Anda di halaman 1dari 11

B.

MATERI FIQH KELAS VIII MTs

SEMESTER I
1. Bab I: Sujud Sahwi, Sujud Syukur dan Sujud Tilawah

a. Sujud Sahwi

Sujud sahwi yaitu sujud yang dilakukan orang yang shalat, sebanyak dua kali
untuk menutup kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan shalat, baik
kekurangan rakaat, kelebihan rakaat, atau karena ragu-ragu yang disebabkan
karena lupa. Waktu pelaksanaan sujud sahwi adalah setelah tahiyyat akhir
sebelum salam dengan dua kali sujud. Namun dalam kondisi tertentu sujud sahwi
dalakukan setelah salam.1 Sebab-sebab melakukannya sujud sahwi, antara lain:

1) Kelebihan dalam jumlah rakaat. Misalnya, shalat maghrib 3 rakaat. Namun


ternyata kita mengakhiri salam dirakaat ke 4. Sadar kira salah dan baru
menyadarinya, atau juga bisa makmum yang baru saja memberitahu kita,
maka lakukanlah sujud sahwi sebanyak dua kali.
2) Kekurangan dalam jumlah rakaat. Sama seperti poin 1, hanya kali ini shalat
maghrib hanya kita lakukan 2 rakaat dari yang seharusnya 3 rakaat. Hanya
kekurangan 1 rakaat harus kita bayar, dengan segera berdiri dan 1 rakaat lagi.
Kemudian lakukan sujud sahwi dua kali sujud.
3) Lupa Tasyahud.

Tata cara melakukan sujud sahwi terbagi menjadi dua yaitu sebelum salam
dan setelah salam. Berikut adalah ketentuan-ketentuannya:

1) Sujud sahwi yang dilakukan sebelum salam:


 Lupa mengerjakan sunnah ab’ad dan teringat sebelum salam.
 Ragu terhadap hitungan jumlah rakaat shalat yang sedang dikerjakan dan
mushalli (orang yang shalat) tidak yakin mengenai hitungan jumlah
rakaat.
2) Sujud sahwi yang dilakukan setelah salam:
 Terdapat penambahan jumlah rakaat shalat.

1
Imam Zarkasyi, Fiqih 1, (Gontor-Ponorogo:2013), Hlm. 74.
 Terdapat penambahan gerakan dalam shalat.
 Ragu dan bisa menentukan mana yang lebih meyakinkan.

Berikut adalah lafadz sujud sahwi:

‫ُسْبَح اَن َم ْن اَل َيَناُم َو اَل َيْسُهو‬


Artinya: “Mahasuci Allah yang tidak tidur dan tidak lupa”.

Adapun hikmah yang bisa didapatkan ketika melakukan sujud sahwi


diantaranya ialah:

 Terhindar dari perilaku sombong.


 Memunculkan sifat rendah hati kepada Allah Swt.
 Menyadari kelemahan kita yang hanya sebagai manusia dan mengagungkan
Allah Swt.
 Membuat sadar bahwa manusia hanya makhluk biasa yang tak luput dari
salah dan lupa.2

b. Sujud Syukur

Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan sebagai tanda terima kasih kepada
Allah SWT atas karunia-Nya, berupa keberuntungan, keberhasilan, atau karena
terhindar bahaya atau kesulitan.3 Untuk melakukan sujud syukur ini ada beberapa
rukun sujud syukur, antara lain yaitu:

1) Niat, yaitu menyengaja mengerjakan sujud syukur.


2) Takbiratul ihram, dengan membaca “Allaahu akbar”.
3) Sujud, sambil membaca doa sujud syukur.
4) Duduk sesudah sujud (tanpa membaca tasyahud).
5) Salam sesudah bangun dari sujud.
6) Tertib.

Adapun bacaan yang masyhur dibaca ketika sujud syukur adalah:

2
Zainul Ma'arif, Buku Ajar Fikih Kelas 8 MTs, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2020), Hlm. 10.
3
Abdurrahman Al-Juzairi, Fiqih Empat Majhab, (Daarul Ulum Press: 1996), Hlm. 182.
‫َسَج َد َو ْج ِهى ِلَّلِذ ى َخ َلَقُه َو َصَّو َرُه َو َشَق َس ْم َعُه َو َبَص َرُه ِبَح ْو ِلِهَو ُقَّوِتِه َفَتَبا َر َك ُهللا َاْح َس ُن اْلَخ اِلِقْيَن‬

Artinya: “Wajahku bersujud kepada Allah Zat yang menciptakannya, yang


membukakan pendengarannya dengan daya dan kekuatan-Nya. Maha Mulia Allah
sebaik-baik Zat Yang Maha Mencipta”.

Sementara syarat untuk melakukan sujud syukur ini ialah:

1) Suci dari hadas dan najis baik badan, pakaian maupun tempat.
2) Menghadap kiblat sebagaimana shalat, jika mengetahui arah kiblat.
3) Menutup aurat.

Ada banyak sekali hikmah yang bisa diambil dalam sujud syukur ini, diantara
hikmah-hikmah tersebut adalah:

1) Mendekatkan diri kepada Allah Swt.


2) Menghindarkan diri dari sifat sombong.
3) Dengan selalu bersyukur Allah akan menambah nikmat-Nya kepada kita.
4) Suatu bentuk kepasrahan seorang hamba kepada Tuhan.
5) Menambah pahala kita di akhirat. 4

c. Sujud Tilawah

Sujud tilawah adalah sujud yang dikerjakan pada saat membaca atau
mendengar ayat-ayat sajadah dalam Al-Qur’an, sujud tilawah boleh dikerjakan di
dalam maupun di luar shalat. Apabila seorang imam membaca ayat sajadah,
kemudian ia melakukan sujud tilawah, maka makmumnya harus mengikuti sujud
pula, tetapi apabila yang membacanya (imam) tidak melakukan sujud, maka
makmum atau orang yang mendengarkannya tidak disunahkan melakukan sujud.
Didalam Al-Qu’an sendiri terdapat 15 ayat yang termasuk ayat sajadah, ayat-ayat
tersebut adalah sebagai berikut:

1) Surat Al-Araf ayat 206


2) Surat Al-Rad ayat 15

4
Ma’arif, Op.Cit, Hlm. 13.
3) Surat Al-Nahl ayat 50
4) Surat Al-Isra ayat 107
5) Surat Maryam ayat 58
6) Surat Al-Hajj ayat 18
7) Surat Al-Hajj ayat 77
8) Surat Al-Furqan ayat 60
9) Surat Al-Naml ayat 26
10) Surat Al-Sajdah ayat 15
11) Surat Shad ayat 24
12) Surat Fushishilat ayat 38
13) Surat Al-Najm ayat 62
14) Surat Al-Insyiqaq ayat 21
15) Surat Al-Alaq ayat 19.5

Adapun syarat-syarat dalam sujud tilawah adalah sebagai berikut:

1) Suci dari hadas dan najis, baik badan, pakaian maupun tempat .
2) Menutup aurat.
3) Menghadap kearah kiblat.
4) Setelah mendengar atau membaca ayat sajadah.

Cara melaksanakan sujud tilawah ada dua macam, yaitu:

1) Di dalam shalat:
 Apabila shalat sendirian, caranya: begitu mendengar atau membaca ayat
sajadah dalam shalat langsung takbir untuk bersujud sekali (tanpa
mengangkat kedua tangan), kemudian kembali berdiri meneruskan bacaan
ayat tersebut dan meneruskan shalat.
 Apabila dalam shalat berjamaah makmum wajib mengikuti imam, jika
imam membaca ayat sajdah kemudian melakukan sujud tilawah, maka
makmum wajib ikut sujud. Tetapi apabila imam tidak sujud, maka
makmum pun tidak boleh sujud sendirian.
2) Di luar shalat:

5
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017), hlm. 105.
Begitu selesai membaca atau mendengar ayat sajdah, maka langsung
menghadap kiblat dan niat melakukan sujud tilawah. Bertakbir (seperti
takbiratul ihram) kemudian langsung sujud dan membaca doa sujud, setelah
itu bertakbir untuk duduk kemudian salam. Bacaan yang bisa dibaca dalam
sujud tilawah ini sama dengan ketika sujud syukur.

Hikmah yang dapat diambil dari sujud tilawah ini adalah:

1) Terhindar dari godaan setan.


2) Lebih menghayati ketika melantunkan atau mendengarkan bacaan Al-Qur’an.
3) Mendekatkan diri pada Allah Swt. dan menghindari sifat sombong.
4) Membuktikan ketaatan kita kepada Allah Swt.

2. BAB II: dengan Zakat Jiwa dan Harta Menjadi Bersih

a. Pengertian Zakat

Menurut istilah, zakat bermakna mengeluarkan sebagian harta (tertentu) yang


telah diwajibkan Allah Swt. untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya, dengan kadar, haul tertentu dan memenuhi syarat dan rukunnva.
Zakat merupakan ibadah yang memiliki nilai ganda, hablum minallah (vertikal)
dan hablum minannas (horizontal), dimensi ritual dan sosial, Artinya, orang yang
selalu menunaikan zakat akan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah Swt dan menumbuhkan rasa kepedulian sosial, serta membangun hubungan
sosial kemasyarakatan.

Islam sudah mengatur siapa-siapa saja yang berhak menerima zakat.


Golongan ini dikenal dengan istilah ashnaf delapan, sebagaimana firman Allah
Swt dalam surat atTaubah ayat 60 yaitu fakir, miskin, amil, riqab, gharimin,
sabillllah dan ibnu sabiil.6 Adapula jenis-jenis harta yang dikenai kewajiban
zakat, antara lain yaitu:

1) Jenis Nuqud yaitu emas dan perak.

6
Kementrian Agama RI, Panduan Zakat Praktis, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2013), Hlm. 62.
2) Jenis al-Naassyiah atau binatang yaitu unta, sapi, kambing.
3) Jenis al-Zuruui wa as-Simaar atau tanaman dan buah-buahan, yaitu tepung
dari gandum, gandum, kurma, kismis.7

b. Macam-macam Zakat
1) Zakat fitrah

Zakat fitrah adalah sejumlah harta berupa bahan makanan pokok yang wajib
dikeluarkan oleh setiap muslim menjelang hari raya Idul Fitri dengan tujuan
membersihkan jiwa dengan syarat dan rukun tertentu. Melaksanakan zakat fitrah
hukumnya fardhu `ain atau wajib bagi setiap muslim dan Muslimah. Adapun
tujuan dari zakat fitrah adalah memenuhi kebutuhan orang-orang miskin pada
hari raya Idul Fitri dan untuk menghibur mereka dengan sesuatu yang menjadi
makanan pokok penduduk negeri tersebut.

Zakat fitrah harus memenuhi rukun-rukun tertentu, yakni niat untuk


menunaikan zakat fitrah dengan ikhlas semata-mata karena Allah Swt., ada
pemberi zakat fitrah (muzakki), ada penerima zakat fitrah (mustahik), ada barang
atau makanan pokok yang dizakatkan. Sementara syarat wajib zakat fitrah yaitu:
Islam, orang tersebut berjumpa dengan Ramadhan dan ada pada waktu terbenam
matahari pada malam Idul Fitri, mempunyai kelebihan harta atau makanan baik
untuk dirinya maupun keluarganya, berupa makanan pokok penduduk setempat.

2) Zakat mal

Zakat mal ialah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh
seseorang atau lembaga dengan beberapa syarat dan ketentuan yang berlaku
dalam hukum Islam. Pendapat lain mengatakan zakat mal atau zakat harta adalah
zakat yang harus dikeluarkan oleh seseorang ketika harta tersebut telah mencapai
satu nisab dan telah mencapai satu tahun. Adapun tujuan dari zakat maal adalah
untuk membersihkan dan mensucikan harta benda mereka dari hak-hak kaum
miskin diantara umat Islam. Syarat Wajib Zakat Mal yaitu muslim, baligh,
berakal sehat, merdeka, harta yang dimiliki merupakan jenis harta yang wajib
7
Ahmad Sudirman Abbas, Zakat: Ketentuan dan Pengelolahannya, (Bogor: Anugrahberkah Sentosa,
2017), Hlm. 83.
dizakati, sudah mencapai nisab, mencapai haul (setahun) kecuali zakat hasil
pertanian, dan harta tersebut merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok.8

3. Bab III: Puasa Fardhu Dan Puasa Sunnah

Dalam Islam, puasa adalah rukun Islam yang ketiga yang wajib dilaksanakan
seorang muslim yang mukallaf, bentuknya dengan menahan diri dari segala yang
membatalkannya mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari, dan wajib
dilakukan sesuai dengan syarat, rukun, dan larangan yang telah ditentukan. 9 Pada
waktu kita berpuasa, ada dua rukun yang harus diperhatikan, pertama adalah niat,
menyengaja untuk berpuasa Niat puasa yaitu adanya kesengajaan di dalam hati
untuk menjalankan puasa sematamata mengharap ridha Allah Swt., dan yang
kedua adalah meninggalkan segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit
fajar hingga matahari terbenam.

Dilihat dari segi hukumnya, puasa dibedakan menjadi 4 macam yaitu puasa
fardhu, puasa sunnah, puasa makruh, dan puasa haram.

1) Puasa fardhu: yaitu puasa yang jika dilaksanakan mendapatkan pahala, jika
ditinggalkan mendapat dosa.
a. Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan diwajibkan oleh Allah Swt untuk pertama kalinya pada
tahun kedua Hijriyah. Pada waktu itu, Rasulullah baru menerima perintah
memindahkan arah kiblat dari Baitul Maqdis di Palestina ke arah Masjidil
Haram di Makkah. Ijma’ ulama tiada yang menyangkal wajibnya puasa
Ramadhan, dan tiada satu imam pun yang berbeda pendapat. Orang yang
wajib berpuasa Ramadhan adalah orang yang baligh, sehat jasmani-rohani
dan bukan musafir. Puasa tidak wajib bagi wanita yang sedang haid.

Untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan, dapat dilakukan dengan


tiga cara, antara lain:
8
Ma’arif, Op.Cit, Hlm. 34.
9
Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), Hlm. 174-
175.
 Ru'yatul hilaal, yaitu dengan cara melihat terbitnya bulan di hari ke 29
Sya`ban.
 Istikmaal, yaitu menyempurnakan bilangan bulan Sya'ban atau bulan
Ramadhan menjadi 30 hari. Hal ini dilakukan bila ru'yatul hilal tidak
tampak atau kurang jelas karena tertutup awan atau sebab lain.
 Hisaab, yaitu memperhitungkan peredaran bulan dibandingkan
dengan perbedaan matahari.

b. Puasa Nazar

Nazar artinya menjadikan sesuatu dari yang tidak wajib menjadi wajib,
atau ikatan janji yang diperintahkan untuk melaksanakannya. Jadi, puasa
nazar adalah puasa yang telah dijanjikan oleh seseorang karena mendapatkan
sesuatu kebaikan. Karena puasa nazar merupakan puasa yang telah dijanjikan
oleh yang bersangkutan untuk dilaksanakan maka hukumnya wajib. Dengan
demikian, jika yang bernazar tidak melaksanakan puasa maka ia akan
berdosa.

c. Puasa Kafarat

Puasa kafarat adalah puasa yang dilakukan dengan maksud untuk


memenuhi denda atau tebusan.Melaksanakan puasa kafarat hukumnya wajib.
Ada beberapa macam puasa kafarat, di antaranya sebagai berikut:

 Puasa yang dilaksanakan karena melanggar larangan haji, yaitu bagi


orang yang melaksanakan ibadah haji dengan cara tamatu` atau qiran
wajib membayar denda berupa menyembelih 1 ekor kambing/domba.
 Puasa kafarat karena melanggar sumpah atau janji Apabila seseorang
berjanji untuk melaksanakan sesuatu tetapi dia tidak memenuhi, maka dia
wajib membayar kafarat yaitu puasa tiga hari, ketika tidak mampu
memberi makan sepuluh orang miskin.
 Puasa kafarat karena sumpah Zihar. Zihar adalah seorang suami yang
menyerupakan istrinya sama dengan punggung ibunya. Jika dia ingin
berdamai, maka dia wajib membayar kafarat, yaitu puasa dua bulan
berturut-turut.
 Puasa kafarat karena pembunuhan tanpa sengaja, yaitu puasa dua bulan
berturutturut.
 Puasa kafarat karena hubungan suami sitri di bulan Ramadhan dengan
sengaja pada saat puasa, yaitu puasa dua bulan berturut-turut. Kafarat
bagi orang yang melakukan pelanggaran ini ada tiga tingkatkan, yaitu : 1)
Membebaskan budak belian. 2) Bila tidak mampu membebaskan hamba
sahaya, harus berpuasa dua bulan berturut-turut. 3) Bila berpuasa selama
dua bulan juga tidak kuat, harus memberikan sedekah kepada fakir miskin
dengan makanan pokok yang mengenyangkan. Jumlah fakir miskin yang
harus disedekahi 60 orang dan masing-masing 3/4 liter per hari.

2) Puasa Sunnah

Macam-macam puasa sunnah adalah sebagai berikut:

a. Puasa 6 hari pada bulan Syawal


b. Puasa Senin Kamis
c. Puasa Daud
d. Puasa Arafah
e. Puasa Asyura (10 Muharram)
f. Puasa Muharram
g. Puasa tengah bulan pada setiap tanggal 13, 14 dan 15 bulan Qamariah.
Puasa ini biasa disebut juga puasa putih
h. Puasa pada pertengahan bulan Sya'ban (Nisfu Sya'ban)

3) Puasa Makruh

Puasa makruh yaitu puasa yang apabila dikerjakan tidak berdosa dan
apabila ditinggalkan (tidak berpuasa) mendapatkan pahala. Contoh puasa
makruh antara lain:
a. Puasa yang dilakukan pada hari Jumat, kecuali beberapa hari sebelumnya
telah berpuasa.
b. Puasa Sunnah pada paruh kedua bulan Sya`ban. Puasa ini mulai tanggal
15 Sya`ban hingga akhir bulan Sya`ban. Namun bila puasa bulan Sya`ban
sebulan penuh, justru merupakan sunnah.

4) Puasa Haram

Puasa haram, yaitu puasa yang apabila dikerjakan berdosa dan apabila
ditinggalkan berpahala. Adapun macam-macam puasa haram sebagai berikut:

a. Hari Raya Idul Fitri.


b. Hari Raya Idul Adha.
c. Hari Tasyrik, yaitu tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah.
d. Puasa pada hari Syak, yaitu 30 Sya`ban bila orang-orang ragu tentang
awal bulan Ramadhan karena hilal (bulan) tidak terlihat.
e. Puasanya wanita haid atau nifas.10

4. Bab IV: dengan I’tikaf Hati Menjadi Tenteram

Salah satu ibadah yang disunnahkan untuk banyak dilakukan di bulan


Ramadhan adalah i`tikaf, terutama pada sepuluh hari terakhir. Setiap memasuki
sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasulullah Saw memperbanyak i‟tikaf
di masjid dan tidak selalu bersama untuk keluarganya, bahkan menyuruh
keluarganya untuk melakukannya. I’tikaf adalah berdiam diri dalam masjid
dengan niat ibadah kepada Allah Swt. Selama I’tikaf, orang yang beri’tikaf
menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan seperti berdoa, berdzikir,
bershalawat pada Nabi, membaca Al-Qur`an dan mengerjakan amal kebaikan
lainnya di dalam masjid.11 Pada waktu kita beri’tikaf, ada dua rukun yang harus
diperhatikan, yaitu niat menyengaja untuk beri’tikaf dan berdiam diri di masjid,
sekurang-kurangnya selama tuma’ninah shalat.

10
Ma’arif, Op.Cit, Hlm. 56.
11
Cholil Nafis, Menyingkap Tabir Puasa Ramadhan, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2015), Hlm. 38.
Sebelum melaksanakan I’tikaf ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,
syarat-syarat tersebut diantaranya adalah:

 Islam
 Baligh/Mumayyiz
 Berakal sehat
 Suci dari haid atau nifas
 Suci dari hadas besar (janabah)

Dalam melaksanakan I’tikaf tentunya perlu adanya amalan-amalan yang


dilaksanakan, berikut ialah amalan-amalan yang menjadi anjuran ketika sedang
beri’tikaf:

 Memperbanyak shalat saat I’tikaf.


 Memperbanyak membaca al-Qur’an.
 Berdzikir.
 Memperbanyak sholawat.
 Mengurangi komunikasi dengan orang banyak.

Dalam i’tikaf ada hikmah-hikmah yang bisa kita ambil, yaitu:

 Membuat diri selalu ingin melaksanakan ketaatan pada Allah Swt.


 Meningkatkan daya tahan tubuh, karena i‟tikaf dapat membawa
ketenangan jiwa dan batin, dengan demikian akan mengalirkan energi
positif yang bermanfaat untuk tubuh kita.
 Muhasabah.
 Mendatangkan ketenangan, ketentraman hati.
 Mendatangkan berbagai macam kebaikan dari Allah Swt., amalan-amalan
kita akan diangkat.
 Fokus dalam beribadah untuk bekal kehidupan akhirat.12

12
Ma’arif, Op.Cit, Hlm. 77.

Anda mungkin juga menyukai