr. Yantus A. B. Neolaka, S.Pd., M.Si : Anggota Penguji II (……..)
NIP. 19810818 200801 1 010

Mengesahkan Mengetahui
a.n Dekan FKIP UNDANA Koordinator Program Studi Wakil
Dekan Bidang Akademik Pendidikan Kimia
dan Kemahasiswaan

Dr. Moses Kopong Tokan, M.Si Prof. Dr. Yantus A.B. Neolaka, S.Pd.,
M.Si

iii
NIP. 19631231 199203 1 202 NIP. 19810818 200801 1 010
PRAKATA
Skripi ini diajukan dengan tujuan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan/Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusa Cendana. Oleh karena itu
penulis memilih judul skripsi tentang “Studi Kinetika, Isotherm, dan
Termodinamika Adsorpsi Zat Warna Eriochrome Black-T (EBT)
Menggunakan Adsorben Berbasis Biomassa Kulit Pisang Bile (Musa
paradisiaca) Asal Pulau Flores NTT, Teraktivasi HCl”. Penulis memilih judul
ini dikarenakan belum banyak penelitian sebelumnya di Pendidikan Kimia
terutama dalam adsorpsi limbah tekstil salah satunya adalah Eriochrome-Black T
(EBT) dengan menggunakan adsorben kulit pisang bile. Sehingga pada penelitian
ini diharapkan adsorben kulit pisang bile dapat mengadsorpsi zat warna
Eriochrome Black-T (EBT) dengan cara mengetahui modeling adsorpsi melalui
kajian kinetika, isotherm, dan termodinamika adsorpsi.
Pada kesempatan ini penuh dengan kerendahan hati yang paling dalam,
penulis mengucapkan terima kasih yang begitu besar kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Yantus A. B. Neolaka S.Pd., M.SI, selaku ketua Program
Studi Pendidikan Kimia.
2. Bapak Prof. Dr. Yantus A. B. Neolaka S.Pd., M.SI, selaku Dosen
Pembimbing Utama
3. Bapak Heru Christianto S.Pd., M.Pd, selaku dosen pembimbing
pendamping
4. Ibu Dorthea M. W. Nay, S.Pd., M.Si.P, selaku Dosen penguji dalam
penulisan skripsi ini Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini masih
jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan dikarenakan segala
keterbatasan, kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Namun,
penulis berusaha mempersembahkan skripsi ini dengan sebaik-baiknya
agar dapat memiliki manfaat bagi banyak pihak. Oleh sebab itu penulis
akan menerima segala bentuk kritik dan saran yang membangun dalam
perbaikan skripsi ini.
Kupang, Juli 202

iv
Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati dan penuh sukacita, penulis
mengucapakan teima kasih yang begitu besar kepada:
1. Bapak Dr. Melkisedek Taneo, M.Si, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universutas Nusa Cendana Kupang
2. Bapak Prof. Dr. Guati M. N. Budiana, S.Si., M.Si, selaku dosen
Pembimbing Akademik
3. Bapak Jacky A. Nenohai, S.Pd, selaku Operator di Program Studi
Pendidikan Kimia, dan Bapak Heovonius Padji, S.Si, selaku Teknisi
Laboratorium Pendidikan Kimia yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini melalui penyedian alat-alat dan bahan yang
digunakan selama penelitian.
4. Ibu Since Baunsele, S.Si, selaku pendamping dalam melakukan penelitian
yang dilakukan di Laboratorium FST Undana.
5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membekali penulis dalam berbagai
macam ilmu sehingga penulis skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
6. Kedua orang tua tercinta dan terhebat Bapak Yontus Naklui (Almarhum),
Mama Wehelmince Sole dan Adik Arodi (terimakasih untuk Bapak sudah
menjadi Bapak yang hebat untuk saya dan berjuang dari semester 1-5
walaupun perjuangan belum selesai, untuk Mama dan adik Rodi makasih
Mama sudah menjadi pahlawan yang tidak pernah lelah dan mengeluh,
adik Rodi terima kasih sudah menjadi Bapak dan adik yang hebat untuk
penulis. Terima kasih menjadi persemabahan yang teristimewah untuk
kalian yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi, semangat, baik
dalam bentuk moril maupun cinta dan kasih sayang yang tak terhingga
serta rela berkorban demi apapun untuk penulis.
7. Keluarga besar Talaen, Naklui, Sole, koy, kakak, Ma’e, Yuli, Iga, Metu,
Ince, ma Jeni, Bai Liu, Fren dan Tia. Untuk adik Ferdi, Resti, Moni, Efa,
Julio dan nova yang tak henti-henti memberikan dukungan untuk penulis.
8. Sahabat DRS krue (yhusli & imel)

v
9. Sahabat tercinta Ina Maria, Uning, Mersi, Rianti, Dhe, Elda dan squad
TPU Laboy dan Virjin yang selalu mendukung, menguatkan, memotivasi
dan memberikan semangat yang tak henti-henti untuk penulis.
10. Sahabat putus patah LISMEL
11. Teman-teman Tim “Biomassa Kulit Pisang Bile” Cicil, Uning, Foni, Ima,
Yanti, Ida, Ines, Anye dan Rini yang sudah berjuang sama-sama penuh
kesabaran menghadapi drama yang sangat misterius.
12. Teman-teman seperjuang BARIUM’19
13. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Pendidikan Kimia (IMASPIK) yang
telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
14. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan namanya satu persatu yang
telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.

vi
MOTO

AKU AKAN MEMBERIMU


JAUH LEBIH BAIK DARI PADA YANG ENGKAU MINTA
EFESUS 3:20

vii
ABSTRAK
Studi Kinetika, Isotherm, dan Termodinamika Adsorpsi Zat Warna
Eriochrome Black-T (EBT) Menggunakan Adsorben Berbasis Biomassa Kulit
Pisang Bile (Musa paradisiaca) Asal Pulau Flores NTT, Teraktivasi HCl
Helda A. Naklui1, Yantus A.B. Neolaka2, Heru Christianto3
Pada Penelitian ini dilakukan Penelitian mengenai studi kinetika, isoterm
dan termodinamika adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT) menggunakan adsorben
berbasis biomassa kulit pisang bile teraktivasi HCl dengan tujuan untuk
mengetahui kemampuan adsorpsi adsorben terhadap zat warna Eriochrome Black-
T (EBT) yang dilakukan dengan menggunakan metode yang dipakai oleh
Mashkoor dan Nasar dengan Mayor modifikasi (Batch). Dipelajari dengan
menggunakan beberapa parameter seperti inisial konsentrasi, massa adsorben, pH,
waktu kontak, dan temperatur, selanjutnya pengkajian terhadap modeling kinetka
adsorpsi, isothrem adsorpsi, dan termodinamika adsorpsi. Berdasarkan hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa kondisi optimum adsorpsi zat warna Eriochrome
Black-T (EBT) menggunakan adsorben kulit pisang bile pada parameter inisial
konsentrasi optimumnya adalah 30 mg/L, massa adsorben 0,5 gram, pH 3, waktu
kontak 60 menit, dan temperatur 30°C (313 K). Sedangkan pada kinetika adsorpsi
Eriochrome Black-T (EBT) dan adsorben kulit pisang bile mengikuti model
kinetika orde kedua semu dengan nilai R 2 = (0,9516). Model Isotherm adsorpsi
yang sesuai untuk adsorpsi zat warna (EBT) menggunakan adsorben kulit pisang
teraktivasi HCl yaitu model Temkin denga nilai R 2= (0,9639). Studi
Termodinamika adsorpsi mengikuti beberapa parameter seperti (∆H0) = -8,169
kJ/mol (303 K), (∆S0)= -0,056 kJ/mol (303 K), (∆G⁰)= -8,821 kJ/mol ∆G⁰ (303
K), = -9,382 kJ/mol ∆G⁰ (313 K), = -9,943 kJ/mol ∆G⁰ (323) dan = -10,503
kJ/mol ∆G⁰ (333 K).
Kata kunci: Kulit Pisang Bile (Musa paradisiaca), teraktivasi, HCl, Eriochrome
Black-T (EBT), isotherm, kinetika, termodinamika, adsorpsi

1. Mahasiswa Peneliti
2. Pembimbing I
3. Pembimbing I

viii
ABSTRACK
Kinetics, Isotherm, and Thermodynamics of Adsorption of Eriochrome Black-T
(EBT) Dyes Using Biomassa-Based Adsorbents Bile Banana Peel (Musa
paradisiaca) from Flores Island, NTT, HCl Activated
Helda A. Naklui1, Yantus A.B. Neolaka2, Heru Christianto3

In this research, research was conducted on kinetics, isotherm and


thermodynamics of Eriochrome Black-T (EBT) adsorption using HCl-activated
adsorbents based on bile banana peel biomassa with the aim of knowing the
adsorption ability of the adsorbent on Eriochrome Black-T (EBT) dyes which was
carried out using a method that used by Mashkoor and Nasar with Major
modifications (BATCH). It is studied by using several parameters such as initial
concetration, adsorbent mass, pH, contact time, and temperature, then studies on
modeling adsorption kinetics, adsorption isotherm, and adsorption
thermodynamics. Based on the results obtained, it shows that the optimum
conditions for the adsorption of Eriochrome Black-T (EBT) dyes using bile
banana peel adsorbents at the initial parameter optimum concentration is 30 mg/L,
adsorbent mass 0,5 gram, ph 3, contact time 30 minutes, and temperature 30°C
(313 K). Meanwhile, the adsorption kinetics of Eriochrome Black-T (EBT) and
bile banana peel adsorbents followed a pseudo second order kinetics model with a
value of R2 = (0,9516). The adsorption isotherm model suitable for dye adsorption
(EBT) using HCl-activated banana peel adsorbents is the Temkin model with a
value of R2 = (0,9639). Adsorption thermodynamic studies follow several
parameters such as (∆H0) = -8,169 kJ/mol (303 K), (∆S0)= -0,056 kJ/mol (303 K),
(∆G⁰)= -8,821 kJ/mol ∆G⁰ (303 K), = -9,382 kJ/mol ∆G⁰ (313 K), = -9,943
kJ/mol ∆G⁰ (323) dan = -10,503 kJ/mol ∆G⁰ (333 K).

Keywords: Bile Banana Peel (Musa paradisiaca), activated, HCl, Eriochrome


Black-T (EBT), isotherm, kinetics, thermodynamics, adsorption
1. Research Student
2. Main Advisior
3. Companion Advisor

ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
PRAKATA.............................................................................................................iv
UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................v
MOTO...................................................................................................................vii
ABSTRAK...........................................................................................................viii
ABSTRACK..........................................................................................................ix
DAFTAR ISI...........................................................................................................x
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................3
1.3. Tujuan............................................................................................................4
1.4. Manfaat..........................................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................5
2.1. Eriochrome Black-T (EBT).............................................................................5
2.2. Adsorben..........................................................................................................5
2.3. Adsorpsi...........................................................................................................6
2.4. Adsorben Berbasis Biomassa (Pisang Bile)..................................................8
2.5. Isotherm Adsorpsi.........................................................................................10
2.5.1. Model Isotherm Langmuir......................................................................10
2.5.2. Model Isotherm Freundlich.....................................................................11
2.5.3. Model Isotherm Temkin..........................................................................11
2.5.4. Model Isotherm Dubinin-Radushkevich (DKR).....................................12
2.5.5. Model Isotherm Brunauer-Emmett-Teller (BET)...................................13
2.6. Kinetika Adsorpsi.........................................................................................13
2.6.1. Model Kinetika Orde Pertama Semu......................................................13

x
2.6.2. Model Kinetika Orde Kedua Semu.........................................................14
2.6.3. Model Kinetika Bangham.......................................................................14
2.6.4. Model Kinetika Elovich..........................................................................15
2.7. Termodinamika Adsorpsi............................................................................15
2.8. Faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi.......................................................16
2.8.1. pH Awal Larutan.....................................................................................16
2.8.2. Jenis dan Dosis Adsorben.......................................................................16
2.8.3. Waktu Kontak.........................................................................................17
2.8.4. Temperatur..............................................................................................17
2.8.5. Kekuatan Ion dan Keberadaan Ion Jenis Lain........................................17
2.9. Larutan akrivator...........................................................................................17
2.9.1. Aktivator Asam Klorida (HCl).................................................................17
2.10. Penentuan Berbagai Parameter .................................................................18
2.10.1. Spektrofotometer UV-Vis.......................................................................18
BAB III HIPOTESIS DAN KONSEP ILMIAH.................................................20
3.1. Konsep Ilmiah................................................................................................20
3.2. Hipotesis.........................................................................................................20
BAB IV METODE PENELITIAN.......................................................................23
4.1. Waktu dan Tempat Penelitian......................................................................23
4.2. Alat dan Bahan Penelitian.............................................................................23
4.2.1. Alat Penelitian..........................................................................................23
4.2.2. Bahan Penelitian.......................................................................................23
4.3. Variabel Penelitian.........................................................................................23
4.3.1. Variabel Bebas..........................................................................................23
4.3.2. Variabel Terikat........................................................................................23
4.3.3. Variabel Kontrol.......................................................................................24
4.4. Prosedur Penelitian........................................................................................24
4.4.1. Preparasi Biomassa Kulit Pisang Bile......................................................24
4.4.2. Proses Aktivasi........................................................................................24
4.4.2.1. Pembuatan Larutan Aktivator ...............................................................24
4.4.2.2. Proses Aktivasi pisang Bile...................................................................24
4.4.3. Pembuatan Larutan Baku Eriochrome Black-T (EBT).............................24

xi
4.4.4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Untuk Penyerapan
Eriochrome Black-T (EBT) .....................................................................25
4.4.5. Pembuatan Kurva Standar Larutan Eriochrome Black-T (EBT)..............25
4.4.6. Penentuan Konsentrasi Optimum Biomassa Kulit Pisang Bile
Terhadap Penyerapan Eriochrome Black-T (EBT)...................................25
4.4.7. Penentuan Massa Optimum Biomassa Pisang Bile Terhadap
Penyerapan Eriochrome Black-T (EBT)...................................................26
4.4.8. Penentuan pH Optimum Biomassa Kulit Pisang Bile Terhadap
Penyerapan Eriochrome Black-T (EBT)...................................................26
4.4.9. Penentuan Waktu Kontak Optimum Biomassa Kulit Pisang Bile
Terhadap Penyerapan Eriochrome Black-T (EBT)...................................26
4.4.10. Penentuan Temperatur Optimum Biomassa Kulit Pisang Bile
Terhadap Penyerapan Eriochrome Black-T (EBT).................................27
4.4.11. Kinetika Adsorpsi...................................................................................27
4.4.12. Isotherm Adsorpsi...................................................................................27
4.4.13. Termodinamika Adsorpsi.......................................................................28
4.5. Teknik Analisis Data......................................................................................29
4.5.1. Data Panjang Gelombang.........................................................................29
4.5.2. Data Absorbansi Larutan Standar.............................................................29
4.5.3. Data Evaluasi Adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT)
Menggunakan Biomassa Berbasis Kulit Pisang Bile................................29
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................32
5.1. Preparasi Limbah Biomassa Kulit Pisang Bile..........................................32
5.2. Aktivasi Kulit Pisang Bile Menggunakan HCl 0,5 M................................34
5.3. Penentuan Panjang Gelombang...................................................................36
5.4. Pembuatan Larutan Zat Warna..................................................................37
5.5. Penentuan Kurva Kalibrasi Zat Warna.....................................................37
5.6. Optimasi Parameter Adsorpsi Zat Warna Eriochrome Black-T
(EBT) Pada Adsorben Kulit Pisang Bile Teraktivasi HCl.......................38
5.7. Kinetika Adsorpsi Zat Warna Eriochrome Black-T (EBT)
Menggunakan Adsorben Kulit Pisang Bile Teraktivasi HCl....................39
5.8. Isotherm Adsorpsi Zat Warna Eriochrome Black-T (EBT)

xii
Menggunakan Adsorben Kulit Pisang Bile Teraktivasi HCl....................43
5.9. Termodinamika Adsorpsi.............................................................................47
BAB VI..................................................................................................................49
PENUTUP.............................................................................................................49
6.1. Kesimpulan....................................................................................................49
6.2. Saran...............................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................50
LAMPIRAN.............................................................................................................I

xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Perbedaan Adsorpsi Kimia dan Adsorpsi Fisika....................................8
Tabel 2.2. Kandungan gizi kulit pisang.................................................................10
Tabel 4.1. Hasil Uji Uv-Vis Penentuan Panjang Gelombang Zat
Warna Eriochrome Black-T (EBT).........................................................29
Tabel 4.2. Data Larutan Standar Eriochrome Black-T ( EBT) Hasil
Analisis Spektofotometri Uv-Vis............................................................29
Tabel 4.3. Optimasi Konsentrasi Adsorben Dalam Adsorpsi Eriochrome
Black-T (EBT).........................................................................................29
Tabel 4.4. Optimasi Massa Adsorben dalam Adsorpsi Eriochrome Black-T
(EBT).....................................................................................................30
Tabel 4.5. Optimasi Waktu Kontak dalam Adsorpsi Eriochrome Black-T
(EBT).....................................................................................................30
Tabel 4.6. Optimasi pH dalam Adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT)...................30
Tabel 4.7. Optimasi Temperatur dalam Adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT)......30
Tabel 4.8. Tabel Data dan Pengolahan Data Kinetika Adsorpsi Eriochrome
Black-T (EBT).........................................................................................31
Tabel 4.9. Data dan Pengolahan Data Isotherm Adsorpsi Eriochrome Black-T....31
Tabel 5.1. Nilai parameter model kinetika adsorpsi Eriochrome Black-T
(EBT) menggunakan kulit pisang bile teraktivasi HCl..........................42
Tabel 5.2. Nilai parameter model isotherm adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT)
menggunakan kulit pisang bile teraktivasi HCl....................................46
Tabel 5.3. Hasil dari eksperimen termodinamika Eriochrome Black-T
(EBT) menggunakan kulit pisang bile teraktivasi HCl.........................48

xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Struktur Eriochrome Black-T (EBT)..................................................5
Gambar 2.2. Kulit Pisang Bile (Sumber Foto Pribadi)..........................................10
Gambar 3.1. Alur Kerangka Pemikiran Penelitian................................................22
Gambar 5.1. Kulit pisang bile lolosan 100 mesh...................................................33
Gambar 5.2. Sampel kulit pisang bile teraktivasi HCl..........................................35
Gambar 5.3. Reaksi pemutusan ikatan lignin selulosa menggunakan HCl...........36
Gambar 5.4. Grafik panjang gelombang Eriochrome Black-T (EBT)...................36
Gambar 5.5. Pembuatan Larutan Zat Warna EBT (koleksi pribadi 2023)...........37
Gambar 5.6. Grafik kurva standar Eriochrome Black-T (EBT)...........................38
Gambar 5.7. kurva model kinetika adsorpsi (a) orde pertama semu, (b) orde
kedua semu, (c) Elovich, (d) Bangham............................................41
Gambar 5.8. Model Isoterm Langmuir.................................................................44
Gambar 5.9. Model Isoterm Freundlich...............................................................45
Gambar 5.10. Model Isoterm Dubinin–Radushkevich (DKR).............................45
Gambar 5.11. Model Isoterm Temkin .................................................................45
Gambar 5.12. Model Isoterm Brunauer–Emmett–Teller (BET)..........................46
Gambar 5.13. Termodinamika Adsorpsi Eriochrome Black-T menggunakan
kulit pisang bile teraktivasi HCl....................................................47

xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Prosedur Kerja............................................................................I
Lampiran 2. Perhitungan.....................................................................................XIV
Lampiran 3. Data hasil perhitungan kinetika adsorpsi........................................XVI
Lampiran 4. Data hasil perhitungan isotherm adsorpsi.......................................XXI
Lampiran 5. Data hasil perhitungan termodinamika adsorpsi........................XXVII
Lampiran 6. Dokumentasi penelitian................................................................XXX
Lampiran 7. Surat bebas Laboratorium.........................................................XXXIII

xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
industri di Indonesia pun semakin meningkat terutama industri dalam bidang tekstil
(Pratiwi, et al., 2020). Perkembangan industri di Indonesia saat ini banyak
melibatkan penggunaan zat kimia berbahaya dan dapat memicu pencemaran
lingkungan. Salah satu pencemaran lingkungan yaitu limbah yang diproduksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga). Hal tersebut menyebabkan peningkatan
jumlah indukstri tekstil berbanding lurus dengan jumlah polutan limbah cair yang
dihasilkan dari aktivitas industri tersebut, dan dapat berdampak negatif bagi
lingkungan jika limbah cair yang mengandung zat warna berbahaya tidak diolah
dengan baik (Maghfiroh, et al., 2016). Salah satu limbah tekstil yang berbahaya
yaitu zat warna Eriochrome Black-T (EBT). Zat warna Eriochrome Black-T (EBT)
termasuk zat warna sintesis, zat warna sintesis yang memiliki struktur kimia yang
sulit terurai (Utomo, et al., 2015). Pengolahan limbah zat warna Eriochrome Black-
T (EBT) di industri perlu penanganan yang lebih lanjut agar limbah tidak masuk ke
perairan masyarakat, karena apabila masuk ke perairan akan terjadi pecemaran
pada air yang dikonsumsi makluk hidup dan membawa dampak yang beresiko
tinggi seperti iritasi pada kulit dan saluran pencernaan serta dapat menimbulkan
alergi, kerusakan ginjal, hati, otak, reproduksi dan sistem saraf karena
Eriochrome Black-T (EBT) bersifat karsinogenik (Zein, et al., 2015). Sehingga
diperlukan penanganan agar limbah Eriochrome Black-T (EBT) tidak tercemar
pada air yang digunakan masyarakat.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi limbah zat cair
adalah menggunakan metode adsorpsi. Proses adsorpsi adalah salah satu metode
yang efektif, dan cukup mudah untuk diterapkan dalam proses pemurnian air
limbah (Barka, et al., 2011). Media yang digunakan dalam proses adsorpsi yaitu
sebuah adsorben. Dimana adsorben tersebut akan manyerap senyawa pewarna yang
terkandung didalam limbah industri. Adsorben yang digunakan adalah biomassa
dari limbah kulit pisang bile yang bertindak sebagai pengadsorpsi atau penyerap
molekul cair maupun gas. Selain itu penggunaan adsorben memilki beberapa
keuntungan yaitu meningkatkan daya serap dan kapasitas adsorpsi dari adsorben.
Adsorben juga diperlukan proses aktivasi agar penyerapannya efektif. Adsorben
yang dilakukan tanpa proses aktivasi tidak akan efektif dalam penyisihan logam
berat. Aktivasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk memperbesar pori dengan
cara memecahkan ikatan hidrokarbon molekul-molekul permukaan sehingga
adsorben mengalami perubahan sifat.
Limbah kulit pisang berpotensi menjadi bahan k5ompas dan juga dapat
diformulasikan menjadi adsorben. Dengan harga yang sangat rendah dan
ketersediaan yang sangat banyak limbah kulit pisang dapat juga dimanfaatkan
sebagai bio-material adsorben dalam menghilangkan kandungan zat pewarna pada
saat proses pemurnian air limbah di dalam idustri (Musafira, et al., 2019). Kulit
pisang mengandung sejumlah nitrogen, sulfur dan komponen organik seperti asam
karboksilat, selulosa, hemiselulosa, pigmen klorofil dan zat pektin yang
mengandung asam galaturonat, arabinose, galaktosa, dan rhamnosa. Asam
galakturonat diduga berperan ssebagai senyawa yang dapat mengadsorpsi zat dan
juga merupakan gugus fungsi gula karboksil (Musafira, et al., 2019). Beberapa
gugus fungsi yang berperan aktif pada permukaan kulit pisang, yaitu karboksil
(COOH) dan Hidroksil (OH), telah banyak terbukti berperan penting dalam proses
adsorpsi (Jakhrani, et al., 2021). Proses adsorpsi merupakan salah satu interaksi
antara zat warna Erichrome Black-T (EBT) dengan gugus fungsi dari polimer-
polimer tersebut seperti (OH) dan (COOH). Dimana selulosa berpotensi sangat
tinggi untuk digunakan sebagai sebuah adsorben karena kulit pisang memiliki
gugus hidroksil (-OH). Gugus hidroksil ini akan menyerap logam berat maupun zat
warna dengan adsorbat (Widayana, et al., 2022). Dalam penelelitian ini digunakan
salah satu adsorben yaitu adalah kulit pisang bile. Pemanfaatan kulit pisang bile di
Nusa Tenggara Timur khususnya di Flores masih sangat minim, masayrakat di
Flores memanfaatkan kulit pisang bile ini sebagai pakan ternak, limbah dan tanpa
pengolahan lebih lanjut. Salah satu upaya yang dilakukan memanfaatkan limbah
kulit pisang bile ini adalah memanfaatkan limbah limbah kulit pisang tersebut
sehingga meningkatkan ekonominya adalah diolah menjadi arang aktif atau karbon
aktif yang akan diaplikasikan sebagai sebuah adsorben yang di aktivasi
menggunakan HCl.
Asam korida (HCl) sebagai zat ak6tivator kimia yang bersifat higroskopis
yang dapat mengurangi kadar air pada arang aktif yang dihasilkan. Dibandingkan
dengan aktivator lainnya seperti H2SO4 dan HNO3, arang aktif yang yang diaktivasi

2
HCl memiliki daya serap ion yang lebih baik karena HCl lebih dapat melarutkan
pengotor s6ehingga pori-pori lebih banyak terbentuk dan proses penjerapan
adsorbat lebih bagus. Sedangkan SO4 dan HNO3, daya serapnya lebih kecil karena
rusaknya dinding struktur daring arang sehingga daya serap adsorpsi semakin kecil
(Nurhasni, et al., 2012)
Kajian kesetimbangan dan kinetika adsorpsi tersebut diperlukan untuk
memahami mekanisme dan dinamika adsorpsi material kulit pisang bile pada zat
warna Eriochrome Black-T (EBT). Bebarapa model kesetimbangan dan kinetika
tersebut telah dikembangkan untuk melakukan design eksperimental, dengan
berbagai aspek keterbatasan terhadap kompleksitas mekanisme. Parameter dari
kesetimbangan dan kinetika adsorpsi intrinsik. Pendekatan kesetimbangan juga
berguna untuk memahami aspek termodinamika dalam proses adsoprsi (Lima, et
al., 2015). Untuk memahami aspek tersebut maka dapat diketahui melalui beberapa
parameter termodinamika seperti perubahan energi bebas Gibbs (∆G), perubahan
entalpi (∆H°), dan perubahan entropi (∆S°) menyediakan informasi mengenai arah
dan perubahan energi internal yang berhubungan dengan proses adsorpsi.
Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini diharapkan bahwa kulit
pisang bile juga dapat digunakan untuk menyerap zat warna lain khususnya
Eriochrome Black-T (EBT). Dengan demikian, judul dari penelitian ini adalah
“Studi Kinetika Isotherm Dan Termodinamika Adsorpsi Zat Warna
Eriochrome Black-T (EBT) Menggunakan Adsorben Berbasis Boimassa
Pisang Bile (Musa paradisiaca) Asal Pulau Flores NTT, Teraktivasi HCl”,
dimana pada topik ini yang menggunakan biosorben kulit pisang bile secara
spesifik belum pernah dilaporkan pengkajiannya oleh peneliti lainnya.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini yaitu:
1. Bagaimana modeling kinetika adsorpsi dari zat warna Eriochrome Black-T
(EBT) terhadap kulit pisang bile (Musa paradisiaca) teraktivasi HCl?
2. Bagaimana modeling isotherm adsorpsi dari zat warna Eriochrome Blcak-T
(EBT) terhadap kulit pisang bile (Musa paradisiaca) teraktivasi HCl?
3. Bagaimana sistem termodinamika adsorpsi dari zat warna Eriochrome
Black-T (EBT) terhadap kulit pisang bile (Musa paradisiaca) teraktivasi
HCl?

3
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui modeling kinetika adsorpsi dari zat warna Eriochrome
Black-T (EBT) terhadap kulit pisang bile (Musa paradisiaca) teraktivasi
HCl.
2. Untuk mengetahui modeling isotherm adsorpsi dari zat warna Eriochrome
Black-T (EBT) terhadap kulit pisang bile (Musa paradisiaca) teraktivasi
HCl.
3. Untuk mengetahui sistem termodinamika adsorpsi dari zat warna
Eriochrome Black-T (EBT) terhadap kulit pisang bile (Musa paradisiaca)
teraktivasi HCl.
1.4. Manfaat
Manfaaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangsih pengetahuan dan
menjadi rujukan terhadap kinetika, isotherm dan termodinamika adsorpsi
Eriochrome Black-T (EBT) berbasis kulit pisang bile (Musa paradisiaca).
2. Sebagai sumbangan perkembangan ilmu pengetahuan akan manfaat kulit
pisang bile (Musa paradisiaca) sebagai adsorben untuk zat warna
Eriochrome Black-T (EBT).

4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Eriochrome Black-T (EBT)
Eriochrome Black-T (EBT) merupakan kelompok pewarna azo yang berarti
mengandung satu atau lebih gugus azo (-N=N-) yang bertindak sebagai gugus
kromofor (Laurentmitt, et al., 1994). Adanya gugus kromofor dan struktur aromatik
mengakibatkan pewarna azo sebagian besar sulit terdegradasi, tahan terhadap zat
pengoksidasi dan cahaya, dan saat kondisis anaerobik, senyawa mudah tereduksi
menjadi amina aromatik yang dapat berpotensi menyebabkan kanker (Mittal dan
Gupta., 2010). Senyawa Eriochrome Black-T (EBT) ini bila terdegradasi dapat
menghasilkan senyawa berbahaya seperti nitrogen oksida, karbon monoksida,
karbon dioksida, sulfur oksida (Kumar, et al., 2013) dan naftokuinon yang bersifat
karsinogenik, selain itu juga Eriochrome Black-T (EBT) juga tahan terhadap
biodegradasi oksidatif (Moeinpour et al., 2014).

Gambar 2.1. Strukrut Eriochrome Black-T (EBT) (Sumber: Ikmalia 2020)


2.2. Adsorben
Adsorben merupakan material padat yang pada umumnya berpori yang
digunakan untuk menyerap molekul adsorbat dalam suatu proses adsorpsi.
Adsorben yang baik harus memenuhi tiga syarat, yaitu mempunyai pori, rongga
dan situs aktif. Menurut IUPAC, pori digolongkan menjadi 3 yaitu mik ropori

5
(diameter kurang dari 2 nm), mesopore (diameter 2 -50 nm) dan makropori
(diameter lebih dari 50 nm). Dari ketiga jenis pori tersebut, pori yang aktif
digunakan pada proses adsorpsi adalah mikropori dan kadang-kadang mesopori,
sementara makropori berfungsi sebagai jalan utama menuju interior padatan yang
didalamnya terdapat mesopori dan mikropori. Keberadaan mikropori ini
berdampak langsung terhadap luas permukaan spesifik (specific surface area),
dimana semakin banyak jumlah mikroporinya luas permukaan spesifik semakin
tinggi sehingga pada fisisorpi, kemampuan adsorben dalam menyerap molekul
adsorbat juga semakin tinggi. Sementara itu, pada adsorpsi yang bersifat kimia atau
kemosorpsi, keberadaan situs aktif pada permukaan adsorben lebih penting
dibandingkan dengan tingginya luas permukaan spesifik. Dalam hal ini, pH sangat
berpengaruh karena dapat mengubah muatan situs aktif dipermukaan adsorben dan
adsorbat difase luar. Oleh karena itu, karakterisasi terhadap suatu adsorben perlu
dilakukan terhadap keberadaan gugus fungsi selain luas permukaan spesifik,
distribusi ukuran pori dan porositas serta morfologi.
2.3. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa terakumulasinya partikel pada permukaan.
Partikel yang terakumulasi dan disesrap oleh permukaan disebut adsorbat dan
material tempat terjadinya proses adsorpsi disebut adsorben. Adsorben terbuat dari
material biomassa umum disebut sebagai biosorben, sedangkan istilah biosorpsi
dideskripsikan sebagai proses sorpsi menggunakan biomassa sebagai adsorben
(Kurniawati, et al., 2020). Biomassa adalah bahan biologis yang berasal dari
organisme atau mahkluk hidup yang tergolong mengandung lignin, selulosa dan
homoselulosa. Biomassa dapat diperoleh dari tanaman perkebunan atau pertanian
hutan peternakan bahkan sampah. Biomassa adalah bahan-bahan organik relatif
muda yang berasal dari tumbuhan atau hewan, baik yang terbentuk dari hasil
produksinya, sisa metabolisme, atau pun limbah yang dihasilkan. Pemanfaatan
biomassa sebagai adsorben bukan hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi
akan mendukung prinsip zerowaste, khususnya pada industri yang menghasilkan
biomassa tersebut sebagai produk samping (Kurniawati et al., 2020). Adsorpsi
dapat terjadi pada antar fase padat-cair, gas cair atau padat gas. Molekul yang
terikat antarmuka disebut adsorbat, sedangkan adsorben adalah permukaan yang
menyerap molekul-molekul adsorbat. Pada adsorpsi, interaksi antara adsorbat

6
dengan adsorben hanya terjadi pada permukaan adsorben. Adsorpsi merupakan
gejala pada permukaan sehingga luas permukaan semakin besar, maka makin
banyak zat yang teradsorpsi. Walaupun demikian, adsorpsi masih bergantung pada
sifat zat pengadsorpsi (Kurniawati, et al., 2020). Berdasarkan daya tarik molekul
adsorben dengan adsorbat, adsorpsi dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Adsorpsi Kimia (kemisorpsi) Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gaya-gaya
kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Pada adsorpsi kimia, hanya satu lapisan
gaya yang terjadi. Besarnya energi adsorpsi kimia ± 100 Kj/mol. Adsorpsi
jenis ini menyebabkan terbentuknya ikatan secara kimia sehingga diikuti
dengan reaksi kimia, maka adsorpsi jenis ini akan menghasilkan produksi
reaksi berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang terjadi pada kemisorpsi
sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan padatan
sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali (Irreversible). Dengan
demikian dapat diartikan bahwa pelepasan kembali molekul yang terikat di
adsorben pada kemisorpsi sangat kecil (Widayatno, et al., 2017).
b. Adsorpsi Fisika (fisisorpsi) Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya-gaya
fisika. Pada adsorpsi fisika, terjadi beberapa lapisan gas. Besarnya energi
adsorpsi fisika ± 100 Kj/mol. Molekul-molekul yang diadsorpsi secara fisika
tidak terikat kuat pada permukaan, dan biasanya terjadi proses balik yang
cepat (reversibel), sehingga mudah untuk diganti dengan molekul yang lain.
Adsorpsi fisika didasarkan pada gaya Van Der Waals serta dapat terjadi pada
permukaan yang polar dan non-polar. Adsorpsi juga mungkin terjadi dengan
mekanisme pertukaran ion. Permukaan padatan dapat mengadsorpsi ion-ion
dari larutan dengan mekanisme pertukaran ion (Widaytno, et al., 2017).
Adsorpsi secara fisika adalah adsorpsi yang reversibel (bolak-balik) dengan
interaksi lemah, energi untuk adsorpsi secara fisik besarnya kurang dari 63
kj/mol-84 kj/mol. Sedangkan adsorpsi kimia, yaitu interaksi antara adsorben
dan adsorbatnya lebih kuat karena terjadi reaksi kimia antara permukaan
adsorben dengan adsorbatnya, energi untuk adsorpsi secara kimia biasanya
lebih besar dari 84 kj/mol (Hafiyah, 2013).

7
Perbedaan adsorpsi kimia dan fisika dapat dilihat pada table 2.1
Tabel 2.1. Perbedaan Adsorpsi Kimia dan Adsorpsi Fisika
No Adsorpsi kimia Adsorpsi fisika
1 Molekul terikat pada adsorben Molekul terikat pada
oleh ikatan kimia adsoorben oleh gaya Van der
Walls
2 Kecepatan adsorpsi kecil Kecepatan adsorpsi besar
3 Jumlah adsorpsi pada Jumlah adsorpsi
permukaan merupakan padapermukaan merupakan
karakteristikadsorben dan fungsi adsorbat
adsorbat
4 Adsorpsi terjadi pada suhu Adsorpsi hanya terjadi pada
tinggi suhu dibawah titik didih
adsorbat
5 Melibatkan energi aktivitas Tidak melibatkan aktivitas
tertentu energi tertentu
(Sumber: Atkins, 1999)
2.4. Adsorben Berbasis Biomassa (Pisang Bile)
Biomassa adalah bahan organik yang tersedia terbarukan dan diproduksi
langsung atau tidak lansung oleh organisme hidup tanpa kontaminasi dari zat lain
atau limbah. Limbah hutan dan pabrik, tanaman pertanian dan limbah kayu,
kotoran hewan limbah operasi ternak, tanaman air, pertumbuhan pohon dan
tanaman, serta sampah kota dan industtri adalah termasuk biomassa. Pada dasarnya
biomassa dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu biomassa kayu,
biomassa bukan kayu, dan bahan bakar sekunder (Calle, et al., 2012).
Pisang bile (Musa paradisiaca) adalah salah satu tanaman penghasil
biomassa non kayu dari kulitnya. Menurut Castro, et al., kulit pisang memiliki
kemampuan dalam mengikat ion logam berat karena dalam kulit pisang terdapat
berbagai gugus fungsi yang berperan sebagai gugus aktif seperti gugus hidroksil
(OH), gugus karboksilat (COOH) dan gugus amina (NH 2). Kulit pisang bile terdiri
dari sejumlah nitrogen, sulfur dan komponen organik seperti asam karboksilat,
selulosa, hemiselulosa, pigmen klorofil dan zat pektin yang mengandung asam

8
galakturonik, arabinosa, galaktosa dan rhamnosa. Asam galakturonik diduga
berperan sebagai senyawa yang dapat mengadsorpsi zat warna dan merupakan
gugus fungsi gula karboksil (Pankaj, 2012). Pisang bile memiliki ukuran yang
cukup besar dan menjadi komoditas unggul seperti pisang kepok. Pisang bile
memiliki karakter produksi yang mirip dengan pisang agung semeru, yang mana
menghasilkan 10-20 diantaranya, pisang kepok putih 13,02 kg, kepok nglumut
2,56 kg kepok ladrang 4,14 kg, dan kepok ameika 15,60 kg (2016-1-UNS.Pdf,
n .d.)
Pisang bile juga dikenal memiliki daya simpan yang cukup lama (Gusmiati, et al.,
2018). Daya simpan buah akan menunjukkan ketahanan kulit pisang bile dalam
kurun waktu tertentu, dicirikan dengan kualitas dan mutu yang baik serta masih
layak digunakan (Singsh, 2017). Adapun potensi dan kandungan gizi pada pisang
bile seperti kadar air, kadar protein, kadar serat, kadar lemak, dan kadar
karbohidrat. Proses pembuatan biomassa kulit pisang pile dilakukan menggunakan
beberapa tahap yaitu tahap pirolisis dan aktivasi. Tahap pirolisis terdapat dua fase
yaitu fase pengeringan dibawah sinar matahari selama 4-5 hari dan pengovenan
pada suhu 400C selama 1 jam dan fase evolusi gas terjadi pada suhu 105 0C
(Setiawan dan bagus., 2016).
Manfatat buah pisang sudah diketahui baik kelezatanya maupun kandungan gizi
yang dikandungnya. Namun, khasiat dan manfaat kulit pisang masih banyak orang
belum mengetahui. Hasil penelitian Tim Universitas kedokteran Taichung Chung
Shan, Taiwan, memperlihatkan bahwa ekstrak kulit pisang ternyata berpotensi
mengurangi gejala depresi dan menjaga Kesehatan retina mata. Selain kaya vitamin
B6, kulit pisang juga banyak mengandung serotonin yang sangat vital untuk
mengembangkan mood. Selain itu, ditemukan pula manfaat ekstrak pisang untuk
menjaga retina dari kerusakan cahaya akibat regenerasi retina (li and Pustaka
2002). Selain manfaat yang telah disebutkan diatas, kulit pisang juga memiliki
manfaat lain diantaranya mengatasi rasa gatal Pereda nyeri, menghilangkan kutil
pada kulit serta menghilangkan bekas luka atau jerawat (li and Pustaka 2002).
Kandungan gizi kulit pisang dalam 100 gram bahan cukup lengkap yaitu
meliputi karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin
C, dan air. Kandungan gizi kulit pisang dapat dilihat pada tabel 2.2.

9
Tabel 2.2. Kandungan gizi kulit pisang
No Zat Gizi Jumlah
1 Air (q) 68,90
2 Karbohidrat (q) 18,50
3 Lemak (q) 2,11
4 Protein (q) 0,32[
5 Kalsium (mq) 715
6 Fosfor (mq) 117
7 Zat besi (mq) 1,60
8 Vitamin B (mq) 012
9 Vitamin C (mq) 1750
Sumber: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Surabaya (1982)

Gambar 2.2. Kulit Pisang Bile (Sumber: Foto Pribadi)

2.5. Isotherm Adsorpsi


Tipe isotherm adsorpsi dapat digunakan untuk mempelajari mekanisme
adsorpsi fase cair-padat pada umumnya menganut tipe isotherm Langmuir dan
Freundlich (Atkins, 2006).
2.5.1. Model Isotherm Langmuir
Isotherm Langmuir dibuat untuk menggambarkan bahwa suatu adsorpsi
mengikuti asumsi adsorben dan adsorbat membentuk lapisan tunggal (monolayer),
adsorpsi terlokalisir, kalor adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan,
semua situasi bersifat sama dan permukaan adsorben bersifat homogen, dan
kemampuan adsorpsi molekul pada suatu situs tidak tergantung pada situs lainnya.

10
Persamaan Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap
terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang diadsorpsi (adsorbat)
dengan molekul-molekul yang masih bebas (Mittal, A et al, 2007). Bentuk
nonlinear dari persamaan Langmuir ialah:
Q0 bCe
qe = ..................................................................................2.1
1+bCe
Persamaan berdasarkan (2.1), maka bentuk linear dari persamaan Langmuir ialah :
Ce Ce 1
= + ..........................................................................2.2
qe Qe bQ 0
Plot CeVS Ce/qe adalah jumlah adsorbat yang teradsorpsi pada adsorben saat
kesetimbangan tercapai (mg/g), b adalah konstanta isotherm Langmuir yang
berhubungan dengan kecocokan area dan porositas adsorben (dm 3/mg) dan Ce
adalah konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan (mg/L).
2.5.2. Model Isotherm Freundlich
Isotherm yang paling umum digunakan adalah isotherm Freudlich
(Neolaka, et al., 2020). Isotherm adsorpsi disebut juga adsorpsi fisika, yang terjadi
bila gaya intra molekul lebih besar dari ga ya tarik antar molekul atau gaya tarik
menarik yang relatif lemah antara adsorbat dengan permukaan adsorben. Gaya ini
disebut gaya Van Der Waals sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu bagian
permukaan ke bagian permukaan lain dari adsorben. Isotherm Freundlich
menganggap bahwa pada semua sisi permukaan adsorben akan terjadi proses
adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Isotherm Freundlich tidak mampu
memperkirakan adanya sisi-sisi pada permukaan yang mampu mencegah adsorpsi
pada saat kesetimbangan tercapai, dan hanya ada beberapa sisi aktif saja yang
mampu mengadsorpsi molekul terlarut (Gultom dan Lubis, 2014). Bentuk
nonlinear dari persamaan Freundlich adalah:
Qe = KFCe1/n............................................................................................................................................... 2.3
Bentuk linear dari persamaan Freundlich adalah :
1
log qe = log Kp + logCe......................................................................................................... 2.4
n
Plot log qe VS log Ce,qe adalah jumlah adsorbat yang teradsorpsi pada adsorben
saat kesetimbangan tercapai (mg/g), KF adalah konstanta isotherm Freundlich
(mg/g) (dm3/mg)n yang berhubungan kapasitas adsorpsi,n adalah intensitas adsorpsi
(mengindikasikan distribusi relative dari energi dan heterogenitas dari sisi

11
adsorbat) dan Ce adalah konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan (mg/L)
(Gultom dan Lubis, 2014).
2.5.3. Model Isotherm Temkin
Model isotherm Temkin mengandung faktor yang secara eksplisit
mengakomodir interaksi adsorben-adsorbat. Model ini hanya valid pada range
konsentrasi menengah, dan mengasumsikan bahwa panas adsorpsi (fungsi
temperatur) semua molekul dalam lapisan akan menurun secara linear sebagai
akibat dari meningkatnya cakupan permukaan (Ayawei, et al., 2017). Model ini
merupakan aplikasi hubungan Gibbs pada adsorben dengan pertimbangan
permukaan yang homogen (energi). Bentuk nonlinear dari persamaan isotherm
Temkin ialah:
RT
Q2 = In ATCe..........................................................................................2.5
bT
Bentuk linear dari persamaan isotherm Temkin ialah:

Qe = ( RT
bT
∈ AT ) + (
RT
bT
∈Ce ).......................................................................2.6

Plot qe Vs In Ce,qe adalah jumlah adsorbat yang teradsorpsi pada adsorben saat
kesetimbangan tercapai (mg/g), R adalah tetapan gas universal (8,314 J/mol K), T
adalah temperatur (K), bT ialah konstanta isotherm Temkin, A T ialah konstanta
kesetimbangan ikatan isotherm Temkin (L/g) yang berhubungan dengan energi
ikatan maksimum antara adsorbat dan adsorben, serta C e ialah konsentrasi
kesetimbangan adsorbat dalam larutan (mg/L).
2.5.4. Model Isotherm Dubinin-Radushkevich (DKR)
Model Isotherm Dubinin-Radushkevich (DKR) merupakan model empiris
yang umumnya digunakan untuk menyatakan mekanisme adsorpsi dengan
distribusi energi gausian ke permukaan yang heterogen. Model isotherm Dubinin-
Radushkevich (DKR) sangat cocok untuk aktivitas zat terlarut yang tinggi dan pada
rentang konsentrasi menengah dan umumnya digunakan untuk menginvestigasi
tipe proses adsorpsi. Pendekatan ini umum dipakai dalam adsorpsi fisika dan kimia
dari ion logam, dengan energi bebas rata-rata (E) tiap molekul adsorbat (untuk
mengeluarkan sebuah molekul dari lokasinya dari ruang sorption) dapat dihitung
dengan hubungan sesuai persamaan 2.6 (Ayawei, et al., 2017)

12
E= (√ 1
2 K DKR )
.......................................................................................................2.7

Bentuk nonlinear dari persamaan isotherm Dubini-Raushkevich ialah:


ln qe = (qs) exp (-Kad.ɛ2).........................................................................................2.8
berdasarkan (2.6) maka bentuk linearnya adalah:
lnqe = ln qe -KDKR . ɛ2..............................................................................................2.9
Nilai ɛ dapat dihitung dengan persamaan:

E = RT ln 1+ ( 1
Ce )
...............................................................................................2.10

Dengan plot ln qe vs ɛ2, qe adalah jumlah adsorbat isotherm jenuh teoritis atau
kapaditas adsorpsi maksimum (mg/g), KDR adalah konstanta isotherm. Dubini-
raduskevich yang berhubungan dengan energi adsorpsi (mol2/kj2), ɛ adalah
potensial Polanyi dan Ce ialah konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan
(mg/L).
2.5.5. Model Isotherm Brunauer-Emmett-Teller (BET)
. .Model Isotherm Brunauer-Emmett-Teller (BET) merupakan pendekatan
teoritis yang paling luas diaplikasikan didalam sistem kesetimbangan gas-padat.
Model ini dikembangkan untuk menjelaskan sistem adsorpsi multilayer dan baik
diterapkan pada adsorpsi fisik (Isotherm, et al., 2019). Bentuk nonlinear dari
persamaan isotherm BET ialah:
q e C BET C e
qe = .................................................................................................2.11
( C s−C e ) + ¿ ¿
bentuk linear dari persamaan isotherm diatas ialah:
Ce 1 1 ( C BETˉˡ ) Ce
= + + .........................................................2.12
qe ( C s C e ) q s C BET q s C BET q s C BET C s
Ce Ce
Dengan plot vs , qe adalah jumlah adsorbat yang teradsorpsi pada
q s(cs−ce) Cs
adsorben saat kesetimbangan tercapai (mg/g), CBET ialah parameter konstanta
isotherm BET yang berhubungan dengan energi interaksi permukaan (L/mg), q s
merupakan kapasitas isotherm jenuh teoritis atau kapasitas adsorpsi maksimum
(mg/g), Ce adalah konsentarsi kesetimbangan adsorbat dalam larutan (mg/g) dan C s
(CO) ialah konsentrasi jenuh dari monolayer adsorbat (mg/L).
2.6. Kinetika Adsorpsi

13
Kinetika adsorpsi menggambarkan tingkat laju penyerapan yang terjadi
pada adsorben terhadap adsorbat. Karakterisasi kemampuan penyerapan adsorben
terhadap adsorbat dapat dilihat dari laju adsorpsinya. Laju adsorpsi dapat diketahui
dari konstanta laju adsorpsi (k) dan orde reaksi yang dihasilkan dari suatu model
kinetika adsorpsi. Tahap pengujian laju adsorpsi dapat dilakukan dengan menduga
orde reaksi (Hafiyah, 2013). Orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen,
dan hanya dapat diramalkan jika suatu mekanisme reaksi diketahui keseluruh orde
reaksi yang dapat ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing
reaktan, sedangkan harga eksponen dari eksponen untuk masing-masing reaktan
dikenal sebagai orde reaksi untuk komponen ini.
2.6.1. Model Kinetika Orde Pertama Semu
Model kinetika orde pertama semu dinyatakan valid jika memenuhi salah
satu kondisi: reaksi yang dikontrol dan adsorpsi Henry tercapai, atau reaksi
dikontrol dan dosis adsorben tinggi. Model kinetika orde pertama semu didasarkan
pada asumsi bahwa laju adsorpsi dikontrol melalui adsorpsi kimia, yang mencakup
pembagian dan transfer elektron antara adsorbat dan adsorben. Bentuk diferensial
model kinetika orde pertama semu adalah sebagai berikut:
dq
= k1 (qe - q)........................................................................................2.13
dt
Persamaan diatas diintegrasikan dengan kondisi awal q = 0 dan t = 0 diperoleh:
q =[1−exp−(k 1. t)]q e ........................................................................................................................... 2.14
Bentuk linear kinetika orde pertama semu adalah:
k1
log (qe-q) = - .t +log qe................................................................................................................. 2.15
2.303
Plot log (qe-q) VS t, qe merupakan konsentrasi adsorbat yang diadsorpsi
pada waktu kesetimbangan (mg/g), q merupakan konsentrasi adsorbat yang
diadsorpsi pada waktu t (menit) (mg/g), dan k 1 merupakan laju orde pertama semu
(Tan dan Hameed, 2017).
2.6.2. Model Kinetika Orde Kedua Semu
Model kinetika orde kedua semu memiliki asumsi bahwa laju adsorpsi
berorde dua pada situs permukaan adsorben yang tersedia. Bentuk diferensial
model kinetika orde kedua semu adalah sebagai berikut:
dq
= - k2 (qe-q)2 .......................................................................................2.16
dt

14
Persamaan diatas diintegrasikan dengan kondisi awal q = 0dan t = 0 diperoleh:
t 1 1
= + t.....................................................................................2.17
q k sqe 2 qt
Plot t/q VS t, qs merupakam konsentrasi adsorbat yang diadsorpsi pada waktu
kesetimbangan (mg/g), q merupakan konsentrasi adsorbat yang diadsorpsi pada
waktu t (menit) (mg/g), dan k 2 merupakan konstanta laju orde kedua semu (Tan
dan Hameed, 2017).
2.6.3. Model Kinetika Bangham
Model bangham mengasumsikan bahwa difusi intrapartikel hanya sebagai
langkah untuk mengatur laju. Model ini umumnya selalu menggunakan bentuk
persamaan berikut :

log log( C0
C 0−q . m
= log ) (
K 0m
2,303 V )
+α log t..............................................2.18

Plot log log ( C0


C 0−q . m )
VS t, C0 merupakan konsentrasi awal adsorbat dalam

larutan (mg/L), α (¿1) dan k0 merupakan konstanta, q ialah kapasitas adsorpsi pada
waktu t (mg/g), V adalah volume larutan (mL) dan m merupakan massa adsorben
tiap liter larutan (g/L) (Tan dan Hameed, 2017).
2.6.4. Model Kinetika Elovich
Model ini merupakan model reaksi adsorpsi yang mencakup reaksi kimia
serta memiliki asumsi umum bahwa permukaan adsorben seluruhnya
heterogen.Persamaan Elovich dinyatakan sebagai berikut:
dq
= α exp (−βq )..................................................................................................2.19
dt
Persamaan diatas diintegrasikan dengan kondisi awal q = 0 diperoleh persamaan:
1
q= In ( βαt +1 ).......................................................................................2.20
β
Bentuk yang paling umum digunakan didasarkan pada asumsi βαt ≫ 1. Bentuk
persamaan linearnya ialah:
1 1
Q= In βα + In t.................................................................................2.21
β β
Plot q Vs ln t, α adalah laju adsorpsi awal (mg/g.menit), β merupakan konstanta
desorpsi yang berhubungan dengan cakupan luas permukaan dan energi aktivasi
chemisorption (g/mg) (Tan dan Hameed, 2017).

15
2.7. Termodinamika Adsorpsi
Parameter termodinamika seperti perubahan energi bebas Gibbs (ΔG 0),
perubahan entalpi (ΔH0), dan perubahan entropi (ΔS0) menyediakan informasi
mengenai arah dan perubahan energi internal yang berhubungan dengan proses
adsorpsi. Secara umum, nilai ∆G0 dan ∆H0, yang negatif mengindikasikan bahwa
proses adsorpsi spontan dan eksotermik, dan sebaliknya jika bernilai positif maka
mengindikasikan mekanisme adsorpai yang tidak spontan dan endotermis. Nilai
∆𝐻0 dapat digunakan untuk menentukan tipe proses adsorpsi yang terjadi baik
adsorpsi fisika maupun adsorpsi kimia. Proses adsorpsi fisika dominan terjadi
dengan ∆𝐻0 dibawah 20 kJ/mol, proses adsorpsi fisika-kimia dominan terjadi
dengan ∆𝐻0 antara 20 kJ/mol – 80 kJ/mol, serta proses adsorpsi kimia dominan
terjadi dengan ∆𝐻0 antara 80 kJ/mol – 400 kJ/mol (Xu, et al., 2016).
ΔG0 = – RT In Kd......................................................................................2.22
ΔG0 = ΔH0 – T ΔS0..................................................................................2.23
Perubahan entalpi dan entropi dihitung dengan menggunakan persamaan linear
Van’t Hollf:
ΔS ᵒ ΔH ᵒ
In Kd = – ..................................................................................2.24
R RT
Plot ln 𝐾𝑑 Vs 1/T, T merupakan suhu larutan (K), 𝐾𝑑 adalah konstanta
kestimbangan termodinamika (𝐾𝑑 = 𝑞𝑒⁄𝐶𝑒 ) yang bergantung pada konsentrasi ion
logam dan suhu, serta R adalah tetapan gas universal (8.314 J/mol K).
2.8. Faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi
2.8.1. pH Awal Larutan
Kondisi pH larutan merupakan parameter dominan yang mempengaruhi
proses adsorpsi, dimana tidak hanya menjadi fungsi terhadap keberadaan spesi ion
logam berat dalam larutan, namun juga menjadi fungsi terhadap potensial
permukaan dari adsorben. Adsorben umumnya akan memiliki kapasitas adsorpsi
yang tinggi terhadap ion logam berat pada range pH yang sesuai dimana
permukaan adsorben menjadi negatif dan interaksi elektrostatik antara ion logam
berat dan adsorben menjadi kuat. Pada pH rendah, adsorben yang memiliki gugus
fungsional teroksigenisasi dan bermuatan negatif akan mengalami protonasi
sehingga menjadi bermuatan lebih positif serta terjadi pengurangan jumlah situs
aktif. Hal ini akan mengurangi kemampuan adsorpsi adsorben terhadap ion logam

16
berat yang bermuatan positif. Sebaliknya, pada pH yang tinggi gugus fungsional
teroksigenisasi pada adsorben akan mengalami deprotonasi dan menyediakan
banyak ligan untuk berinteraksi dengan ion logam. Namun, pada pH yang tinggi,
spesi ion logam yang akan hadir umumnya bermuatan negatif (𝑀(𝑂𝐻)˗𝑛+1 dan 𝑀
(𝑂𝐻)2˗𝑛+2 ) dan menghasilkan interaksi tolak menolak dengan permukaan adsorben
yang juga bermuatan negatif. Oleh karena itu pH optimal larutan pada adsorpsi
berbagai jenis ion logam umumnya berbeda dan berhubungan dengan sifat
keelektronegatifitas serta potensial reduksi standarnnya (Peng, et al., 2017).
2.8.2. Jenis dan Dosis Adsorben
Jenis adsorben yang digunakan sangat mempengaruhi sifatnya seperti
polaritas, jenis gugus fungsional, ukuran partikel, luas permukaan spesifik dan
diameter pori. Peningkatan dosis adsorben yang digunakan tidak selamanya akan
menaikan efektifitas proses adsorpsi. Meningkatkan konsentrasi adsorben melewati
dosis optimal (titik jenuh) dalam volume yang konstan, dapat mengurangi atau
secara fisik menghalangi sebagian situs reaktif adsorpsi yang tersedia karena
berkurangnya luas permukaan efektif ( Peng, et al., 2017).

2.8.3. Waktu Kontak


Waktu kontak antara ion logam dan adsorben merupakan parameter vital
terhadapa kapasitas adsorpsi. Efisiensi penyisihan beberapa ion logam dilaporkan
pada awal umumnya cepat, namun selanjutnya akan mengalami perlambatan
sampai mencapai kesetimbangan maksimum. Hal ini berhubungan dengan
ketersediaan situs adsorpsi pada permukaan adsorben dan daya adsorpsi yang
berkurang seiring dengan meningkatnya waktu kontak (Peng, et al., 2017).
2.8.4. Temperatur
Temperatur dapat mempengaruhi laju adsorpsi tergantung pada transfer
kalor dalam proses adsorpsi. Jika proses adsorpsi melibatkan peristiwa eksotermis
maka sesuai dengan Azas Le Chatelier pada proses fisika, jumlah adsorbat yang
teradsorpsi akan berkurang seiring dengan peningkatan suhu. Sebaliknya jika
proses adsorpsi melibatkan peristiwa endotermis maka jumlah adsorbat yang
teradsorpsi akan bertambah seiring dengan peningkatan suhu (Peng, et al., 2017).
2.8.5. Kekuatan Ion dan Keberadaan Ion Jenis Lain

17
Konsentrasi elektrolit dalam larutan dapat dinyatakan melalui kekuatan ion
yang dapat mempengaruhi potensial permukaan dan ketabalan dari double layer,
serta interaksi pengikatan adsorbat-adsorben dalam proses adsorpsi. Tipe adsorpsi
juga dipengaruhi oleh konsentrasi elektrolit. Keberadaan anion dan kation jenis lain
secara luas telah dilaporkan dapat mempengaruhi proses penyisihan kontaminan
(logam berat) (Xu, et al., 2016).
2.9. Larutan Aktivator
Aktivator adalah suatu zat (larutan) yang dapat mengurangi pembentukan
pengotor dan produk samping suatu bahan. Pada penelitian ini digunakan larutan
aktivator asam kuat yaitu asam klorida (HCl). Tujuan penggunaannya adalah untuk
menghilangkan pengotor-pengotor yang menutupi pori karena sifat dari asam ini
dapat merusak jaringan pada tumbuhan sehingga mampu memperbesar pori pada
saat terjadinya adsorpsi antara adsorbat dan adsorben (Arung Siti, et al., 2016).
2.9.1. Aktivator Asam Klorida (HCl)
Asam klorida (HCl) adalah suatu senyawa kimia yang bersifat monoprotik
yaitu dapat melepaskan satu ion hidrogen hanya sekali permolekul didalam larutan.
Larutan asam klorida dapat terurai dalam larutan dan mengeluarkan panas.
Kelarutan asam klorida dalam air pada suhu kamar mencapai 42% berat. Larutan
asam klorida juga dapat bereaksi dengan logam dan larutan yang mengandung besi,
klorida dan bahan organik lainnya akan berubah kekuningan (Ika, 2017). Asam
klorida (HCl) sebagai zat aktivator kimia yang bersifat hidroskopis yang dapat
mengurangi kadar air pada adsorbat yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian
sebelumnya, aktivasi dengan Asam Klorida (HCl) lebih dapat melarutkan pengotor
sehingga pori-pori lebih banyak terbentuk dan proses penyerapan adsorbat menjadi
lebih maksimal, dibandingkan dengan aktivator lainnya seperti H 2SO4 dan HNO3,
arang aktif yang diaktivasi HCl memiliki daya serap ion yang lebih baik. Hal ini
dikarenakan dinding struktur dari adsorbat tersebut dapat dirusak oleh H 2SO4 yang
bersifat deskrutif (Miftah, 2008).
2.10. Penentuan Berbagai Parameter Studi Adsorpsi
2.10.1. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis merupakan alat instrument yang dapat
mendeteksi komposisi kimia suatu bahan baik secara kulitatif maupun kuantitatif.
Spektrofotometri UV-Vis menggunakan prinsip absorpsi radiasi elektromagnetik

18
oleh sampel dalam rentang Panjang gelombang sinar UV (200 nm - 400 nm) dan
sinar tampak/visible (400 nm - 800 nm) (Ewing, 2013). Ketika cahaya mengenai
sampel, Sebagian akan diserap dan Sebagian lainnya akan diteruskan. Intensitas
sinar yang melewati sel sampel atau yang teruskan dihitung untuk Panjang
gelombang tersebut dan disimbolkan dengan I. Jika I lebih kecil dari sinar dating
(IO), berarti sampel menyerap sejumlah sinar. Kemudian suatu model matematika
sederhana dikerjakan oleh komputer untuk mengubahnya menjadi apa yang
dinamakan absorbansi sampel yang disimbolkan dengan A, sedangkan cahaya yang
ditransmisikan diukur sebagai transmitansi (T) yang dinyatakan dengan hukum
Lambert-Beer (Haris, 1971).
Absorbansi terjadi akibatnya perpindahan elektron pada kulit terluar
ketingkat energi yang lebih tinggi (eksitasi) dikarenakan elektron menyerap energi
yang dipancarkan oleh sinar ultraviolet dan sinar tampak (Palupi, et al., 2009).
Absorbansi adalah perbandingan intensitas sinar yang diserap dengan intensintas
sinar dating. Nilai absorbansi ini akan bergantung pada kadar zat yang terkandung
di dalamnya. Semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam suatu sampel,
maka semakin banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang
gelompang tertentu sehingga nilai absorbansinya semakin besar (Haris, 1971).
Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel
yang disinari. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya
monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan
konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu
Hukum Lambert Beer sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap
konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dalam persamaan:
𝐴 = a. 𝑏. 𝑐 (𝑔⁄𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟)...............................................................................................2.25
𝐴 = 𝜀. 𝑏. 𝑐 (𝑚𝑜𝑙⁄𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟)...........................................................................................2.26
Keterangan:
A = serapan/absorbansi
a = absorptivitas (𝐿⁄𝑔. 𝑐𝑚)
b = ketebalan sel (cm)
c = konsentrasi (mol/liter) atau (g/liter)
ɛ = absorptivitas molar (𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟⁄𝑚𝑜𝑙 𝑐𝑚)

19
BAB III
HIPOTESIS DAN KONSEP ILMIAH
3.1. Konsep Ilmiah
Eriochrome Black-T (EBT) adalah salah satu zat warna azo yang penting
digunakan dalam pencelupan sutra, wol, nilon dan mutifibers. Eriochrome Black-T
(EBT) juga termasuk kedalam zat warna yang berbahaya bagi makluk hidup karena
merupakan lanjutan dari produk naphthaquinone. Eriochrome black-T (EBT)
merupakan salah satu senyawa mudah tereduksi menjadi amina yang dapat
berpotensi menyebabkan kanker (Mittal dan Gupta, 2010).
Masalah ini dapat diatasi dengan cara yaitu memanfaatkan prinsip kerja
adsorpsi zat warna Eriochrome Black-T (EBT). Proses adsorpsi dilakukan dengan
baik menggunakan adsorben yang tepat, salah satu contoh adsorben adalah
biomassa. Pembuatan biomassa secara umum diperoleh dengan menggunakan
limbah biomassa kulit pisang bile melalui dua tahap yaitu, tahap pirolisis dan
aktivasi. Tahap pirolisis terdapat beberapa fase yaitu fase pengeringan dibawah

20
sinar matahari selama 4-5 hari dan dioven pada suhu 40°C selama 1 jam dan fase
evolusi gas terjadi pada suhu 105°C (Setiawan, Bagus., 2016). Sedangkan tahap
aktivasi bertujuan untuk mengubah produk atau material menjadi adsorben. Pada
tahap ini limbah kulit pisang bile hasil pirolisis direndam dengan HCl 0,5 M yang
berfungsi untuk memutuskan ikatan hidrokarbon sehingga pori-pori permukaan
limbah kulit pisang bile menjadi lebih luas (Marisha, S. 2005).
Kulit pisang bile sebagai salah satu limbah yang jarang dimanfaatkan,
umumnya kulit pisang bile belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang
sebagai limbah organik atau pakan ternak. Namun kulit pisang bile juga dapat
diolah dengan cara proses aktivasi sehingga menghasilkan biomassa dengan
menggunakan pencucian, pengeringan dan penyaringan untuk menghilangkan
pengotor-pengotor agar mendapatkan biomassa aktif yang baik. Kulit pisang
tersusun atas lignoselulosa yang terdiri tiga komponen, yaitu hemiselulosa (23,2%),
selulosa (14,56%) dan lignin (21,29%) (Sukowati, et al., 2014).
3.2. Hipotesis
Pada penelitian ini diduga akan memperoleh hasil yang baik dengan
mekanisme adsorpsi yang baik yang dapa t ditentukan melalui menggunakan
adsorben berbasis biomassa kulit pisang bile teraktivasi HCl.
Oleh karena itu, melalui kajian-kajian tersebut pada penelitian ini adsorpsi
Eriochrome Black-T (EBT) menggunakan adsorben limbah biomassa kulit pisang
bile teraktivasi HCl diperkirakan akan mengikut model-model sebagai berikut.
1. Model Kinetika
Model kinetika adsorpsi zat warna Eriochrome Black-T (EBT) pada adsoben
kulit pisang bile mengikuti orde kedua semu. Model kinetika orde kedua semu
digunakan dengan asumsi bahwa laju adsorpsi spektrofotometer UV-Vis
berorde dua pada situs permukaan adsorben kulit pisang bile.
2. Model Isotherm
Model isoterm adsorpsi yang sesuai untuk adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT)
menggunakan adsoben kulit pisang bile teraktivasi HCl yaitu model Temkin.
Model Temkin mengasumsikan panas adsorpsi sebagai fungsi temperatur
semua molekul dalam lapisan akan menurun secara linear sebagai akibat dari
meningkatnya cakupan permukaan.
3. Termodinamika Adsorpsi

21
Studi termodinamika adsorpsi menggunakan beberapa fungsi seperti ∆𝐻0, ∆𝐺0,
∆𝑆0, yang menunjukan bahwa proses adsorpsi zat warna Eriochrome Black-T
(EBT) pada adsorben kulit pisang bile teraktivasi HCl terjadi secara
endotermis dan berlangsung secara spontan pada suhu tertentu serta jenis
adsorpsi yang terjadi yaitu adsorpsi kimia. serta proses adsorpsi kimia dominan
terjadi dengan ∆H0 antara 80 kJ/mol – 400 kJ/mol (Xu, et al., 2018).

Biomassa kulit pisang Pencemaran Lingkungan


bile Perairan

HCl
Adsorben Adsorpsi Eriochrome
Biomassa
Teraktivasi Black-T (EBT)

Studi Modeling Optimasi


Studi Modeling
Termodinamika Kosentrasi,
Isotherm Studi Modeling
pada Variasi T = massa, waktu
Adsorpsi pada T Kinetika
30°C, T = 40°C, T = kontak, pH dan
= 50°C
50°C, = dan 60°C. temperatur

22
Analisis Data

Gambar 3.1. Alur Kerangka Pemikiran Penelitian

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Waktu Dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium FST Kimia, Fakultas Sains dan
Teknik, Universitas Nusa Cendana Kupang ± 6 bulan yaitu mulai dari Februari
2023 sampai sekarang yang dilanjutkan dengan pengolahan dan penyusunan data
serta penyusunan laporan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Metode
penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang dilakukan secara
sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan
desain penelitiannya.
4.2. Alat dan Bahan Penelitian
4.2.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan 100 mesh, mortar,
alu, labu ukur, blender, gelas kimia, pipet tetes, pipet pump, neraca analitik, pH

23
meter, aluminium foil, spektrofotometer UV-Vis (Thermoscientific) Laboratorium
Kimia Fakultas Sains dan Teknik, erlenmeyer , kertas whatman ukuran 42, corong,
desikator, oven, pan aluminium, kertas label, cawan aluminium dan peralatan
keamanan laboratorium pada umumnya.
4.2.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biomassa berbasis kulit
pisang bile asal pulau Flores (NTT), HCl 37% 0,5 M, diambil dari Laboratorium
Kimia Fakultas Sains dan Teknik, Eriochrome Black-T (EBT) dan aquades.
4.3. Variabel Penelitian
4.3.1. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang dikontrol serta
diubah/dimanipulasi dan bertanggung jawab pada perubahan variabel terikat. Pada
penelitian ini variabel bebas ialah waktu kontak, konsentrasi, dan temperatur .
4.3.2. Variabel Terikat
Variabel terikat yaitu variabel yang di amati dan di ukur serta merupakan
konsentrasi dari variabel bebas. Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat
ialah kapasitas adsorpsi (studi kinetika dan isothrem adsorpsi) dan entalpi energi
bebas Gibbs serta entropi adsorpsi (studi termodinamika) larutan zat warna
eriochrome black-T (EBT) pada adsorben biomasssa berbasis kulit pisang bile
teraktivasi HCl.
4.3.3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan pada keadaan konstan
agar hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat tetap konstan dengan
mengeliminasi variabel moderasi. Pada penelitian ini yang menjadi variabel kontrol
adalah massa adsorben, pH larutan dan kecepatan pengadukan.
4.4. Prosedur Penelitian
4.4.1. Preparasi Biomassa dari Kulit Pisang Bile
Preparasi dilakukan menggunakan metode yang dilakukan oleh (Maskhoor
& Nasar, 2019) dengan mayor modifikasi. Limbah berupa kulit pisang bille dicuci
menggunakan air bersih dan di keringkan di bawah sinar matahari selama 4-5 hari.
Selanjutnya limbah kulit pisang yang sudah kering dipotong kecil-kecil lalu dioven
pada suhu 400C selama 1 jam 30 menit. Kemudian dihaluskan menggunakan
blender dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh.

24
4.4.2. Proses Aktivasi
4.4.2.1. Pembuatan Larutan Aktivator
Memasukkan 41,7% larutan HCl lalu dilarutkan sedikit demi sedikit dalam
labu ukur 100 mL, kemudian tambahkan aqudes hingga tanda batas dan kocok
sampai homogen.
4.4.2.2. Proses Aktivasi Pisang Bile
Ditimbang sebanyak 150 gram serbuk kulit pisang bile dan dicampurkan
dalam 600 mL HCl 0,5 M lalu aduk selama 1 jam. Kemudian didiamkan dalam
botol amber selama 24 jam, kemudian disaring dengan kertas saring whatman
ukuran 42 dan corong bucher. Selanjutnya sampel kulit pisang dicuci dengan
aquades sambil diaduk sampai pH mendekati netral saat diukur menggunakan pH
meter, kemudian sampel kulit pisang bile disaring lagi dan hasil padatannya
dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 4 jam (Surest et al., 2009).
4.4.3. Pembuatan Larutan Baku Eriochrome Black-T (EBT)
Larutan induk Eriochrome Black-T (EBT) 1000 mg/L, ditimbang sebanyak
1 gram serbuk eriochrome black T (EBT) dilarutkan dengan 1000 mg/L aquades
dimasukkan kedalam labu ukur 1000 mL sampai tanda batas. Larutan dikocok
sampai homogen sehingga diperoleh larutan Eriochrome Black-T (EBT) 1000
mg/L.
Larutan baku Eriochrome Black-T (EBT) 100 mg/L dan 250 mg/L diambil
dengan cara 25 mL Eriochrome Black-T (EBT) 1000 mg/L dan 100 mL
Eriochrome Black-T (EBT) 1000 mg/L dimasukam kedalam labu ukur 100 mL dan
250 mL kemudian diencerkan dengan aquades hingga tanda baca.
4.4.4. Penetuan panjang gelombang maksimum untuk penyerapan
eriocrhome black-T (EBT)
Setelah larutan baku Eriochrome Black-T (EBT) 100 mg/L dibuat,
selanjutnya yaitu mengukur panjang gelombang maksimum dari larutan baku
dengan mengggunakan instrumen spektofotometri UV-Vis.
4.4.5. Pembuatan kurva standar larutan Eriochrome Black-T (EBT)
Disiapkan 9 buah labu ukur 25 mL yang masing-masing di isi dengan 0, 0,5
mg/L, 1 mg/L, 2 mg/L, 4 mg/L, 6 mg/ L, 8 mg/L, 10 mg/L, 20 mg/L dan 30 mg/L
larutan Eriochrome Black-T (EBT) 10 mg/L. Masing-masing diencerkan dengan
aquades sampai tanda batas sehingga diperoleh larutan Eriochrome Black-T (EBT)

25
dengan konsentrasi 0, 0,5 mg/L, 1 mg/L, 2 mg/L, 4 mg/L, 6 mg/ L, 8 mg/L, 10
mg/L, 20 mg/L dan 30 mg/L. Larutan Eriochrome Black-T (EBT) tersebut diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang 570 nm. Selanjutnya dibuat kurva hubungan antara konsentrasi
Eriochrome Black-T (EBT) terhadap adsorpsi.
4.4.6. Penentuan Konsentrasi Optimum Biomassa Kulit Pisang Bile Terhadap
Penyerapan Eriochrome Black-T (EBT)
Disiapkan enam buah Erlenmeyer yang masing-masing diisi dengan variasi
konsentrasi larutan eroichrome black-T (EBT) 10 mg/L, 20 mg/l, 30 mg/L, 40
mg/L, 50 mg/L dan 60 mg/L sebanyak 25 mL. Selanjutnya ditambahkan biomassa
kulit pisang bile sebanyak 0,2 gr pada pH 5. Masing-masing larutan selanjutnya di
aduk menggunakan magnetic stirrer selama 60 menit pada suhu kamar. Setelah
diaduk, selanjutnya didiamkan selama 30 menit. Larutan eroichrome black-T
(EBT) lalu disaring dengan kertas saring whatman ukuran 42. Filtrat yang didapat
selanjutnya diukur absorbansi maksimum menggunakan spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 570 nm.

4.4.7. Penentuan Massa Optimum Biomassa Pisang Bile Terhadap Penyerapan


Eriochrome Black-T (EBT)
Biomassa berbasis kulit pisang bile pada berbagai variasi massa yaitu 0,1 g,
0,2 g, 0,3 g, 0,4 g, dan 0,5 gram dimasukkan dalam erlenmeyer yang berisi 25 mL
larutan eriochrome black-T (EBT) 30 mg/L. Larutan selanjutnya diaduk
menggunakan magnetic stirer selama 60 menit pada suhu kamar. Setelah diaduk,
selanjutnya didiamkan selama 30 menit. Larutan eriochrome black-T (EBT) lalu
disaring dengan kertas saring whatman ukuran 42. Filtrat yang didapat selanjutnya
diukur absorbansi maksimum menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
Panjang gelombang 570 nm.
4.4.8. Penentuan pH Optimum Biomassa Pisang Bile Terhadap Penyerapan
Eriochrome Black-T (EBT)
Penentuan pH optimum adsorpsi biomassa berbasis kulit pisang bile
terhadap zat warna eriochrome black-T (EBT) disiapkan enam buah gelas kimia.
Masing-masing diisi dengan massa optimum sebelumnya dan ditambahkan masing-

26
masing kedalam erlenmeyer yang berisi 25 mL larutan eriochrome black-T (EBT)
dengan variasi pH 3, pH 4, pH 5, pH 7, pH 8, dan pH 9. Selanjutnya larutan di ukur
pH nya dengan pH meter. pH larutan di pertahankan dengan penambahan buffer
pH sesuai pH masing-masing larutan. Larutan selanjutnya diaduk dengan magnetic
stirrer selama 60 menit pada suhu kamar. Didiamkan selama 30 menit. Larutan
eriochrome black-T (EBT) lalu di saring dengan menggunakan kertas saring
whatman ukuran 42. Filtrat diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada Panjang gelombang 570 nm. pH optimum yaitu pH
yang menghasilkan adsorpsi eriochrome black-T (EBT) paling banyak.
4.4.9. Penentuan Waktu Kontak Optimum Biomassa Pisang Bile Terhadap
Penyerapan Eriochrome Black-T (EBT)
Biomassa berbasis kulit pisang bile dicampur dengan 25 mL eriochrome
black-T (EBT) 30 mg/L dengan massa optimum pada pH optimum konstan.
Larutan selanjutnya diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 60 menit, 70
menit, 80 menit, 100 menit, dan 120 menit pada suhu kamar. Didiamkan selama 30
menit. Setelah itu larutan disaring menggunakan kertas saring whatman ukuran 42
sehingga didapatkan filtratnya. Filtrat diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada Panjang gelombang 570 nm. Waktu kontak
optimum merupakan waktu kontak yang menghasilkan adsorpsi eriochrome black-
T (EBT) paling banyak.
4.4.10. Penentuan Temperatur Optimum Biomassa Pisang Bile Terhadap
Penyerapan Eriochrome Black-T (EBT)
Larutan eroichrome black T (EBT) dibuat dengan konsentrasi optimum dan
pH optimum sebelumnya kemudian ditambahkan dengan massa optimum diisi ke
dalam erlenmeyer sebanyak 25 mL. Dengan variasi suhu yaitu, 30 0C, 400C, 500C
dan 600C, selanjutnya distirer selama waktu optimum. Didiamkan selama 30
menit. Setelah itu, larutan di saring dengan kertas saring whatman ukuran 42
sehingga didapatkan filtratnya. Filtrat diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada Panjang gelombang 570 nm.
4.4.11. Kinetika Adsorpsi
Kinetika adsorpsi dipelajari dengan sistem bacth untuk variasi waktu
kontak 30 menit, 60 menit, 70 menit, 80 menit, 100 menit, dan 120 menit.
Sebanyak 100 mL larutan eriochrome black-T (EBT) dengan konsentrasi optimum

27
30 mg/L dimasukkan kedalam masing-masing enam buah erlenmeyer 250 mL yang
berbeda. Kondisi pH diatur pada pH optimum, dan ditambahkan dengan adsorben
biomassa berbasis kulit pisang bile pada dosis terbaik. Larutan diaduk
menggunakan magnetic stirrer selama variasi waktu kontak dan dikontrol pada
suhu optimum. Selanjutnya dilakukan proses pemisahan adsorben menggunakan
kertas saring whatman ukuran 42. Filtrat yang dihasilkan untuk masing-masing
variasi waktu ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Data
analisis hasil spektrifotometri UV-Vis digunakan untuk menentukan pemodelan
kinetika adsorpsi eriochrome black-T (EBT) pada adsorben kulit pisang bile.
4.4.12. Isotherm Adsorpsi
Isotherm adsorpsi dipelajari dengan sistem bacth pada variasi konsentrasi
eriochrome black-T (EBT) 30 mg/L, 40 mg/L, 50 mg/L, 60 mg/L, dan 70 mg/L.
sebanyak 100 mL larutan eriochrome black-T (EBT) pada variasi konsentrasi
tertentu dimasukkan kedalam masing-masing lima buah erlenmeyer 250 mL yang
berbeda. Kondisi pH diatur pada pH optimum, dan ditambahkan dengan adsorben
biomassa kulit pisang bile pada dosis terbaik (optimum). Larutan diaduk secara
gradualisasi selama waktu (optimum) dan dikontrol pada suhu optimum.
Selanjutnya dilakukan proses pemisahan adsorben menggunakan kertas saring
whatman ukuran 42. Konsentrasi larutan eriochrome black-T (EBT) dalam filtrat
untuk masing-masing variasi konsentrasi ditentukan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Data hasil analisis dengan spektrofotometri UV-Vis
digunakan untuk pemodelan isotherm adsorpsi eriochrome black-T (EBT) pada
adsorben kulit pisang bile.
4.4.13. Termodinamika Adsorpsi
Termodinamika adsorpsi dipelajari dengan batch sistem pada variasi
konsentrasi awal eriochrome black-T (EBT) 10 mg/L, 20 mg/L, 30 mg/L, 40 mg/L
dan 50 mg/L. Sebanyak 100 mL larutan yang mengandung eriochrome black-T
(EBT) pada variasi konsentrasi tertentu dimasukkan ke dalam masing-masing lima
buah Erlenmeyer yang berbeda. Kondisi pH diatur pada pH optimum, dan
ditambahkan dengan dengan adsorben biomassa kulit pisang bile pada dosis terbaik
(optimum). Larutan distirer selama waktu optimum dan dikontrol pada suhu 303 K.
Selanjutnya dilakukan proses pemisahan adsorben menggunakan kertas saring
whatman ukuran 42. Konsentrasi eriochrome black-T (EBT) dalam filtrat untuk

28
masing-masing variasi waktu ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis. Data hasil analisis dengan spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk
menghitung nilai konstanta kesetimbangan termodinamika (Kd) berdasarkan
pemodelan isotherm adsorpsi eriochrome black-T (EBT) pada adsorben biomassa
kulit pisang bile yang paling cocok. Penggunaan posedur yang sama, dengan
eksperimen diulangi untuk menentukan nilai Kd pada variasi suhu 293 K, 303 K,
313 K dan 323 K (Abdelhafez, et al., 2017). Nilai Kd yang diperoleh pada berbagai
variasi suhu tersebut akan dihubungkan dengan suhu dalam sebuah grafik
berdasarkan plot lnKd Vs 1/T untuk menentukan nilai ∆H 0 dan ∆S0 berdasarkan
nilai slope dan intercept. Sementara itu, nilai ∆G 0 dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan.

4.5. Teknik Analisis Data


4.5.1. Data Panjang Gelombang
Tabel 4.1. Hasil Uji Uv-Vis Penentuan Panjang Gelombang Zat Warna
Konsentrasi (ppm) Adsorpsi
500
505
510
515
520
525
Dst-600
(Sumber: ilda, 2022)

4.5.2. Data Adsorbansi Larutan Standar


Tabel 4.2. Data Standar Eriochrome Black-T (EBT) Hasil Analisis
Spektofotometri Uv-Vis
Konsentrasi Eriochrome Absorbansi A

29
Black-T (EBT) (Mg)/L
0,5
1
2
4
6
8
10
20
30
(Sumber: Ilda, 2023)

4.5.3. Data Evaluasi Adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT) Menggunakan


Biomassa Berbasis Kulit Pisang Bile
Tabel 4.3. Optimasi Konsentrasi Adsorben Dalam Adsorpsi Eriochrome Black-T
(EBT)
Konsentrasi A Ce (mg/L) C0-Ce Q (mg/g) %R
Awal (mg/L) (mg/L)
10
20
30
40
50
(Sumber: Ilda, 2022)

Tabel 4.4. Optimasi Massa Adsorben Dalam Adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT)

Massa A C0 Ce C0-Ce Q %R
Adsorbe
n (g)
0,1
02
0,3
0,4
0,5
(Sumber: Ilda, 2022)

Tabel 4.5. Optimasi Waktu Kontak Dalam Adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT)
Waktu A C0 Ce C0-Ce Q %R
Kontak
(menit)
60
70

30
80
90
120
(Sumber: Ilda, 2022)

Tabel 4.6. Optimasi pH Dalam Adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT)

Ph A C0 Ce C0-Ce Q %R
3
4
5
7
8
9
(Sumber: Ilda, 2022)

Tabel 4.7. Optimasi Temperatur Dalam Adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT)

Suhu A C0 Ce C0-Ce Q %R
30
40
50
60
(Sumber: Ilda, 2022)

Keterangan: A = absorbansi; C0 = konsentrasi awal (mg/L); Ce = konsentrasi sisa


(mg/L); q = kapasitas adsorpsi; %R = % zat pewarna teradsorpsi; t = waktu kontok
(menit)

Tabel 4.8. Tabel Data Dan Pengolahan Data Kinetika Adsorpsi Eriochrome Black-
T (EBT)

T A C0 Ce- C0- Q Qe Qe- Log t/q Log Log In


Ce q qe- (C0/C0 (log(C0 t
q -q) /
C0-q)

(Sumber: Ilda, 2022)

Tabel 4.9. Tabel Data Dan Pengolahan Data Isotherm Adsorpsi Eriochrome
Black-T (EBT)

C0 A Ce Qe Ce Log Log ɛ˄2 Ln Ln Ce/ Ce/(C0-


(mg/L) /qe Qe qe Qe Ce C0 Ce)qe)

31
(Sumber: Ilda, 2022)

Keterangan: A = absorbansi; X = massa adsorben; Ct = konsentrasi akhir zat warna


pada waktu t; Ce = konsentrasi warna eriochrome black-T (EBT) pada saat
seimbang (mg/L); qe = kapasitas adsorpsi zat warna eriochrome black-T (EBT)
pada saat seimbang (mg/g); q = kapasitas adsorpsi eksperimen tiap waktu (mg

32
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini tentang “Studi Kinetika, Isotherm dan Termodinamika Adsorpsi Zat
Warna Eriochrome Black-T (EBT) Menggunakan Adsorben Berbasis Biomassa
Kulit Pisang Bile (Musa paradisiaca) Asal Pulau Flores NTT Teraktivasi HCl”
telah dilakukan di Laboratorium Kimia FMIPA Universitas Nusa Cendana
Kupang, tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan adsorben kulit pisang
bile dalam mengadsorpsi zat warna Eriochrome Black-T (EBT) pada berbagai
studi, kinetika, isotherm, dan termodinamika berbasis biomassa kulit pisang bile
(Musa paradisiaca) yang digunakan sebagai adsorben sebagai penyerapan zat
warna Eriochrome Black-T (EBT) secara maksimal. Untuk menghasilkan
kapasitas adsorpsi dari zat warna Eriochrome Black-T (EBT) terhadap kulit pisang
bile teraktivasi HCl melalui kajian kinetika dan termodinamika maka perlu
terlebih dahulu dilakukan optimasi beberapa parameter yang mempengaruhi
proses adsorpsi seperti inisial konsentrasi, pH, waktu kontak, massa dan
temperatur. Optimasi beberapa parameter tersebut dilakukan dengan
menggunakan larutan zat warna Eriochrome Black-T (EBT) pada variasi
konsentrasi tertentu. Tujuan konsentrasi, pH, waktu kontak, massa dan temperatur
adalah untuk mengetahui berapa persen kemampuan adsorben kulit pisang bile
dalam mengadsorpsi zat warna Eriochrome Black-T (EBT) pada konsentrasi,
massa adsorben pH, waktu kontak, dan temperatur tertentu dibuktikan dengan
analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis yang dilakukan di Laboratorium
Kimia FMIPA Universitas Nusa Cendana Kupang. Pada penelitian ini terdapat
beberapa tahap.
5.1. Preparasi Limbah Biomassa Kulit Pisang Bile
Pada penelitian ini tahap awal yang dilakukan adalah preparasi sampel.
Preparasi sampel dilakukan menggunakan metode yang digunakan Mashkoor dan
Nasar (2019) dengan mayor modifikasi. Bebrapa industri melepaskan berbagai
limbah yang mengandung zat warna dan mempunyai konsekuensi negatif bagi
lingkungan, pencemaran air terhadap pembuangan air limbah langsung ke
lingkungan dapat berdampak negatif bagi lingkungan, untuk mengurangi potensi
efek ekotoksikologi pewarna maka dilakukan pengolahan kembali proses air

33
dengan bahan kimia. Di antara berbagai teknologi yang tersedia, proses adsorpsi
telah diakui sebagai salah satu metode pengolahan air limbah terbaik dan hemat
biaya. Berbagai adsorben telah digunakan untuk menghilangkan pewarna beracun
dari air dan air limbah. Preparasi sampel dilakukan dengan mengambil limbah
kulit pisang bile yang dipotong kecil-kecil dan dicuci dengan air hingga bersih
untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kulit pisang kemudian
dijemur dibawah sinar matahari kurang lebih 4-5 hari sampai kering, selanjutnya
kulit pisang bile dimasukkan kedalam oven selama 1 jam 30 menit dengan
temperatur 40oC. Tujuan pengeringan kulit pisang bile adalah untuk
menghilangkan dan mengurangi kadar air yang terdapat dalam kulit pisang bile.
Kemudian kulit pisang yang kering dilakukan proses penghalusan menggunakan
blender dan diayak dengan ayakan 100 mesh. Ayakan ukuran 100 mesh dipilih
agar menghasilkan ukuan serbuk kulit pisang yang halus dan homogen. Sehingga
menyebabkan luas permukaan dalam penyerapan akan semakin meningkat dengan
semakin kecilnya ukuran partikel. Hal ini menyebabkan bertambahnya luas
permukaan adsorben, sehingga ion-ion Eriochrome Black-T (EBT) akan lebih
banyak terserap pada permukaan biomassa tersebut (Demirbas et al., 2005).
Adapun syarat biosorben yang digunakan adalah ukuran molekul adsorbat yang
sesuai merupakan hal yang penting agar proses adsorpsi dapat terjadi, karena
molekul-molekul yang diadsorpsi diameternya lebih kecil atau sama dengan
diameter pori adsorben dan ukuran pori yang berhubungan dengan luas
permukaan semakin kecil maka adsorben luas permukaan semakin tinggi.

Gambar 5.1. Kulit pisang bile lolosan 100 mesh

34
5.2. Aktivasi Kulit Pisang Bile Menggunakan HCl 0,5 M
Serbuk kulit pisang bile yang sudah halus dilakukan proses akrivasi secara
fisika-kimia dengan menimbang sebenyak 150 gram serbuk kulit pisang bile halus
lalu dimasukkan kedalam botol amber kemudian diaduk dalam 500 mL larutan
HCl 0,5 M selama 1 jam dengan menggunakan batang pengaduk dan didiamkan
selama 24 jam, kemudian disaring menggunakan kertas saring whatman ukuran
42 hingga pH netral saat diukur menggunakan pH meter. Akivasi merupakan
proses panambahan bahan kimia (activator) dengan tujuan untuk membangun
porositas permukaan adsorben (Fadila, 2021). Adapun proses aktivasi secara
kimia yang dilakukan dengan merendam serbuk kulit pisang bile tersebut dalam
larutan asam yaitu HCl 0,5 M. Perendaman dilakukan dengan tujuan untuk
membersihkan permukaan pori-pori adsorben serta menghilangkan zat pengotor
sehingga memperbesar adsorben juga dilakukan untuk menghilangkan atau
membatasi permukaan lignin (Wirani, 2017). Di dalam kulit pisang dikelilingi
oleh lignin dan hemiselulosa sehingga dialukan proses aktivasi untuk memisahkan
selulosa dari lignin atau senyawa lain sehingga lignin tidak menghalangi selulosa
dalam proses transfer ion dan proses adsorpsi tidak terganggu. Selain itu tujuan
dari perendaman juga untuk memecahkan molekul yang ada pada limbah sampel.
Asam klorida (HCl) adalah agen pengaktif (activating agent) yang bersifat asam.
Activating agent yang bersifat asam, lebih bagus digunakan untuk material
selulos. Hal ini dikarenakan material selulosa mengandung banyak oksigen,
sehingga asam tersebut akan bereaksi baik dengan oksigen pada selulosa.
Sedangkan proses aktivasi fisika dilakukan melalui proses pemanasan dioven
pada 105°C selama 4 jam yang bertujuan agar menghilangkan kandungan kadar
air dan senyawa pengotor yang masih terdapat dalam pori-pori berkurang
sehingga dapat meningkatkan luas permukaan adsorben (Fatimah, et al., 2019).
Hal ini terjadi apabila suhu rendah maka kemampuan adsorpsi meninggkat
sehingga adsorbat bertambah, sehingga pengeringan dilakukan pada suhu rendah.
Limbah kulit pisang bile yang sudah diaktivasi dinamakan Biomassa Aktivasi
Fisika (BAFKI) yaitu kulit pisang bile teraktivasi HCl. Kulit pisang bile (Musa
paradisiaca) digunakan sebagai adsorben karena kulit pisang bile merupakan

35
salah satu tanaman penghasil biomassa non kayu dari kulitnya. Menurut (Castro,
et al., 2019). Kulit pisang memiliki kemampuan dalam mengikat ion logam berat
karena dalam kulit pisang terdapat berbagai gugus fungsi yang berperan sebagai
gugus aktif seperti gugus hidroksil (OH), gugus karboksilat (COOH) dan gugus
amina (NH2). Kulit pisang bile terdiri dari sejumlah nitrogen, sulfur dan
komponen organik seperti asam karboksilat, selulosa, hemiselulosa, pigmen
klorofil dan zat pektin yang mengandung asam galakturonik, arabinosa, galaktosa
dan rhamnosa. Asam galakturonik diduga berperan sebagai senyawa yang dapat
mengadsorpsi zat warna dan merupakan gugus fungsi gula karboksil (Pankaj,
2012).

(a) (b) (c)


Gambar 5.2. Sampel kulit pisang bile teraktivasi HCl
Berdasarkan proses aktivasi yang dilakukan terjadi reaksi pemutusan ikatan
lignin selulosa oleh HCl, sehingga didapatkan larutan lignin dan selulosa. Dalam
reaksi tersebut lignin larut dalam HCl, larutnya lignin ini disebabkan karena ion
Cl- dari HCl akan memutuskan ikatan-ikatan dari struktur dasar lignin sedangkan
ion H+ akan berikatan dengan lignin membentuk hidrogen fenolat yang bersifat
racun. Hidrogen fenolat akan larut dalam HCl yang menyebabkan warna
kecoklatan seperti pada gambar 5.2 (b). setelah proses perendaman, sampel
disaring untuk membuang lignin yang larut dalam larutan yang masih menempel
pada sampel. Hasil yang diperoleh yaitu berkurangnya berat sampel dan terjadi
perubahan fisik pada sampel kulit pisang bile. Hal ini diasumsi bahwa kandungan
lignin yang terdapat pada biomassa kulit pisang bile telah hilang dan lepas

36
sehingga didapatkan kandungan selulosa untuk proses adsorpsi. Reaksi pemutusan
ligninselulosa oleh HCl ditunjukan pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3. Reaksi pemutusan ikatan lgininselulosa menggunakan HCl

5.3. Penentuan Panjang Gelombang


Panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mengetahui Panjang
gelombang maksimum Eriochrome Black-T (EBT) yang digunakan. Larutan
pewarna 1000 mg/L dibuat dengan melarutkan 1 gram zat warna Eriochrome
Black-T (EBT) dalam 1000 mL aquades, kemudian diencerkan menjadi 10 mg/L
dan diukur absirbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan
hasil pengukuran nilai absorbansi pada panjang gelombang 500-600 nm
menunjukkan bahwa Panjang gelombang maksimum yang dihasilkan adalah 570
nm dengan nilai absorbansi sebesar 0,206 seperti pada gambar.

37
Gambar 5.4. Grafik panjang gelombang Eriochrome Black-T (EBT)

5.4. Pembuatan Larutan Zat Warna


Larutan induk zat warna dengan konsentrasi 1000 ppm yang dibuat dengan
melarutkan 1 gram zat warna Eriochrome Black-T (EBT) dengan aquades dalam
labu ukur 1000 mL sampai tanda batas dan dihomogenkan. Larutan baku zat
warna dengan konsentrasi 100 mg/L dibuat dengan mengencerkan 25 mL larutan
induk pewarna 1000 mg/L dengan aquades hingga tanda batas dan dihomogenkan
sehingga volume larutan menjadi 100 mL. Larutan standar zat warna dengan
masing-masing konsentrasi 0; 0,5; 1; 2; 4; 6; 8; 10; 20 dan 30 ppm dibuat dengan
mengencerkan 0; 5; 10; 20; 40; 60; 80; 100; 120 dan 130 mL larutan baku dengan
aquades hingga tanda batas dan dihomogenkan.

Gambar 5.5. Pembuatan Larutan Zat Warna EBT (koleksi pribadi 2023)
5.5. Penentuan Kurva Kalibrasi Zat Warna

38
Pebuatan kurva kalibrasi dibuat untuk menghubungkan konsentasi
larutan standar zat warna dengan absorbansinya untuk mengetahui linearitas
terhadap hukum Lambert Beer dan persamaan regresi standar dan asorbansinya
yang akan berbanding lurus dengan konsentrasi, karena b atau harga 1 cm dapat
diabaikan dan merupakan suatu tetapan. Dimana konsentrasi akan semakin tinggi
begitupun sebaliknya konsentrasi akan semakin rendah jika absorbansi yang
dihasilkan semakin rendah. Dan jika absorbansinya rendah maka tidak linear lagi.
Kurva kalibrasi yang digunakan yaitu pada variasi konsentrasi 0; 0,5; 1; 2; 4; 6;
8; 10; 20; dan 30 ppm dengan volume masing masing 25 mL. Larutan zat warna
yang dibuat pada setiap variasi konsentrasi diukur menggunakan spektrofotometer
UV-Vis pada Panjang gelombang (500-600).panjang gelombang dari zat warna
Erichrome Black-T (EBT)

Gambar 5.6. Grafik kurva standar Eriochrome Black T (EBT).

5.6. Optimasi Parameter Adsorpsi Zat Warna Eriochrome Black-T (EBT)


pada Adsorben Kulit Pisang Bile (Musa paradisiaca) Teraktivasi HCl
Sebelum melakukan pengkajian lebih lanjut terhadap parameter isotherm,
kinetika, dan termodinamika adsorpsi. Terlebih dahulu yang perlu dilakukan
adalah optimasi beberapa parameter yang mempengaruhi proses adsorpsi pada
optimasi adalah konsentrasi, massa adsorben, pH, waktu kontak dan temperatur.
Optimasi terhadap beberapa parameter tersebut dilakukan dengan menggunakan
larutan zat warna Eriochrome Black-T (EBT) pada variasi konsentrasi tertentu.
Konsentrasi optimum Eriochrome Black-T (EBT) yang dihasilkan yaitu 30 ppm,
pada rentang konsenntrasi 10-30 mg/L kemampuan adsorpsi meningkat karena

39
gugus -OH pada zat warna Eriochrome Black-T (EBT) diikat oleh situs aktif yang
terdapat pada adsorben biomassa kulit pisang bile. Namun pada rentang
konsentrasi 40-60 mg/L kemampuan adsorpsi semakin menurun dikarenakan zat
warna Eriochrome Black-T (EBT) telah menjenuhkan permukaan adsorben
biomassa kulit pisang bile dimana ion pada zat warna Eriochrome Black-T (EBT)
sudah melebihi batas situs aktif yang disediakan oleh adsorben sehingga
penambahan konsentrasi tidak lagi meningkatkan kemampuan adsorpsi dari
adsorben. pH larutan 3, proses adsorpsi semakin menurun dari pH 3 sampai pH 9.
Pemberian perlakuan variasi pH mengubah konsentrasi ion H + dan ion OH- dalam
larutan. Pada pH asam (pH< 7) konsentrasi ion H+ akan lebih besar dari pada OH-
dan sebaliknya. Pada kondisi asam ion H + akan lebih banyak dan terjadi protonasi
sehingga membuat permukaan adsorbenbermuatan positif. Karena adanya
protonasi maka ion Cl- pada Eriochrome Black-T dapat berinteraksi dengan situs
aktif adsorben. Sedangkan pada kondisi basa, ion OH - semakin banyak dan
semakin sedikit ion H+ yang digunakan untuk memprotonisasi gugus fungsional
yang terdapat pada adsorbat. Pelepasan ion Cl- akan terlambat akibat tertekan oleh
ion OH+ dalam larutan sehingga interaksi antara adsorben dengan ion Cl - pada
Eriochrome Black-T menjadi kecil. Massa adsorben yang dihasilkan 0,5 gram
pada rentang massa 0,1 sampai 0,5 gram kemampuan adsorpsi semakin meningkat
hal ini karena semakin besar massa adsorben memperbesar daya serap
dikarenakan semakin banyak massa adsorben maka semakin banyak gugus aktif
yang terdapat pada adsorben sehingga dapat menaikkan molekul adsorbat yang
diserap. Waktu kontak 60 menit, proses adsorpsi semakin menurun dari waktu 60
ke 120 menit hal ini dikarenakan semakin lama interaksi zat warna Eriochrome
Black-T dengan adsorben akan menyebabkan sisi aktif pada sisi adsorben
mengalami kejenuhan sehingga tidak mampu menyerap zat warna yang lebih
banyak lagi dan sedikit demi sedikit situs atif yang berikatan mulai melepaskan
ion zat warna Kembali ke dalam larutan, sehingga penambahan waktu tidak lagi
meningkatkan penyerapan terhadap zat warna Eriochrome Black-T dan
temperatur pada suhu 303 K, proses adsorpsi semakin menurun dari temperatur
30°C ke temperatur 60°C hal ini dikarenakan semakin meningkatnya temperatur
maka proses adsorpsi juga akan semakin meningkat sehingga menyebabkan

40
terjadinya penurunan jumlah adsorpsi. Adsorbat yang terserap akan terlepas dari
permukaan maupun pori adsorben dengan meningkatnya temperatur.
5.7. Kinetika Adsorpsi Zat Warna Eriochrome Black-T (EBT)
menggunakan Adsorben Kulit Pisang Bile Teraktivasi HCl
Kinetika adsorpsi dilakukan untuk mengetahui kecepatan reaksi antara
adsorben dengan adsorbat. Kinetika adsorpsi ditentukan melalui pendekatan
persamaan kinetika reaksi adsorpsi yang sesuai dengan menbandingkan nilai
kuadrat koefisien kolerasi (R2) secara eksperimen, dan mencari jumlah adsorbat
Eriochome Black-T (EBT) terhadap biomassa kulit pisang bile (Musa paradiaca)
teraktivasi HCl. Penentuan kinetika adsorpsi pada penelitian ini dilakukan dengan
variasi waktu kontak karena kinetika adsorpsi dipengaruhi oleh waktu kontak.
Variasi waktu kontak yang digunakan yaitu, 30, 60, 70, 80, 100 dan 120 menit.
Model kinetika yang digunakan yaitu persamaan sistem orde pertama dan orde
kedua semu yang digunakan pada data kinetika adsorpsi pertukaran zat warna
eriochrome black-T (EBT) dan studi Bacth. Dimasukkan massa optimum
biomassa kulit pisang bile (musa paradisiaca) teraktivasi HCl dengan dosis
terbaik adalah 0,5 gram pada masing-masing variasi berdasarkan hasil optimum
massa, kondisi pH diatur pada pH optimum yaitu 3. Larutan diaduk menggunakan
magnetik stirer selama variasi waktu kontak dan dikontrol pada suhu optimum
pada prosedur di optimasi suhu yaitu 30°C. Kemudian dilakukan proses
pemisahan adsorben menggunakan kertas saring whatman 42. Filtrat yang
dihasilkan untuk masing-masing variasi diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis untuk mengetahui permodelan pada kinetika adsorpsi
zat warna Eriochrome Black-T (EBT) terhadap adsorben kulit pisang bile (musa
paradisiaca). Model kinetika yang digunakan adalah model kinetika orde pertama
semu, model kinetika orde kedua semu, model kinetika bangham dan model
kinetika elovich. Model kinetika orde pertama semu digunakan untuk mempelajari
mekanisme adsorpsi dengan asumsi bahwa laju adsorpsi dikontrol melalui
adsorpsi kimia, model kinetika orde pertama semu diperoleh dangan memplot t
dengan log qt (qe-qt). Dimana t adalah waktu dan log (qe-qt) adalah log
pengurangan jumlah adsorbat zat warna Eriochrome Black-T (EBT) yang
teradsorpsi pada waktu tertentu. Sedangka orde kedua semu digunakan dengan

41
asumsi laju adsorpsi spektrofotometer UV-Vis berorde dua pada situs permukaan
adsorben kulit pisang bile diperoleh dengan memplot antara t dan t/qt. Dimana t
adalah waktu dan t/qt adalah waktu penjumlahan adsorben EBT yang teradsorpsi
pada waktu tertentu. Model kinetika Bangham berasumsi bahwa difusi
intrapartikel hanya sebagai langkah untuk mengatur laju adsorpsi
spektroffotometer UV-Vis, diperoleh dengan memplot antara t dan Log (Co/Co-
q). Sedangkan model kinetika elovich dipakai sebagai model reaksi adsorpsi
mencakup reaksi kimia serta memiliki asumsi umum bahwa potensial permukaan
adsorben heterogen, diperoleh dengan memplot antara q dan ln t. grafik model
kinetika orde satu semu, orde dua semu, kinetika Bangham dan kinetika Elovich
ditujukkan sebagai berikut.

42
Gambar 5.7. kurva model kinetika adsorpsi (a) orde pertama semu, (b) orde
kedua semu, (c) Elovich, (d) Bangham

Tabel 5.1. Nilai parameter model kinetika adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT)
menggunakan kulit pisang bile teraktivasi HCl
Model kinetika Parameter
Orde satu semu y = -0,0006x - 0,3264
R² = 0,0096
k1 = 0,0013818/menit
qe = 0,3785 mg/g
Orde Dua Semu y = 1,0333x - 14,665
R² = 0,9516
k 2 = 0,072806607 g/mg.menit
q e = 0,967773154 mg/g
Bangham y = -4,305x + 0,021
R² = 0,3289
k o= 0,28785 L/g
Elovich y = -0,1582x + 1,866
R² = 0,2376
β = -6,32111252 mg/g

43
α = 0,220435346
Berdasarkan data pada Gambar 5.6 dan Tabel 5.1, di atas terlihat bahwa
data hasil eksperimen kinetika adsorpsi zat warna Eriochrome Black-T (EBT)
pada material adsorben kulit pisang bile teraktivasi HCl, nilai koefisien
determinan (R²) yang diperoleh dari keempat model kinetika tersebut diatas yang
menunjukkan bahwa nilai koefisien determinan (R²) yang paling baik adalah
model kinetika orde kedua semu dengan nilai koefisien determinan (R²) sama
dengan 0,9516 (Chaudhry, et al., 2017). Sehingga dibandingkan dengan model
kinetika orde pertama semu, Bangham dan Elovich dapat dikatakan bahwa model
kinetika orde dua semu lebih mampu memberikan nilai kapasitas adsorpsi yang
maksimum yang diperoleh dari percobaan mendekati atau sesuai dengan dengan
nilai yang diperoleh dari perhitungan yang teoritis. Dasi hasil eksperimen ini
menunjukkan bahwa adsorpsi zat warna Eriochrome Black-T (EBT) terhadap
adsorben kulit pisang bile teraktivasi HCl terjadi pada sisi aktif. Terdapat
beberapa kemungkinan adanya proses adsorpsi secara kemisorpi dengan
mekanisme yang mungkin terjadi adalah melalui pertukuran elektron antara
adsorben dengan zat warna Eriochrome Black-T (EBT) dan nilai koefisien dari
data eksperimen pada model kinetika orde pertama semu yang menujukkan bahwa
data eksperimen yang rendah (R² = 0,0096).
5.8. Isotherm Adsorpsi Zat Warna Eriochrome Black-T (EBT)
menggunakan Adsorben Kulit Pisang Bile Teraktivasi HCl
Tipe isotherm adsorpsi dapat digunakan untuk mengetahui mekanisme
adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT) dengan adsorben kulit pisang bile dan
menentukan kondisi konsentrasi optimum yang dihasilkan dari prosedur optimasi
yaitu 30 mg/L atau menggambarkan hubungan antara jumlah spesi zat warna
Eriochrome Black-T (EBT) yang teradsorpsi oleh adsorben kulit pisang bile
teraktivasi HCl dengan konsentrasi zat warna Eriochrome Black-T (EBT) yang
tertinggal dalam larutan saat kesetimbangan tercapai pada keadaan suhu konstan
(Lima & Adebayo, 2015). Untuk menjelaskan kesetimbangan adsorpsi zat warna
Eriochrome Black-T (EBT) hasil eksperimen isotherm maka dilakukan analisis
data menggunakan lima permodelan isotherm adsorpsi, yaitu model isoterm
Langmuir, Freundlich, DKR, Tempkin dan BET.

44
Persamaan adsorpsi yang umum digunakan ada 2 yaitu persamaan
Langmuir dan persamaan Freundlich ( Sulfikar dan Ramlawati, 2015). Model
isotherm Langmuir didasarkan pada asumsi bahwa adsorpsi zat warna
Eriochrome Black-T (EBT) terjadi secara kimia dan monolayer pada sejumlah
situs tertentu yang terbatas, identikal dan equivalen (dalam hal energi), sementara
model isotherm Freunlich digunakan untuk adsorpsi kimia multilayer, dengan
distribusi kalor adsorpsi yang tidak seragam dengan afinitas permukaan yang
heterogen (Lima & Adebayo, 2015). Isoterm Langmuir dilakukan dengan cara
membuat kurva hubungan qe terhadap qe/Ce dimana qe merupakan banyaknya zat
yang teradsorpi dan Ce merupakan kosentrasi akhir yang diperoleh, sedangkan
isoterm adsorpsi Freundlich dilakukan dnegan membuat kurva hubungan ln Ce
terhadap ln qe. Model isotherm Dubinin– Radushkevich (DKR) dipakai untuk
menyatakan mekanisme adsorpsi dengan distribusi energi gausian ke permukaan
yang heterogen (Ayawei, et al., 2017). Model isotherm Tempkin mengasumsikan
panas adsorpsi sebagai fungsi temperatur semua molekul dalam lapisan akan
menurun secara linear, sementara model isotherm BET digunakan untuk
menjelaskan sistem adsorpsi multilayer dan baik diterapkan pada adsorpsi fisik
(Mel dan Ayupov, 2017).

Gambar 5.8. Model Isoterm Langmuir

45
Gambar 5.9. Model Isoterm Freundlich

Gambar 5.10. Model Isoterm Dubinin–Radushkevich (DKR)

Gambar 5.11. Model Isoterm Temkin

46
Gambar 5.12. Model Isoterm Brunauer–Emmett–Teller (BET)

Tabel 5.2. Nilai parameter model isotherm adsorpsi Eriochrome Black-T (EBT)
menggunakan kulit pisang bile teraktivasi HCl
Model Isotherm Parameter
Langmuir R² = 0,9429
qo = 1,055 mg/g
b = 0,775 L/mg
Freunlich R² = 0,9471
n = 1,718 L/mg
KF = 4,189 L/mg

Dubinin-Radushkevich (DKR) R² = 0,853


qs= 1,35350835102 mg/g
Kad = 0,00000001 mol2/KJ2

Temkin R² = 0,9639
bT = -2082,27972 J/mol
aT = 325, 858 L/g

Brunauer-Emmentt-Teller (BET) R² = 0,9486


CBET = -26,324
qs= 1,039

47
Berdasarkan Tabel 5.2. dan Gambar 5.7-5.11 perbandingan model
isotherm yang perlu digunakan untuk mengetahui model isotherm yang paling
sesuai untuk menggambarkan adsorpsi dari zat warna Eriochrome Black-T (EBT)
terhadap adsorben kulit pisang bile yaitu model isotherm Temkin karena pada
model isotherm Temkin memiliki nilai koefisien determinan R² mendekati 1 yaitu
0,9639 dan CBET merupakan parameter konstanta yang berhubungan dengan energi
interaksi permukaan yaitu 26,324 dan qs adalah kapasitas isotherm jenuh atau
maksimumnya 1,039.
5.9. Termodinamika Adsorpsi
Parameter termodinamika seperti perubahan energi bebas (Gibbs) (∆G°),
perubahan entalpi (∆H°), dan perubahan entropi (∆S°) menyediakan informasi
mengenai arah dan perubahan energi internal yang berhubungan dengan proses
adsorpsi yang terjadi dalam proses adsorpsi zat warna Eriochrome Black-T (EBT)
dengan adsorben kulit pisang bile teraktivasi HCl yang digunakan. Parameter
termodinamika adsorpsi dihitung berdasarkan nilai konstanta kesetimbangan
termodinamika adsorpsi (K) yang diperoleh dari setiap variasi Temperatur.
Perhitungan konstanta kesetimbangan termodinamika (K) terdapat pada Lampiran

Gambar 5.13. Adsorpsi Termodinamika Eriochrome Black-T menggunakan kulit


pisang bile teraktivasi HCl

48
Tabel 5.3. Hasil dari eksperimen termodinamika Eriochrome Black-T (EBT)
menggunakan kulit pisang bile teraktivasi HCl
Temperatur ∆G⁰ (kJ/mol) ∆H⁰ (kJ/mol) ∆S⁰(kJ/mol)
303 -8,8216088 kJ/mol.K -8,1697521 -0,0560770986 kJ/mol
313 -9,3823798 kJ/mol.K kJ/mol
323 -9,9431507 kJ/mol.K
333 -10,5039217kJ/mol.K

Dari Tabel 5.3. maka dapat dilihat bahwa beberapa parameter seperti
perubahan energi Gibbs (∆G⁰) bernilai negatif. Fenomena ini dapat dikatakan
proses adsorpsinya berlangsung spontan pada temperatur optimum yaitu 333 K
(Hassan, et al., 2020). Hal ini menunjukkan bahwa suhu yang lebih tinggi dapat
mempengaruhi daya dorong dan mengurangi proses adsorpsi molekul adsorben
terhadap adsorbat.

49
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
bahwa studi kinetika adsorpsi zat warna Eriochrome Black-T (EBT) terhadap
biosorben kulit pisang bile teraktivasi HCl mengikuti model kinetika orde
kedua semu dengan konstanta laju sebesar 0,9516 g/mg. Sedangkan yang
mengikuti model isotherm adsorpsi zat warna Eriochrome Black-T (EBT)
menggunakan adsorben kulit pisang bile teraktivasi HCl yaitu model
isotherm Temkin yang diperoleh dengan memplot qe vs ln Ce dan
mendapatkan persamaan y = -1,2098x + 3,6982 dengan nilai R² sebesar
0,9639. Dan studi termodinamika menggunakan beberapa parameter seperti
∆H° (-8,1697521 KJ/mol), ∆G° (-8,8216088; -9,3823798; -9,9431507
KJ/mol; -10,5039217 KJ/mol), ∆S° (0,0074 Kj/ mol.K) yang menunjukkan
bahwa proses adsorpsi zat warna Eriochrome Black-T (EBT) pada adsorben
kulit pisang bile teraktivasi HCl terjadi secara eksotermik dan berlangsung
secara spontan pada suhu 333 K serta jenis adsorpsi yang terjadi yaitu
adsorpsi kimia.
6.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa hal yang dapat
disarankan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik, tentang Adsorpsi Zat Warna Eriochrome Black-T (EBT)
Menggunakan Adsorben Berbasis Biomassa Kulit Pisang Bile (Musa
paradisiaca)
2. Perlu dilakukan karbonisasi sehingga mengetahui kemampuan penyerapan
adsorben kulit pisang bile yang lebih baik.
3. Lagkah-langkah dalam proses pembuatan zat warna Eriochrome Black-T
(EBT), harus dengan teliti karena EBT merupakan zat warna yang sensitif.

50
DAFTAR PUSTAKA
Anugrahwati, M. (2020). Modifikasi Karbon Aktif dari Kulit Salak dengan
Surfaktan Sodium Dodecly Benzena Sulfonate (SBDS) untuk Adaorpsi
Zat Warna Eriochrome Black-T (EBT).” (2020).

Arung, Sitti, Muh Yudi, and St Chadijah. “Pengaruh konsentrasi activator asam
klorida (HCl) terhadap kapasitas adsorpsi arang aktif kulit buah kakao
(Theobroma cacao. L) pada zat warna Methanil Yelow .” Al-Kimia 2.1
(2014): 52-63.

Ayawei, N., Ebelgi, A. N. dan Wakansi, D.2017. Modeling And Interpretation Of


Adsorption Isotherms.Journal Of Chemistry.Hal 1-11.Doi:
10.1115/2017/3039817.

Eriska, H. Dewi, K., Pasek, A.D., dan Damanhuri, E.2017.Hydrothermal


Carbonization Of Biomassa Waste By Using A Stirred Reactor: An Initial
Experimen Results.Reaktor.16(4).Ha;. 212-217. Doi:
10.14710/Reaktor.16.4.212-217.

Fatimura, Muhrinsyah, Rully Masriatini, and Fenny Putri. “Pemanfaatan limbah


kulit pisang menjadi karbon aktif dengan variasi konsentrasi aktivator
NaCl. Jurnal Redoks, 5.2 (2020): 87-95.

Gunawan, Safri, Hanapi Hasan, and Ria DiniWanty Lubis.” Pemanfaatan


Adsorben dari Tongkol Jagung Sebagai Karbon Aktif untuk Mengurangi
Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.” Jurnal Rekayasa Material,
Manufakur dan Energi 3.1 (2020): 38-47.

FAO. 2018. Banana Market Review.Preliminary Results for 2018. Food and
Agriculture Organization of the United Nations Rome.

Hafiyah.2013.Kinetika Adsorpsi Zat warna Rhodamin B Menggunakan Karbon


Aktif Sekam Padi (Oryza Sativa L.).Skripsi, Jurusan Kimia, Fakultas
Sains Dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (Uin) Alauddin
Makassar.

Haris, D. C.1971.Quantitative Chemical Analysis. New YORK:W.H. Freeman


and Company. Doi: 10.1016/B978-0-444-40826-6.50009-1.

Husni, Dina Apriana Putri, Erwin Abdul Rahim, and Ruslan, Ruslan. “Pembuatan
membran selulosa asetat dari selulosa pelepah pohon pisang.”
KOVALEN: Jurnal Riset Kimia, 4.1 (2018): 41-52.

Isotherm, Studi, D. A. N. Termodinamika, Fakultas Keguruan, D. A. N. Ilmu, and

51
Universitas Nusa Cendana. 2019. “Arsel Arianto Pau Riwu.” Skripsi
4(Vi):29.
Khuluk, R. H., 2016, Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Tempurung
Kelapa (Cocous nucifera L.) sebagai Adsorben Zat Warna Metilen Biru,
Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.Universitas Lampung. Lampung.

Ikmalia, L. (2020). Modifikasi Karbon Aktiif dari Kulit Salak Dengan Sodium
Dodecly Sulfate (SDS) Untuk Adsorpsi Eriochrome Black T(EBT).

Krim, L., Nacer, S. dan Bilango, G.2006.Kinetic Of Chromium Sorption On


Biomassa Fungi From Aqueous Solution.American Journal Of
Environmental Sciences.Vol.2(1), Hal. 27-32.

Kurniati, Yuni, Okky Putri Prastuti, and Eka Lutfi Septiani. 2019. “Studi Kinetika
Adsorpsi Metil Biru Menggunakan Karbon Aktif Limbah Kulit Pisang.”
Jurnal Teknik Kimia Dan Lingkungan 3(1):34. Doi :
10.33795/jtkl.v3il.87.

Kurniwati, Lodia, Fakultas Matematika , D. A. N. Ilmu, and Pengetahuan


Alam.2020. “Surfaktan Sodium Dodecly Benzena Sulfonate (SBDS)
Untuk Adsorpsi Zat Warna Eriochrome Black-T (EBT) No Mhs :
16612074.”(1):10.

Lima, E.C. & Adebayo, M. (2015). Kinetic and Equilibrium Models of


Adsorption. In Kinetic And Equilibrium Models Of Adsorption Kinetic
And Equilibrium Models Of Adsorption In Carbon Nanomaterials As
Adsorbents For Enviromental And Biological Application. Spinger
Internasional Publishing Switzerland 2015.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-18875-1.

Mendham, J., Jeffery, G.H., dan Bassett, J.1990.vogel’s Textbook Of Quantitative


Chemical Analysis. 5th Edn.New York: Longman Scientific and
Technical.

Mittal, A., Kurup, L. dan Mittal, J.2007.Freundlich And Langmuir Adsorption


Isotherms And Kinetics For The Removal Of Tartrazine From
Aqueous Solutions Using Hean Feathers.Journal Of Hazardous
Materials.146(1-2), Hal. 243-248. Doi:
10.1016/J.Jhazmat.2006.12.012.

Neolaka, Y.A.B., Lawa, Y., Naat, J.N., Riwu, A.A.P., M.,Darmakoesoemo, H.,
dan Kusuma, H.S.2020.The Adsorption Of Cr(Vi) From Water
Samples Using Graphene Oxide-Magnetic (Go-Fe3O4) Synthesized
From Natural Cellulose-Based Graphite (Kusambi Wood Or

52
Schleichera Oleosa): Study Of Kinetics, Isotherms And
Thermodynamics. Journal Of Materials Research And
Technology.9(3), Hal. 6544-6556. Doi: 10.1016/J.Jmrt.2020.04.040

Neolaka, Yantus AB, Arvinda C. Lalang, and Stefania Yani Seran. Adsorpsi Zat
Warna Metil Merah menggunakan Hydrochar dari Tempurung
Kelapa.” Jurnal Beta Kimia 2.2 (2022): 63-73.

Nupus, Yunika, Yakutan, Karakteristik buah dan nilai nutrisi kultivar pisang Bile
(Musa acuminate x Musa balbisiana (ABB) cv. Bile) di Kabupaten
Lombok Timur. Diss. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim , 2020

Peng, H., Liu, Z. dan Tao, C.2017.Adsorption Kinetics And Isotherm Of


Vanadium With Melamine.Water Science And Technology. 75(10),
Hal. 2316–2321. Doi: 10.2166/Wst.2017.094.

Puriwitasari, D.G., & Tussania,R. (2022). ADSORPSI LOGAM KADMIUM (Cd)


PADA KADMIUM SULFAT (CdSO4) MENGGUNAKAN BATANG
POHON PISANG SEBAGAI ADSORBEN. Jurnal Chemurgy, 6(1), 52-
57.

Ridhuan, Kemas, Dwi Irawan, and Rizki Inthifawzi. “Proses pembakaran pirolisis
dengan jenis biomassa dan karakteristik asap cair yang dihasilkan .”
Turbo: Jurnal Program Studi Teknik Mesin 8.1 (2019): 69-78.

SAPUTRI, Chairunisa Ayu, Kapasitas adsorpsi Serbuk nata de coco (bacterial


sellulose) terhadap ion Pb2+ menggunakan metode batch. Jurnal
Kimia (Journal Of Chemistry), 2020, 14. 1: 71-76.

Teofila Purnama Sari. Studi Kinetika Isotherm dan Termodinamika Adsorpsi


Rhodamin B Menggunakan Biosorben dari Kulit Pisang Kepok (Musa
Acuminate) Teraktivasi HCl. 2021. Skripsi. Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Universitas Nusa Cendana Kupang.

Wahidatu, Khoirul Wahy, et al.”Kesetimbangan, Kinetika dan Termodinamika


Adsorpsi Logam Cr (VI) pada Zeolit Alam dari Klaten yang
Teraktivasi Asam Sulfat.” Jurnal Berkala Ilmiah Sians dan Terapan
Kimia 9.1 (2016): 1-11

Yun, Yuliana 2021. Studi Kinetika, Isotherm, dan Termodinamika Adsorpsi


Rhodamin B Menggunakan Kulit Pisang Kepok (Musa Acuminate)
Teraktivasi Abu Kusambi (Cinis Schleichera Oleosa). Skripsi.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Nusa Cendana
Kupang.

53
54
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Prosedur Kerja
1. Pembuatan larutan activator

Labu ukur 1000 ml

Dimasukkan 41,7 mL larutan HCl 0,5 M

Ditambahkan aquades hingga tanda batas

Hasil

 Preparasi Sampel kulit pisang

Kulit Pisang

Dicuci bersih

Dikeringan dibawah sinar matahari selama 4-5 hari

Dioven 1 jam pada suhu 40˚C

Diblender

Diayak dengan ayakan 100 mesh

Serbuk Kulit Pisang

I
 Proses Aktivasi
Aktivasi Asam (HCl 0,5 M)

150 gram BLP

Ditambahkan 500 mL HCl 0,5 M

Distirer 1 jam

Didiamkan 24 jam

Disaring dengan kertas Whatman 42

Dicuci dengan aquades hingga pH netral

Di0ven pada T 105˚C selama 4 jam

Biomassa Chemical Activation (BCA)

II
UJI ADSORPSI ZAT WARNA ERIOCHROME BLACK-T (EBT)
1. Pembuatan Larutan baku eriochrome black-T (EBT)
a. Pembuatan larutan eriochrome black-T (EBT)1000 mg/L, 1000 mL
Gelas Kimia 1000 mL

Dilarutkan 1 gr eriochrome black-T (EBT)

Ditambahkan aquades hingga tanda batas dan


dihomogenkan

[EBT] 1000 mg/L

b. Pembuatan larutan Eriochrome Black-T (EBT) 100 mg/L, 250 mL

Labu ukur 250 ml

Dimasukkan 25 ml larutan eriochrome black-


T (EBT)

Ditambahkan aquades hingga tanda batas dan


dihomogenkan

[EBT] 100 mg/L, 250 mL

III
2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Labu ukur 10 mL

Dimasukkan 10 ml larutan eriochrome


black-T (ebt) dari konsentrasi 100 mg/L

Ditambahkan aquades hingga tanda batas


dan dihomogenkan

Diukur Panjang gelombang maksimum ebt


dengan spektofotometer UV-Vis

Panjang gelombang
maksimum

3. Pembuatan Kurva standar EBT

Labu ukur 25

Dimasukkan larutan eriochrome black-T 0, 0,5,


1, 2, 4, 6, 8, 10, 20, 30 mg/L

Ditambahkan aquades hingga tanda batas dan


dihomogenkan

Diukur Panjang gelombang maksimum ebt


dengan spektofotometer UV-Vis

Kurva standar erichrome


black T

IV
[EBT], 10 mL [EBT] yang dipipet dari A
[EBT] mg/L
No
1 0 0
2 0,5 mg/L 0,5 mL dari 10 mg/L
3 1 mg/L 0,2 mL dari 50 mg/L
4 2 mg/L 0,4 mL dari 50 mg/L
5 4 mg/L 0,8 mL dari 50 mg/L
6 6 mg/L 1,2 mL dari 50 mg/L
7 8 mg/L 1,6 mL dari 50 mg/L
8 10 mg/L 2 mL dari 50 mg/L
9 20 mg/L 4 mL dari 50 mg/L
10 30 mg/L 6 mL dari 50 mg/L

4. Degradasi Zat Warna Dengan Metode Adsorpsi

1. Penentuan Konsentrasi Optimum Eriochrome Black T (EBT)

Labu ukur 25

Dimasukkan 0,2 gram BCA

Ditambahkan masing-masing [EBT] 10, 20, 30, 40, 50


dan 60 mg/L dari konsentrasi 100 ppm, 10 mL

pH diatur pada pH 5

Distirer 30 menit pada suhu kamar

Disaring dengan kertas saring whatman 42

Didiamkan selama 30 menit

Dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis

Hasil

V
2. Penentuan massa optimum BCA1 kulit pisang bile terhadap penyerapan
eriochrome black-T (EBT)

Gelas kimia

Ditambahkan [EBT] optimum (….ppm), 10 mL

Ditambahkan BCA1 masing-masing 0,1; 0,2; 0,3;


0,4; 0,5 gram

pH diatur pada pH 7

Distirer selama 30 menit pada suhu kamar

Didiamkan salama 30 menit

Disaring dengan kertas saring whatman 42

Diukur adsorbansi (UV-Vis)

Hasil

VI
3. Penentuan pH optimum Eriochrome black T (EBT) terhadap penyerapan
BCA1

Erlenmeyer

Dimasukkan massa optimum (…. gr) BCA1

Ditambahkan EBT optimum 100 mL (…ppm)


dengan variasi pH 3, 4, 5, 7, 8, 9.

Ditambahkan buffer pH

Distirer 30 menit pada suhu kamar

Didiamkan selama 30 menit

Disaring dengan kertas whatman 42

Diukur adsorbansi (UV-Vis)

Hasil

VII
4. Penentuan waktu kontak optimum BCA1 kulit pisang bile terhadap
penyerapan eriochrome black-T (EBT)

Erlenmeyer

Dimasukkan massa optimum 0,5 gram

Ditambahkan EBT optimum 100 mL (….ppm)

Diatur pada pH optimum

Distirer pada variasi 60, 70, 80, 90, 100 dan 120
menit

Didamkan selama 30 menit

Disaring dengan kertas saring whatman 42

Diukur absorbansi (UV-Vis)

Hasil

VIII
5. Penentuan temperatur optimum eriochrome black-T (EBT) terhadap
penyerapan BCA1

Erlenmeyer

Dimasukkan massa optimum 0,5 gram

Ditambahkan EBT optimum, 100 mL

Diatur pH optimum

Distirer pada t optimum (menit) pada variasai T


30, 40, 50, dan 600C

Didamkan selama 30 menit

Disaring dengan kertas saring whatman 42

Diukur absorbansi (UV-Vis)

Hasil

IX
6. Kinetika Adsorpsi

Erlenmeyer

Dimasukkan massa optimum (0,5 gr)

Ditambahkan [EBT] optimum, 100 mL (......ppm)

Diatur pH pada pH optimum

Distirer pada variasi T 30, 60, 70, 80, 100 dan


120 menit + T optimum (30˚C)

Didiamkan selama 30 menit

Disaring dengan kertas saring whatman 42

Diukur adsorbansi (UV-Vis)

Hasil

X
7. IsothermAdsorpsi

Erlenmeyer

Dmasukkan massa optiumum (0,5 gr)

Ditambahkan variasi [EBT] 30, 40, 50,


60 dan 70 mg/L

Diatur pH pada pH optimum

Distirer pada t = 30 menit + T optimum


(30˚C)

Didiamkan selama 30 menit

Disaring dengan kertas saring whatman


42

Diukur adsorbansi (UV-Vis)

Hasil

XI
8. Termodinamika Adsorpsi

Erlenmeyer

Ditambahkan massa optiumum (0,5 gr)

Ditambahkan konsentrasi optimum Eriochrome


Black-T (EBT) dengan variasi 10, 20, 30, 40 dan 50
mg/L
Diatur pH diatur pada pH optimum

Distirer selama 60 menit pada variasi T


30, 40, 50 dan 60 (˚C)

Didiamkan selama 30 menit

Disaring dengan kertas saring whatman 42

Diukur adsorbansi (UV-Vis)

Hasil

XII
Lampiran 2. Perhitungan

1. Pembuatan Larutan HCl

Deketahui (HCl) : 37%

Mr HCl : 36,5 gr/mL

Berat Jenis (ρ) : 1.19 gr/mL

Jawab:

1) Larutan HCl 0,5 M

 Pencarian konsentrasi HCl pekat (M)

10 x % x ρ HCl
M=
Mr HCl
10 x 37 x 1 , 19 gr /mL
M=
36 , 5 gr /mL
M = 12 M
 Pencarian volume HCl pekat untuk
pembuatan 1000 mL HCl 0,5 M

Menggunakan rumus pengenceran.

V1 x M1 = V2 x M2

V1 (12 M) = 1000 mL x 0,5 M

1000 mL x 0 , 5 M
V1 =
12

V1 = 41,7 Ml

XIII
1. Data absorbansi penentuan Panjang gelombang

Panjang
Absorbansi
gelombang (nm)
500 0,14
505 0,148
510 0,156
515 0,163
520 0,171
525 0,177
530 0,183
535 0,189
540 0,193
545 0,196
550 0,199
555 0,202
560 0,204
565 0,205
570 0,206
575 0,205
580 0,203
585 0,201
590 0,199
600 0,195

2. Data absorbansi larutan standar Eriochrome Black-T (EBT)

Co Abs
0 0
0,5 0,019
1 0,022
2 0,032
4 0,07
6 0,094
8 0,123
10 0,145
20 0,297
30 0,446

XIV
3. Perhitungan Model Kinetika Adsorpsi

Log Log
Log (Co/C (log(Co/
Co Ce Co-Ce Qe qe-q (qe-q) t/q o-q) Co-q) In t Co-q
t A
1,49 3,40
0,031 30 5,500 24,500 3 0,268 -0,572 24,490 0,018 -1,742 1 28,775
30
1,49 4,09
0,044 30 0,138 29,862 3 0,000 0,000 40,185 0,022 -1,654 4 28,507
60
1,49 46,882 4,24
0,013 30 6,596 23,404 3 0,323 -0,491 0,017 -1,762 8 28,830
70
1,49 71,943 4,38
0,12 30 7,760 22,240 3 0,381 -0,419 0,016 -1,785 2 28,888
80
1,49 92,493 4,60
0,18 30 8,377 21,623 3 0,412 -0,385 0,016 -1,797 5 28,919
100
1,49 111,344 4,78
0,086 30 8,445 21,555 3 0,415 -0,382 0,016 -1,799 7 28,922
120

XV
 Model Kinetika Orde Pertam Semu

Untuk mencari nilai k1 dan qe maka nilai slope dan intersep disubstitusikan ke
persamaan berikut:

k1
log (qe-qt) = log qe −¿ .t
2,303
−k 1
log (qe-qt) = .t + log qe
2,303
−k 1
y= x+a
2,303
y = 0,0006x – 0,4219
R2 = 0,0096
−K 1
= Slope
2,303
−k 1
= 0,0006
2,303
K1 = 0,0013818/menit
log qe = intersep

XVI
log qe = -0,4219
qe = 10-0,4219
𝒒𝒆 = 0,3785 mg/g

 Model Orde dua semu

Untuk mencari nilai k2 dan qe maka nilai slope dan intersep disubstitusikan ke
persamaan berikut:

t
=
1
qt k 2 qe2 + ( )
1
qe
.t

t
t q❑
= ( )
1
qe
.t+
1
2
k 2 qe
y = 1,0333x – 14,665
R2 = 0,9516
1
= Slope
qe
1
= 1,0333
qe
1
q e=
1,0333
q e = 0,967773154 mg/g
1
2 = intersep
k 2 qe
1
2 = 14,665
k 2 qe
1
k2 = 2
(14,665)(0,967773154)

XVII
1
k2 =
13,7350172
k 2 = 0,072806607 g/mg.menit

 Model Kinetika Bangham

untuk mencari nilai k0 maka nilai slope disubstitusikan ke persamaan berikut:

Log
( co
c o−q . m ) (
= log
ko
2.303 v )
+ α log t

Y = -4,305x + 0,021
R2 = 0,3289

log ( 2.303
k m
o
V)
= Slope

log ( 2.303 V )
k m
o
= -4,305

log
( (2.303)(0,025) )
k mo
= -4,305

log k o m = 0,057575
k om x 0,5 = 0,057575
k o= 0,28785 L/g

 Model Kinetika Elovich

XVIII
Untuk mencari nilai β dan α maka nilai slope dan intersept disubstitusikan ke
persamaan berikut:
1 1
qt = ln β α + ln t
β β
y = -0,1582x + 1,866
R2 = 0,2376
1
= Slope
β
1
= -0,1582
β
1
β= = -6,32111252 mg/g
−0,1582
1
= ln β α = 1,866
β
ln β α = -0,1582 x 1,866
ln β α = 0,2952012
ln β α = e 0,2952012 = 1,3933966229= 1,393
1,3933966229
α= = 0,220435346
−6,32111252

XIX
4. Perhitungan Model Isotherm Adsorpsi
Co Ce/
log [(Co-
T Ce Qe Ce/qe Ce log qe ɛ^2 ln qe Ce/Co ln Ce Ce)q]
(K) A
30 7,829 1,109 7,062 0,894 0,045 91704139947 0,103 0,261 2,058 0,319
0,12
40 6,185 1,691 3,658 0,791 0,228 142539434212 0,525 0,155 1,822 0,108
0,096
303 50 2,623 2,369 1,107 0,419 0,375 661888955391 0,862 0,052 0,964 0,023
0,044
60 1,733 2,913 0,595 0,239 0,464 131710139070 1,069 0,029 0,550 0,010
0,031
70 1,459 3,427 0,426 0,164 0,535 172940452707 1,232 0,021 0,378 0,006
0,027
30 2,692 1,365 1,971 0,430 0,135 675809592478 0,311 0,090 0,990 0,072
0,045
40 1,390 1,930 1,394 0,143 0,286 675809592478 0,658 0,035 0,330 0,019
0,026
50 1,664 2,417 0,575 0,221 0,383 198834814038 0,882 0,033 0,509 0,014
0,03
60 2,486 2,876 0,579 0,396 0,459 149920497939 1,056 0,041 0,911 0,015
313 0,042
70 3,856 3,307 0,752 0,586 0,519 773852548553 1,196 0,055 1,350 0,018
0,062
30 2,144 1,393 2,769 0,331 0,144 383400702161 0,331 0,071 0,763 0,055
0,037
40 4,130 1,793 1,195 0,616 0,254 105700155420 0,584 0,103 1,418 0,064
0,066
50 5,705 2,215 1,865 0,756 0,345 339024374285 0,795 0,114 1,741 0,058
0,089
60 20,63 1,968 2,899 1,315 0,294 188087261684 0,677 0,344 3,027 0,266
323 0,307
70 28,65 2,067 9,982 1,457 0,315 16147340535 0,726 0,409 3,355 0,335
0,424
30 2,212 1,389 20,62 0,345 0,143 9021861814 0,329 0,074 0,794 0,057
0,038
40 1,322 1,934 1,144 0,121 0,286 106613148037 0,660 0,033 0,279 0,018
0,025
50 3,240 2,338 0,565 0,511 0,369 243222251066 0,849 0,065 1,175 0,030
0,053
60 2,692 2,865 1,131 0,430 0,457 554683161721 1,053 0,045 0,990 0,016
333 0,045
70 2,966 3,352 0,803 0,472 0,525 764934314940 1,209 0,042 1,087 0,013
0,049

XX
 Model Isotherm Langmuir

y = 0,9574x - 1,2271
R2 = 0,9429
Ce C e 1
= +
q e Qo bQ e Ce

1
Slope
Qe
1
0,9574
Qe
1
Qo = = 1,04449551 mg/m = 1,055 mg/g
0,9574
1
= intersep
bQ o
1
1,2271
bQe
1
b=
(1,2271)(1,055)

XXI
1
b= = 0,772445032 L/mg = 0,775 L/mg
1,2945905

 Isotherm Freundlich

y = -0,5837x + 0,6219
R² = 0,9471
1
logq e = log k F + log C e
n
1
Slope
n
1
=¿= -0,5837
n
1
n= = 1,71320884 L/mg = 1,718 L/mg
−0,5837
log = k F intersep
log k F = 0,6219
K F =10-0,6219= 4,186971 L/mg = 4,189 L/mg

XXII
 Isotherm Dubinin Kagarner Radushkevich (DKR)

y = 10-7x + 0,3027
R² = 0,853
ln q e = ln ln qs - K DKR ɛ ²

ln q s = intersept
ln q s = 0,3027
q s = e 0,3027 = 1,35350835102 mg/g
- K DKR = Slope
- K DKR = 10-7mol2/KJ2 = 0,00000001 mol2/KJ2

XXIII
 Model isotherm Temkin

y = -1,2098x + 3,6982
R² = 0,9639

q e= ( RTb ln A ) + ( RTb ln C )
T
r
T
e

RT
= -1,2098
bT
-1,2098b T = 8,314 J. mol-1. K-1x 303k
b T = -2082,27972 J/mol
RT
ln AT = intersept
bT
RT
ln AT = 3,6982
bT
8,314 J . molˉˡ . Kˉˡx 303
ln AT = 3,6982
3.941,61456
ln AT = 5,78644592
AT = e5,78644592 = 325, 858 L/g

XXIV
 Model isotherm Brunauer Emmet Teller (BET)

y=1,2542x- 0,0366
R² = 0,9486
−1
Ce 1 C BET , C s
= +
qe (C s Ce ) q s C BET qs C BET Ce
c BET −1
= Slope
q s c BET
C¿
= 1,2542
q s C BET
1
intersept
q s C BET
1
= - 0,0366
q s C BET
1
q s C BET = = -27,324
−0,0366

XXV
C BET −1
= 1,2542
−27,324
c BET −1 = -39,747
C BET = -27,324 + 1 = -26,324
q s C BET = -27,324
q s = -26,342 = -27,324
−27,324
qs = = 1,039
−26,324

5. Perhitungan Termodinamika Adsorpsi

T (K)
Co A Ce Co-Ce=x m (gr) x/m=a a/ce=b
0,03
1 1,732876712 8,26712 0,5 16,534 9,541501976
10
0,04
4 2,623287671 17,37671 0,5 34,753 13,24804178
20
303 0,01
3 0,5 29,50000 0,5 59,000 118
30
0,12 7,828767123 32,17123 0,5 64,342 8,21872266
40
0,18 11,93835616 38,06164 0,5 76,123 6,376362593
50
0,04
5 2,691780822 7,30822 0,5 14,616 5,430025445
10
0,02
6 1,390410959 18,60959 0,5 37,219 26,76847291
20
0,03 1,664383562 28,33562 0,5 56,671 34,04938272
30
0,04
313 2 2,48630137 37,51370 0,5 75,027 30,17630854
40
0,06
2 3,856164384 46,14384 0,5 92,288 23,93250444
50
0,03
323 7 2,143835616 7,85616 0,5 15,712 7,329073482
10
20 0,06 4,130136986 15,86986 0,5 31,740 7,684908789

XXVI
6
0,08
9 5,705479452 24,29452 0,5 48,589 8,516206483
30
0,30
7 20,6369863 19,36301 0,5 38,726 1,876535015
40
0,42
4 28,65068493 21,34932 0,5 42,699 1,490317954
50
0,03
8 2,212328767 7,78767 0,5 7,28767 3,294117647
10
0,02
5 1,321917808 18,67808 0,5 18,17808 13,75129534
20
0,05
3 3,239726027 26,76027 0,5 26,26027 8,105708245
30
0,04
333 5 2,691780822 37,30822 0,5 36,80822 13,67430025
40
0,04
9 2,965753425 47,03425 0,5 46,53425 15,69053118
50

Dari tabel di atas, pada masing-masing suhu dibuat plot antara ln ((x/m)/Ce)
versus x/m,dengan k adalah intersep. Hasil persamaanya disajikan dalam tabel
persamaan regresi linear dari plot antara ln ((x/m)/Ce) versus x/m berikut.

1/T ln K
0,00330033 9,879451
0,003194888 9,945061
0,003095975 10,00911
0,003003003 9,521788

XXVII
Nilai ∆H°dan ∆S°diperoleh dari nilai slope dan intersep dengan mengaplikasikan
ke dalam persamaan berikut:
∆ H ° 1 ∆ S°
ln K = +
R T R
∆G° = ∆H°- ∆S°
Maka perhitungan ∆G°, ∆H° dan ∆S° adalah sesbagai berikut:
y = 982,65x + 6,7449
 Mencari nilai ∆H°
−∆ H °
= Slope x R
R
− ∆H° = 982,65 K x 8,314J/mol. K
− ∆H° = 8169,7521 J/mol
∆H° = −¿8,1697521 kJ/mol

 Mencari nilai ∆S°


∆ S°
= intersept x R
R
∆S° = 6,7449 x 8,314 J/mol. K

XXVIII
∆S° = 56,0770986 kJ/mol
∆S° = 0,0560770986 kJ/mol

 Mencari nilai ∆G°


∆G° ∆H°- T∆S°
∆G°303 = (-8,1697521kJ/mol) - 303 (0,0560770986 kJ/mol.K)
= (-8,1697521kJ/mol) + (16,9913609 kJ/mol.K)
= -8,8216088 kJ/mol.K
∆G°313 = (-8,1697521kJ/mol) - 313 (0,0560770986 kJ/mol.K)
= (-8,1697521kJ/mol) + (17,5521319)
= -9,3823798 kJ/mol.K
∆G°323 = (-8,1697521kJ/mol) - 323 (0,0560770986 kJ/mol.K)
= (-8,1697521kJ/mol) + (18,1129028)
= -9,9431507 kJ/mol.K
∆G°333 = (-8,1697521kJ/mol) - 333 (0,0560770986 kJ/mol.K)
= (-8,1697521kJ/mol) + (18,6736738)
= -10,5039217 kJ/mol.K
Dari hasil perhitungan di atas, maka parameter-parameter termodinamika adsorpsi
sebagai berikut:

Suhu (K) ∆G⁰ (kJ/mol) ∆H⁰ (kJ/mol)


∆S⁰(kJ/mol)
303 -8,8216088 kJ/mol.K -8,1697521kJ/mol -0,0560770986
313 -9,3823798 kJ/mol.K
323 -9,9431507 kJ/mol.K
333 -10,5039217 kJ/mol.K

Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian


1. Preparasi Sampel

XXIX
Gambar 3.1. proses pencucian Gambar 3.2. Pengeringan kulit
kulit pisang bile pisang bile dalam oven

Gamba r 3.3. proses blender Gambar 3.4. proses pengayakan


kulit pisang bile kulit pisang bile

Gambar 3.5. serbuk kulit pisang Gambar 3.6. Penimbangan serbuk


bile kulit pisang bile

XXX
Gambar 3.7. proses pencucian Gambar 3.8. penyaringan kulit
kulit pisang bile teraktivasi HCl pisang bile teraktivasi HCl

Gambar 3.9. Proses penyeringan Gambar 3.10. Larutan zat warna


serbuk kulit pisang 1000 ppm dan 100 ppm

Pembuatan kurva standar Pengukuran absorbansi kurva standar


Eriochrome black T

XXXI
Gambar 3.11. Prosedur kinetika, Isotherm dan Termodinamika kulit
pisang bile teraktivasi HCl

XXXII
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET,
DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jln. Adisucipto Penfui Kupang, Kode Pos : 85228, 85148 Kota Kupang - NTT,
Web : Fkip.undana.ac.id

SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN


No: 037/UN 15.13.29/PP/2023

Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala Laboratorium Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Nusa Cendana, menerangkan bahwa:
Nama : Helda Anci Naklui

NIM : 1901060115

Semester : IX

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Program Studi : Pendidikan Kimia

Mahasiswa yang namanya tertera di atas benar-benar telah menyelesaikan penelitian di Laboratorium
Pendidikan Kimia yang berjudul Studi, kinetika, isotherm dan termodinamika adsorpsi zat warna
eriochrome black T (EBT) menggunakan adsorben berbasis biomassa kulit pisang bile (musa
paradisiaca) asal pulau Flores NTT teraktivasi HCl.
Demikian surat keterangan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Kupang, 7 Agustus 2023


Kepala Laboratorium Pendidikan Kimia

Yosep Lawa, S.Pd., M.Biotech


NIP. 19730227 201212 1 005

33
BIODATA PENULIS
Helda Anci Naklui adalah nama lengkap Penulis skripsi ini. Lahir di
Toineke (Kualin), pada tanggal 10 Januari 2000 penulis merupakan anak
pertama dari 2 bersaudara, dari pasangan Bapak Yontus Naklui (almarhum)
dan Mama Wehelmince Sole.
Penulis pertama kali menempuh Pendidikan formalnya di Sekolah
Dasar GMIT Oehani, pada tahun 2007 dan tamat tahun 2013. Kemudian
pada tahun yang sama penulis melanjutkan Pendidikan ke Sekolah Menengah
Pertama di SMP Negeri Matani dan tamat pada tahun 2016. Setelah tamat
Sekolah Menengah Pertama, penulis melanjutkan Pendidikan di SMA Negeri
Toineke dan tamat pada tahun 2019. Dan pada tahun yang sama peneulis
terdaftar sebagai Mahasiswa dengan lulusan jalur Mandiri di Universitas
Nusa Cendana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan MIPA Prodi
Pendidikan Kimia dan tamat pada tahun 2021 .

34

Anda mungkin juga menyukai