PENDAHULUAN
Tradisi adalah representasi dari budaya suatu masyarakat yang diajarkan dan diwariskan kepada
generasi berikutnya. Kearifan lokal memiliki hubungan erat dengan budaya tradisional di suatu
tempat. Makanan tradisional menjadi fenomena kebudayaan yang semakin menarik perhatian
dan minat untuk diketahui lebih lanjut. Kebudayaan dapat mengidentifikasi makanan sebagai
makanan khas suatu daerah. Oleh karena itu, makanan tidak hanya berfungsi untuk
mempertahankan kehidupan, tetapi juga untuk mempertahankan kebudayaan (Dewi, 2011).
Setiap masyarakat atau suku bangsa memiliki makanan tradisional yang diwariskan secara turun-
temurun dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
tubuh. Selain itu, makanan tradisional mencerminkan ciri kedaerahan, kekhasan, dan berbagai
variasi yang mencerminkan potensi alam di setiap daerah. Makanan tidak hanya berfungsi
sebagai sarana pemenuhan nutrisi, tetapi juga berperan dalam menjaga hubungan antara manusia,
menjadi simbol identitas masyarakat tertentu, serta dapat dijual dan mendukung pariwisata yang
dapat meningkatkan pendapatan daerah (Endang, dkk, 2013).
Di Indonesia, berbagai daerah memiliki beragam masakan, jajanan, dan minuman tradisional
yang telah berkembang secara khas di setiap daerah (Rosyidi, 2011). Salah satu contohnya
adalah Banyuwangi, yang memiliki Bagiak sebagai salah satu produk makanan lokal khas.
Bagiak adalah jenis kue kering yang terbuat dari campuran tepung sagu, kelapa garut, dan bahan
lainnya. Kue ini memiliki rasa manis, gurih, dan renyah dengan aroma kayu manis. Keunikan
Bagiak juga terlihat dari teksturnya, di mana jika tekstur kue tersebut baik, maka akan terlihat
retak atau pecah (Sari et al., 2012). Bagiak menjadi salah satu kuliner khas yang memperkaya
budaya kuliner Banyuwangi dan sekitarnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 26 april 2023. Lokasi penelitian kecamatan Banyuwangi,
kecamatan Kalipuro, Kecamatan Sempu daerah tersebut dipilih karena merupakan tempat pelaku
usaha, merupakan pusat oleh oleh makanan khas banyuwangi
Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan data guna memecahkan suatu masalah
atau menguji hipotesis dengan tujuan mengembangkan prinsip-prinsip umum (Kamus Besar
Bahasa Indonesia). Narbuko dan Achmadi (2007:1) menjelaskan bahwa penelitian melibatkan
kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis hingga menyusun laporan. Metode
dalam penelitian diperlukan untuk memahami dan menganalisis suatu permasalahan dengan hasil
yang objektif dan ilmiah. Dalam konteks ini, penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode penelitian kualitatif melibatkan pengamatan,
wawancara, atau penelaahan dokumen (Moleong, 2016:4). Penelitian kualitatif bertujuan untuk
memahami fenomena secara holistik, seperti perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan, dengan
menggambarkannya dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada konteks alamiah tertentu,
menggunakan berbagai metode alamiah (Moleong, 2016:6).
Dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka.
Laporan penelitian akan mencakup kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran yang
jelas. Sumber data tersebut dapat berasal dari wawancara, catatan lapangan, foto, rekaman video,
dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moleong, 2016:11). Studi
kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan topik atau masalah
penelitian dari buku ilmiah, laporan penelitian, karangan ilmiah, tesis dan disertasi, ensiklopedia,
dan sumber tertulis lainnya (M. Nazir, 2003:27).
Lokasi penelitian merujuk pada tempat di mana penelitian dilakukan. Lokasi penelitian
ditentukan berdasarkan keberadaan pelaku, tempat, dan kegiatan yang dapat diamati (Nasution,
2003:43). Pada penelitian ini, lokasi penelitian berada di kecamatan Banyuwangi, Kecamatan
Kalipuro, dan Kecamatan Sempu, di mana pelaku usaha pembuatan makanan khas Banyuwangi
"Bagiak" beroperasi. Sebelum memulai penelitian, langkah awal yang dilakukan adalah
observasi pendahuluan. Observasi ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang akan
digunakan dalam menulis latar belakang penelitian, merumuskan masalah, dan menentukan
tujuan penelitian. Selain itu, observasi pendahuluan juga memberikan gambaran dasar tentang
lokasi penelitian. Metode observasi pendahuluan melibatkan kunjungan ke lokasi penelitian dan
melakukan wawancara dengan pemilik dan pengelola perusahaan untuk mendapatkan informasi
awal tentang kegiatan perusahaan yang berkaitan dengan masalah penelitian, seperti jenis-jenis
bahan yang digunakan dalam pembuatan Bagiak, makanan khas Banyuwangi. Menurut Moleong
(2016:132), informan adalah individu yang memiliki pengetahuan mendalam tentang latar
belakang penelitian. Informan digunakan oleh peneliti untuk memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Informan harus memiliki pengalaman yang relevan
dengan latar belakang penelitian. Menurut Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2016:132),
informan membantu peneliti dalam memahami konteks penelitian secara lebih cepat dan teliti.
Selain itu, informan juga memungkinkan peneliti untuk memperoleh banyak informasi dalam
waktu singkat karena informan dapat berbicara, berdiskusi, atau membandingkan kejadian
dengan subjek lainnya (Bogdan dan Biklen, dalam Moleong, 2016:132). Peneliti menentukan
informan awal menggunakan metode purposive berdasarkan kriteria tertentu. Informan awal
dipilih karena mereka memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang objek penelitian,
sehingga peneliti menganggap mereka kredibel dan mampu menjawab pertanyaan penelitian.
Selanjutnya, informan tambahan ditentukan menggunakan metode snowball, di mana informan
direkomendasikan berdasarkan hasil dari informan sebelumnya
Hasil dan Pembahasan
Rasa Penjelasan
hitam
Menurut Wood & Lass (1975), ada tiga jenis kakao utama: criollo, forastero, dan
beberapa karakteristik criollo telah ditonjolkan. Ciri-ciri lain termasuk pertumbuhan yang
kurang kuat, hasil yang lebih sedikit daripada forastero, dan kerentanan relatif terhadap
hama dan penyakit. Kulit buah criollo kasar, bergelombang, dan memiliki lekukan yang
jelas. Kulit ini halus namun tebal, membuatnya mudah pecah. Dibandingkan dengan
forastero, kandungan lemak bijinya lebih rendah, tetapi lebih besar, lebih bulat, dan
memiliki rasa yang lebih khas. Dibandingkan dengan jenis forastero, masa fermentasi
benih lebih singkat. Kakao Criollo diklasifikasikan dalam kategori kakao rasa halus
sistem perdagangan, sedangkan kakao forastero diklasifikasikan dalam kategori kakao
curah.
c. Kacang tanah/Arachis hypogaea (bahan varian rasa Kacang)
Berasal dari lembah sungai Paraguay dan Panama di Amerika Selatan. Menurut
Suprapto (1998), di dalam dunia tumbuh-tumbuhan, kacang tanah diklasifikasikan
sebagai berikut :
1 Kingdom : Plantae
2 Divisi : Spermatophyte
3 Sub divisi : Anglospermae
4 Kelas : Dicotyleoneae
5 Ordo : Leguminales
6 Family : Papilonaceae
7 Genus : Arachis
8 Spesies dan jenis : Arachis hypogaea Linn.
Menurut Wood & Lass (1975), kakao dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu
criollo, forastero, dan beberapa sifat criollo telah disebutkan sebelumnya. Criollo
memiliki pertumbuhan yang kurang kuat, hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan
forastero, rentan terhadap hama dan penyakit, serta kulit buah criollo kasar, berbenjol-
benjol, dan memiliki alur-alur yang jelas. Kulitnya tebal tetapi lembut sehingga mudah
pecah. Kandungan lemak dalam biji criollo lebih rendah daripada forastero, namun
ukurannya besar, bulat, dan memberikan rasa yang khas. Proses fermentasi biji criollo
juga lebih singkat dibandingkan dengan tipe forastero. Dalam perdagangan kakao,
criollo termasuk dalam kelompok kakao mulia (fine flavoured), sedangkan forastero
termasuk dalam kelompok kakao biasa (bulk). Sedangkan kelompok kakao trinitario
merupakan hibrida antara criollo dan forastero. Morfologi dan fisiologi trinitario sangat
beragam, begitu pula dengan daya dan kualitas hasilnya. Dalam perdagangan,
kelompok trinitario dapat masuk ke dalam kategori kakao mulia atau biasa, tergantung
pada kualitas bijinya.
Biji kacang tanah memiliki bentuk yang agak bulat hingga lonjong dan dilapisi oleh
kulit biji yang tipis, yang bisa berwarna putih, merah, atau ungu. Di dalam biji terdapat
inti biji yang terdiri dari lembaga (embrio) dan putih telur (albumen). Biji kacang tanah
yang memiliki dua keping (dikotil) juga berfungsi sebagai alat reproduksi tanaman dan
sebagai bahan makanan. Biji kacang tanah hanya mengandung sedikit vitamin A dan
vitamin B, sedangkan vitamin lainnya tidak terdapat dalam biji kacang. Umumnya, biji
kacang tanah memiliki kandungan vitamin yang rendah, namun mengandung sekitar
27% protein dan 45% lemak (Rahmat, 1998).
d. Jahe/Zingiber officinale (bahan varian rasa Jahe merah)
Klasifikasi tanaman jahe (Zingiber officinale) menurut Harmono dan Handoko (2005)
adalah sebagai berikut :
1. Kingdom : Plantae
2. Divisi : Spermatophyta
3. Supdivisi : Angiospermae
4. Kelas : Monococtyledoneae
5. Ordo : Zingiberales
6. Famili : Zingiberaceae
7. Genus : Zingiber
8. Spesies : Zingiber officinale
Jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) memiliki asal-usul dari wilayah Asia
Pasifik, mulai dari India hingga China. Kedua negara ini dianggap sebagai yang
pertama kali memanfaatkan jahe, terutama sebagai bahan minuman, bumbu masakan,
dan obat tradisional (Setiawan, 2015). Jahe merah, juga dikenal sebagai jahe sunti
(Zingiber officinale var rubrum), memiliki rimpang dengan bobot sekitar 0,5 - 0,7 kg
per rumpun. Struktur rimpang jahe merah terdiri dari lapisan-lapisan kecil dan daging
rimpangnya berwarna kuning kemerahan, dengan ukuran lebih kecil daripada jahe
kecil. Rimpang ini memiliki serat kasar dan memberikan rasa pedas serta aroma yang
sangat tajam. Diameter rimpangnya berkisar antara 4,2 - 4,3 cm dan tingginya sekitar
5,2 - 10,40 cm, dengan panjang rimpang mencapai 12,39 cm. Seperti halnya jahe kecil,
jahe merah juga dipanen setelah mencapai kematangan, dan memiliki kandungan
minyak atsiri yang lebih tinggi daripada jahe kecil, menjadikannya cocok untuk
penggunaan dalam ramuan obat tradisional (Setiawan, 2015). Tanaman jahe merah
(Zingiber officinale var rubrum) saat ini menyebar hingga ke wilayah tropis dan
subtropis, termasuk Indonesia. Jahe merah juga dikenal dengan sebutan jahe sunti.
Selain itu, terdapat berbagai nama lain untuk jahe dalam bahasa daerah di Indonesia,
seperti halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau),
jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo),
geraka (Ternate), dan lain sebagainya (Setiawan, 2015).
e. Suhu dan Kalor (K.D 3.4 4.4 kelas VII)
Pada proses memasak dengan menggunakan oven, terjadi perpindahan panas atau kalor
melalui konduksi. Kalor merupakan energi panas yang dimiliki oleh suatu zat.
Umumnya, suhu sebuah benda digunakan sebagai indikator untuk mengukur jumlah
kalor yang terkandung dalam benda tersebut. Jika suhu tinggi, maka jumlah kalor
dalam benda tersebut juga besar, begitu pula sebaliknya jika suhu rendah maka jumlah
kalor yang terkandung dalam benda sedikit (Rohmah, 2015). Perpindahan kalor (heat
transfer) adalah bidang ilmu yang membahas tentang perpindahan energi akibat
perbedaan suhu antara benda atau material. Dalam termodinamika, energi yang
berpindah ini disebut dengan kalor (heat). Ilmu perpindahan kalor tidak hanya
menjelaskan bagaimana energi kalor berpindah dari satu benda ke benda lain, tetapi
juga dapat menghitung laju perpindahan yang terjadi dalam kondisi tertentu (M.
Firdaus, 2016). Panas atau kalor adalah bentuk energi yang berpindah karena adanya
perbedaan suhu. Panas atau kalor akan mengalir dari suhu tinggi ke suhu yang lebih
rendah. Proses perpindahan panas akan berhenti ketika kedua tempat tersebut mencapai
suhu yang sama (M. Firdaus, 2016). Perpindahan panas secara konduksi terjadi ketika
panas mengalir dari tempat dengan suhu tinggi ke tempat dengan suhu yang lebih
rendah, namun media perpindahan panas tetap sama. Proses perpindahan panas secara
konduksi tidak hanya terjadi pada benda padat, tetapi juga pada cairan dan gas.
Meskipun demikian, konduktivitas termasuk yang tertinggi terdapat pada benda padat.
Jika perpindahan panas konduksi terjadi pada gas, maka molekul-molekul gas dengan
suhu tinggi akan bergerak dengan kecepatan lebih tinggi daripada molekul gas dengan
suhu lebih rendah (Luqman Buchori, 2004).
Kesimpulan
Kue tradisional adalah kue yang berasal dari suatu daerah atau budaya tertentu
dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kue tradisional juga seringkali menjadi bagian
penting dari identitas suatu masyarakat atau budaya dan dapat memperlihatkan adat
istiadat, nilai-nilai, serta kebiasaan masyarakat tersebut. Kue tradisional biasanya terbuat
dari bahan-bahan yang tersedia di daerah setempat dan diolah dengan resep dan teknik
tradisional yang telah diwariskan dari nenek moyang. Beberapa kue tradisional dapat
digunakan sebagai hidangan dalam acara adat atau upacara tertentu seperti saat perayaan
hari besar keagamaan atau pernikahan. Kue tradisional seringkali memiliki cita rasa yang
unik dan berbeda dengan kue-kue modern, sehingga dapat menjadi daya tarik wisata
kuliner bagi para wisatawan yang tertarik dengan kekayaan budaya dan kuliner suatu
daerah.
Salah satu produk makanan lokal khas Banyuwangi berbahan baku sagu yaitu
Bagiak. Kue Bagiak merupakan salah satu kue kering yang bersifat khas daerah di
Indonesia dan disukai berbagai kalangan, sehingga berpotensi mendukung sektor
pariwasata dalam bidang kuliner. Bagiak terbuat dari campuran tepung ketan, tepung
tapioka, margarin, koya, santan, gula, telur, dan bahan pengembang. Bagiak memiliki
beberapa jenis varian rasa diantaranya ada keningar, coklat, wijen, susu, susujahe,
kacang, dan jahe.
Daftar Pustaka
Deva Juniarti, 2021. Kearifan Lokal Makanan Tradisional: Tinjauan Etnis Dan Fungsinya
Dalam Masyarkat Suku Pasmah. Jurnal. Padang. Jurnal Bakaba, Volume 9,
Nomor 2, Desember, 2021: 44-53.
Dewi, Trisna K.S., (2011) “kearifan lokal ‘makanan tradisional’. Rekronstruksi naskah
ajwa dan fungsinya dalam masyarakat”, dalam jurnal manassa, vol. 1, No. 1.
Idayanti., S. Darmawati, U. Nurullita. 2009. Perbedaan Variasi Lama Simpan Telur
Ayam pada Penyimpanan Suhu Almari Es dengan Suhu Kamar terhadap Total
Mikroba. Jurnal Kesehatan 1(2): 19-26.
Marliyanti SA, Hastuti D, Sinaga T. 2013. Eco-Culinary Tourism in Indonesia. Di dalam:
Teguh F. Avenzora R, editor. Ecotourism and Sustainable Development in
Indonesia: The Potentials, Lessons and Best Practices. Jakarta (ID): Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Hlm. 251-301. Republik Indonesia.
Moleong, J. Lexy. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Narbuko, Drs. Cholid dan Drs. H. Abu Achmadi. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta:
PT Bumi Aksara
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pambudi, S. dan S. B. Widjanarko. 2015. Pengaruh Proporsi Natrium Bikarbonat dan
Ammonium Bikarbonat Sebagai Bahan Pengembang Terhadap Karakteristik Kue
Bagiak. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (4): 1596- 1607.
Suhargo, M. C. N., A. Adib, A. W. Suhartono. 2014. Perancangan Redesain Kemasan
dan Promosi Bagiak Pelangi Sari Sebagai Buah Tangan Khas Banyuwangi. Jurnal
DKV Adiwarna, Universitas Kristen Petra. 1 (4): 1-12.