Anda di halaman 1dari 9

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan Hasil Penelitian


6.1.1 Anemia Pada Ibu Hamil Trimester III
Berdasarkan hasil analisis univariat dari 85 responden yang diteliti, didapatkan
bahwa anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya
Tahun 2015 sebesar 47 responden (55,3%), dan yang tidak mengalami anemia
sebanyak 38 responden (44,7%).
Anemia adalah keadaan dimana kadar hemoglobin, hematocrit, dan sel darah
merah lebih rendah dari normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau
beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi timbulnya
defisiensi (Manuaba, 2012). Menurut WHO, seorang ibu hamil di katakan anemia
bila kadar Hb nya < 11 gr%. Anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu dengan
kadar Hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5 gr%
pada trimester 2 (Sarwono, 2010).

a. Hubungan antara Usia dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Trimester
III di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya Tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian dari 85 responden diperoleh bahwa anemia
pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya tahun 2015
berdasarkan usia menunjukan presentase tertinggi pada usia yang tidak berisiko
(20 tahun - 35 tahun) sebanyak 60 responden (70,6%), sedangkan usia ibu yang
berisiko (< 20 tahun dan >35 tahun) sebanyak 25 responden (29,4%).
Dari hasil analisis bivariat hubungan antara usia dengan kejadian anemia pada
ibu hamil trimester III diperoleh bahwa usia yang berisiko (<20 tahun dan >35
tahun) sebanyak 15 responden (17,6%) yang mengalami anemia, dan sebanyak
10 responden (11,8%) yang tidak anemia. Sedangkan usia tidak berisiko (20
tahun – 35 tahun) sebanyak 32 responden (37,6%) mengalami anemia, dan
responden yang tidak mengalami anemia sebanyak 28 responden (32,9%). Hasil
uji statistik diperoleh nilai P-Value (0,746) hasil ini lebih besar dibandingkan

52
53

dengan nilai  (0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara usia dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
Menurut teori Widyastuti (2011), yang menyatakan bahwa usia reproduksi
yang sehat dan aman adalah usia 20-35 tahun. Pada kehamilan di usia < 20
tahun secara fisik dan psikis masih kurang, misalnya dalam perhatian untuk
pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia
> 35 tahun berkaitan dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta
berbagai penyakit yang sering menimpa di usia ini.
Penelitian Umi Fikriana (2013) tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Puskesmas Kasihan II Bantul
diperoleh hasil ibu hamil yang mengalami anemia pada kelompok usia ibu
hamil yang berisiko sebanyak (20%), sedangkan kelompok usia ibu hamil yang
tidak berisiko sebanyak (80%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,900
(p > 0,05), yang artinya tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian anemia
pada ibu hamil trimester III.
Berdasarkan beberapa teori dapat disimpulkan bahwa kejadian anemia
pada ibu hamil dipengaruhi oleh usia ibu yaitu <20 tahun dan >35 tahun.
Pernyataan ini tidak sesuai dengan beberapa penelitian di atas dan asumsi
penulis bahwa pada kehamilan di usia < 20 tahun secara fisik dan psikis masih
kurang, misalnya dalam perhatian untuk pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi
selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun berkaitan dengan
kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang
sering menimpa di usia ini.

b. Hubungan antara Paritas dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil


Trimester III di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya Tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian dari 85 responden yang diteliti diperoleh
bahwa anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya
tahun 2015 berdasarkan paritas ibu menunjukan presentase tertinggi pada
paritas multi dan grandemultipara yaitu sebesar 66 responden (77,6%),
sedangkan pada paritas primipara sebesar 19 responden (22,4%).
54

Dari hasil analisis bivariat hubungan antara paritas dengan kejadian anemia
pada ibu hamil trimester III diperoleh bahwa pada paritas multi dan
grandemultipara sebanyak 31 responden (36,5%) yang mengalami anemia, dan
yang tidak mengalami anemia sebanyak 35 responden (41,2%). Sedangkan pada
paritas primipara yang mengalami anemia sebanyak 16 responden (18,8%), dan
yang tidak mengalami anemia sebanyak 3 responden (3,5%). Hasil uji statistik
diperoleh nilai P-Value (0,009) hasil ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai 
(0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara paritas dengan
kejadian anemia pada ibu hamil trimester III. Hasil keeratan menunjukan nilai
OR = 0,166 ( 95% CI : 0,044 – 0,624 ) yang artinya pada paritas multi dan
grandemultipara memiliki risiko lebih besar 0,1 kali mengalami anemia
dibandingkan pada primipara.
Menurut teori Manuaba (2012), banyaknya kehamilan akan
mempengaruhi persediaan Fe dalam tubuh akhirnya menimbulkan anemia pada
kehamilan berikutnya. Semakin sering wanita mengalami kehamilan dan
melahirkan akan semakin banyak kehilangan zat besi dan semakin anemis, jika
persediaan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe
dalam tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Salmariantity (2012) tentang Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Anemia pada Ibu Hamil di Puskesmas Gajahmada
Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir diperoleh hasil ibu hamil yang
mengalami anemia tertinggi pada kelompok paritas multipara sebanyak (75%)
dibanding dengan kelompok paritas primipara sebanyak (45,8%). Hasil uji
statistic diperoleh nilai p = 0,029 (p<0,05), yang artinya ada hubungan antara
paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Hasil keeratan dengan nilai
OR= 1,64 yang artinya ibu hamil pada kelompok multipara berisiko mempunyai
peluang 1,64 kali terjadi anemia dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki
riwayat primipara.
Dari beberapa pendapat dan teori diatas, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa adanya hubungan bermakna antara paritas dengan kejadian
anemia pada ibu hamil . Dengan demikian apabila ibu hamil yang tergolong
55

multi dan grandemultipara maka akan rentan terhadap terjadinya anemia


sehingga perlu persiapan pencegahan lebih dini.

c. Hubungan antara Pendidikan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil


Trimester III di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya Tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian univariat dari 85 responden yang diteliti,
diperoleh bahwa anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Kecamatan
Sukmajaya tahun 2015 berdasarkan pendidikan ibu menunjukan presentase
tertinggi pada riwayat pendidikan rendah yaitu sebesar 77 responden (90,6%),
sedangkan pada riwayat pendidikan tinggi ada 8 responden (9,4%).
Dari hasil analisis bivariat hubungan antara pendidikan dengan kejadian anemia
pada ibu hamil trimester III diperoleh bahwa pada ibu hamil dengan riwayat
pendidikan rendah sebanyak 46 responden (54,1%) mengalami anemia,
sedangkan yang tidak mengalami anemia sebanyak 31 responden (36,5%).
Sedangkan pada riwayat pendidikan tinggi yang mengalami anemia hanya ada 1
responden (1,2%), dan yang tidak anemia sebanyak 7 responden (8,2%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai P-Value (0,020) hasil ini lebih kecil
dibandingkan dengan nilai  (0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kejadian anemia pada ibu
hamil. Hasil keeratan menunjukan nilai OR = 10,387 ( 95% CI : 1,217 –
88,658 ) yang artinya ibu yang memiliki riwayat pendidikan rendah mempunyai
risiko lebih besar 10 kali mengalami anemia dibandingkan dengan ibu yang
memiliki riwayat pendidikan tinggi.
Menurut teori Fariansjah (2010), yang menyatakan bahwa pendidikan
yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan
berfikir, dengan kata lain seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat
mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima
perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan
lebih rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Anggara (2012) tentang Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Trimester III di
Puskesmas Telaga Murni Cikarang Barat, diperoleh hasil ibu hamil yang
56

mengalami anemia tertinggi pada kelompok ibu yang berpendidikan rendah


sebanyak (58,6%) dibanding dengan kelompok ibu hamil yang berpendidikan
tinggi sebanyak (34,4%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,020 (p < 0,05),
yang artinya ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian anemia
pada ibu hamil trimester III. Hasil keeratan dengan nilai OR= 0,852 yang
artinya ibu hamil yang berpendidikan rendah berisiko mempunyai peluang 0,8
kali terjadi anemia dibandingkan dengan ibu hamil yang berpendidikan tinggi.
Dari beberapa pendapat dan teori diatas, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa adanya hubungan bermakna antara pendidikan dengan
kejadian anemia pada ibu hamil. Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki
pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dengan kata lain seseorang
yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih
rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru
dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah.

d. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil


Trimester III di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya Tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian dari 85 responden yang diteliti diperoleh
bahwa anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya
tahun 2015 berdasarkan pekerjaan ibu menunjukan presentase tertinggi pada ibu
yang tidak bekerja sebesar 66 responden (77,6%), sedangkan ibu yang bekerja
sebesar 19 responden (22,4%). Dari hasil analisis bivariat hubungan antara
pekerjaan dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III diperoleh bahwa
ibu hamil yang tidak bekerja sebanyak 41 responden (48,2%) mengalami
anemia, dan yang tidak mengalami anemia sebanyak 25 responden (29,4%).
Sedangkan ibu hamil yang bekerja sebanyak 6 responden (7,1%) mengalami
anemia, dan yang tidak mengalami anemia sebanyak 13 responden (15,3%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai P-Value (0,036) hasil ini lebih kecil
dibandingkan dengan nilai  (0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kejadian anemia pada ibu
hamil. Hasil keeratan menunjukan nilai OR = 3,553 ( 95% CI : 1,197 – 10,544 )
57

yang artinya ibu yang tidak bekerja mempunyai risiko lebih besar 3 kali
mengalami anemia dibandingkan dengan ibu yang bekerja.
Menurut teori Manuaba (2012), yang menyatakan bahwa pada ibu yang
bekerja cenderung lebih mempunyai kesempatan untuk mendapatkan informasi,
khususnya informasi kesehatan dibandingkan dengan ibu yang hanya tinggal di
rumah, mereka mengetahui hal-hal yang menguntungkan maupun merugikan
bagi kesehatan pribadi maupun keluarganya. Status pekerjaan akan berpengaruh
terhadap social ekonomi, dan nilai pendapatan di masyarakat untuk menilai
standar bagaimanakah status kehidupan di masyarakat tersebut.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulasmi (2011), mengenai hubungan
status pekerjaan ibu dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di
Puskesmas Kecamatan Sawahan Kota Surabaya diperoleh hasil ibu hamil yang
mengalami anemia tertinggi pada kelompok ibu hamil yang tidak bekerja
sebanyak (63,6%) dibanding dengan kelompok ibu hamil yang bekerja
sebanyak (36,4%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,029 (p < 0,05), yang
artinya ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian anemia pada ibu hamil
trimester III. Hasil keeratan dengan nilai OR= 1,512 yang artinya ibu hamil
yang berpendidikan rendah berisiko mempunyai peluang 1,5 kali terjadi anemia
dibandingkan dengan ibu hamil yang berpendidikan tinggi.
Dari beberapa pendapat dan teori diatas, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa adanya hubungan bermakna antara pekerjaan dengan
kejadian anemia pada ibu hamil. Ibu yang bekerja cenderung lebih mempunyai
kesempatan untuk mendapatkan informasi, khususnya informasi kesehatan
dibandingkan dengan ibu yang hanya tinggal di rumah, mereka mengetahui hal-
hal yang menguntungkan maupun merugikan bagi kesehatan pribadi maupun
keluarganya.

e. Hubungan antara Kunjungan ANC (K4) dengan Kejadian Anemia pada


Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya Tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian dari 85 responden yang diteliti diperoleh
bahwa anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya
tahun 2015 berdasarkan kunjungan ANC (K4) menunjukan presentase tertinggi
58

pada ibu yang melakukan kunjungan secara lengkap yaitu sebesar 46 responden
(54,1%), sedangkan ibu yang melakukan kunjungan tidak lengkap sebesar 39
responden (45,9%). Dari hasil analisis bivariat hubungan antara kunjungan
ANC(K4) dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III diperoleh bahwa
ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC (K4) tidak lengkap sebanyak 23
responden (27,1%) mengalami anemia, dan sebanyak 16 responden (18,8%)
tidak mengalami anemia. Sedangkan ibu hamil yang melakukan kunjungan
ANC (K4) dengan lengkap sebanyak 24 responden (28,2%) mengalami anemia,
dan 22 responden (25,9%) tidak mengalami anemia.
Hasil uji statistik diperoleh nilai P-Value (0,682) hasil ini lebih besar
dibandingkan dengan nilai  (0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara kunjungan ANC (K4) dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
Menurut teori menurut Manuaba (2012), pemeriksaan kesehatan pada ibu
hamil sangat diperlukan untuk mendeteksi adanya kelainan pada ibu hamil.
Salah satu tujuan pemeriksaan pada ANC adalah untuk mengenal dan
menangani penyakit yang menyertai kehamilan. Pengaruh pemeriksaan
kehamilan dalam menurunkan prevalensi anemia, bukan hanya seringnya
melakukan pemeriksaan kehamilan saja, akan tetapi kemampuan ibu dalam
memperbaiki keadaan kesehatan sendiri ikut menentukan turunnya prevalensi
anemia pada ibu hamil. Sekitar 83,6% responden mengalami anemia dengan
antenatal care sebagian besar kurang dari 4 kali.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh oleh Salmariantity (2012) tentang
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Ibu Hamil di Puskesmas
Gajahmada Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir diperoleh hasil bahwa yang
melakukan kunjungan ANC (K4) tidak lengkap sebanyak (63,4%), sedangkan
yang melakukan kunjungan ANC (K4) secara lengkap sebanyak (67,7%), Hasil
uji statistik diperoleh nilai p = 0,89 (p > 0,05), yang artinya tidak ada hubungan
antara kunjungan ANC (K4) dengan anemia pada ibu hamil.
Berdasarkan beberapa teori dapat disimpulkan bahwa kejadian anemia
pada ibu hamil dipengaruhi oleh kunjungan ANC (K4) yang tidak lengkap.
Pernyataan ini tidak sesuai dengan beberapa penelitian diatas dan hasil
59

penelitian yang dilakukan oleh penulis sendiri bahwa ibu hamil yang melakukan
kunjungan ANC (K4) secara lengkap pun ternyata juga dapat menyebabkan
terjadinya anemia pada ibu hamil. Salah satu faktor yang memicu terjadinya
anemia yaitu kurangnya kesadaran ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilannya ke tempat pelayanan kesehatan sehingga kejadian anemia pada
kehamilan tidak dapat dideteksi secara dini.
60

Anda mungkin juga menyukai