Hasil sensus penduduk tahun 2011 menurut publikasi Badan Pusat Statistik Indonesia menyebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 241 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk antara tahun 2000 sampai dengan 2010. Angka ini telah menempatkan Indonesia pada urutan keempat dari negara berpenduduk paling besar di dunia setelah cina, India dan Amerika Serikat, dengan LPP yang masih jauh dari target BKKBN tahun 2014 yaitu sebesar 1,1% . UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga menyebutkan bahwa keluarga berencana adalah upaya untuk mengatur kelahiran anak,jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Dasar penyelenggaraan pelayanan KB adalah UU no. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 78 tentang Keluarga Berencana yang berbunyi (1) pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksud untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas, (2) pemerintah bertanggung jawab dan menjamin kesediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam 2 memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu dan terjangkau oleh masyarakat, (3) ketentuan mengenai pelayanan keluarga berencana dilaksanakan sesuai perundang-undangan berlaku. Arah kebijakan pembangunan nasional Pemerintah periode 2015- 2019, BKKBN diberi mandat untuk dapat turut mensukseskan Agenda Prioritas Pembangunan (Nawacita), terutama pada agenda Prioritas no.5 (lima) “Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia” melalui Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana. Enam sasaran strategis yang telah disiapkan pemerintah: (1) menurunkan laju pertumbuhan penduduk tigkat nasional (persen per tahun) dari 1,38%/ tahun 2015 menjadi 1,21 persen tahun 2019, (2) menurunkan total fertiltyrate (TFR) per perempuan usia reproduksi dari 2,37 tahun 2015 menjadi 2,28 tahun 2019,(3) meningkatnya Contraceptive Prevalence Rate (CPR) semua metode dari 65,2 persen menjadi 66 persen pada tahun 2019, (4) menurunnya kebutuhan ber-KB tidak terlayani/ Unmeet Need dari jumlah pasangan usia subur dari 10,6 persen tahun 2015 menjadi 9,91 persen tahun 2019, (5) menurunnya Age Specific Fertility Rate (ASFR) dari 46 persen menjadi 38 per 1.000 perempuan kelompok umur 15-19 tahun pada tahun 2019, (6) menurunnya persentasi kehamilan yang tidak diinginkan dari wanita usia subur dari 7,1 persen tahun 2015 menjadi 6,6 persen pada tahun 2019 (BKKBN 2015). Tugas tersebut sesuai dengan tujuan program Keluarga Berencana yang tercantum dalam undang-undang sebagaimana yang telah tercantum diatas. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui program KB pasca persalinan dan Pasca Keguguran serta promosi yang benefit terhadap kesehatan ibu dan anak. Sasaran utama KB adalah kelompok Unmeet need dan ibu pasca salin merupakan sasaran yang sangat penting. KTD pada ibu pasca bersalin, akan dihadapkan pada dua hal yang sama– sama berisiko. Pertama jika kehamilan diteruskan, maka kehamilan tersebut akan berjarak sangat dekat dengan kehamilan sebelumnya, yang merupakan salah satu komponen dari “4 terlalu” (terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, dan terlalu dekat). Keadaan ini akan menjadi kehamilan yang berisiko terhadap terjadinya komplikasi dalam kehamilan, persalinan, dan nifas berikutnya yang dapat berkontribusi terhadap kematian ibu dan bayi. Kedua jika kehamilan itu diakhiri (aborsi terutama jika dilakukan dengan tidak aman), maka berpeluang untuk terjadinya komplikasi aborsi yang dapat berkontribusi juga terhadap kematian ibu. Oleh sebab itu, KB pasca bersalin merupakan suatu upaya strategis dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi (Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Semester II 2013). Penurunan AKI di Indonesia terjadi tahun 1991 sampai dengan 2007,yaitu 300 menjadi 228 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Namun demikian SDKI tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah kematian yang dilaporkan di Provinsi Yogyakarta pada tahun 2014 sebesar 40 kasus lebih besar dibandingkan pada tahun 2015 sebesar 21 kasus. Wilayah Kabupaten Yogyakarta untuk kematian ibu 2 kasus menjadi 1 kasus, Bantul 14 kasus jadi 9 kasus, Kulon Progo 5 kasus menjadi 3 kasus, Gunungkidul 12 kasus menjadi 4 kasus, Sleman 12 Kasus menjadi 4 Kasus, untuk tahun 2015 jumlah AKI per 100.000 kelahiran hidup adalah 159 per 100.000 kelahiran dan meningkat pada tahun 2016 menjadi 223 per 100.000 kelahiran hidup. Dalam hal ini fakta lonjakan kematian tentu begitu memprihatinkan dimana sebelum pemerintah telah bertekad akan menurunkan AKI sehingga mencapai 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Penurunan Angka Kematian Ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan dimana 4 target akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi ¾ risiko jumlah kematian ibu, namun kenyataannya berbanding terbalik dengan harapan dari program pemerintah itu sendiri. Konsep mengenai KB pasca persalinan bukanlah hal yang baru,akan tetapi tidak banyak perhatian yang diberikan pada masa yang penting dari kehidupan wanita ini. Pada saat sekarang ini perhatian dari pengelola program kesehatan, penyedia jasa pelayanan kesehatan dan pembuat kebijakan semakin meningkat, karena menyadari akan tingginya efektifitas dan keberhasilan program keluarga berencana jika pengenalan kontrasepsi dilakukan pada saat pasca persalinan. Definisi KB pasca persalinan sendiri di Indonesia adalah pemanfaatan atau penggunaan alat kontrasepsi segera setelah melahirkan sampai enam minggu pasca melahirkan (42 hari) dengan tujuan adalah untuk mengatur jarak kehamilan/kelahiran dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga setiap keluarga keluarga dapat merencanakan kehamilan yang aman dan sehat (Kemenkes 2013). Kontrasepsi pasca salin ini mempunyai peran besar untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. KB pasca persalinan umumnya dikenalkan pada minggu keenam pasca persalinan untuk menghindari kehamilan tidak diinginkan dan mengatur jarak kehamilan dengan kelahiran sebelumnya.Keluarga berencana pasca persalinan ini bukan hal baru karena sejak tahun 2007 sudah dikenalkan melalui Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), yang didalamnya memuat tentang perencanaan penggunaan KB pasca persalinan. Penerapan KB pasca persalinan ini sangat penting karena kembalinya kesuburan tidak dapat diprediksi dan dapat terjadi sebelum datang siklus haid bahkan pada wanita menyusui. Ovulasi pertama pada wanita yang tidak menyusui dapat terjadi 5 pada 34 hari pasca persalinan, bahkan dapat tejadi lebih awal. Hal ini menyebabkan pada masa menyusui, seringkali wanita mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada interval yang dekat dengan kehamilan sebelumnya. Kontrasepsi seharusnya sudah digunakan sebelum aktifitas seksual dimulai. Oleh karena itu sangat strategis untuk memulai kontrasepsi seawal mungkin. (Kemenkes 2013). Cakupan pemakaian PUS peserta KB aktif dan PUS peserta KB baru pada tahun 2015, di Indonesia sebesar 13,46 %, dan untuk kota Yogyakarta adalah sebesar 66.6 %, pada tahun 2020) Berdasarkan laporan pada tahun 2014 cakupan pelayanan KB pasca bersalin di Indonesia masih rendah yaitu sebesar 13,6 % (BKKBN 2015). Berdasarkan data profil Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ,sendiri mencapai KB pasca persalinan pada tahun 2019 yaitu 5,44 %’cakupan KB pasca persalinan juga masih rendah, sehingga perlu ditinjau kembali pelaksanaan layanan kontrasepsi pasca persalinan, ketika tujuan utama dari kontrasepsi pasca persalinan adalah salah satunya mendukung percepatan penurunan angka kematian ibu (AKI). Program KB pasca persalinan ini dapat memberikan kontirbusi yang baik untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, dan 6 dapat juga meningkatkan kualitas penduduk sehingga tujuan pembangunan telah ditetapkan pemerintah sebelumnya dapat dicapai. BAB II MONITORING DAN EVALUASI
Pelaksanaan pelayanan Keluarga Berencana
Pelayanan keluarga berencana atau konstrasepsi di Rumah Sakit Tk IV 02.07.05 dr. Noesmier Baturaja dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan telah dilaksanakan sesuai dengan alur pelayanan yang ditetapkan oleh Kepala Rumah Sakit Tk IV 02.07.05 dr. Noesmier Baturaja. Perjanjian Kerja sama (PKS) dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di wilayah kerja Rumah Sakit Tk IV 02.07.05 dr. Noesmier Baturaja selain itu dengan Intansi Pemerintah yaitu BKkbn. PKS ini bertujuan untuk memperkuat system jejaring dalam rangka penurunan Angka kematian Ibu dan Bayi, mengurangi kepadatan penduduk agar masyarakat umtuk melakukan pemasangan atau penggunaan alat Kontrasepsi. Berikut jumlah penggunaan alat kontrasepsi di Rumah Sakit Tk IV 02.07.05 dr. Noesmier Baturaja,terlampir . Dokumentasi pelaksanaan keluarga berencana : BAB III KESIMPULAN DAN SARAN Demikian evaluasi pemantauan dan pelaksanaan penggunaan alat kontrasepsi dengan jejaring FKTP Rumah Sakit Tk IV 02.07.05 dr. Noesmier Baturaja setiap pasien yang habis melahirkan, post curratage, pasien yang ingin bongkar pasang alat kontrasepsi, yang juga bekerja sama dengan BKkbn. Meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana untuk penunjang pelayanan keluarga berencana (alat Kontrasepsi).