Anda di halaman 1dari 4

BIOGRAFI

KH. MA. SAHAL MAHFUDH

(Oleh : Fatimatuzzahro)

Jika menyinggung tentang fiqih sosial pastilah tidak lepas dari salah satu
penggagasnya, yakni Kiai Sahal Mahfudh. Maka pada kesempatan kali ini, penulis akan
membahas tentang latar belakang dan perjalanan intelektual Kiai Sahal. Perjalanan
kehidupan Kiai Sahal terbagi menjadi tiga fase yakni fase pertama ialah fase lahir, fase
kedua ialah ketika Kiai Sahal memutuskan melanjutkan Pendidikannya kepada para kiai ahli
tasawwuf di Jawa Timur, fase ketiga ialah fase ketika Kiai Sahal mulai berpartisipasi dalam
organisasi masyarakat. Maka dari itu, penulis akan membuka pembahasan mengenai latar
belakang Kiai Sahal Mahfudz.

Kiai Sahal merupakan putra dari pasangan Kiai Mahfudz bin Abdis Salam dengan
Nyai Badi’ah binti Dimyati. Sementara Kiai Mahfudz sendiri merupakan saudara misan (adik
sepupu) dari KH. Bisri Sansuri (salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama). Jika ditarik benang
merah, Kiai Sahal memiliki nasab yang sampai pada KH Ahmad Mutamakkin yang diyakini
sebagai salah satu waliyullah yang berada di wilayah Kajen dan sekitarnya.

Kiai Sahal memiliki nama lengkap yakni Muhammad Ahmad Sahal bin Mahfudz bin
Abdus Salam al-Hajaini. Beliau lahir pada tanggal 16 Februari 1933 di Kajen Kecamatan
Margoyoso Kabupaten Pati. Namun terjadi perbedaan pendapat tentang waktu kelahirannya,
ada yang menyebutkan 17 Desember 1937. Perbedaan tersebut muncul karena ditemukannya
catatan milik ayahnya yang menyebutkan bahwa kelahiran Kiai Sahal tanggal 16 Februari
1933 bukan 17 Desember 1937. Data penemuan ini belum terpublikasi karena bukti catatan
baru ditemukan kurang lebih dua tahun sebelum Kiai Sahal wafat. Akan tetapi, bukti catatan
ini tidak sama dengan dokumen-dokumen resmi termasuk juga Kartu Tanda Penduduk Kiai
Sahal, sehingga data kelahiran yang popular digunakan ialah 17 Desember 1937. Namun,
dalam buku berjudul “Kiai Sahal, Sebuah Bografi” tertulis bahwa Kiai Sahal lahir pada
tanggal 15 Februari 1934. Kemudian beliau wafat di Kajen Margoyoso Pati lebih tepatnya di
kediamannyapada hari Jum’at pukul 01.00 dini hari tanggal 24 Januari 2014.

Perbedaan mengenai tanggal lahir Kiai Sahal memiliki dampak yang serius pada
ketidaksamaan pernyataan mengenai usia perjalanan nyantri juga usia wafat beliau. Jika
berdasar pada tanggal 16 Februari 1933, maka Kiai Sahal wafat pada usia 81 tahun. Namun,
jika berdasar pada tanggal 17 Desember 1937, maka beliau wafat pada usia 77 tahun. Selain
itu, perbedaan ini juga berpengaruh pada data yang menyatakan usia Kiai Sahal ketika di
tinggal wafat oleh ayahandanya. Pada data pertama disebutkan Kiai Sahal berusia 7 tahun
ketika ayahnya wafat dan jika diperkirakan data ini merujuk pada kelahiran beliau pada
tanggal 17 Desember 1937. Namun dari pengakuan Kiai Sahal sendiri menyebutkan bahwa
ketika di tinggalkan oleh ayahandanya ketika berusia 11 tahun. Berarti dengan kalkulasi yang
tepat, pengakuan ini merujuk pada tanggal lahir beliau 16 Februari 1933.

Seperti yang telah penulis sebutkan tadi, perjalanan kehidupan Kiai Sahal terbagi
menjadi tiga fase. Pada fase pertama ialah fase lahir kemudian melalui Pendidikan dasar di
Perguruan Islam Mathali’ul Falah sampai pada akhirnya Kiai sahal memiliki corak piker
intelektual yang matang. Yang mana, itu semua tumbuh dari penyerapan inspirasi
ayahandanya yang selalu ingin tahu akan hal baru. Sehingga menumbuhkan jiwa yang gemar
akan berorganisasi (bersosialisasi) dan juga haus akan pengetahuan. Kiai Sahal
mengembangkan pengetahuannya melalui bacaan-bacaan klasik (kitab kuning) dan
kontemporer (koran, majalah, dan buku-buku). Dan pada akhirnya semua pemikirannya,
beliau tuangkan kedalam Fiqh Sosial, dimana ini merupakan sebuah gerakan dari pemikiran-
pemikiran dan juga aksi yang beliau aktualisasikan dengan berdasar pada kepentingan dan
kemaslahatan ummat.

Pada fase kedua, Kiai Sahal semakin gentar dalam menggali ilmu dengan mendatangi
pesantren dan para ulama yang berada di sekitar wilayah Kediri dan Jombang. Selain itu,
beliau juga berguru di pesantren Bendo, Pare, Kediri, Jawa Timur hingga tahun 1957 dan di
Kedonglo (Kiai Ma’ruf) . Kemudian Kiai Sahal berguru di pesantren Sarang, Rembang (Kiai
Zubair) untuk memperdalam Ushul Fiqh. Kemudian beliau pergi ke Makkah untuk
menunaikan ibadah haji dan berguru secara langsung kepada Syeh Yasin al-Fadani. Dengan
memiliki tingkat kecerdasan diatas rata-rata dan ditunjang dengan semangat belajar yang
tinggi, Kiai Sahal mampu fasih berbicara diantara kaum intelektual dan khususnya juga
mampu menguasai keilmuan yang umunya dipelajari dipesantren.

Kiai Sahal juga memiliki beberapa karya yang ditulis dalam Bahasa Arab dan
Indonesia maupun artikel yang tersebar di berbagai media. Beberapa karya beliau yang telah
diterbitkan antara lain, 1) Al-Bayan al Mulamma’an al Fadl al Luma’; 2) Al Fawaid al
Najibah; 3) Al Tarjamah al Munbalajah; 4) Intifakh al Wadijain; 5) Faydl al Hija; 6) Al
Tsamarat al Hajaniyyah; 7) Nuansa Fiqh Sosial; 8) persepakatan Ulama dalam Hukum
Islam, Ensiklopedi Ijmak (sebuah buku hasil terjemahan Kiai Sahal Mahfudh dan Kiai
Mustofa Bisri); 9) Pesantren Mencari Makna; 10) Thariqah al Husul ‘ala Ghayah al
Wushul; 11) Anwar al Bashair.

Fase ketiga ini, mulai berkontribusi dalam organisasi kemasyarakatan, yakni sebagai
Gerakan dari fase-fase perjalanan intelektual yang beliau lewati. Untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat, Kiai Sahal selalu mengutamakan pemikiran dan aksi nyata
untuk mewujudkannya. Kiai Sahal mulai aktif dalam mengikuti organisasi misalnya, menjadi
pengurus di Partai Nahdlatul Ulama dan itu menjadi satu-satunya beliau aktif dalam partai
politik. Adapun beberapa aktifitas yang dilakukan oleh Kiai Sahal antara lain, sebagai
Pengasuh Pesantren Maslakul Huda dan Direktur Perguruan Islam Mathali’ul Falah., aktif
menjadi pembicara dalam forum ilmiah di Indonesia, dan keikutsertaan beliau dalam
kampanye penggunaan alat kontrasepsi yang pada akhirnya mendapat penghargaan oleh PBB
sebagai tokoh masyarakat yang peduli terhadap isu kependudukan.

Selain itu Kiai Sahal juga aktif melakukan gerakan dalam berbagai bidang antara lain,
di bidang Kesehatan yakni mendirikan RSI Pati, Taman Gizi, Rumah Bersalin (RB) dan di
bidang ekonomi, beliau menyatakan bahwa berdaya dalam ekonomi adalah sebuah keharusan
karena agar mampu beribadah dengan sempurna, seseorang harus berdaya secara ekonomi.
Sebab, menutup aurat butuh biaya. Maka dari itu, beliau membentuk sebuah lembaga BPPM
yakni Biro Pengembangan Pesantren dan Masyarakat yang bermula dari keprihatinan beliau
terhadap ekonomi masyarakat sekitar pesantren. Dari sinilah awal mula terbentuknya
berbagai lembaga dalam berbagai bidang, yang memiliki tujuan untuk kemaslahatan umat.
Lembaga-lembaga yang terbentuk antara lain,

1. Kerjasama antara petani kacang dan PT kacang Garuda (sekarang menjadi PT.
Garuda Food) tahun 1998
2. Membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai Langkah
pemberdayaan masyarakat
3. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai respon semakin berkembangnya
kebutuhan masyarakat dalam pengimplementasian KSM (tahun 1996), dan pada
tahun ini beliau mengadakan Bahtsul Masail guna memutuskan persoalan terkait
perbankan. Dan mendapatkan hasil menyenangkan yakni diperbolehkan karena
dlarurat. (PT. BPR Artha Huda Abadi)
Di bidang Pendidikan, beliau berupaya untuk menyelenggarakan system Pendidikan
karakter untuk menuju terciptanya manusia yang shalih akram. Maka Kiai Sahal menginisiasi
berdirinya Skolah Tinggi Agama Islam Pati (STAIMAFA) yang sekarang telah beralih status
menjadi Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) dan juga berdirinya INISNU (yang
secara sudah menjadi UNISNU).

KH. MA. Sahal Mahfudh juga memiliki peran penting dalam berbagai organisasi
antara lain

1. Katib Syuri’ah NU Kab. Pati (1967-1975)


2. Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Jawa Tengah (ketika NU masih menjadi partai
politik) dan ketua MUI Jawa Tengah
3. Wakil Rais Am PBNU
4. Rais AM PBNU selama tiga periode berturut-turut
5. Ketua Umum Majlis Ulama’ Indonesia tiga periode kepungurusan.

Begitulah pembahasan dari penulis mengenai biografi KH. MA. Sahal Mahfudh yang
sangat menarik untuk diamati dan juga diteladani. Dengan berbagai rintangan dan warna
dalam kehidupannya, Kiai Sahal dapat menjadi seorang yang berpengaruh dalam
pengembangan Fiqih sosial yang memiliki tujuan kemaslahatan umat. Yang mana tak hanya
mengkaji pada masalah ibadah saja, akan tetapi diperlukan keseimbangan antara keduanya.

Anda mungkin juga menyukai