Skleritis
ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang
II.2. Epidemiologi
ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau
insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih banyak
proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan
tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus,
mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses
Karena sklera terdiri dari jaringan ikat dan serat kolagen, skleritis adalah
gejala utama dari gangguan vaskular kolagen pada 15% dari kasus. Gangguan
regulasi autoimun pada pasien yang memiliki predisposisi genetik dapat menjadi
penyebab terjadinya skleritis. Faktor pencetus dapat berupa organisme menular,
bahan endogen, atau trauma. Proses peradangan dapat disebabkan oleh kompleks
Hipersensitivitas tipe III dimediasi oleh kompleks imun yang terdiri dari
antibody IgG dengan antigen. Hipersensitivitas tipe III terbagi menjadi reaksi
lokal (reaksi Arthus) dan reaksi sistemik. Reaksi lokal dapat diperagakan dengan
menginjeksi secara subkutan larutan antigen kepada penjamu yang memiliki titer
IgG yang signifikan. Karena FcgammaRIII adalah reseptor dengan daya ikat
rendah dan juga karena ambang batas aktivasi melalui reseptor ini lebih tinggi dari
pada untuk reseptor IgE, reaksi hipersensitivitas lebih lama dibandingkan dengan
tipe I, secara umum memakan waktu maksimal 4 – 8 jam dan bersifat lebih
menyeluruh. Reaksi sistemik terjadi dengan adanya antigen dalam sirkulasi yang
netrofil mengeluarkan isi granul dan membuat kerusakan pada endotelium dan
bermacam – macam lokasi seperti kulit, ginjal, atau sendi. Contoh paling sering
dari hipersensitivitas tipe III adalah komplikasi post – infeksi seperti arthritis dan
glomerulonefritis.
Hipersensitivitas tipe IV adalah satu – satunya reaksi hipersensitivitas
yang disebabkan oleh sel T spesifik – antigen. Tipe hipersensitivitas ini disebut
juga hipersensitivitas tipe lambat. Hipersensitivitas tipe lambat terjadi saat sel
pecahan peptida yang sesuai berikatan dengan MHC kelas II, kemudian
mengalami kontak dengan sell TH1 yang berada dalam jaringan. Aktivasi dari sel
sel T lainnya, dan juga kepada netrofil. Konsekuensi dari hal ini adalah adanya
infiltrasi seluler yang mana sel mononuklear (sel T dan makrofag) cenderung
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi
sel T dan makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis.
Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan
imun sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto
imun secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi
vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi
hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif
dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada
pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula
dan meningkatnya TNF pada serum penderita skleritis pernah dilaporkan. Studi
terkini melaporkan bahwa untuk pertama kalinya muncul antibodi spesifik sklera
beberapa protein dari segmen posterior seperti antigen-S dan rodopsin pernah
yaitu deposisi kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul poskapiler
skleritis akibat dari operasi mata. Proses operasi mengawali terjadinya paparan
antigen ke dalam mata dibawah proses lingkungan yang meradang yang dapat
posterior:
1. Skleritis Anterior
sebesar 40% dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap tahunnya.
Skleritis nekrotik terjadi sekitar 14% yang biasanya berbahaya. Bentuk spesifik
walaupun penyebab klinis dan prognosis diperkirakan berasal dari suatu inflamasi.
Berbagai varian skleritis anterior kebanyakan jinak dimana tipe nodular lebih
Ditandai dengan adanya satu atau lebih nodul radang yang eritem, tidak
dapat digerakkan, dan nyeri pada sklera anterior. Sekitar 20% kasus
sebagai akibat dari imflamasi pada fokal area akibat insisi sklera atau
limbus.
sebagai sklerokeratitis.
2. Skleritis Posterior
skleritis anterior. Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan
perlengketan cincin koroid, massa di retina, udem nervus optikus dan udem
makular. Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli
anterior dangkal, proptosis, pergerakan ekstra ocular yang terbatas dan retraksi
kelopak mata bawah. Terdapat perataan dari bagian posterior bola mata,
penebalan lapisan posterior mata (koroid dan sklera), dan edema retrobulbar. Pada
dan papiledema.
II.6. Diagnosis
a. Anamnesis
Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan penyakit,
pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh. Gejala-gejala
dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan penurunan
ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri adalah gejala
yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi yang aktif..
Nyeri timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya
inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam
menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun sepanjang malam,
kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan penggunaan obat
analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai sekret
Gambar 7. Skleritis
kasus.410
dan ibandronate.
Pemeriksaan umum pada kulit, sendi, jantung dan paru – paru dapat
Pemeriksaan Sklera
o Pemeriksaan Daylight
Sklera tampak difus, merah kebiru – biruan dan setelah beberapa
Area berwarna hitam, abu – abu, atau coklat yang dikelilingi oleh
anterior scleritis.
episklera. Pada tepi anterior dan posterior cahaya slit lamp bergeser
episklera.
kasus.
dan proptosis.
c. Pemeriksaan Penunjang
II. 8. Penatalaksanaan
skleritis yang tidak infeksius, pengobatan pada skleritis yang infeksius, serta
konsultasi kepada bagian terkait apabila dicurigai ada penyakit sistemik yang
menyertai.
gastrointestinal.
o Necrotizing scleritis
sklera atau kornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi
menimbulkan perforasi kecuali apabila juga terdapat galukoma atau terjadi trauma
langsung terutama pada usaha mengambil sediaan biopsi. Pada penipisan kornea
atau telah terjadi perforasi dapat dilakukan donor sklera, fascia lata, periostioum,
atau material lainnya dapat digunakan. Lamellar patch graft dapat digunakan pada
skleritis, tetapi tandur semacam itu tidak jarang mencair kecuali apabila juga
spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana
termasuk tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata
Skleritis pada penyakit Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan
buta permanen dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada
mata. Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus,
nodular atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada
penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau
autoimun. Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan
lebih respon terhadap tetes mata steroid. Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe
yang paling destruktif dan skleritis dengan penipisan sklera yang luas atau yang
1. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2008. 118-20