SEMESTER I
1. Bab I: Sujud Sahwi, Sujud Syukur dan Sujud Tilawah
a. Sujud Sahwi
Sujud sahwi yaitu sujud yang dilakukan orang yang shalat, sebanyak dua kali
untuk menutup kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan shalat, baik
kekurangan rakaat, kelebihan rakaat, atau karena ragu-ragu yang disebabkan
karena lupa. Waktu pelaksanaan sujud sahwi adalah setelah tahiyyat akhir
sebelum salam dengan dua kali sujud. Namun dalam kondisi tertentu sujud sahwi
dalakukan setelah salam.1 Sebab-sebab melakukannya sujud sahwi, antara lain:
Tata cara melakukan sujud sahwi terbagi menjadi dua yaitu sebelum salam
dan setelah salam. Berikut adalah ketentuan-ketentuannya:
1
Imam Zarkasyi, Fiqih 1, (Gontor-Ponorogo:2013), Hlm. 74.
Terdapat penambahan gerakan dalam shalat.
Ragu dan bisa menentukan mana yang lebih meyakinkan.
b. Sujud Syukur
Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan sebagai tanda terima kasih kepada
Allah SWT atas karunia-Nya, berupa keberuntungan, keberhasilan, atau karena
terhindar bahaya atau kesulitan.3 Untuk melakukan sujud syukur ini ada beberapa
rukun sujud syukur, antara lain yaitu:
2
Zainul Ma'arif, Buku Ajar Fikih Kelas 8 MTs, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2020), Hlm. 10.
3
Abdurrahman Al-Juzairi, Fiqih Empat Majhab, (Daarul Ulum Press: 1996), Hlm. 182.
َسَج َد َو ْج ِهى ِلَّلِذ ى َخ َلَقُه َو َصَّو َرُه َو َشَق َس ْم َعُه َو َبَص َرُه ِبَح ْو ِلِهَو ُقَّوِتِه َفَتَبا َر َك ُهللا َاْح َس ُن اْلَخ اِلِقْيَن
1) Suci dari hadas dan najis baik badan, pakaian maupun tempat.
2) Menghadap kiblat sebagaimana shalat, jika mengetahui arah kiblat.
3) Menutup aurat.
Ada banyak sekali hikmah yang bisa diambil dalam sujud syukur ini, diantara
hikmah-hikmah tersebut adalah:
c. Sujud Tilawah
Sujud tilawah adalah sujud yang dikerjakan pada saat membaca atau
mendengar ayat-ayat sajadah dalam Al-Qur’an, sujud tilawah boleh dikerjakan di
dalam maupun di luar shalat. Apabila seorang imam membaca ayat sajadah,
kemudian ia melakukan sujud tilawah, maka makmumnya harus mengikuti sujud
pula, tetapi apabila yang membacanya (imam) tidak melakukan sujud, maka
makmum atau orang yang mendengarkannya tidak disunahkan melakukan sujud.
Didalam Al-Qu’an sendiri terdapat 15 ayat yang termasuk ayat sajadah, ayat-ayat
tersebut adalah sebagai berikut:
4
Ma’arif, Op.Cit, Hlm. 13.
3) Surat Al-Nahl ayat 50
4) Surat Al-Isra ayat 107
5) Surat Maryam ayat 58
6) Surat Al-Hajj ayat 18
7) Surat Al-Hajj ayat 77
8) Surat Al-Furqan ayat 60
9) Surat Al-Naml ayat 26
10) Surat Al-Sajdah ayat 15
11) Surat Shad ayat 24
12) Surat Fushishilat ayat 38
13) Surat Al-Najm ayat 62
14) Surat Al-Insyiqaq ayat 21
15) Surat Al-Alaq ayat 19.5
1) Suci dari hadas dan najis, baik badan, pakaian maupun tempat .
2) Menutup aurat.
3) Menghadap kearah kiblat.
4) Setelah mendengar atau membaca ayat sajadah.
1) Di dalam shalat:
Apabila shalat sendirian, caranya: begitu mendengar atau membaca ayat
sajadah dalam shalat langsung takbir untuk bersujud sekali (tanpa
mengangkat kedua tangan), kemudian kembali berdiri meneruskan bacaan
ayat tersebut dan meneruskan shalat.
Apabila dalam shalat berjamaah makmum wajib mengikuti imam, jika
imam membaca ayat sajdah kemudian melakukan sujud tilawah, maka
makmum wajib ikut sujud. Tetapi apabila imam tidak sujud, maka
makmum pun tidak boleh sujud sendirian.
2) Di luar shalat:
5
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017), hlm. 105.
Begitu selesai membaca atau mendengar ayat sajdah, maka langsung
menghadap kiblat dan niat melakukan sujud tilawah. Bertakbir (seperti
takbiratul ihram) kemudian langsung sujud dan membaca doa sujud, setelah
itu bertakbir untuk duduk kemudian salam. Bacaan yang bisa dibaca dalam
sujud tilawah ini sama dengan ketika sujud syukur.
a. Pengertian Zakat
6
Kementrian Agama RI, Panduan Zakat Praktis, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2013), Hlm. 62.
2) Jenis al-Naassyiah atau binatang yaitu unta, sapi, kambing.
3) Jenis al-Zuruui wa as-Simaar atau tanaman dan buah-buahan, yaitu tepung
dari gandum, gandum, kurma, kismis.7
b. Macam-macam Zakat
1) Zakat fitrah
Zakat fitrah adalah sejumlah harta berupa bahan makanan pokok yang wajib
dikeluarkan oleh setiap muslim menjelang hari raya Idul Fitri dengan tujuan
membersihkan jiwa dengan syarat dan rukun tertentu. Melaksanakan zakat fitrah
hukumnya fardhu `ain atau wajib bagi setiap muslim dan Muslimah. Adapun
tujuan dari zakat fitrah adalah memenuhi kebutuhan orang-orang miskin pada
hari raya Idul Fitri dan untuk menghibur mereka dengan sesuatu yang menjadi
makanan pokok penduduk negeri tersebut.
2) Zakat mal
Zakat mal ialah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh
seseorang atau lembaga dengan beberapa syarat dan ketentuan yang berlaku
dalam hukum Islam. Pendapat lain mengatakan zakat mal atau zakat harta adalah
zakat yang harus dikeluarkan oleh seseorang ketika harta tersebut telah mencapai
satu nisab dan telah mencapai satu tahun. Adapun tujuan dari zakat maal adalah
untuk membersihkan dan mensucikan harta benda mereka dari hak-hak kaum
miskin diantara umat Islam. Syarat Wajib Zakat Mal yaitu muslim, baligh,
berakal sehat, merdeka, harta yang dimiliki merupakan jenis harta yang wajib
7
Ahmad Sudirman Abbas, Zakat: Ketentuan dan Pengelolahannya, (Bogor: Anugrahberkah Sentosa,
2017), Hlm. 83.
dizakati, sudah mencapai nisab, mencapai haul (setahun) kecuali zakat hasil
pertanian, dan harta tersebut merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok.8
Dalam Islam, puasa adalah rukun Islam yang ketiga yang wajib dilaksanakan
seorang muslim yang mukallaf, bentuknya dengan menahan diri dari segala yang
membatalkannya mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari, dan wajib
dilakukan sesuai dengan syarat, rukun, dan larangan yang telah ditentukan. 9 Pada
waktu kita berpuasa, ada dua rukun yang harus diperhatikan, pertama adalah niat,
menyengaja untuk berpuasa Niat puasa yaitu adanya kesengajaan di dalam hati
untuk menjalankan puasa sematamata mengharap ridha Allah Swt., dan yang
kedua adalah meninggalkan segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit
fajar hingga matahari terbenam.
Dilihat dari segi hukumnya, puasa dibedakan menjadi 4 macam yaitu puasa
fardhu, puasa sunnah, puasa makruh, dan puasa haram.
1) Puasa fardhu: yaitu puasa yang jika dilaksanakan mendapatkan pahala, jika
ditinggalkan mendapat dosa.
a. Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan diwajibkan oleh Allah Swt untuk pertama kalinya pada
tahun kedua Hijriyah. Pada waktu itu, Rasulullah baru menerima perintah
memindahkan arah kiblat dari Baitul Maqdis di Palestina ke arah Masjidil
Haram di Makkah. Ijma’ ulama tiada yang menyangkal wajibnya puasa
Ramadhan, dan tiada satu imam pun yang berbeda pendapat. Orang yang
wajib berpuasa Ramadhan adalah orang yang baligh, sehat jasmani-rohani
dan bukan musafir. Puasa tidak wajib bagi wanita yang sedang haid.
b. Puasa Nazar
Nazar artinya menjadikan sesuatu dari yang tidak wajib menjadi wajib,
atau ikatan janji yang diperintahkan untuk melaksanakannya. Jadi, puasa
nazar adalah puasa yang telah dijanjikan oleh seseorang karena mendapatkan
sesuatu kebaikan. Karena puasa nazar merupakan puasa yang telah dijanjikan
oleh yang bersangkutan untuk dilaksanakan maka hukumnya wajib. Dengan
demikian, jika yang bernazar tidak melaksanakan puasa maka ia akan
berdosa.
c. Puasa Kafarat
2) Puasa Sunnah
3) Puasa Makruh
Puasa makruh yaitu puasa yang apabila dikerjakan tidak berdosa dan
apabila ditinggalkan (tidak berpuasa) mendapatkan pahala. Contoh puasa
makruh antara lain:
a. Puasa yang dilakukan pada hari Jumat, kecuali beberapa hari sebelumnya
telah berpuasa.
b. Puasa Sunnah pada paruh kedua bulan Sya`ban. Puasa ini mulai tanggal
15 Sya`ban hingga akhir bulan Sya`ban. Namun bila puasa bulan Sya`ban
sebulan penuh, justru merupakan sunnah.
4) Puasa Haram
Puasa haram, yaitu puasa yang apabila dikerjakan berdosa dan apabila
ditinggalkan berpahala. Adapun macam-macam puasa haram sebagai berikut:
10
Ma’arif, Op.Cit, Hlm. 56.
11
Cholil Nafis, Menyingkap Tabir Puasa Ramadhan, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2015), Hlm. 38.
Sebelum melaksanakan I’tikaf ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,
syarat-syarat tersebut diantaranya adalah:
Islam
Baligh/Mumayyiz
Berakal sehat
Suci dari haid atau nifas
Suci dari hadas besar (janabah)
12
Ma’arif, Op.Cit, Hlm. 77.