Anda di halaman 1dari 3

“BATU BELAH BATU BETANGKUP”

1. Narator : Ibu guru


2. Utuh :
3. Ucin :
4. Diang / Anak Tetangga :
5. Mak Tua :
6. Tetangga/ Uni Rosna :

Alkisah pada zaman dahulu di suatu dusun di Tanah Gayo hiduplah seorang janda tua yang
sangat miskin bersama kedua orang anaknya, Utuh dan Ucin. Anak-anaknya yang nakal
selalu membuat Mak Tua bersedih, terlebih karena hidup mereka serba kekurangan.

Anak Tetangga: Utuh..Ucin..aku punya mainan baru lagi...liat bagus kan..

Utuh dan Ucin: wah...bagus sekali mainanmu...yuk kita main.

Diang.....ayo pulang dulu, sudah sore.

Anak Tetangga : Aduh emak aku udah manggil2..aku pulang dulu ya

Utuh dan Ucin: Tapi Diang kita kan baru mulai. Huh..Diang nyebelin banget.

Kemudian masuklah mak Tua membawa belanjaan dari pasar kampung sebelah. Ia terlihat
sangat kelelahan. Namun anak-anaknya tak memperdulikan hal itu, mereka malah merengek
minta dibelikan baju oleh maknya.

Utuh : Mak, aku ingin mainan seperti punya Diang!

Ucin : Iya aku mau baju baru seperti yang lain mak!

Mak : Nak, sebetulnya Mak juga ingin membeli semua yang kalian minta itu. Tapi apa
daya Mak tidak punya uang nak! Sabarlah ya nak.

Utuh : Ah, Mak memang pelit sekali terhadap anak sendiri?

Ucin : Ya! Mak tidak becus dalam bekerja,buktinya hidup kita melarat terus! (sambil
mendorong mak Tua)

Mak : Apa nak? Kasar nian engkau pada Mak?

Ucin : Kami tidak perduli Mak!Ayo bang kita pergi main.

Mak : Ya allah, apa salahku hingga anak-anakku jadi begini? Mereka selalu menyakiti
hatiku, padahal aku sangat menyayangi mereka.

Setelah puas menyakiti hati emaknya, kedua anak itu bermain di ladang tetangganya. Mereka
merusak tanaman yang ada di sana dan mencuri buah-buahan yang ada. Tak berapa lama
sang pemilik mengetahui hal itu, ia pun langsung melabrak Mak Tuh.
Ucin : hmmm...wangi sekali buah mangga ini ya bang?

Utuh : siiip dech...besok kita ambil lagi ya yang banyak.

Tetangga: Mak Tua...kemari kau...dimana anak-anakmu yang nakal itu? Kamu sembunyikan
ya mereka?

Mak Tua : Ada apa Uni, apa yang telah mereka lakukan?

Tetangga: Jangan pura-pura kamu. Kamu tidak bisa ya mendidik mereka. Tanamanku rusak
semua. Mereka juga telah mencuri buah-buahan milikku.

Mak Tua: Utuh..Ucin kemari nak. Apa benar yang dikatakan Uni Rosnah?

Utuh: Tidak mak,itu tidak benar.

Ucin: Iya...buat apa kami mencurinya.

Tetangga: Ha..lah..Dasar pembohong. Sudah miskin, pencuri pula!

Mak Tua: Uni...Jangan menuduh anak2ku seperti itu. Biar miskin, haram bagi kami
mengambil milik orang lain.

Tetangga: Ah sudahlah. Kalian memang sekongkol.

Mak Tua: Ya Allah..cobaan apa lagi ini. Tabahkanlah hati hamba menghadapi semua ini.

Hati Mak Tua makin pedih mendengar hinaan tetangganya, bagaimanapun anak2nya
memang sangat keterlaluan, tapi Mak Tua masih mencoba untuk menahan amarahnya.
Keesokan harinya mak Minah pulang membawa beberapa ekor ikan yang sangat besar. Ia lalu
memasak dan menghidangkan ikan-ikan tersebut untuk anak-anaknya.

Mak Tua: Sayang ayo sini...sudah lama kita tidak makan ikan lezat ini. Makanlah dahulu,
emak mau ke kampung sebelah sebentar, jangan lupa sisakan sedikit buat emak, karena emak
belum makan sama sekali.

Utuh dan Ucin: iya mak beres.

Ucin:...wah lezat sekali ya masakan emak...hemmhem...nyam-nyam..kita habiskan aja ya..

Utuh: oke deh siip, peduli amat dengan emak, yang penting kenyaaaang...hehe..

Sorenya Mak Tua pulang. Karena belum makan seharian, perutnya terasa lapar sekali
sehingga ia bergegas menuju meja makan. Tapi ia sangat terkejut melihat semua ikan-ikan
yang ada hanya tinggal tulang-belulangnya saja. Ia sangat sedih dan kecewa. Amarahnya jadi
memuncak.

Mak Tua: Mana ikan-ikan yang kumasak tadi? Masa hanya tulang-belulangnya yang tersisa.
Mereka sungguh keterlaluan. Sudah habis rasanya kesabaranku.
Tanpa berkata-kata apapun, mak tua pergi meninggalkan rumah. Dengan perasaan sedih, ia
berjalan menuju ke sebuah bukit. Sesampai di puncak bukit itu, ia lalu mendekati sebuah batu
besar, orang-orang menyebutnya batu batangkup. Di hadapan batu itu, mak tua duduk
bersimpuh sambil meneteskan air mata.

Mak Tua: Wahai, batu batangkup. Telanlah aku! Tidak ada lagi gunanya aku hidup di dunia
ini. Kedua anakku tidak mau mendengar nasehatku lagi.

Sementara itu, kedua anaknya dengan gelisah mencari mak tua. Mereka sangat menyesal
begitu tahu bahwa ibunya sudah ditelan batu batangkup.

Ucin: Emak....maafkan kami...kami memang salah.

Utuh : Iya...kami sangat menyesal maaaak.

Demikian naskah drama “Batu Belah Batu Betangkup” yang saya buat untuk para siswa
dalam rangka mengikuti lomba drama. Semoga bermanfaat ya..Jangan lupa ikuti terus
perkembangan karya sastra pada blog kami ya dan jadi pengikut setia kami.
Wassalamu Alaikum wr.wb

Anda mungkin juga menyukai