Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Pandemi COVID-19 merupakan peristiwa menyebarnya penyakit
Koronavirus 2019, dan virus ini telah menyebar ke berbagai benua dan
negara, umumnya menyerang banyak orang. Dampaknya tidak hanya pada
kesehatan, tetapi juga berdampak pada semua aspek kehidupan, termasuk
pada aspek ekonomi. Kebijakan lockdown yang diterapkan oleh pemerintah
menjadi titik balik yang signifikan bagi perekonomian, dalam pencegahan
penyebaran virus COVID-19 yang melibatkan berbagai kebijakan,
menyebabkan kesulitan bagi sebagian besar pelaku usaha, bahkan berujung
pada penundaan atau penghentian operasional mereka.
Di masa pandemi COVID-19, persaingan di dunia bisnis semakin
menantang. Hal ini mendorong setiap perusahaan untuk membuat strategi
bagaimana cara perusahaannya dapat bertahan meskipun sedang dilanda
pandemi COVID-19. Selain itu pandemi COVID-19 memberikan dampak
negatif yang cukup signifikan bagi setiap perusahaan, salah satunya
penurunan performa kinerja keuangan sehingga perusahaan mengalami
penurunan pendapatan bahkan mengalami kerugian, hampir semua sektor
bisnis mengalami hal yang serupa, hal tersebut tidak lain karena dampak
COVID-19. Dari sekian banyak sektor yang terdampak, sektor akomodasi
dan F&B merupakan yang paling terdampak, penurunan pendapatan yang
dialami perusahaan dalam sektor tersebut mencapai 92,47%. Penurunan
pendapatan terbanyak lainnya yaitu sebesar 90,90% dialami oleh sektor
transportasi, industri pengolahan, konstruksi, pergudangan serta
perdagangan (Databoks, 2020).
Setiap perusahaan memiliki tantangannya masing-masing akibat dari
pandemi COVID-19 ini, namun sektor kesehatan menghadapi tantangan
yang berbeda dengan sektor yang lain. Dalam menangani pasien yang
terdampak oleh COVID-19, situs resmi covid-19.go.id mencatat bahwa
sejak tahun 2020, kasus COVID-19 terus mengalami peningkatan. Puncak
kasus terjadi pada tanggal 15 Juli 2021, dengan jumlah kasus terkonfirmasi
positif COVID-19 sebanyak 56.757 kasus per hari di Indonesia. Situasi ini
menciptakan peluang sekaligus tantangan bagi sektor kesehatan, khususnya
sektor farmasi. Sebagai sektor yang sangat penting, masyarakat dan
pemerintah sangat mengandalkan sektor-sektor ini dalam menangani kasus
COVID-19. Dengan semakin bertambahnya kasus di Indonesia pada Juli
2021, Menteri Kesehatan Indonesia mengatakan bahwa Indonesia
kekurangan 3000 dokter untuk mengatasi masalah COVID-19 (CNN
Indonesia, 2021), dengan hal tersebut tentu sektor kesehatan perlu memiliki
banyak strategi demi mengatasi tantangan yang sedang dihadapi.
Ketika suatu perusahaan gagal mengatasi tantangan yang perlu
dihadapi, akan banyak dampak yang terjadi, salah satunya yaitu penurunan
performa kinerja keuangan sehingga perusahaan mengalami penurunan
pendapatan bahkan mengalami kerugian. Untuk mengembalikan hal tersebut
banyak yang perlu diperhatikan dan dilakukan khususnya bagi manajemen
perusahaan demi mempertahankan keberlangsungan perusahaannya. Salah
satu yang penting dilakukan oleh manajemen adalah dengan menganalisis
kinerja keuangan, karena analisis kinerja keuangan dapat menyajikan
laporan yang lebih terperinci tentang kondisi keuangan perusahaan.
Selain itu analisis kinerja keuangan juga dapat memberikan informasi
yang penting untuk mengidentifikasi masalah yang memerlukan perbaikan
atau penyesuaian. Hal ini dapat mencakup pengelolaan biaya, manajemen
arus kas, diversifikasi produk, atau penyesuaian strategi pemasaran. Dengan
memanfaatkan analisis kinerja keuangan secara efektif, perusahaan dapat
mengembangkan strategi yang lebih baik dan lebih adaptif, terlebih lagi
dengan kondisi pandemi yang sulit untuk diprediksi. Dalam konteks ini,
perusahaan perlu melakukan analisis mendalam terhadap laporan keuangan,
salah satu caranya dapat menggunakan analisis rasio keuangan. Dengan
melakukan analisis rasio keuangan seperti rasio likuiditas, rasio
profitabilitas, rasio solvabilitas, dan rasio aktivitas untuk mengevaluasi
kesehatan keuangan perusahaan. Rasio-rasio ini memberikan gambaran
tentang kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan,
menghasilkan laba, dan menggunakan sumber daya dengan efisien. Analisis
ini juga dapat mempermudah perusahaan dalam memahami posisi keuangan
secara lebih mendetail, mengidentifikasi tren dan pola yang muncul, serta
mengevaluasi kinerja dan efektivitas strategi bisnis yang telah diterapkan.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang kondisi keuangan perusahaan,
manajemen dapat membuat keputusan yang tepat untuk menghadapi
tantangan dan menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga
kelangsungan bisnis.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka analisis kinerja keuangan
menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan persaingan di masa
pandemi COVID-19. Sehingga penulis tertarik untuk menganalisis kinerja
keuangan dan menjadikan topik ini dalam Laporan Tugas Akhir dengan
judul “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan pada Perusahaan
Farmasi Milik Negara (BUMN) dan Perusahaan Farmasi Milik Swasta
(BUMS) di Masa Pandemi COVID-19 Tahun 2020-2021”

I.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan
kinerja keuangan pada perusahaan farmasi BUMN dan BUMS berdasarkan
tingkat rasio likuiditas, profitabilitas, dan solvabilitas pada tahun 2020-2021
di masa pandemi COVID-19, dan untuk mengetahui keuntungan dan
kerugian pada perusahaan BUMN dan BUMS di tahun dan kondisi yang
sama.

I.3. Manfaat
Manfaat dari Tugas Akhir ini diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Hasil dari analisis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
dalam melakukan analisa laporan keuangan serta untuk mengetahui
tingkat kinerja keuangan pada perusahaan farmasi BUMN dan BUMS
di masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021
2. Bagi Investor
Investor sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan perusahaan. Dengan
adanya analisis kinerja keuangan tersebut, akan sangat berguna bagi
pihak investor untuk mengetahui seberapa besar perkembangan
perusahaan dan dapat mengambil keputusan dengan tepat untuk
menanamkan modal yang akan menghasilkan laba bagi kedua belah
pihak.
3. Bagi Pembaca
Memberikan informasi dan wawasan yang dapat digunakan sebagai
referensi studi kasus yang akan digunakan dalam menganalisis laporan
keuangan serta bagaimana kinerja keuangan yang ada pada suatu
perusahaan farmasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Laporan Keuangan


II.1.1. Pengertian Laporan Keuangan
Secara sederhana laporan keuangan merupakan dokumen penting
yang terdiri dari catatan keuangan perusahaan baik berupa transaksi
maupun kas. Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan
keuangan (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2009). Umumnya dalam laporan
keuangan terdiri dari Neraca, Laporan Laba-Rugi, Laporan Perubahan
Posisi Keuangan, serta catatan laporan lain.
Rangkaian-rangkaian seluruh pencatatan transaksi keuangan
perusahaan yang terjadi dalam periode tertentu merupakan hasil dari
laporan keuangan tersebut. Laporan keuangan akan lebih bermanfaat
dalam pengambilan keputusan jika informasinya dapat memberikan
perkiraan tentang masa depan perusahaan, apakah ke arah yang positif atau
negatif. Kualitas laporan keuangan yang baik bertujuan untuk menjaga
perekonomian yang lebih efisien dan dapat membuat pihak eksternal yakin
terhadap kinerja keuangan yang dihasilkan perusahaan.

II.1.2. Tujuan Laporan Keuangan


Menurut (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2009) terdapat tiga tujuan
utama dari laporan keuangan, antara lain:
1. Memberikan informasi terkait kinerja keuangan, posisi
keuangan, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan
yang dinilai dapat memberikan manfaat bagi sebagian besar
pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan
keuangan harus menyediakan informasi yang relevan dan dapat
dipercaya agar pengguna dapat memahami kondisi keuangan
perusahaan dan mengambil keputusan yang tepat.
2. Memenuhi kebutuhan bersama bagi sebagian besar penggunanya,
dengan hal tersebut dengan laporan keuangan dapat
menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu.
3. Untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau
pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang
dipercayakan agar dapat membuat keputusan ekonomi.
Dengan demikian, laporan keuangan dapat membantu perusahaan
untuk mengetauhi bagaimana keaadan kinerja manajemen perusahaan dan
perubahan posisi keuangan perusahaan secara ekstensif dengan
disajikannya Laporan Keuangan. Laporan keuangan adalah alat bantu yang
sangat diperlukan bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan dalam
mengambil keputusan.

II.1.3. Unsur-unsur Laporan Keuangan


Unsur-unsur laporan keuangan adalah komponen-komponen yang
digunakan untuk menyajikan informasi keuangan suatu entitas dengan
tujuan memberikan pemahaman tentang kinerja keuangan dan posisi
keuangan perusahaan. Berikut ini adalah unsur-unsur utama dalam laporan
keuangan:

1) Neraca (Balance Sheet): Neraca adalah laporan yang menggambarkab


posisi keungan suatu entitas pada suatu titik waktu tertentu. Neraca
mencakup aset (aktiva), kewajiban (liabilitas), dan ekuitas pemilik
perusahaan, sebagai unsur utamanya.
2) Laporan Laba Rugi (Income Statement): Laporan Laba Rugi (atau
Laporan Laba Rugi Komprehensif) adalah laporan yang menyajikan
kinerja keuangan suatu entitas selama periode waktu tertentu. Laporan
laba rugi mencakup pendapatan, biaya, laba kotor, laba operasional,
laba sebelum pajak, dan laba bersih sebagai unsur utamanya.
3) Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement): Laporan Arus Kas adalah
laporan yang menyajikan arus kas masuk dan keluar suatu entitas
selama periode waktu tertentu. Laporan arus kas mencakup arus kas
dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan sebagai unsur
utamanya.
4) Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of Changes in Equity):
Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan perubahan dalam ekuitas
pemilik perusahaan selama periode waktu tertentu. Unsur-unsur utama
dalam laporan perubahan ekuitas meliputi modal saham, laba ditahan,
laba atau rugi komprehensif, dan transaksi dengan pemilik
perusahaan.
5) Catatan atas Laporan Keuangan (Notes to Financial Statements):
Catatan atas laporan keuangan berisi informasi tambahan yang relevan
untuk memahami isi laporan keuangan utama. Catatan-catatan ini
mencakup kebijakan akuntansi, penjelasan tentang asumsi yang
digunakan, metode pengukuran, informasi risiko, dan transaksi yang
signifikan.
Semua unsur ini berkontribusi untuk memberikan gambaran yang
komprehensif tentang kinerja keuangan dan posisi keuangan suatu entitas.
Penting untuk diingat bahwa unsur-unsur ini dapat bervariasi tergantung
pada standar pelaporan keuangan yang digunakan, seperti Standar
Pelaporan Keuangan Internasional (International Financial Reporting
Standards/IFRS) atau Generally Accepted Accounting Principles (GAAP)
di negara tertentu.

II.2. Analisis Laporan Keuangan


II.2.1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Agar laporan keuangan dapat digunakan untuk mendapatkan
informasi tentang kinerja keuangan, profitabilitas, likuiditas, dan kesehatan
secara keseluruhan, maka perlu dilakukan analisis laporan keuangan.
Menganalisis laporan keuangan berperan penting dalam membantu
manajemen mengidentifikasi kelemahan yang ada, serta membuat berbagai
keputusan yang lebih bijaksana guna meningkatkan kinerja perusahaan dan
mencapai tujuan organisasi. Dalam proses ini, evaluasi laporan keuangan
dilakukan dengan mempertimbangkan performa perusahaan secara internal
serta membandingkannya dengan pesaing dalam industri atau sektor yang
sama. Laporan keuangan yang paling dasar untuk dianalisis adalah laporan
laba rugi, neraca, dan laporan arus kas. Pengertian analisis laporan
keuangan menurut Dwi Prastowo D (2019, hlm. 46):

Dwi Prastowo D (2019, hlm. 46) mengatakan bahwa menganalisis laporan keuangan
merupakan suatu proses yang melibatkan analisis mendalam terhadap komponen-
komponen yang ada di dalamnya. Proses ini mencakup pemeriksaan terhadap setiap
elemen yang terdapat dalam laporan keuangan serta menjelajahi hubungan antara
elemen-elemen tersebut. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman yang
akurat dann menyeluruh mengenai laporan keuangan tersebut

Dengan melakukan analisis menyeluruh terhadap laporan keuangan,


berbagai pemangku kepentingan, seperti investor, pemberi pinjaman,
manajer, dan analis dapat mendapatkan informasi terkait posisi keuangan
dan membuat keputusan yang tepat.

II.2.2. Tujuan Analisis Laporan Keuangan


Ada beberapa tujuan analisis laporan keuangan, tergantung pada
pihak yang tertarik ataupun yang memiliki kepentingan, berikut adalah
beberapa tujuan dari melakukan analisis keuangan antara lain:
1. Analisis laporan keuangan digunakan sebagai menilai kinerja
keuangan perusahaan di masa lalu, seperti arus kas, profitabilitas,
biaya operasional, laba atas investasi, dan faktor lainnya.
Informasi ini berguna sebagai dasar memprediksi prospek
perusahaan di masa mendatang.
2. Analisis laporan keuangan juga digunakan oleh bank dan
investor untuk menilai kelayakan pemberian bantuan keuangan
kepada perusahaan. Dengan menganalisis kesehatan keuangan
dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangan, keputusan dapat diambil mengenai pemberian
dukungan perusahaan.
3. Analisis laporan keuangan dapat membantu dalam menilai
prospek pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan. Ini
membantu pemangku kepentingan seperti pemilik perusahaan
dan investor, dalam memprediksi potensi kebangkrutan atau
keberhasilan jangka panjang perusahaan.

II.3. Analisis Kinerja Keuangan


II.3.1. Pengertian Analisis Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan merujuk pada evaluasi dan analisis kesehatan
keuangan suatu entitas, seperti perusahaan, organisasi, atau individu. Ini
melibatkan pengukuran dan penilaian berbagai faktor keuangan yang
mencerminkan kinerja dan hasil keuangan entitas tersebut. Serta
interpretasi data keuangan untuk memahami sejauh mana perusahaan dapat
menghasilkan laba, mengelola utang dan aset, serta memenuhi kewajiban
keuangan jangka panjang dan pendek.
Penilaian kinerja keuangan melibatkan analisis laporan keuangan,
seperti laporan laba rugi, neraca, dan arus kas. Faktor yang dinilai meliputi
pendapatan, keuntungan, likuiditas, solvabilitas, efisiensi operasional,
pengelolaan aset dan utang, dan tingkat pengembalian investasi.

II.3.1. Tujuan Analisis Kinerja Keuangan


Tujuan dari analisis kinerja keuangan adalah untuk memahami
kesehatan keuangan entitas, mengidentifikasi tren dan pola yang muncul,
mengukur efisiensi dan produktivitas, serta mengevaluasi potensi risiko
dan peluang. Informasi dari analisis kinerja keuangan digunakan untuk
pengambilan keputusan strategis, perencanaan keuangan, dan pengelolaan
risiko. Informasi dari pengukuran kinerja keuangan digunakan untuk
pengambilan keputusan strategis. Data keuangan yang akurat dan
terperinci membantu manajemen dalam memilih strategi bisnis yang tepat,
mengalokasikan sumber daya dengan bijaksana, dan mengevaluasi hasil
dari keputusan yang diambil.
BAB III
METODE PENULISAN

III.1. Teknik Analisis Data


Dalam analisis ini, dilakukan pengembangan lebih lanjut mengenai
kinerja keuangan beberapa perusahaan farmasi milik negara (BUMN) dan
perusahaan milik swasta (BUMS) selama masa pandemi COVID-19.
Perusahaan-perusahaan yang dianalisis adalah PT Indofarma, PT Kimia
Farma, PT MERCK, PT Tempo Scan Pacifik, serta PT Sido Muncul.
Analisis ini dilakukan dengan mengumpulkan data kuantitatif sekunder
yang diperoleh dari laporan tahunan perushaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama periode 2020-2021. Rentang waktu ini dipilih
bertujuan untuk mengamati tren kinerja keuangan jangka panjang dari
beberapa perusahaan yang dipilih selama masa pandemi COVID-19. Dan
pada analisis ini dilakukan dengan metode analisis rasio keuangan. Analisis
rasio keuangan digunakan untuk menganalisis, mengukur, dan
menginterpretasikan kinerja perusahaan.

III.2. Metode Analisis Rasio Keuangan


Metode analisis rasio keuangan merupakan salah satu pendekatan
yang umum digunakan untuk menganalisis kinerja keuangan perusahaan.
Metode ini melibatkan perhitungan dan interpretasi berbagai rasio yang
terkait dengan posisi keuangan, kinerja, profitabilitas, likuiditas, dan
efisiensi perusahaan. Analisis ini akan mengklasifikasikan analisis rasio
keuangan menjadi rasio profitabilitas, rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan
rasio aktivitas.

III.2.1. Rasio Profitabilitas


Tujuan utama perusahaan dalam jangka panjang yaitu
mendapatkan laba atau keuntungan. Memperoleh laba atau
keuntungan adalah prioritas bagi pemilik dan manajemen
perusahaan (Gabrusiewicz, 2014, hlm.296), sehingga perusahaan
yang telah terdaftar di bursa dapat dievaluasi terhadap tingkat
profitabilitas, hal ini menjadi faktor penting yang perlu
dipertimbangkan oleh investor. Penilaian profitabilitas perusahaan
dilakukan melalui penggunaan rasio keuangan, salah satu rasio yang
digunakan untuk mengukur profitabilitas yaitu:
1. Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio yang menghitung
pendapatan bersih yang dihasilkan oleh suatu entitas per unit
penjualan. Dalam hal ini rasio sangatlah penting dalam
mengevaluasi baik buruknya keuangan perusahaan, karena dapat
mencerminkan sejauh mana perusahaan efektif dalam
menghasilkan laba bersih dari pendapatan penjualan. Selain itu,
rasio ini juga mengindikasikan tingkat profitabilitas yang dapat
digunakan untuk pembagian dividen serta kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban pembayaran pinjaman. Persamaan
untuk menghitung NPM adalah sebagai berikut:

2. Return on Equity (ROE)


Return on Equity (ROE) merupakan indikator penting bagi
para pemegang saham karena dapat menggambarkan tingkat
keuntungan yang dihasilkan dari modal atau ekuitas yang
diinvestasikan dalam suatu perusahaan. Persamaan yang dapat
menghitung ROE adalah sebagai berikut:
III.2.2. Rasio Likuiditas
Analisis ini digunakan untuk menilai kapabilitas perusahaan
dalam memenuhi liabilitas jangka pendek. Hal ini
merepresentasikan hubungan antara kas dan aset lancar perusahaan
dengan kewajiban lancar. Semakin tinggi rasio aset lancar terhadap
kewajiban lancar, maka semakin besar keyakinan bahwa
perusahaan mampu membayar kewajiban lancarnya (Arum et. al.,
2022). Untuk mengevaluasi tingkat likuiditas perusahaan, dapat
menggunakan dua rasio yaitu rasio cepat (quick ratio) dan rasio
lancar (current ratio).
1. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar merupakan perbandingan antara hutang lancar
dan aktivas lancar. Semakin besar nilai rasio lancar maka akan
semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban jangka pendeknya. Persamaan yang dapat menghitung
rasio lancar adalah sebagai berikut:

Aktiva Lancar
Current Ratio = x 100%
Utang Lancar

2. Rasio Cepat (Quick Ratio)


Rasio cepat merupakan rasio keuangan yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka
pendeknya tanpa bergantung pada persediaan. Rasio ini
memberikan penilaian likuiditas yang lebih ketat dibandingkan
dengan rasio lancar. Adapun rumus rasio cepat sebagai berikut:

Aktiva Lancar – Persediaan


Quick Ratio = x 100%
Utang Lancar
III.2.3. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas adalah suatu metode keuangan yang
digunakan untuk mengevaluasi kemampuan suatu perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini
digunakan untuk mengukur apakah perusahaan memiliki
kemampuan yang memumpuni untuk menghasilkan arus kas yang
cukup guna membayar utang jangka panjang dan komitmen
keuangan lainnya. Keberadaan rasio solvabilitas sangat penting
dalam menilai stabilitas keuangan suatu perusahaan, serta
kapasitasnya dalam menghadapi tantangan keuangan dalam jangka
panjang.
Terdapat beberapa rasio solvabilitas yang digunakan dalam
menilai solvabilitas perusahaan, di antaranya yaitu rasio utang
terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio), dan rasio utang terhadap
aset (Debt to Asset Ratio). Rasio ini memberikan gambaran
mengenai struktur modal, tingkat utang, serta kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban utangnya.
Dengan menganalisis rasio solvabilitas ini, investor, kreditor,
dan analis dapat menilai kesehatan dan stabilitas keuangan jangka
panjang perusahaan dan membuat keputusan yang tepat terkait
investasi, pinjaman, atau hubungan keuangan lainnya dengan
perusahaan. Semakin rendah rasio solvabilitas suatu perusahaan,
maka kemapuan untuk membayar utang semakin tinggi. Rasio
solvabilitas dalam analisis ini diukur menggunakan Debt to Asset
Ratio (DAR) dan Debt to Equity Ratio (DER).
1. Debt to Asset Ratio (DAR)
Debt to Asset Ratio digunakan untuk mengukur total aset
yang dibiayai oleh hutang suatu perusahaan. Ketergantungan
perusahaan terhadap hutang dapat dilihat dari total aset yang
dibiayai oleh utang itu sendiri. Apabila nilai DAR-nya tinggi, maka
menunjukan bahwa perusahaan semakin ketergantungan terhadap
utang. Adapun rumus DAR ditulis sebagai berikut:
Total Liabilities
Debt to Asset Ratio =
Total Asset

2. Debt to Equity Ratio (DER)


Debt to Equity Ratio adalah rasio keuangan yang
membandingkan total utang perusahaan terhadap ekuitas yang
dimiliki pemegang saham. Rasio ini digunakan untuk menilai
penggunaan dana pinjaman yang dapat meningkatkan hasil
investasi. Debt to Equity Ratio (DER) memberikan gambaran
mengenai struktur modal dan risiko finansial perusahaan. Rasio
yang lebih tinggi mengindikasikan ketergantungan yang lebih besar
pada pembiayaan utang, yang dapat meningkatkan risiko keuangan
dan beban bunga. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar aset
perusahaan dibiayai oleh kreditur daripada pemegang saham. Jika
Debt to Equity Ratio (DER) lebih tinggi, hal tersebut menandakan
risiko keuangan yang lebih tinggi serta potensi kesulitan dalam
memenuhi kewajiban utang dan apabila semakin rendah maka
semakin rendah risiko suatu perusahaan dalam membayar utang.
Adapun rumus dari DER sebagai berikut:

Total Liabilities
Debt to Equity Ratio =
Total Equity

III.2.4. Rasio Aktivitas


Menurut Munawir (2002: hlm.240), rasio aktivitas digunakan
untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari khususnya dalam melakukan penjualan,
penagihan piutang, dan penggunaan aset perusahaan. Rasio
aktivitas juga membantu dalam menilai periode penyimpanan
barang di gudang. Analisis ini menggunakan rasio perputaran total
aset dan perputaran persediaan untuk mengukur rasio aktivitas.
1. Rasio Perputaran Total Aset (Total Asset Turnover Ratio)
Model ini merupakan rasio keuangan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan hingga
pendapatan dari total asetnya. Rasio ini memberikan informasi
tentang seberapa efisien perusahaan menggunakan asetnya untuk
menghasilkan pendapatan. Jika suatu perusahaan memiliki Rasio
Perputaran Total Aset yang tinggi, maka dapat dikatakan
perusahaan tersebut memiliki aktivitas yang baik dalam
menghasilkan penjualan karena mampu memanfaatkan aset yang
tersedia. Rumus model ini ditulis sebagai berikut:

Net Sales
Total Asset Turnover Ratio = Average Total
Asset
2. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover Ratio)
Model ini merupakan rasio keuangan yang mengukur
efisiensi manajemen persediaan perusahaan dengan menilai
seberapa cepat perusahaan menjual persediaannya dan
menggantinya dengan stok yang baru. Rasio ini dapat membantu
perusahaan dalam mengevaluasi efektivitas pengendalian
persediaan dan kemampuan perusahaan dalam mengelola tingkat
persediaannya. Rasio ini menunjukkan berapa kali persediaan
perusahaan dijual dan diganti dalam jangka waktu tertentu. Rasio
perputaran yang lebih tinggi menunjukkan bahwa perusahaan
mengelola persediaannya secara efisien dengan menjualnya dengan
efektif dan meminimalkan jumlah persediaan yang ada. Hal ini
mengindikasikan arus kas dan manajemen modal kerja yang lebih
baik. Rumus perhitungan Inventory Turnover Ratio yaitu:

Cost of Goods Sold


Inventory Turnover Ratio =
Average Inventory
BAB IV
PEMBAHASAN

IV.1. Analisis Rasio Profitabilitas


Dengan analisis ini perusahaan dapat mengukur sejauh mana
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan pada pada periode
tertentu. Dalam analisis ini untuk mengukur rasio profitabilitas
menggunakan Net Profit Margin dan Return on Equity. Net profit margin
dapat mengevaluasi kesehatan keuangan perusahaan secara menyeluruh,
karena mencerminkan efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba
bersih dari penjualan yang diperoleh sebagai hasil persentase dari
pendapatan yang diterima. Sedangkan return on equity untuk mengukur
tingkat penghasilan dari modal yang diinvestasikan oleh pemegang saham
dalam suatu perusahaan. Berikut merupakan nilai beserta persentase
kenaikan (penurunan) per net profit margin dan return on equity dari
perusahaan PT Indofarma, PT Kimia Farma, PT MERCK, PT Tempo Scan
Pacifik, dan PT Sido Muncul selama periode 2020-2021.
Dalam tabel 1 menunjukan bahwa persentase kenaikan (penurunan)
NPM PT MERCK menjadi yang terbesar di antara perusahaan farmasi
BUMN dan BUMS lainnya, sedangkan PT Indofarma memiliki persentase
terendah. Dengan data tersebut menandakan bahwa PT MERCK mampu
mengendalikan biayanya, berbeda halnya dengan PT Indofarma yang
memiliki jumlah biaya yang lebih besar dari total pendapatan yang
diperoleh. Pada tahun 2021 menunjukan kenaikan NPM yang sangat drastis
pada PT MERCK sebesar 13,32% dari tahun 2020 yang artinya bahwa PT
MERCK dapat memanfaatkan pandemi COVID-19, sementara PT
Indofarma tidak dapat memanfaatkan kondisi pandemi COVID-19 sehingga
mengalami kerugian.
Tabel 1. Net Profit Margin (NPM)

Kenaikan
2020 2021
(Penurunan)
PT Indofarma 0,002% -1,29% -1,30%
BUMN
PT Kimia Farma 0,20% 2,25% 2,05%

PT MERCK 6,76% 20,07% 13,32%

BUMS PT Tempo Scan Pacifik 7,61% 7,81% 0,21%

PT Sido Muncul 28,00% 31,36% 3,35%


Sumber: Laporan Tahunan (Data diolah penulis)

Tabel 2 menunjukan bahwa perusahaan yang mengalami kenaikan


ROE selama masa pandemi pada tahun 2020-2021 yaitu PT Kimia Farma,
PT MERCK, dan PT Sido Muncul, namun persentase kenaikan (penurunan)
ROE yang paling terbesar di antara perusahaan lain yaitu PT MERCK.
Sedangkan perusahaan yang mengalami penurunan ROE yaitu PT
Indofarma dan PT Tempo Scan Pacifik, akan tetapi PT Indofarma memiliki
persentase kenaikan (penurunan) ROE yang paling rendah dengan nilai
persentase negatif. Artinya pada periode 2020-2021 yang merupakan pada
masa pandemi, perusahaan PT MERCK lebih mampu memanfaatkan modal
yang diinvestasikan oleh pemegang saham dalam menghasilkan
keuntungan, sedangkan PT Indofarma tidak mampu untuk memanfaatkan
modal yang diperoleh dari pemegang saham sehingga pada akhirnya PT
Indofarma mengalami kerugian.

Tabel 2. Return on Equity (ROE)

Kenaikan
2020 2021
(Penurunan)
PT Indofarma 0,01% -7,39% -7,40%
BUMN
PT Kimia Farma 0,29% 4,01% 3,72%

BUMS PT MERCK 11,74% 19,25% 7,51%


PT Tempo Scan Pacifik 13,08% 12,77% -0,32%

PT Sido Muncul 28,99% 36,32% 7,33%


Sumber: Laporan Tahunan (Data diolah penulis)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara persentase kenaikan


(penurunan) perusahaan farmasi BUMS memiliki NPM dan ROE lebih unggul
dari pada perusahaan farmasi BUMN selama pandemi COVID-19 tahun 2020-
2021. Perusahaan PT MERCK memiliki persentase kenaikan (penurunan) net
profit margin dan return on equity terbaik di antara yang lain, sedangkan PT
Indofarma yang terburuk di antara yang lain.

IV.2. Analisis Rasio Likuiditas


Analisis ini digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendek. Rasio ini mencerminkan hubungan
antara kas dan aset lancar perusahaan dengan kewajiban lancar. Dalam
menentukan tingkat likuiditas perusahaan, digunakan dua rasio yaitu rasio
lancar (current ratio) dan rasio cepat (quick ratio). Semakin tinggi nilai
rasio lancar (current ratio) maka semakin besar kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan aset lancarnya.
Sedangkan rasio cepat (quick ratio) merupakan rasio keuangan yang
mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka
pendeknya tanpa bergantung pada persediaan. Di bawah ini merupakan nilai
dan persentase kenaikan (penurunan) rasio lancar (current ratio) dan rasio
cepat (quick ratio) dari perusahaann farmasi BUMN dan BUMS yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2020-2021.

Tabel 3. Rasio Lancar (Current Ratio)

Kenaikan
2020 2021
(Penurunan)
PT Indofarma 136% 135% -0,57%
BUMN
PT Kimia Farma 90% 105% 15,63%
PT MERCK 255% 271% 16,78%

BUMS PT Tempo Scan Pacifik 296% 329% 33,32%

PT Sido Muncul 366% 413% 46,69%


Sumber: Laporan Tahunan (Data diolah penulis)

Dapat dilihat pada tabel 3 bahwa persentase kenaikan (penurunan)


rasio lancar (current ratio) yang terbesar yaitu diperoleh PT Sido Muncul,
sedangkan PT Indofarma memperoleh persentase kenaikan (penurunan)
yang paling terkecil bahkan negatif. Hal ini menunjukan bahwa pada tahun
2020-2021 PT Sido Muncul paling unggul dibandingkan perusahaan lainnya
dalam membayar kewajiban lancarnya dengan aset yang dimiliki oleh
perusahaan.

Tabel 4. Rasio Cepat (Quick Ratio)

Kenaikan
2020 2021
(Penurunan)
PT Indofarma 118% 103% -15,20%
BUMN
PT Kimia Farma 54% 60% 6,82%

PT MERCK 136% 176% 40,16%

BUMS PT Tempo Scan Pacifik 222% 244% 22,53%

PT Sido Muncul 311% 329% 18,25%


Sumber: Laporan Tahunan (Data diolah penulis)

Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase kenaikan (penurunan) rasio


cepat (quick ratio) PT MERCK merupakan yang terbesar di antara lainnya,
sedangkan yang terkecil dan bahkan negatif yaitu PT Indofarma. Dengan
data pada tabel mengartikan bahwa perusahaan PT MERCK memiliki lebih
banyak aset kas dan setara kas yang dapat digunakan untuk membiayai
kewajiban yang akan jatuh tempo dalam jangka pendek.
IV.3. Analisis Rasio Solvabilitas
Analisis rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur apakah
perusahaan memiliki kemampuan yang memumpuni untuk menghasilkan
arus kas yang cukup guna membayar utang jangka panjang dan komitmen
keuangan lainnya. Semakin rendah nilai Debt to Equity Ratio (DER) suatu
perusahaan, maka akan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam
membayar utangnya dan semakin tinggi nilai Debt to Asset Ratio (DAR),
maka semakin tinggi ketergantungan terhadap utang. Berikut merupakan
nilai dan rata-rata Debt to Equity Ratio (DER) dan Debt to Asset Ratio
(DAR) dari perusahaan farmasi BUMN dan BUMS yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2020-2021.

Tabel 5. Debt to Equity Ratio (DER)

2020 2021 Rata-rata

PT Indofarma 2,98 2,96 2,97


BUMN
PT Kimia Farma 1,47 1,46 1,46

PT MERCK 0,52 0,50 0,51

BUMS PT Tempo Scan Pacifik 0,43 0,40 0,42

PT Sido Muncul 0,19 0,17 0,18


Sumber: Laporan Tahunan (Data diolah penulis)

Tabel 5 menunjukkan bahwa PT Indofarma memiliki rata-rata DER


yang paling besar di antara perusahaan lainnya, sedangkan yang
memperoleh rata-rata DER yang paling rendah yaitu PT Sido Muncul. Hal
ini menunjukan bahwa PT Indofarma selama masa pandemi COVID-19
tahun 2020-2021 menjadi perusahaan yang menggunakan pinjaman tertinggi
untuk mendorong perkembangan perusahaan sehingga menjadikan
perusahaan yang paling berisiko bagi para pemberi pinjaman dan para
investor. Dan sebaliknya, PT Sido Muncul menjadi perusahaan yang paling
kecil risikonya karena memiliki keuangan yang lebih stabil dibandingkan
perusahaan lain.
Tabel 6. Debt to Asset Ratio (DAR)

2020 2021 Rata-rata

PT Indofarma 0,75 0,75 0,75


BUMN
PT Kimia Farma 0,60 0,59 0,59

PT MERCK 0,34 0,33 0,34

BUMS PT Tempo Scan Pacifik 0,30 0,29 0,29

PT Sido Muncul 0,16 0,15 0,15


Sumber: Laporan Tahunan (Data diolah penulis)

Pada tabel 6 menunjukan bahwa PT Indofarma memiliki nilai rata-rata


DAR yang paling besar dibandingkan perusahaan lainnya, sedangkan PT
Sido Muncul memiliki nilai rata-rata terendah. Dengan hal ini artinya PT
Sido Muncul memiliki keuangan yang lebih stabil dibandingkan PT
Indofarma yang paling berisiko bagi para kreditor dan investor karena PT
Indofarma ketergantungan terhadap utang yang dimilikinya.

IV.4. Analisis Rasio Aktivitas


Rasio aktivitas membantu dalam menggunakan asetnya untuk
menghasilkan pendapatan perusahaan dan menilai periode penyimpanan
barang di gudang. Jika perusahaan memiliki Rasio Perputaran Total Aset
yang tinggi, artinya menunjukan memiliki aktivitas yang baik. Dan jika
perusahaan memiliki nilai Perputaran Persediaan yang tinggi, artinya
perusahaan tersebut memiliki tingkat efisiensi yang baik. Dengan
menggunakan kedua metode tersebut sebagai pengukuran rasio aktivitas,
berikut adalah nilai dan rata-rata total asset turnover ratio dan inventory
turnover ratio dari perusahaan farmasi BUMN dan BUMS yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2020-2021.
Tabel 7 menjelaskan bahwa rata-rata total asset turnover ratio PT
Indofarma memiliki nilai terbesar di antara perusahaan lainnya, sedangkan
perusahaan yang memiliki nilai terendah yaitu PT Kimia Farma. Artinya PT
Indofarma paling efisien dan cepat dalam penggunaan aset yang dimiliki
untuk mengasilkan laba atas penjualan yang dilakukan oleh perusahaan
selama masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021. Di sisi lain PT MERCK
dan PT Tempo Scan Pacifik justru mengalami penurunan nilai total asset
turnover ratio selama masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021. Nilai
penurunan yang paling drastis adalah PT MERCK jika dibandingkan dengan
PT Tempo Scan Pacifik. Dengan demikian, meskipun PT Kimia Farma
memiliki nilai rata-rata paling rendah di antara perusahaan yang lain, namun
PT Kimia Farma masih mampu meningkatkan nilai total asset turnover
ratio selama masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021. Maka dapat
disimpulkan bahwa PT MERCK adalah yang paling tidak efisien dalam
memperoleh pendapatan dengan menggunakan aset yang dimilikinya selama
masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021.

Tabel 7. Total Asset Turnover Ratio

2020 2021 Rata-rata

PT Indofarma 1,00 1,44 1,22


BUMN
PT Kimia Farma 0,57 0,72 0,65

PT MERCK 1,14 0,64 0,89

BUMS PT Tempo Scan Pacifik 1,20 1,16 1,18

PT Sido Muncul 0,87 0,99 0,93


Sumber: Laporan Tahunan (Data diolah penulis)

Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata inventory turnover ratio


PT Indofarma memiliki nilai yang terbesar di antara perusahaan lainnya,
sedangkan perusahaan yang memiliki nilai terendah yaitu PT MERCK.
Namun, jika dilihat dari tingkat penurunan inventory turnover ratio PT
Indofarma mengalami penurunan yang sangat drastis sebesar 1,74
dibandingkan dengan perusahaan lainnya yang mengalami penurunan juga
selama masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021. Meskipun PT MERCK
memiliki nilai rata-rata inventory turnover ratio paling rendah di antara
perusahaan yang lain, PT MERCK justru mengalami kenaikan inventory
turnover ratio yang paling drastis yaitu sebesar 1,32. Maka dapat
disimpulkan bahwa permintaan produk kepada PT Indofarma menurun
drastis dan sangat tidak efisien dalam melakukan penjualan selama masa
pandemi COVID-19 tahun 2020-2021, sedangkan PT MERCK paling
efisien dan cepat dalam menjual produknya karena adanya permintaan
produk yang melonjak selama masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021.

Tabel 8. Inventory Turnover Ratio

2020 2021 Rata-rata

PT Indofarma 9,08 7,34 8,21


BUMN
PT Kimia Farma 2,59 3,14 2,86

PT MERCK 1,14 2,46 1,80

BUMS PT Tempo Scan Pacifik 4,74 4,49 4,62

PT Sido Muncul 4,84 3,81 4,33


Sumber: Laporan Tahunan (Data diolah penulis)
BAB V
PENUTUP

V.1. Simpulan
Berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan pada perusahaan
farmasi milik negara (BUMN) dan milik swasta (BUMS) tersebut, maka
diperoleh setiap perusahaan memliki kinerja keuangan yang berbeda selama
masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021. Akan tetapi, jika dilihat dari
keseluruhan di antara perusahaan BUMN dan BUMS ditemukan bahwa
BUMS memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan
perusahaan BUMN selama masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021.
Perusahaan BUMS khususnya PT MERCK memiliki profitabilitas yang
paling baik di antara perusahaan lainnya, hal ini menandakan bahwa PT
MERCK mampu mengendalikan biayanya dan berhasil memanfaatkan
modal yang diinvestasikan oleh pemegang saham dalam menghasilkan
keuntungan. Dan dalam rasio likuiditas PT MERCK dan PT Sido Muncul
lebih unggul daripada perusahaan lainnya, namun PT Sido Muncul lebih
mampu dalam membayar kewajiban lancarnya dengan aset yang
dimilikinya, sedangkan PT MERCK memiliki lebih banyak aset kas dan
setara kas yang dapat digunakan untuk membiayai kewajiban yang akan
jatuh tempo dalam jangka pendek. Selanjutnya, yang memiliki solvabilitas
paling baik di antara perusahaan lain adalah PT Sido Muncul sebagai
perusahaan BUMS, dalam hal ini maka PT Sido Muncul dinilai paling kecil
risikonya karena memiliki keuangan yang lebih stabil daripada perusahaan
lain. Pada analisis aktivitas, PT Kimia Farma lebih mampu dalam
meningkatkan nilai total asset turnover ratio selama masa pandemi COVID-
19 tahun 2020-2021, meskipun PT Kimia Farma memiliki nilai rata-rata
paling rendah di antara perusahaan yang lain. Namun, jika dilihat dari
peningkatan nilai inventory turnover ratio PT MERCK yang paling efisien
dan cepat dalam menjual produknya karena adanya permintaan produk yang
melonjak selama masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021.
Maka berdasarkan analisis profitabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan
aktivitas PT Indofarma yang merupakan perusahaan BUMN memiliki
kinerja keuangan yang paling buruk di antara perusahaan lainnya selama
masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021. Dan jika dilihat dari secara
keseluruhan PT MERCK sebagai perusahaan BUMS memiliki kinerja
keuangan yang paling baik meskipun masih ada yang perlu ditingkatkan
dalam hal efisiensi untuk memperoleh pendapatan dengan menggunakan
aset yang dimilikinya selama masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021.

V.2. Saran
Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan bahwa perusahaan
BUMN memiliki kinerja keuangan yang buruk dibandingkan dengan
perusahaan BUMS selama masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021.
Adapun beberapa saran dari penulis agar perusahan dapat meningkatkan
kinerja keuangan, sebagai berikut:
1. Tim manajemen perlu mengidentifikasi dan mengurangi biaya
operasional yang tidak diperlukan. Tinjau kembali sistem dan
proses bisnis, optimalkan rantai pasok, dan mencari alternatif
dalam meningkatkan produktivitas.
2. Lakukan audit internal secara rutin agar tim manajemen
mengetahui area yang dapat dilakukan penghematan dan efisiensi.
Tingkatkan pengawasan dan transparansi dalam semua aspek
keuangan perusahaan. Pastikan adanya prosedur pengawasan yang
kuat untuk mencegah penyalahgunaan keuangan dan
meningkatkan akuntanbilitas.
3. Cari peluang untuk diversifikasi pendapatan perusahaan BUMN
dengan memperluas produk atau layanan yang ditawarkan.
Identifikasi segmen pasar atau yang berpotensi untuk mengurangi
ketergantungan pada pendapatan terbatas. Melakukan evaluasi
opsi pembiayaan yang tersedia, seperti pinjaman, dan penerbitan
obligasi

Anda mungkin juga menyukai