Anda di halaman 1dari 1

Anak pertama saya bernama M Adam Dewantara, dari pemilihan nama yang saya berikan untuk

buah hati saya tercinta yang sebentar lagi akan melanjutkan studi di Turki, sudah tercermin, betapa
saya sangat mengagumi sosok Ki Hadjar Dewantara dan berharap anak saya kelak dapat membawa
perubahan yang besar untuk bangsanya dalam bidang Pendidikan seperti Ki Hadjar Dewantara. Saya,
meskipun hanya seorang guru honorer yang sudah mengajar 16 th lamanya di sebuah SMP Negeri,
tidak pantang menyerah untuk selalu mengabdi dengan ikhlas dan give my best seperti sosok tokok
idola saya tersebut.

Keikhlasan

Teaching the head, teaching the hands and teaching the heart seperti apa yang dilakukan oleh Ki
Hadjar sangat menginspirasi saya dalam mengajar, bahwa melakukan sesuatu pekerjaan apapun
dengan hati yang tulus akan menghasilkan sesuatu yang positif pula.

Kecerdasan

Bagaimana Ki Hadjar Dewantara mampu melakukan terobosan baru dalam perjuangan melawan
penindas bangsanya lewat jalan berbeda adalah suatu kecerdasan yang luar biasa. Hal itu
menginspirasi saya dalam terobosan untuk menambah kompetensi guru honorer yang selalu berada
di kasta terendah dalam status kepegawaian pendidik di negeri ini. Pengembangan kompetensi yang
dilakukan pemerintah saat ini jarang menyentuh para Guru Tidak Tetap atau Guru honorer

Keberanian

Tahun 2016, Karena nilai UKG tinggi, kami guru honorer terpanggil oleh kemendikbud untuk
mengikuti PLPGX(Pendidikan dan Latihan Guru Profesi) karena legalitas kami tidak diakui akhirnya
kami gagal dalam seleksi administrasi, bahkan dihentikan sebelum seleksi oleh dinas terkait. Tahun
2017 kami terpanggi lagi, tapi karena hal yang sama akhirnya keinginan kami untuk mengikuti
Pendidikan untuk mendapatkan sertifikat pendidik sebagai pengakuan bahwa kami adalah guru
professional pun hanya sebatas angan. Dengan spirit Ki Hadjar Dewantara bahwa kita harus berani
memperjuangkan hak kita dengan benar, membuat saya maju dan memulai Langkah untuk bergerak.

Saya mulai mengirim surat ke berbagai pemangku kebijakan seperti bupati, ketua DPRD dengan
tembusan kepala dinas pendidikan kabupaten, ketua PGRI pusat dan daerah, serta mendikbud, lalu
saya menghadap ketua DPRD

Mulailah kami diundang audiensi dengan di konfrontir dengan dinas pendidikan yang selalu di
undang pula. Dari beberapa audiensi menghasilkan kebijakan yang sangat mempengaruhi nasib kami
sebagai guru tidak tetap, kami mendapatkan SK kepala dinas sehingga bisa mengikuti Pendidikan
Profesi Guru.

Tidak hanya itu saja, perjuangan saya yang awalnya di cibir teman, menghasilkan deal yang sangat
luar biasa yaitu kenaikan insentif yang mulanya sebesar 250rb perbulan menjadi sebesar Upah
Minimum Kabupaten yaitu Rp. 2.234.000 atau saat itu memakan APBD Kabupaten kami sebesar 54
Milyar.

Perjuangan kami diakui banyak pihak dan semakin banyak kawan yang bergabung sehingga kami
membentuk sebuah paguyuban

Anda mungkin juga menyukai