NIM : 201320060
يم
ِ ٱلر ِح
ٱلرحْ َمـ ِٰن ه
ٱَّلل ه
ِ س ِم ه
ْ ِب
ُ فَأ َ ْنتَ لَه. أَ َّما َم ِن ا ْستَ ْغنَى.الذ ْك َرى ِ ُ أَ ْو َيذَّ َّك ُر فَتَ ْنفَ َعه. َو َما يُد ِْريْكَ لَ َعلَّهُ َي َّز َّكى. أَ ْن َجا َءهُ ْاْل َ ْع َمى.س َو ت ََولَّى
َ ع َب
َ
َ َ فَأ َ ْنت. َو ه َُو َي ْخشَى. َو أَ َّما َم ْن َجا َءكَ َي ْس َعى.علَيْكَ أَ ََّّل َي َّز َّكى
فَ َم ْن. ك ََّّل ِإنَّ َها تَ ْذ ِك َرة.ع ْنهُ تَلَ َّهى َ َو َما.صدَّى َ َت
َ ع ٍة ُّم
.ٍط َّه َرة َ َّم ْرفُ ْو.ٍص ُحفٍ ُّمك ََّر َمة
ُ فِ ْي.ُشَا َء ذَك ََره
Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling, karena seorang buta telah datang
kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia
ingin menyucikan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang
memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar-
pembesar Quraisy), maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya, padahal tidak
ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang
kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang dia takut (kepada
Allah), engkau (Muhammad) malah mengabaikannya. Sekali-kali jangan (begitu)! Sungguh,
(ajaran-ajaran Allah) itu suatu peringatan, maka barangsiapa menghendaki, tentulah dia akan
memperhatikannya, di dalam kitab-kitab yang dimuliakan (di sisi Allah), yang ditinggikan (dan)
disucikan,
A. Penafsiran Ayat
Penafsiran dalam Tafsir Jalalain
.س َو ت ََولَّى
َ َعب
َ
(س َ ) “Dia telah bermuka masam” yakni Nabi Muḥammad telah bermuka masam ()و ت ََولَّى
َ ع َب َ
“dan berpaling” yaitu memalingkan mukanya karena,
(“ )أَ ْن َجا َءهُ ْاْل َ ْع َمىtelah datang seorang buta kepadanya” yaitu ‘Abdullāh bin Ummi
Maktūm. Nabi saw. tidak melayaninya karena pada saat itu ia sedang sibuk menghadapi
orang-orang yang diharapkan untuk dapat masuk Islam, mereka terdiri dari orang-orang
terhormat kabilah Quraisy, dan ia sangat menginginkan mereka masuk Islam. Sedangkan
orang yang buta itu atau ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm tidak mengetahui kesibukan Nabi
saw. pada waktu itu, karena ia buta. Maka ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm langsung
menghadap dan berseru: “Ajarkanlah kepadaku apa-apa yang telah Allah ajarkan
kepadamu.” Akan tetapi Nabi saw. pergi berpaling darinya menuju ke rumah, maka
turunlah wahyu yang menegur sikapnya itu, yaitu sebagaimana yang disebutkan dalam
surat ini. Nabi saw. setelah itu, apabila datang ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm berkunjung
kepadanya, beliau selalu mengatakan, “Selamat datang orang yang menyebabkan Rabbku
menegurku karenanya,” lalu beliau menghamparkan kain serbannya sebagai tempat duduk
‘Abdullah bin Ummi Maktūm.
َ “Tahukah kamu” artinya, mengertikah kamu (“ )لَ َعلَّهُ َي َّز َّكىbarangkali ia ingin
( َ)و َما يُد ِْريْك
membersihkan dirinya” dari dosa-dosa setelah mendengar dari kamu; lafal Yazzakkā
bentuk asalnya adalah Yatazakkā, kemudian huruf Tā’ di-idgham-kan kepada huruf Zā’
sehingga jadilah Yazzakkā.
(“ )أَ ْو يَذَّ َّك ُرAtau dia ingin mendapatkan pelajaran” lafal Yadzdzakkaru bentuk asalnya
adalah Yatadzakkaru, kemudian huruf Tā’ di-idgham-kan kepada huruf Dzāl sehingga
jadilah Yadzdzakkaru, artinya mengambil pelajaran dan nasihat (الذ ْك َرى
ِ ُ“ )فَت َ ْنفَعَهlalu
pengajaran itu memberi manfaat kepadanya” atau nasihat yang telah didengarnya dari
kamu bermanfaat bagi dirinya. Menurut suatu qira’at lafal Fatanfa‘ahu dibaca
Fatanfa‘uhu, yaitu dibaca Nashab karena menjadi Jawāb dari Tarajji atau lafal La‘allahū
tadi.
.أ َ َّما َم ِن ا ْست َ ْغنَى
(“ )أَ َّما َم ِن ا ْست َ ْغنَىAdapun orang yang merasa dirinya serba cukup” karena memiliki harta.
َ َ“ )فَأ َ ْنتَ لَهُ تMaka kamu melayaninya” atau menerima dan mengajukan tawaranmu;
(صدَّى
menurut suatu qira’at lafal Tashaddā dibaca Tashshaddā yang bentuk asalnya adalah
Tatashaddā, kemudian huruf Tā’ kedua di-idgham-kan kepada huruf Shād, sehingga
jadilah Tashshaddā.
َ َفَأ َ ْنت
.ع ْنهُ تَلَ َّهى
(ُ“ )فَ َم ْن شَا َء ذَك ََرهMaka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya”
atau tentu ia menghafalnya kemudian menjadikannya sebagai nasihat bagi dirinya.
( ٍصحُف
ُ “ )فِ ْيDi dalam kitab-kitab” menjadi Khabar yang kedua, karena sesungguhnya ia
dan yang sebelumnya berkedudukan sebagai jumlah Mu‘taridhah atau kalimat sisipan
(“ ) ُّمك ََّر َم ٍةyang dimuliakan” di sisi Allah.
َ ع ٍة ُّم
.ٍط َّه َرة َ َّم ْرفُ ْو