Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KEMINANGKABAUAN

RAGAM CORAK DAN UKIRAN KHAS MINANGKABAU

Disusun oleh :
1. Afriza Wahyu Anggela
2. Duta Bintang Permata Utama
3. Nadia Pratiwi
4. Nendra
5. Risa Riana
6. Syifa Rafilah Fije
7. Suci Tina Andriani

Kelas: XI.2

Guru Pembimbing:

SMA NEGERI 3 SOLOK SELATAN


TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ragam Corak Dan
Ukiran Khas Minangkabau

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Padang Aro, 20 Agustus 2023


Daftar Isi

KATA PENGANTAR……………………………………………………………...

DAFTAR ISI……………………………………………………………...............

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….

A. PENGERTIAN CORAK DAN UKIRAN………………………………


B. RAGAM CORAK DAN UKIRAN KHAS MINANGKABAU……….

BAB III PENUTUP……………………………………………………………….

KESIMPULAN…………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN
Minangkabau memiliki beragam ornamen tradisional, salah satunya bentuk ukiran kayu.
Keindahan dan kemegahan seni ukir tradisional Minangkabau sebagaimana terpatri pada Rumah
Gadang Rangklang, Masjid-Surau, dan Balai Adat

Kehadiran seni ukir ini, terutama pada Rumah Gadang difungsikan sebagai rumah adat bagi
masyarakat Minangkabau, yang hidup bersuku-suku, secara tidak lansung menjadi penanda
kemampuan ekonomi dan status sosial kaum, sekaligus simbol keberadaan dan kedudukan
Panghulu kaum tersebut di tengah masyarakat. Ornamen yang terdapat pada Rumah Gadang dan
bangunan tradisional lainnya di Minangkabau berfungsi sebagai bahasa visual, berupa ukiran
berbagai bentuk motif abstraksi. dari alam benda, flora, dan fauna. Motif-motif tersebut terkait
dengan filosofi adat Minangkabau Adat basandi syarak. Syarak basandi kitabullah. Keberadaan
ukiran ini diiringi oleh pepatah-petitih, yang dapat menjadi sarana pewarisan nilai-nilai dan
norma adat kepada generasi berikutnya.

Penempatan motif tersebut pada Rumah Gadang dan objek lainnya, dengan perhitungan yang
tepat, sehingga fungsi dan makna masing-masing motif sangat sesuai dengan media
penerapannya.

Nama-nama dan makna motif Minangkabau menggambarkan kehidupan sosial masyarakat yang
digunakan sebagai acuan dalam hidup sehari-hari. Kehidupan sosial masyarakat dapat terlihat
dari nama dan makna motif yang bersumber dari flora dan fauna, Tata nilai dan adat-istiadat
tergambar dari nama dan makna motif yang bersumber dari petatah-petitih.

Perkembangan zaman dan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, secara
perlahan berdampak pada seni ukir tradisional Minangkabau. Kondisi sekarang, ukiran
tradisional Minangkabau mulai kehilangan peran dan fungsinya. Dalam tatanan kehidupan
berbudaya ada kecenderungan masyarakat Minang mulai tercerabut dari tradisinya. Budaya
merantau dan kehidupan yang tidak sepenuhnya dalam alam agraris, mempercepat proses
pemisahan tersebut. Masyarakat Minangkabau terutama generasi muda sedikit sekali yang peduli
dan mengetahui nilai-nilai yang terdapat pada ornamen tersebut. Salah satu faktor penyebabnya
adalah minimnya pengenalan kembali bentuk, nilai, dan makna yang terdapat pada ukiran
tersebut.

Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pengkajian dan penggalian kembali terhadap ornamen
tradisional Minangkabau ini, kemudian dikembangkan terus media penerapannya, sesuai
kebutuhan. masa sekarang. Agar seni ukir tradisional Minangkabau ini tetap bertahan, bernilai
dan bermakna serta terus dikembangkan oleh masyarakat pendukungnya, di tengah gempuran
budaya luar.
Mulai langkanya pembangunan Rumah Gadang baru, maka seni ukir tradisional Minangkabau
mengalami diversifikasi produk. Seni ukir dikembangkan dan diterapkan pada mebel, produk
cenderamata, aksesori dan produk lainnya, menyesuaikan dengan kebutuhan saat ini. Juru ukir
Rumah Gadang menerapkan ukirannya pada lemari, kursi, mebel, dan produk lainnya, sehingga
kehadiran ukiran tradisional Minangkabau pada produk-produk baru tersebut meningkatkan nilai,
baik estetika maupun nilai ekonominya.

Salah satu pengembangan ornamen tradisional Minangkabau yang bersentuhan langsung dengan
kebutuhan masyarakat pada masa sekarang adalah untuk ukiran dekorasi pelaminan, baik untuk
resepsi perkawinan maupun hajatan lainnya. Ukiran ornamen tradisional Minangkabau
diterapkan pada
BAB II
PEMBAHASAN

A PENGERTIAN CORAK DAN UKIR DI MINANGKABAU

Pengertian seni ukir adalah termasuk seni krita yang umumnya digunakan untuk melengkapi
serta memperindah sebuah benda. Ukiran merupakan seni yang membentuk gambar hias pada
kayu, batu, atau bahan-bahan lain. Bentuk ukiran dengan bagian-bagian cekung dan cembung
yang menyusun suatu gambar yang indah. Ornamen dari ragam hias ini merupakan hasil
rangkaian yang berelung-relung, saling menjalin, berulang, dan sambung menyambung sehingga
mewujudkan hiasan.

Corak atau gaya dalam seni rupa/lukis merupakan suatu ciri khas yang bersifat turun temurun
dan tidak akan berubah. Setiap seniman memiliki corak seni lukis masing-masing, sehingga
menjadi beragam.
Keberagaman corak seni lukis dipengaruhi oleh pengalaman dan pandangan terhadap suatu
objek. Selain itu, teknik dan bahan yang digunakan juga memengaruhi keberagaman corak.
Seni ukir Minangkabau bdak bisa dilepaskan dengan masyarakat Minangkabau itu sendin.
Karena seni ukir tradisional Minangkabau merupakan gambaran kehidupan masyarakat yang
dipahatkan pada dinding rumah gadang merupakan wahana komunikasi dengan memuat berbagai
tatanan sosial dan pedoman hidup bagi masyarakatnya Marzuka Malin Kuning (1897-1987) ahli
ukir dan Ampat Angkat Candung menjelaskan "Seni ukir yang terdapat pada rumah gadang
merupakan ilustrasi dan masyarakatnya dan ajaran adat yang disualisasikan dalam bentuk ukiran,
sama halnya dengan relief yang terdapat pada candi Borobudur"
Tetapi kenyataan yang ada, bahwa sen ukir tradisional pada rumah gadang telah kehilangan jati
diri dan peranannya di masa sekarang Masyarakat Minangkabau tidak banyak lagi yang
mengetahui tentang nilai estetikanya, apa lagi makna filosofi yang terkandung di dalamnya. Hal
ini disebabkan karena kurangnya kepahaman pada nilai-nilai estetiks dan makna-makna adat
yang terkandung dalam seni ukir tersebut Untuk tu perlu dikaji ulang dan digali kembali, agar
jangan kehilangan nilai dan makna seni ukir tradisional tu di tengah-tengah masyarakat
pendukungnya
B. RAGAM CORAK DAN UKIR DI MINANGKABAU
Motif ukiran pada rumah tidak ditempatkan pada sembarang tempat atau posisi di rumah gadang.
Mendasarkan diri pada filosofi alam takambang jadi guru, motif ukir diposisikan sehingga sesuai dengan
makna yang terkandung di dalamnya. Pada umumnya, ukiran bermotif dasar bunga dapat ditemukan
pada tempat yang mudah terlihat. Ukiran bermotif dasar bunga banyak terdapat pada daun pintu,
jendela, hingga bubungan atap. Ukiran bermotif dasar daun banyak ditemukan pada bagian tengah
rumah gadang.

Sementara itu, ukiran bermotif dasar akar-akaran ditemukan pada tiang-tiang, baik tiang besar maupun
kecil. Motif akar ini juga bisa ditemukan pada bagian pintu gerbang dan pada bagian tengah rangkiang.

Ukiran bermotif dasar binatang biasa ditemukan pada ruangan bagian dalam rumah gadang. Motif ini
lebih banyak ditempatkan pada kamar, baik bagian luar maupun dalam. Bagian dalam kamar biasanya
dihiasi ukiran bermotif dasar binatang piaraan, sedangkan binatang liar bisa ditemukan pada bagian
yang terbuka.
Makna Motif Ukir Minangkabau pemiliknya. Oleh karenanya, penempatannya pada rumah
gadang tidak disusun secara sembarangan melainkan disesuaikan dengan arti dan makna ukiran
tersebut.
Dalam pembahasan ini tidak disampaikan makna seluruh motif yang ditemukan. Makna yang
diuraikan adalah. berdasar motif dasar ukiran oleh karena variasi motif yang ditemukan memiliki
kecenderungan makna yang sama. Kesamaan makna tersebut diperoleh dari tahap
pengelompokkan dan pemilihan. Motif dengan dasar alat dan alam secara umum mengandung
makna pengajaran manusia sebagai anggota kelompok sosial. Motif dengan dasar tumbuhan dan
hewan secara umum mengandung makna pengajaran manusia sebagai baik pribadi maupun
anggota masyarakat.
Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Kaluak paku (lekuk pakis). Ukiran ini bermakna tanggung jawab laki-laki Minangkabau
kepada anak dan kemenakan baik dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat. Hal
ini juga melambangkan peran laki-laki Minangkabau sebagai ayah dalam rumah Istri dan
mamak dalam kaumnya.
2. Aka cino (akar cina). Motif ini mengandung makna kegigihan orang Minangkabau dalam
kehidupan. Masyarakat Minangkabau memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu tidak
sia- sia dan selalu berujung pada sebuah tujuan yang baik. Manusia dibelaki akal untuk
berusaha sekkuat tenaga mencapai tujuannya. Variasi motif ini antara lain aka cino
sagagang, aka cino duo gagang, dan aka bapilin.
3. Lumuik anyulk (lumut hanyut). Berkaca pada lumut hanyut, motif ini memiliki beberapa
penafsiran makna. Motif ini bermakna orang yang tidak memiliki manfaat bagi orang
lain. Digambarkan sebagai lumut yang hanyut, orang harus memiliki pendirian yang
tegas tidak terhanyut pada kesempatan yang hanya menguntungkan diri. Motif ini juga
dimaknai sebagai peringatan agar tidak melanggar norma yang berlaku. Namun
sebaliknya, motif ini juga dimaknai sebagai usaha untuk selalu beradaptasi dengan
lingkungan.
4. Pucuak rabuang (pucuk rebung). Makna motif ini adalah anjuran dan nasihat agar
menjadi manusia yang selalu berguna bagi manusia dan alam sekitarnya. Analoginya,
bambu dapat dimanfaatkan sejak masih muda (rebung) menjadi bahan makanan hingga
benar-benar menjadi bambu untuk peralatan dan perlengkapan kehidupan manusia. Fisik
bambu juga menjadi sumber makna motif ini. Batang bambu akan menjulang ke atas dan
saat besarnya batang bambu merunduk Hal ini dimaknai selagi muda manusia harus berusaha
maksimal menggapai cita-cita dan tidak sombong saat telah berhasil
5. Siriah (sirib). Bagi masyarakat Minangkabau, daun sirih memiliki peranan penting dalam
beberapa aspek kehidupannya. Salah satunya adalah digunakan sebagai salah satu syarat
perlengkapan dalam upacara adat (perhelatan). Di samping mengadopsi manfaat daun sirih, motif
ini juga melambangkan kegembiraan dan persatuan masyarakat Minangkabau dalam sistem sosial
dan kekerabatannya.
6. Si kambang manih (berkembang manis). Motif ini melambangkan kegembiraan masyarakat
Minangkabau menyambut tamu. Oleh karenanya, motif ini biasa ditemukan di bagian yang
mudah terlihat dari rumah gadang.
7. Bada mudiak (ikan bada pulang). Motif ini mengambil dasar ikan bada (jenis ikan sebesar ikan
teri) yang bergerak selalu bergerombol dan berkelompok. Motif ini bermakna persatuan,
persaudaraan, keteraturan, dan kekompakan orang Minangkabau dalam mencapai tujuan. Makna
motif ini bisa disejajarkan dengan motif itiak pulang patang (itik pulang sore)
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kekayaan hasil tradisi mengingatkan dan menunjukkan kebesaran sebuah peradaban dan
kebudayaan. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak semestinya dilupakan hanya karena
alasan kuno dan ketinggalan zaman. Oleh karenanya, kreativitas dan pengembangan terhadap
hasil karya tradisi sangat perlu dilakukan. Selain sebagai wujud penghormatan kepada sejarah
juga sebagai bentuk pewarisan selanjutnya. untuk generasi
Pengembangan ragam hias motif uldran Minangkabau menjadi motit hias kain adalah salah satu
bentuk alternatif revitalisasi karya tradisi. Tentu saja masih banyak kemungkinan dan alternatif
lain yang bisa dilakukan. Dengan catatan, kreativitas dalam proses pengembangan tersebut tidak
meninggalkan atau bahkan menghilangkan nilai-nilai tradisi yang dikandung
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Trisna Kumala Satya. (2014) “Ragam Hias Naskah Kuno sebagai Alternatif Pengembangan Motif
Batik Madura”. Naskah dan Relevansinya dalam Kehidupan masa Kini. Padang: PSIKM.

Isnan, Hanifah, and Yuli Rohmiyati. (2016). "Pelestarian Pengetahuan Seni Ukir Masyarakat
Minangkabau." Jurnal Ilmu Perpustakaan (Jurusan Ilmu Perpustakaan FIB Undip) 5 (1): 241- 250.

Anda mungkin juga menyukai