Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH EKSPLORATORI PENANGKAPAN IKAN

Dosen :
Dr. Ir. Muhammad Fedi Alfiadi Sondita, M Sc

Asisten :
Ridwan Maulana nugraha

Eksplorasi Rajungan di Pesisir Kab. Karawang dan Subang

Oleh:
Dina Putri Dermawan C44180003
Mohamad Yusril Azim C44180032
Annisa Rahma M C44180037
Dini Andriani C44180041
Gema Rananda C44180066
Ahmad Rosyad Fatoni C44180071

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP


DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan praktikum yang berjudul
Eksplorasi Rajungan di Pesisir Kab. Karawang dan Subang ini tepat pada waktunya.
Laporan praktikum ini disusun sebagai salah satu syarat dalam memenuhi tugas akhir
praktikum mata kuliah Eksplorasi Penangkapan Ikan. Penulisan laporan ini tidak lepas
dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada
Seluruh dosen yang sudah mengajar di Mata Kuliah Eksplorasi Penangkapan Ikan dan
Seluruh asisten praktikum yang sudah membantu dan membimbing jalan -nya
praktikum.

Kami menyadari, laporan praktikum yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. oleh karena ini, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan laporan praktikum ini. Akhirnya kami berharap semoga laporan
praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan yang membacanya.

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan pantai Subang memiliki kedalaman yang 3ea rah3 dangkal (kurang
dari 20 m) dengan gradien kedalaman yang 3ea rah3 3ea ra, dimana untuk kedalaman
kurang dari 5 m di sekitar Blanakan gradiennya sekitar 0.0027 dan 0.0054 di sekitar
Pusakanegara; di perairan antara 5 – 10 m gradien kedalaman berkisar antara 0.0006
(di sekitar Blanakan) sampai 0.0027 (di sekitar Pusakanegara). Hal ini berarti bahwa di
bagian barat Pantai Subang (seperti Kecamatan Blanakan) lebih 3ea ra dibandingkan
dengan di bagian timur Pantai Subang (seperti Kecamatan Pusakanegara). (Atlas
Subang, 2002) Wilayah pantai Blanakan Subang yang berbentuk seperti teluk
memungkinkan terjadinya proses pengendapan sedimen dari sungai dan dari angkutan
sedimen pantai menjadi lebih besar, sehingga di wilayah ini laju pendangkalan perairan
sangat besar. Dari hasil observasi lapangan diperoleh keterangan bahwa luas lahan
timbul dari hasil pengendapan sedimen ini mencapai sekitar 400 Ha yang berada di
sekitar muara sungai Blanakan. Di wilayah timur pantai Subang dengan garis pantai
memanjang dalam arah tenggara – barat laut cenderung mengalami penggerusan garis
pantai (abrasi).- Wilayah Pesisir Subang memiliki luas 13.380,27 ha (DKP Subang,
2003) dan garis pantai sepanjang 48,20 km (Bappeda Subang, 2010).

Aktivitas perekonomian di wilayah tersebut berpusat pada perikanan dan


perdagangan dan memberikan tekanan berat pada lingkungansekitarnya. Contohnya
dalam perikanan, pembukaan lahan mangrove menjadi tambak yang menurut data telah
dimanfaatkan sebagai tambak sebesar 80%, melebihi kondisi ideal konversi mangrove
yaitu 25% (Fahrudin, 1996). Selanjutnya pembangunan perekonomian terkait
transportasi: aktivitas pelabuhan, jalur keluar/masuk kapal, bongkar muat barang, dan
aktivitas lainnya. Ekosistem pesisir Subang memiliki nilai dan manfaat ekonomi
maupun ekologi yang tinggi. Serta variasi ekosistemnya terbagi menjadi hutan
mangrove, terumbu karang, estuari, padang lamun, dan lahan tambak (Kabupaten
Subang, 2014). Saat ini Pesisir Subang telah mengalami degradasi ekologi yang
mengakibatkan kerugian ekonomi (Saridewi, 2003). Jika penurunan kualitas dan
kuantitas ekosistem di pesisir terus berlanjut akan mengancam kehidupan masyarakat
setempat.Pengelolaan wilayah pesisir berupaya meminimalisir degradasi lingkungan
yang terjadi. Salah satu upayanya adalah melakukan pembangunan pesisir secara
berkelanjutan. Perencanaan pengelolaan pesisir di Indonesia menerapkan keterpaduan
antara kondisi biofisik dan pemanfaatan pesisir, serta skenario pengelolaan berbasis
ekosistem yang dianalisa dalam berbagai dimensi waktu (Dahuri dkk., 1996;
Diposaptono, 2016).
1.2 Tujuan

Kegiatan eksplorasi pada kasus ini bertujuan:

1. Mendapatkan komposisi jenis ikan disuatu daerah


2. Eksplorasi kawasan di Perairan Pesisir Kab. Subang dan Katawang dengan
menentukan lokasi sampling serta membuat rancangan pengambilan contoh atau
sampling design terhadap kawasan yang akan dieksplorasi
3. Menduga kelimpahan jenis rajungan yang diekplorasi di Kab. Subang dan Karawang
4. Mengetahui komposisi ukuran rajungan di Pesisir Kab. Subang dan Karawang
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Umum Kawasan Perairan di Pesisir Kabupaten Karawang dan
Subang
Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sengian besar terdiri dari daratan alluvial yang
terbentuk karena banyaknya sungai melewati pesisir karawang dan bermuara ke pantai.
Pantai Karawang termasuk kedalam Pantai Utara yang memiliki kondisi topografi laut
atau batimetri yang relating mendatar atau landai. Secara umum perairan Kabupaten
Karawang mempunyai kedalaman berkisar antara 0-20 meter. Pada bagian pinggir
pantai mempuyai kedalaman antara 0-5 meter. Densitas air laut hampir uniform
(konstan) jadi variasi densitas umumnya terbatas pada lapisan dekat dengan
permukaan. Perairan yang densitasnya rendah (hangat) mempunyai permukaan laut
yang lebih tinggi daripada perairan yang densitasnya tinggi (dingin) akibatnya terdapat
slope (kemiringan) permukaan laut antara daerah densitas rendah dan tinggi (Agus et
al. 2020).
Wilayah pesisir Kebupaten Karawang memiliki fluktuasi ketinggian yang
relative kecil sehingga kondisi daratannya cenderug rata dengan ketinggian yang
sebagian besar rendah yaitu 0-3 meter diatas permukaan laut (DPL), semakin keutara
ketinggian semakin meningkat walaupun tidak signifikan yang berkisar antara 4 -10
meter DPL. Temperatur rata-rata di wilayah pesisir karawang yaitu 27ͦC dengan
tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66% dan kelembaban 80%,
sampai April bertiup angin Muson Laut dan sekitar bulan juni bertiup angin Muson
Tenggara, kecepatan angin antara 30-35 km/jam. Curah hujan intensitasnya hampir
sama di seluruh wilayah dengan rata-rata bulan basah 3 hingga 8 bulan (Pasaribu et al.
2020).
Data batimeri didapatkan dari General Bathymetric Chart of the Oceans
(GEBCO) yang menyajikan data batimetri secara global, kemudian data GEBCO
tersebut disajikan pada perangkat GENESIS sebagai input proses model garis
pantai. pengambilan data batimetri variasi kedalaman di sekitar garis pantai
Kabupaten Karawang (garis putih) yaitu antara -5 sampai dengan -17 meter, artinya
kondisi batimetri di pantai Karawang cenderung landai.
Data pasang surut didapatkan dari stasiun Badan Informasi Geospasial (BIG), yang
menunjukkan bahwa perairan Pantai Karawang memiliki jenis/tipe pasang surut
harian tunggal (Pasaribu et al. 2020).
2.2 Karakteristik Jenis Rajungan di Kawasan Pesisir Kab. Subang dan Karawang
Rajungan yang ada di pesisir kabupaten subang dan karawang mempunyai
cangkang atau karapas lebih melebar ke samping daripada cangkap kepiting yang lebih
bulat. Kaki bercapit dari rajungan lebih searah dan ramping daripada kaki bercapit
kepiting yang gemuk dan pendek. Capit rajungan tidak sekuat capit kepiting. Ukuran
karapas umumnya lebih besar lebarnya daripada panjangnya dengan permukaan yang
tidak terlalu jelas pembagian daerahnya duri-duri sisi belakang matanya sebnayak 9,6,5
atau 4 antara kedua matanya terdapat 4 buah duri besar. Rajungan memiliki 5 pasang
kaki jalan dan beberapa jenis rajungan yang berada di pesisir kab subang dan karawang
ialah rajungan bintang, rajungan angin, dan rajungan karang (Dedi 2004).
2.3 Jenis Data
Jenis-Jenis data yang digunakan adalah :
1. Karakteristik Rajungan yang dieksploratori
2. Spesifikasi alat tangkap Bubu
3. Kondisi umum wilayah perairan pesisir Kabupaten Subang
4. Fitur alami yang mempengaruhi sebaran Rajungan
5. Data batas kawasan yang dieksplorasi dan luasnya
6. Satuan area pengambilan contoh dan luasnya
7. Spesifikasi dan modus operasi alat pengambilan contoh
8. Lokasi pengambilan sampel
9. Jumlah ulangan disetiap satuan area pengambilan contoh
10. Rencana logistik kegiatan eksploratori

2.4 Jenis Alat Tangkap Yang digunakan


Jenis alat tangkap dalam menangkap rajungan ialah bubu. Alat tangkap bubu
termaksud ke dalam alat tangkap yang ramah lingkungan karena tidak merusak
perairan, dioperasikan secara pasif, dan sifatnya menjebak. Alat tangkap ini memiliki
bagian-bagian yang memiliki fungsi yang berbeda-beda. Diantaranya ialah badan,
mulut (funnel), pintu, penusuk umpan, kerangka, tali pelampung, tali utama, tali
cabang, pelampung tanda, dan pemberat. Desain bubu yang ideal akan meningkatkan
efektivitas dan keramahan lingkungan penangkapan rajungan dengan bubu. Bubu yang
ideal adalah bubu yang mampu menangkap rajungan dalam jumlah yang banyak dan
ukuran yang besar (efektif dan ramah lingkungan). Sehingga memiliki nilai yang
ekonomis tinggi ( Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup 2007).
2.5 Kondisi Perairan yang dapat mempengaruhi banyaknya rajungan
Habitat rajungan dapat dikatakan beraneka ragam, dimulai dari daerah pantai
dengan dasar pasir bercampur dengan rumput-rumput laut di pulau-pulau karang dan
juga di laut-laut terbuka. Rajungan juga terdapat didaerah bakau, ditambak-tambak air
payau yang berdekatan dengan air laut. Rajungan sering terlihat berenang dekat
permukaan dan dapat ditemukan pada kedalaman kurang dari 1 meter sampai
kedalaman lebih dari 65 meter. Dalam kehidupan di alam, rajungan sering bersama-
sama binatang lain serta hidup bebas didasar laut (Moosa 1980). Menurut pengamatan
penulis dalam usaha mengumpulkan induk rajungan bertelur dari perairan Teluk
Jakarta, rajungan berkurang lebih kecil diperoleh dari perairan dekat pantai, sedang
yang berukuran lebih besar diperoleh dari perairan jernih jauh dari pantai. Penulis
berpendapat bahwa kondisi perairan yang berbeda berpengaruh terhadap persediaan
mangsa bagi rajungan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan rajungan di alam
(Juwana 1996).
2.6 Konsep Rencana Wilayah Eksplorasi

Gambar 1. Batasan kawasan eksplorasi rajungan menggunakan alat tangkap bubu di


Pesisir Kab. Karawang dan Subang
Keterangan :
• Warna hijau = Isodepth 40 m
• Warna biru = Isodepth 30 m
• Warna kuning = Isodepth 20 m
• Warna merah = Isodepth 10 m
• 1 mil = 1 menit = 1,852 km 2
• Jarak setiap grid = 6 menit = 11,112 km 2

2.7 Satuan Area Pengambilan Rajungan

Gambar 2. Area pengambilan sampel rajungan menggunakan menggunakan alat


tangkap bubu di Pesisir Kab. Karawang dan Subang
Nilai luas setiap satu kotak wilayah sampling diperoleh dari perhitungan nilai
dari jarak setiap grid dikali dua, sehingga hasil yang diperoleh yaitu sebesar 30,869
km2. Luas area pengambilan sampel rajungan menggunakan alat tangkap bubu
sebanyak 10 kali pengulangan yaitu sebesar 308,69 km2.
2.8 Dimensi-Spesifikasi dan modus operasi pengambilan Rajungan
Bubu (Trap) adalah alat penangkap ikan yang dipasang secara tetap di dalam
air untuk jangka waktu tertentu yang memudahkan ikan masuk dan mempersulit
keluarnya. Alat ini biasanya terbuat dari bahan alami, seperti bambu, kayu, atau bahan
buatan lainnya seperti jaring (Sudirman, 2004). Alat tangkap bubu dipasang pada
perairan pantai yang dioperasikan secara berangkai. Bubu dipa sang dalam satu
rangkaian yang banyaknya 100 bubu, salah satu ujung tali utamanya dilengkapi dengan
pelampung tanda untuk mempermudah pengangkatan.Lamanya perendaman bubu
berkisar antara 3-6 jam.Sedangkan lamanya dalam satu kali trip nelayan membutuhkan
waktu 3-5 hari.Pengoperasian bubu rajungan dilakukan pada malam hari.Hal ini karena
perilaku rajungan yang cenderung lebih aktif pada malam hari. Namun belum diketahui
tingkat efektifitas, dan komposisi serta cara penanganan hasil tangkapan. (Dirja dan
Sutarjo 2019). Bubu dioperasikan dengan menggunakan perahu cadik ganda dengan
dimensi panjang 7 m, lebar 0,5 m dan tinggi 0,5 m, digerakkan dengan motor tempel 5
pk. Lokasi pemasangan bubu di sebelah utara Pulau Libukang dengan jarak sekitar
100m dari garis pantai. Secara geografis berada pada posisi 119o36.036’ BT dan
5o38.769’ LS. Dioperasikan oleh nelayan seorang diri. Bubu dipasang secara terus
menerus di dasar perairan dan diikatkan pada tali rangka budidaya rumput laut
(Najamuddin et al. 2017).
2.9 Lokasi Pengambilan Rajungan
Pengambilan sample rajungan dilakukan di perairan Mayangan, Subang, Jawa
Barat. Analisa sample rajungan dilakukan langsung di lapangan dan di laboratorium
ekobiologi dan laboratorium biomikro, Fakultas perikanan dan ilmu kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Perairan Mayangan terletak di kecamatan Legon Kulon, Kabupaten
Subang, Jawa Barat. Secara geografis kabupaten Subang terletak di pesisir utara Jawa,
di antara 6°11' dan 6°30' Lintang selatan serta 107°31' dan 107°54' Bujur Timur. Batas
wilayah di sebelah utara adalah laut Jawa, kabupaten Indramayu disebelah timur,
kabupaten Bandung dan kabupaten Sumedang di sebelah selatan, serta kabupaten
Karawang dan kabupaten Purwakarta di sebelah barat (Hermanto, 2004).
2.10 Jumlah Ulangan di Setiap Satuan Area Pengambilan Rajungan
Pengabilan sample dilakukan sebanyak 10 kali dengan jumlah ulangan 1 kali
setiap satuan area pengambilan contoh menggunkan metode swapt area
2.11 Rencana Logistik Kegiatan Eksplorasi
Salah satu isu pengelolaan wilayah pesisir terpadu adalah kurang tepatnya
informasi terkait penilaian ekonomi atas manfaat barang dan jasa di pesisir (Dahuri
dkk., 1996; Fauzi, 2004). Informasi ini dibutuhkan oleh pemerintah maupun para
pelaku ekonomi untuk bisa mengkuantifikasi secara nominal (hitungan rupiah) nilai
perubahan sumberdaya ekosistem di pesisir. Penelitian ini merupakan kajian awal bagi
valuasi ekonomi atas perubahaan fungsi berbagai ekosistem di Pesisir Subang. Valuasi
ekonomi dapat dihitung dengan mempertimbangkan nilai dan manfaat dari fungsi
ekosistem tersebut. Nilai dan manfaat diketahui berdasarkan fungsi ekosistem dalam
tata ruang (Dahuri dkk., 1996; Diposaptono, 2016). Perubahan tata ruang dan
ekosistem pesisir dikaji berdasarkan spasial analisis dengan menganalisis perubahan
garis pantai. Perubahan garis pantai diestimasi menggunakan pengindraan jauh dengan
memanfaatkan data citra Landsat. Asumsi maju dan mundurnya garis pantai digunakan
sebagai basis untuk mengetahui terjadinya sedimentasi dan abrasi di pesisirSu bang.
Selain itu pengumpulan data sekunder dari pihak terkait dan beberapa data primer di
lapangan juga menjadi sumber dalam kajian.Kajian ini bertujuan mengidentifikasi
ekosistem di Pesisir Subang dan mendeskripsikanmanfaatnya. Hasilnya menjadi input
dalam penilaian ekonomi total terhadap perubahan ekosistem di Pesisir Subang,
sehingga valuasi yang dilakukan nanti akan lebih efisien dan optimal. Selain itu hasil
kajian ini memberikan infomasi bagi pihak pembuat kebijakan dalam pengelolaan
ekosistem pesisir.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jenis ikan yang berada di Kab. Subang dan Karawang yang di ekplorasi ialah
rajungan. Rajungan yang ada di pesisir kabupaten subang dan karawang mempunyai
cangkang atau karapas lebih melebar ke samping daripada cangkap kepiting yang lebih
bulat. Kaki bercapit dari rajungan lebih searah dan ramping daripada kaki bercapit
kepiting yang gemuk dan pendek. Capit rajungan tidak sekuat capit kepiting. Ukuran
karapas umumnya lebih besar lebarnya daripada panjangnya dengan permukaan yang
tidak terlalu jelas pembagian daerahnya duri-duri sisi belakang matanya sebanyak 9,6,5
atau 4 antara kedua matanya terdapat 4 buah duri besar. Jenis udang di kawasan ini
terbilang cukup berlimpah, karena habitat yang sesuai dengan rajungan. Dan dengan
alat tangkap bubu pada saat penangkapannya membuat penangkapan rajungan
terbilang banyak karena struktur bubu yang terbilang pasif.
DAFTAR PUSTAKA
Agus F, Soeprijadi L, dan Pasaribu R. 2020. Kajian hidro-oseanografi di perairan
Kabupaten Karawang. Jurnal IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan. 1(1):
39-20.
Bappeda Subang. (2010). Laporan Akhir: Kajian Pengembangan Minapolitan di
Pantura Kabupaten Subang Tahun Anggaran 2010. Subang.
Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., dan Sitepu, M. J. M. J. (1996). Pengelolaan
Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita.
Diposaptono, S. (2016). Membangun Poros Maritim Dunia Dalam Perspektif Tata
Ruang Laut. Perpustakaan Nasional. ISBN: 978-979-1291-55-2.
Dirja dan Sutarjo. 2019. Analisis hasil tangkapan rajungan dengan alat tangkap bubu
lipat di desa waruduwur kecamatan mundu kabupaten cirebon jawa barat.
Jurnal ExCall. 1(1): 15-29.
DKP Subang. (2003). Pemetaan Potensi Kelautan dan Perikanan (ATLAS) Kabupaten
Subang. Kerjasama Pemerintah Kabupaten Subang dengan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Fahrudin, A. (1996). Analisis Ekonomi Pengelolaan Lahan Pesisir Kabupaten Subang,
Jawa Barat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Fauzi, A. (2004). Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hermanto DT.2004.Studi pertumbuhan dan beberapa aspek reproduksi rajungan
(portunus pelagicus) di perairan Mayangan, Kabupaten Subang, Jawa Barat
[Skripsi]. Fakultas perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor: 78 hal.
Moosa, M. K., Burhanuddin, dan H. Razak. 1980. Beberapa catatan mengenai rajungan
dari Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu dalam sumberdaya hayati bahari.
Rangkuman Hasil Penelitian II LON Jakarta. Jakarta.
Najamuddin, Hajar MAI, Rustam, Palo M. 2017. Penangkapan ikan dengan bubu
dibawah area budidaya rumput laut di pulau lobukang, kabupaten jeneponto,
sulawesi selatan. Jurnal IPTEKS PSP. 4(8): 112-119
Pasaribu R, Irwan A, Soeprijadi L, Pattirane C. 2020. Studi alternative bangunan
pengaman pantai di pesisir Kabupaten Karawang. Jurnal IPTEK Terapan
Perikanan dan Kelautan. 1(2): 83-95.
PPLH.2007. Kajian Lingkungan Hidup Wilayah Pantai Utara Pulau Jawa.
Saridewi, T.R. (2003). Studi Pembangunan Ekonomi Wilayah Pesisir di Kabupaten
Subang[tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai